Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yizli Cecyllie Mikhael
"Etnis Cina Benteng adalah sebutan untuk etnis Cina Peranakan yang bermukim di kawasan Tangerang. Mereka umumnya menempati rumah yang bentuknya melebar, dengan halaman depan yang luas serta tata ruang yang seimbang pada bagian kiri dan kanan rumah. Susunan tata ruang pada sisi kiri rumah akan sama dengan tata ruang sisi kanannya. Melalui metode kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan tata ruang rumah Cina Benteng dan juga menguraikan unsur budaya yang terdapat dalam rumah Cina Benteng, khususnya di rumah milik Oen En Cung yang terletak di desa Cukanggalih, Tangerang. Untuk itu, penulis melakukan observasi langsung dengan mendatangi beberapa rumah Cina Benteng di Tangerang, khususnya rumah Oen En Cung. Penulis juga mengadakan wawancara dengan narasumber untuk verifikasi data yang diperoleh. Dari penelitian ini ditemukan bahwa meja abu yang merupakan manisfestasi dari xiao masih terdapat dalam rumah Cina Benteng, begitu pula dengan penolak bala. Namun, tata ruang rumah yang diatur berdasarkan hongshui tidak lagi diperhatikan.

The Chinese Benteng ethnic group is a term for the Peranakan Chinese who live in the Tangerang area. They generally occupy a house that is wide in shape, with a large front yard and a balanced layout on the left and right of the house. The layout on the left side of the house will be the same as the layout on the right. Through qualitative methods, this study aims to describe the shape and layout of the Cina Benteng house and also describe the cultural elements contained in the Cina Benteng house, especially in the house of Oen En Cung located in Cukanggalih village, Tangerang. For this reason, the author made direct observations by visiting several Chinese Benteng houses in Tangerang, especially Oen En Cung's house. The author also conducted interviews with resource persons to verify the data obtained. From this study it was found that the table of ash which is a manifestation of the xiao is still present in the China Benteng house, as well as the repellent against reinforcements. However, the layout of the house that is arranged according to hongshui is no longer considered."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusumawati
"Tesis ini pada dasamya mengkaji bagaimana cara orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis mempertahankan tradisi pemujaan leluhur.Dalam hal ini fokus penelitian penulis adalah upaya penyesuaian yang dilakukan pada makanan sesaji yang dipersembahkan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis dalam upacara pemujaan leluhur. Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan pendekatan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss untuk mengetahui sejauh mana penyesuaian itu terjadi dan pada tingkat apakah terjadi perubahan itu.
Pengkajian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode etnografi, yang memusatkan perhatian pada upaya yang dilakukan penganut Khonghucu di Cimanggis dalam makanan sesaji pada upacara pemujaan leluhur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengarnatan, wawancara mendalam dan penggunaan literatur yang relevan.
Hasil penelitian yang penulis lakukan pada orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis memperlihatkan bahwa salah satu cam yang dipilih dan diinginkan oleh mereka untuk mempertahankan tradisi pemujaan leluhur adalah dengan melakukan resistensi pasif Yang dimaksud dengan resistensi pasif adalah suatu penolakan untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah, kekuasaan, pemaksaan atau kekerasan tanpa memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya) terhadap orang yang melakukan pemaksaan tersebut atau lingkungan yang berubah. (Horace B & English, 1958: 460). Orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis menolak untuk menyerah pada keadaan lingkungan yang berubah atau beberapa peraturan diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru. Namun mereka juga tidak memperlihatkan perlawanan (secara lisan atau lainnya). Untuk tetap mempertahankan kebudayaan Tionghoa ini, mereka lalu melakukan beberapa penyesuaian.
Dengan menggunakan pendekalan strukturalisme yang diperkenalkan oleh Levi Strauss, penulis melihat bahwa dalam hal makanan sesaji, penyesuaian yang dlakukan oleh orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis sebetulnya hanya terjadi pada struktur permukaan dari set of knowledge orang Tionghoa penganut agama Khonghucu di Cimanggis. Struktur dalamnya sama sekali tidak berubah. Selain itu konsep ?sudah menjadi takdir Tuhan? , konsep ?habis bagaimana lagi?, konsep da-tong yang berarti satu dunia atau universal harmony dan konsep chuantong yang berarti tradisi sangat membantu orang-orang Tionghoa berkompromi dan menggunakan kebijaksanaan yang praktis dalam memecahkan kesulitan yang mereka hadapi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurandhani Aritsa
"Cina, selain terkenal akan kebudayaannya yang tinggi, juga terkenal akan pemikiran yang dihasilkan oleh para filosof-nya sejak jaman dinasti Zhou (1027-256 SM)'. Salah satu dari filusuf Cina terkenal yang hidup pada jaman tersebut adalah Konfusius (551-479 SM), filusuf Cina pertama yang pemikirannya dituangkan ke dalam tulisan secara teratur. Kemudian muncul aliran Daoisme, dan Buddhisme yang dalam perkembangannya hingga saat ini ketiga aliran tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan orang Cina. Filsafat Cina berbeda dengan Filsafat Barat. Perbedaan ini diakibatkan adanya perbedaan keadaan masyarakat dan perbedaan kondisi alam pada daerah tempat pemikiran itu dihasilkan, penggunaan gaya bahasa yang berbeda dalam menuangkan konsep pemikiran dalam bahasa tulis, dan beberapa perbedaan dalam memandang hubungan sosial. Sebuah pemikiran yang dihasilkan tidak akan lepas dari kondisi daerah pada masa itu dan kondisi sosial masa itu. Hal ini terlihat dengan jelas dalam pemikiran Cina, yaitu dalam hirearki kelas sosial sarjana atau cendekiawan (_) dan petani ditempatkan di kedudukan sosial yang paling atas sedangkan pedagang ditempatkan di kedudukansosial yang paling bawah. Hal ini disebabkan oleh kondisi masyarakat Cina pada masa itu bahkan sampat saat ini yang mayoritas adalah petani, sedangkan sarjana adalah kalangan berpendidikan yang telah mempelajari ajaran filsafat atau bahkan seorang filosof, Kalangan sarjana pada umumnya berasal dari keluarga bangsawan atau tuan tanah. Salah satu yang menjadi keunikan dari filsafat Cina adalah gaya bahasa yang digunakan ketika dituangkan ke dalam bahasa tulis tidaklah sama dengan gaya bahasa lisan. Gaya bahasa yang digunakan dalam tulisan lebih bersifat penggambaran metafora, tidak langsung kepada permasalahan atau kejadian sebenarnya dan pesan yang ingin disampaikan dituliskan secara tersirat bukan tersurat"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S12821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Kurniawati
"Pada era globalisasi ini, setiap kelompok masyarakat dituntut untuk bergerak dan berpikir dinamis sesuai dengan keadaan zaman. Begitu pula halnya dengan masyarakat etnis Cina yang sudah dikenaI dengan nilai-nilai budaya yang telah berusia ribuan tahun lamanya. Berbagai perubahan atau penyesuaian pun dilakukan untuk bisa bertahan hidup dalam kelompok masyarakat yang majemuk dengan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Ada kalanya nilai-nilai yang sudah dipertahankan selama ribuan tahun harus diubah dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka atau bahkan dihilangkan sama sekali karena berbagai faktorDalam tulisan ini, kasus yang penulis ambil sebagai bahan tulisan adalah Persepsi Kaum Muda Etnis Cina di Bandung Tentang Tradisi Ritual Qing Ming. Data-data yang diperoleh untuk tulisan ini diambil dengan dua cara atau metode, yaitu kepustakaan dan wawancara. Wawancara dilakukan setelah dilakukannya studi pendahuluan dengan menggunakan kuesioner, Sample yang diambil berjumlah 25 orang dengan dua puluh orang berasal dari golongan muda dengan rentang usia 15hingga 30 tahun, yang dipilih secara acak dari beberapa sekolah negeri dan swasta di kota Bandung, dan beberapa orang yang tinggal atau beraktivitas di sekitar wilayah Pecinan di Bandung. Bagaimana persepsi baru yang muncul pada kaum muda etnis Cina ini dan faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah beberapa masalah yang akan dibahas dalam tulisan iniHasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan persepsi kaum muda etnis Cina di Bandung mengenai tradisi ritual Qing Ming dan berbagai hal yang berkaitan dengan tradisi tersebut. Ada dua faktor yang penulis anggap sebagai penyebab terjadinya perubahan persepsi ini, yaitu lingkungan sosial budaya dan peninggalan sejarah. Karena faktor-faktor inilah, maka akhirnya terjadi perubahan nilai dan persepsi yang sudah ada dalam masyarakat Cina serta nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh orang tua pada pada informan, terutama mengenai tradisi ritual Qing Ming..."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S12986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maengkom, Laya
"Dalam menguraikan upacara religi tradisional ini, penulis membatasi permasalahan pada keluarga Cina yang merupakan unit sosial dasar di mana setiap anggotanya ikut ambil bagian dalam praktek dari pemeliharaan religi tradisional tersebut. Untuk dapat lebih memahami religi ini, penulis menguraikan pula latar belakang pemikiran yang mendasarinya. Pemujaan leluhur dalam masyarakat Cina bukan hanya merupakan suatu kepercayaan atau religi saja tetapi juga memiliki fungsi sosial dan turut berperan dalam kehidupan keluarga. Penulis akan menerangkan juga tentang perannya dalam kelangsungan keluarga. Membicarakan tentang religi ini, tidak lengkaplah jika tidak menerangkan tentang ritus upacaranya. Maka penulis mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan upacaranya. Oleh karena kesempatan yang terbatas, selain menggambarkan bentuk upacara sembahyang Ce it cap go yang dilaksanakan pada tanggal 1 dan 15 setiap bulan menurut penanggalan Imlek - yin li, penulis juga menguraikan dua buah upacara yaitu pada hari menjelang Tahun Baru tanggal 29 bulan 12 Imlek yang jatuh pada tanggal 27-28 Januari serta pada tanggal 1 bulan 3 Imlek atau tanggal 5 April yang merupakan hari raya Ceng Beng."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feng, Menglong, 1574-1646
Shenyang: Liaoning Jiaoyu Chubanshe, 1998
SIN 306.951 FEN z
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chen, Zhao
Shanghai: Shanghai Guji Chubanshe, 2001
SIN 306.951 CHE z
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yun, De
Konming: Junnan Renmin Chubanshe, 2001
SIN 306 YUN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
P. Hariyono
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1994
303.482 HAR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Santi Ida Efrita
"Secara keseluruhan tesis ini bertujuan untuk mengetahui strategi pertahanan Indonesia terhadap ancaman China selama kurun waktu 1995 hingga 2012. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu menguraikan China yang saat ini tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dan militer, di mana kekuatannya sejalan dengan sikap asertinya yang dipandang mengancam bagi negara-negara Asia Tenggara dan Timur. Lalu berlanjut pada alasan pemilihan strategi pertahanan Indonesia terhadap ancaman China selama kurun waktu dimaksud. Analisis awal adalah ancaman yang dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran militer dalam balance of threat untuk memaparkan ancaman China. Kemudian setiap bentuk kerjasama pertahanan, ekonomi, modernisasi dan akusisi persenjataan yang dilakukan Indonesia dianalisis sesuai dengan ciri hedging sebagai bentuk upaya Indonesia dalam merespon ancaman tersebut.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan studi dokumen yang berkaitan dengan strategi pertahanan Indonesia selama kurun waktu 1995 hingga 2012. Penelitian ini telah membuktikan bahwa strategi hedging yang dilakukan Indonesia merupakan upaya mengembangkan maupun lebih memperkuat hubungan kerjasama dengan China yang dipandang ancaman tersebut. Strategi hedging yang dilakukan Indonesia yaitu berupa indirect balancing di Asia Tenggara yaitu, ketika negara-negara Asia Tenggara berusaha membujuk AS sebagai pengimbang pengaruh regional China di kawasan, dan complex engagement dengan China pada level politik, ekonomi, dan strategi dengan harapan bahwa para pemimpin China dapat disosialisasikan untuk mematuhi norma-norma internasional.

This thesis seeks to understand the Indonesian security strategy towards China threat, from 1995 to 2012. As one of the symbols of economic and military might, China's strength and assertiveness are perceived as a threat to Southeast and East Asian countries. The paper explains the Indonesian security strategy towards China during the period. Meanwhile, preliminary analysis discusses the conduct that is measured in Balance of Threat theory to explain the threat. Additionally, every defense and economic cooperation, modernization and weapon acquisitions by the Indonesians, is analyzed with hedging characteristic.
This study was conducted by using qualitative method and document study research related to Indonesian defense strategy during 1995 to 2012. Finally, it shows that the hedging strategy is a way to develop and strengthen the ties with China. It is done in the form of indirect balancing in the Southeast Asia, in which the Southeast Asian countries were trying to persuade US regional influence in the region, and complex engagement with China at the level of politics, economy and military strategy, hoping that its leaders can better adherence to international norms.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>