Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha Citrasari
"Tidak semua anak lahir dan dapat berkembang secara normal, ada beberapa anak yang merupakan anak dengan kebutuhan khusus (exceptional children), diantaranya adalah keterbelakangan mental, carat fisik, kelainan belajar, gangguan emosional, kelainan bicara, gangguan penglihatan (visually impaired), dan gangguan pendengaran (hearing impaired). Anak-anak tersebut harus mendapat penanganan sedini mungkin agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
Gangguan pendengaran (hearing impaired) atau dapat disebut juga tunarungu merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada masa perkembangan. Tunarungu dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan, mulai dari sangat ringanlminimal sampai total.
Anak tunarungu memiliki beberapa hambatan, salah satunya adalah perkembangan bahasa. Hambatan dalam perkembangan bahasa membuat terhambatnya perkembangan inteligensi anak tunarungu. Walaupun demikian tidak semua aspek inteligensi terhambat tetapi hanya yang bersifat verbal. Aspek inteligensi yang bersumber pada penglihatan dan berupa motorik dapat berkembang lebih cepat.
Salah satu karakteristik perkembangan bahasa yang seharusnya sudah dicapai oleh anak pada masa toddler adalah anak dapat menyebutkan anggota tubuhnya. Dengan hambatan tersebut maka anak tunarungu tidak dapat menyebutkan anggota tubuhnya. Selain itu, dengan memahami anggota tubuhnya sendiri, seorang anak memiliki perasaan akan din mereka sendiri yang terpisah dari orang lain (self-awareness). PengenaIan diri secara fisik dapat membantu anak untuk menyadari diri mereka sendiri yang secara fisik berbeda dari orang lain, hal ini berkaitan dengan karakteristik perkembangan sosial seorang anak. Peneliti melakukan pelatihan mengenali anggota tubuh sebagai sarana untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak tunarungu pada masa toddler.
Pelatihan mengenali anggota tubuh pada anak tunarungu dilakukan melalui strategi visual. Dalam penelitian ini, strategi visual yang digunakan yaitu dengan menunjukkan kartu-kartu bergambar anggota tubuh seorang anak. Saat anak ditunj ukkan kartu bergambar tersebut, anak diminta untuk menunjukkan anggota tubuhnya sendiri. Digunakan strategi visual karena dengan menggunakan alat bantu visual akan lebih mudah untuk dipahami oleh anak yang mengalami kelainan bahasa. Instruksi akan diberikan oleh peneliti (instruktur).
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan tujuan untuk melatih anak tunarungu usia toddler mengenali anggota tubuhnya melalui strategi visual. Apabila subjek berhasil menunjuk anggota tubuhnya sendiri saat diperlihatkan kartu bergambar anggota tubuh maka subjek akan mendapatkan reward.
Hasil pelatihan memperlihatkan bahwa subjek mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri. Namun demikian, dalam penelitian ini terdapat kelemahan dan kelebihan. KeIemahannya yaitu situasi pelatihan yang tidak terstruktur, tidak ada masa transisi dari situasi tidak terstruktur ke situasi yang terstruktur (pelatihan), dan pada sesi I instruksi yang diberikan oleh instruktur tidak jelas (instruktur tidak memperagakan) sehingga W tidak mengerti apa yang diharapkan darinya. Kelebihannya yaitu strategi visual (gambar) dirasakan sangat membantu dan mudah dipahami oleh anak yang mengalami tunarungu dan pemberian reward ditemukan cukup berhasil memaeu subjek untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan.
Saran untuk penelitian ini, peneliti melakukan survey lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui kegiatan anak sehari-hari sehingga dapat menetapkan waktu yang tepat untuk melakukan pelatihan. Adanya masa transisi dari situasi tidak terstruktur ke situasi terstruktur (pelatihan). Situasi pelatihan sebaiknya lebih tenang dan lebih terstruktur. Saran untuk penelitian selanjutnya, strategi visual dapat digunakan untuk membantu anak mengenali emosi, kegiatan yang dilakukan sehari-hari, aturan-aturan sosial, dan lain-lain."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Marta Fauzia
"Anak tunarungu mengalami kererbatasan pendengaran yang dapat
berpengaruh pada berbagaiaspek kehidupannya. Sa!ah satunya adalah aspek sosial-emosional. Aspek sosial emosional antara lain mencakup sosialisasi, pemahaman diri, dan perkembangan emosi. Hambatan dalam pendengaran mempengaruhi
kemampuan dalam berkomunikasi. terutama secara lisan. Adanya keterbatasan komunikasi ini dapat membuat anak enggan berinteraksi dengan orang lain karcna
takut tidak diterima dan dipahami. Anak dapat menjadi kesepian dan terisolasi.
Kemurunguan anak juga dapat mempengaruhi penilaian anak terhadap dirinya
Apabila ia merasa kelunarnnguannya sebagai suatu kekurangan, maka ini dapat mengembangkan pemahaman diri yang cenderung negatif. Sebaliknya apabila anak tidak menganggap ketunarunguannya sebagai kekurangan diri, maka ia dapat memiliki pemahaman diri yang lebih positif. Dalam aspek emosi. anak tunarungu
dapat menjadi mudah cemas karena ingin selalu berada di dckal ibu dan kurang mandiri karena pengasuhan yang operproactive dari orangtua. Salah satu alay yang dapat menggali kondisi sosial-emosional adalah HFDs. Adanya berbagai
kemungkinan kondisi sosial-emosional tersebut mendorong peneliti untuk melihat
gambnran kondisi sosial-emosional anak tunarungu usi 8 tahun berdasarkan HF Ds.
Penelitian ini menggunakan penclekaran kualilalif karena dapat memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai kondisi sosial emoslonal anak tunarungu
yang diteliti. Tes HFDS akan dilengkapi clengan anamnesis. Pcngambilan data
dilakukan di SDLB pada anak tunarungu yang bcrusia 8 tahun. ketunaruuguan
tergolong parah dan bert. serta mcmiliki inteligensi rata-rata. Subjek penelitian
berjumlah empat orang.
Hasil pcnclitian menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami kesulitan
berintcraksi dengnn orang yang baru dikenal Sebagian besar subjek memiliki
kecenderungan bersikap kaku dan pemalu. Namun demikian mereka tidak memiliki masalah dalam berinteraksl dengan orang-orang di iingklulgan sekitar rumah.
Pemal1tian diri subjek ada yang positif dan ada juga yang cenderung negatif.
Umumnya subjek masih belum matang secara emosional dan berusaha melindungi
diri dari hal-hal yung dapat menimbulkan kecemasan.Beberapa subjek mcnunjukkan
kecendcrungan agresif`. Selain itu ada beberapa kondisi emosi yang adn panda masing-masing subjck. seperti kurnng percaya diri membutuhkan dukungan orang lain dan
orientusi ke dalam diri. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Widyasari
"Pembuatan program intervensi ini bertujuan untuk memhentuk kemampuan bantu diri makan menggunakan sendok bagi anak tuna netra-rungu bemsia 6 tahun 2 bulan dengan mctode modifikasi perilaku. Pronquing dan fading merupakan teknik pembentukan perilaku yang dilakukan karena teknik tcrsebut merupakan teknik yang paling panting ketika akan mcngajarkan kemampuan bantu diri makan (Snell, 1983). Selain itu, dipergunakan pula teknik shaping karena anak mendapatkan kemandiriannya dalam mcnampilkan kcmampuan bantu diri melalui tahapan-tahapan (Venkatesan, 2004).
Dalam pelaksanaarmya, disertakan pula program intewcnsi cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat untuk aktivitas makan agar guru dan orangtua dapat berkomunikasi secara konsisten dengan subyek. Intervensi dilakukan di mmah dan dilaksanakan oleh peneliti dan orangtua.
Hasil yang didapatkan setelah program intervensi dijalankan adalah adanya peningkatan kemampuan subyek dalam menggunakan sendok ketika aktivitas makan. Suhyek juga terlihat mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menjalankan program intervensi secara berkesinambungan dengan dua orang peneliti atau lebih, penggunaan sendok yang lebih sesuai dengan kebutuhan anak, serta pelibatan ahli dan tenaga profesional yang bergcrak di bidang tuna netra-rungu.

The aim of this intervention program is to shape self-help skill in eating with a spoon for deatlblind child aged 6 year 2 months using behavior modification method. Prompting and fading are the techniques used to shape behavior because those techniques are the most important in teaching self-help eating skill (Snell, 1983). Moreover, shaping technique is also used because children will learn independence in showing self-help skill through numerous phases (Venkatesan, 2004).
In implementing the intervention program, it is necessary to include the sign language program for eating activity to facilitate teachers and parents to be able to communicate with the subject consistently. Intervention was conducted by a researcher and subject`s parents at subject’s home.
Result of the intervention program shows there is an increase in subject’s self-help skill in using spoon while eating. Subject also begins to show an ability to communicate with sign-language. For liirther interventions, a few suggestions are made, such as implementing the intervention program continuously with two or more researchers, the use of a spoon which is in line with the need ofthe child, and the involvement of experts and professionals in deaf-blind children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34042
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Dawaman
"ABSTRAK
Kebisingan pada industri harus dapat dikurangi agar para karyawan yang terpapar
tidak mengalami gangguan pendengaran. Agar area kerja dapat diperbaiki dan kebisingan
dapat dikurangi maka diperlukan suatu kegiatan promosi kesehatan dalam mencegah
gangguan pendengaran yaitu Hearing conservation program. Peneliti bertujuan untuk
mengevaluasi implementasi Hearing Conservation Program pada PT XYZ tahun 2013.
Proses evaluasi dilakukan dengan menggunakan checklist evaluasi Hearing conservation
program dari NIOSH (Alih bahasa Departemen Kesehatan). Maka diperoleh hasil
pelaksanaan Hearing conservation program pada PT XYZ yang telah dilaksanakan sebesar
76 % dan 24 % belum terlaksana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan
Hearing Conservation program di PT XYZ masih harus ada perbaikan agar karyawan
tidak terpapar oleh kebisingan dan terhindar dari gangguan pendengaran. Saran pada PT
XYZ sebaiknya menjalankan secara menyeluruh dan sosialisasi terhadap pelaksanaan
Hearing conservation program harus dilaksanakan pada seluruh karyawan.

ABSTRACT
Noise in the industry must be reduced so that the employees are not exposed to
hearing loss. So that the work area can be improved and the noise can be reduced, we need
a health promotion activity in preventing hearing loss is hearing conservation program.
We aimed to evaluate the implementation of the Hearing Conservation Program in PT
XYZ in 2013. The evaluation process is conducted by using a checklist evaluation of the
NIOSH Hearing conservation program (Language Interpreting Department of Health).
Hearing the obtained results of the implementation of conservation programs at XYZ Ltd.
which has been implemented by 76% and 24% have not been implemented. It can be
concluded that the Hearing Conservation program activities in PT XYZ still must be
improved in order employees not exposed to noise and avoid hearing loss. Advice on PT
XYZ should run thoroughly and disseminate the hearing conservation program
implementation should be carried out on all employees."
Universitas Indonesia, 2013
T35077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bahasa isyarat merupakan bahasa yang mengutamakan komunikasi visual, pengguna bahasa ini menggunakan orientasi, bentuk, dan gerakan tangan, lengan, tubuh, serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka. Para tunawicara menggunakan bahasa isyarat untuk mengatasi keterbatasan mereka dalam berkomunikasi. Namun, berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat seringkali menyulitkan dan membatasi komunikasi dengan orang lain khususnya orang normal yang umumnya tidak memahami bahasa isyarat. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya penerjemahan bahasa isyarat tersebut menjadi bahasa yang umum atau mudah dipahami oleh lawan bicara."
JURTEL 17:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Maylawati
"Skripsi ini menggambarkan bagaimana konsep layanan perpustakaan ideal untuk siswa tunarungu menurut informan, kegiatan apa saja yang dilakukan dan kendala yang dihadapi di perpustakaan SLB N 02 Lenteng Agung dan SLB-B Pangudi Luhur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah wawancara, dan observasi. Penelitian dilakukan pada bulan September-November 2015 di SLB N 02 Lenteng Agung dan SLB-B Pangudi Luhur. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pihak pengelola dan kepala sekolah di SLB N 02 Lenteng Agung dan SLB-B Pangudi Luhur mengerti konsep layanan perpustakaan yang ideal namun belum melaksanakannya secara maksimal. Layanan yang dilakukan adalah layanan sirkulasi dan layanan jam kunjung perpustakaan. Namun, dalam pelaksanannya, perpustakaan di SLB N 02 Lenteng Agung maupun SLB-B Pangudi Luhur memiliki kendala internal maupun eksternal.

This thesis describes how ideal concept of library and library services in SLB N 02 Lenteng Agung and SLB-B Pangudi Luhur, this thesis also examines the problems faced in the process. The research applied qualitative approach using case studies method. The sampling techniques used are interview and observation. The research was conducted between September-November 2015 in SLB N 02 Lenteng Agung and SLB-B Pangudi Luhur. The result of this research shows that the librarian and the principal has been understood about ideal concept of library. However, the implementation of service yet maximized. Unfortunately, during the implementation process, this institution has some internal and external problems."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S65845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairina HS
"Salah satu fungsi dari bermain adalah dapat meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak (Papalia & Olds, 1993). Untuk dapat bermain dengan baik bersama orang lain, anak harus bisa mengerti dan dimengerti oleh temantemannya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut. Untuk mempelajari itu semua sulit dilakukan oleh anak tunarungu. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.
Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi berdampak luas dari segi kemampuan bahasa, membaca, menulis maupun penyesuaian sosial serta prestasi sekolahnya. Tetapi sekarang banyak anak-anak dengan gangguan pendengaran atau tuli dapat diidentifikasi pada usia kanak-kanak awal. Mereka sering dibantu melalui operasi atau penggunaan alat bantu dengar. Mereka belajar- untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman mereka dengan menggunakan bicara, membaca ujaran, bahasa isyarat atau teknik-teknik lainnnva. Banyak dari orang-orang yang menderita gangguan pendengaran atau tuli dapat mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mampu memasuki bidang-bidang professional dan dapat mencapai keberhasilan individual/personal.
Jalur pendidikan formal (sekolah) merupakan satu upaya yang banyak dilakukan untuk membantu anak-anak tunarungu (Mangunsong dkk. 1998). Untuk anak-anak tunarungu yang berada di Taman Latihan Santi Rama, kegiatan belajar sehari-harinya adalah belajar berkomunikasi khususnya belajar berbicara. Tetapi dalam proses belajar berkomunikasi itu tidak terlepas dari kegiatan bermain. Kegiatan bermain merupakan bagian penting dalam program pendidikan prasekolah. Dalam kegiatan bermain dimasukkan juga dengan kegiatan belajar berkomunikasi di kelas melalui latihan mendengar dan penggunaan metode oralisin.
Dengan memperhatikan kekhususan pada tingkat perkembangan usia prasekolah dan kegiatan bermain anak tunarungu, dalam penelitian ini ingin diperoleh gambaran bermain pada anak tunarungu dilihat dari materi bermain, bimbingan yang diperoleh, dan peran orang tua, guru, saudara, dan teman yang sangat membantu pada perkembangan komunikasi anak tunarungu. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S3001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Minanda
"Siswa tuli merupakan salah satu masyarakat bahasa yang dapat memproduksi tulisan. Akan tetapi, belum banyak penelitian yang menjelaskan bagaimana kemampuan siswa tuli dalam menulis. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan mengangkat rumusan masalah mengenai kemampuan menulis bahasa Indonesia oleh siswa tuli. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Untuk menggambarkan kemampuan siswa tuli dalam menulis, penelitian didasarkan pada dua aspek, yaitu kemampuan menulis kata dan kemampuan menulis kalimat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa tuli masih relatif rendah, baik kemampuan menulis kata atau pun menulis kalimat. Kemampuan ini dilihat dari berbagai faktor, di antaranya yaitu penulisan ejaan, kategori kata, struktur kalimat, juga makna.

Deaf students are one of the language communities that can produce writing. However, there are not many studies that explain how deaf students' ability to write. Therefore, this research was conducted by raising the problem formulation regarding the ability to write Indonesian by deaf students. This research uses a qualitative descriptive method. To describe the ability of deaf students in writing, the research is based on two aspects, namely the ability to write words and the ability to write sentences. The results showed that the writing ability of deaf students is still relatively low, both the ability to write words or write sentences. This ability is seen from various factors, including spelling, word categories, sentence structure, and meaning."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
BEazley, Sarah
London: David fulton , 1995
305.908 BEA d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Johana Aprilia
"Anak tunarungu seringkali didapati mengalami keterlambatan fungsi kognitif yang berakibat pada keterlambatan pencapaian akademis, namun keterlambatan tidak terjadi pada visual-spatial working memory, yang biasa digunakan dalam pemecahan soal matematika. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa visual-spatial working memory pada anak tunarungu berbeda akibat metode komunikasi anak tunarungu yang mengandalkan penglihatan. Sedikit penelitian yang memperlihatkan gambaran kapasitas visual-spatial working memory secara utuh pada anak tunarungu dengan metode komunikasi oral, total, dan bahasa isyarat. Penelitian ini memperlihatkan gambaran tersebut yang didapat melalui pengisian kuesioner mengenai penggunaan metode komunikasi dan pengukuran visual-spatial working memory pada 30 anak tunarungu kelas 3-6 SD. Pengisian kuesioner dilakukan oleh orang tua, dan pengukuran visual-spatial working memory dilakukan dengan anak memainkan Lion Game melalui Zoom call.
Hasil penelitian menunjukkan mean proporsi skor kapasitas visual-spatial working memory anak tunarungu dengan metode komunikasi oral sebesar 0,432 (SD=0,151) dengan level 2,55. Mean proporsi skor kapasitas visual-spatial working memory anak tunarungu metode komunikasi total sebesar 0,453 (SD=0,153) dengan level 2,53. Terakhir, mean proporsi skor kapasitas visual-spatial working memory anak tunarungu metode komunikasi bahasa isyarat sebesar 0,397 (SD=0,128) dengan level 3,25. Dari hasil penelitian ini diketahui kapasitas visual-spatial working memory pada anak tunarungu dengan metode komunikasi oral, total, dan bahasa isyarat belum maksimal.

Children with hearing impairment or deaf usually experience cognitive function delays, but not in visual-spatial working memory which commonly used in mathematical problems. Previous studies discovered that the visual or spatial working memory in deaf children is different due to the communication methods that rely on vision. This study describes deaf childrens visual-spatial working memory by measuring the visual-spatial working memory of 30 deaf children in grade 3-6 elementary school and identifying their communication methods through questionnaires. Questionnaires are filled in by the parents of deaf children. The visual-spatial working memory measurement utilizes the Lion Games through Zoom meetings.
This study shows that the mean score of the visual-spatial working memory of deaf children with oral communication is 0.432 (SD=0.151) with average maximum level 2.55. Furthermore, the mean score of the visual-spatial working memory of deaf children with total communication is 0.453 (SD=0.153) with average maximum level 2.53, and the mean score of the visual-spatial working memory of deaf children in sign language is 0.397 (SD=0.128) with average maximum level 3.25. To conclude the result, it can be argued that deaf children visual-spatial working memory span with oral, total, and sign language communication methods still not reach the maximum point."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>