Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titis Ary Wulandari
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji video komersial Pantene Inggris dan Indonesia menggunakan perspektif Critical Discourse Analysis. Penelitian ini fokus terhadap penggunaan bahasa serta konteks komunikasi dan strategi yang pengiklan gunakan untuk mempengaruhi konsumen. Three Dimensional Framework oleh Fairclough 1995 dan The Discourse of Advertising oleh Guy Cook 2001 digunakan sebagai metode untuk menganalisis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan perbedaan ideologi tentang wanita di belakang kedua video. Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa perbedaan dalam penggunaan bahasa, konteks komunikasi, dan strategi yang menyebabkan adanya perbedaan representasi ideologi. Ideologi yang berbeda ditunjukkan karena kedua negara memiliki nilai sosial dan budaya berbeda. Dapat disimpulkan, perbedaan segmen konsumen mempengaruhi bagaimana pengiklan menyampaikan iklan mereka.

ABSTRACT
This study examined British and Indonesian Pantene commercial videos from Critical Discourse Analysis perspective. The study focused on both the use of language and context of communication and strategies that advertisers use to influence their consumers. Three Dimensional Framework by Fairclough 1995 and The Discourse of Advertising by Guy Cook 2001 are used as tools to analyse. The aim of this study is to find different ideologies about women behind both videos. The finding indicates there are differences in the use of language, context of communication and strategies which result in different representations of ideology. Different ideologies are shown since both countries share different social and cultural values. In conclusion, different segments of consumers affect how advertisers deliver their advertisement. "
2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dian Astuti
"Media memiliki peran penting untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Isu Pemilihan Presiden 2014 tentu menjadi isu yang paling dilihat oleh media dalam memberikan pandangan terhadap para kandidat. Jurnal ini menggunakan dua artikel berbahasa Inggris, Jakarta Globe dan the Jakarta Post, untuk menganalisis pemberitaan dari penolakan Mahkamah Konsitusi terhadap gugatan hukum Prabowo pada 22 Juli 2014. Jurnal ini bertujuan untuk memeriksa bagaimana imej Prabowo dibangun oleh dua artikel koran berbeda. Penelitian ini dianalisis menggunakan Analisis Wacana Kritis CDA Norman Fairclough 2003. Kerangka berpikir Fairclough melihat dari dua struktur utama dalam wacana; internal relation yang dibagi ke dalam action, representation, dan identification, dan external relation yang mencakup social factors dan personal belief penulis. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Jakarta Globe dan the Jakarta Post merepresentasikan Prabowo secara berbeda. Jakarta Globe menggambarkan Prabowo dengan lebih netral, sementara the Jakarta Post cenderung membentuk imej Prabowo secara negatif.

Media has a significant role to deliver information to society. Issue of 2014 presidential election must be the most highlighted issue for the media to give their perspective about the candidates. This paper uses two English newspaper articles, Jakarta Globe and the Jakarta Post, to analyze reporting of the Constitutional Court's denial on Prabowo's lawsuit on July 22. It aims to examine how Prabowo's image is shaped by the two different newspapers. This study is analyzed using a Critical Discourse Analysis CDA by Norman Fairclough 2003. Fairclough's framework looks at two main structures in discourse internal relation which is broken into action, representation, and identification, and external relation which involves social factors and personal belief of the author. The findings show that Jakarta Globe and the Jakarta Post represent Prabowo differently. Jakarta Globe portrays Prabowo in a fair way, while the Jakarta Post tends to shape Prabowo's image negatively.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Pramesti Wardhani
"Konsep Edward Said (1978) tentang Orientalisme telah memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana Barat memandang Timur lebih rendah daripada mereka. Hal ini juga memengaruhi beberapa negara Asia untuk menggambarkan diri mereka dengan cara Barat memandang mereka: rekan yang lebih rendah dari Barat. Fenomena ini disebut self-Orientalism, dan terdapat di berbagai media, termasuk iklan pariwisata. Dengan menggunakan kerangka teori Communicative Event Analysis milik Fairclough, penelitian ini mencoba untuk menemukan bukti self-Orientalism di iklan Wonderful Indonesia The More You Feel the More You Know (2018) dan apa yang mendorong Indonesia untuk menerapkan konsep tersebut. Penelitian ini dibagi menjadi empat bagian: kerangka waktu yang bergeser, orang-orang lokal yang ramah tetapi tidak berdaya, posisi Putri Marino yang ambigu, dan menampilkan modernitas. Hasilnya menunjukkan bahwa Orientalisme sendiri, sebagaimana dibuktikan dalam iklan ini secara dominan diinternalisasi oleh pengaruh Barat daripada keinginan Indonesia untuk mencapai modernitas. Hal ini karena `cultural inferiority complex`, yang meyakini bahwa budaya Barat lebih baik daripada budaya Indonesia, telah berakar dalam masyarakat Indonesia sejak masa kolonial.

The concept of Edward Said`s (1978) Orientalism has played an important role in shaping how the West (Occident) perceives the East (Orient) to be inferior to them. It has also influenced some Asian countries to depict themselves in a way the West views them: an inferior counterpart to the West. This phenomenon is called self-Orientalism, and it is evident in various media, including tourism advertisements. By using Fairclough`s three-dimensional Communicative Event Analysis, this paper tries to find evidence of self-Orientalism in Wonderful Indonesia`s The More You Feel the More You Know (2018) and what prompts Indonesia to apply such concept. This paper is divided into four sections: the shifting time frame, the friendly but helpless local people, the ambiguous position of Putri Marino, and displaying modernity. The results show that self-Orientalism, as evidenced in this advertisement are dominantly internalized by Western influences rather than Indonesia`s striving for modernity. This is because the `cultural inferiority complex`, which believes that Western culture is better than Indonesian culture, has rooted within Indonesian society since the colonial period.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Kanisius Kurniawan Jemadi
"Tesis ini mengangkat kampanye akal sehat sebagai salah satu wacana yang berkembang dalam Pemilu 2019. Retorika sebagai seni memengaruhi digunakan sebagai metode dalam mengkampanyekan akal sehat. Dalam tesis ini, retorika yang dikonseptualisasikan tidak hanya memuat retorika tradisonal Aristoteles, tetapi juga retorika dalam dunia pasca-kebenaran. Locus analisis tesis ini menggunakan retorika yang disampaikan Gerung dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan Lintas Komunikasi Alumni Jerman (Linkom Aljer) pada Jumat 08 Februari 2019 di Kalibata, Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi makna akal sehat dalam retorika Gerung dan membongkar orientasi politik yang menggerakkan komunikator. Metode Analisis Wacana Kritis digunakan untuk mendekati objek penelitian pada tiga level berbeda: level teks, level praktik diskursif, dan level sosio-kultural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akal sehat dalam retorika Gerung pertama-tama bermakna sebagai kapasitas dalam menilai realitas. Penilaian atas realitas yang mengabaikan data dan fakta sebagai rekan episteme menjadikan kampanye akal sehat tersebut jatuh pada kecenderungan retorika pasca-kebenaran. Selain itu, tesis ini menunjukkan bahwa orientasi di balik retorika Gerung bercorak personal dan politis-strategis sekaligus.<

This thesis discusses about the campaign of common sense as a part of the developing discourses in Indonesian Election 2019. Rhetoric as an art of persuade is used as a method in campaigning common sense. The rhetoric concepted inside this thesis consist three main elements of communicator as contained in Aristotles rhetoric. There are ethos (ethic and credibility), pathos (emotional attachment), and logos (logic). In addition, common sense discourse is placed in the context of rhetoric in the post-truth world. Locus of analysis in this thesis is the rhetoric delivered by Gerung in a public discussion organized by Linkom Aljer on January 08, 2019. We use Norman Faircloughs Critical Discourse Analysis to uncover the meaning of common sense in Gerungs rhetoric and the orientation that drives communicators in discourse of common sense. For this reason, we use a three-dimensional analysis of the Fairclough model in approaching Gerungs rhetoric. The results of this study indicate that first of all, common sense in Gerungs rhetoric means as a capacity in assessing the reality. The assessment of reality that ignores data and facts makes the common sense campaign fall to the tendency of post-truth rhetoric. In addition, this thesis shows that the orientation behind Gerungs rhetoric is both personal and political-strategic at the same time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T55044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library