Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simamora, Jackson
"Latar belakang diadakannya penelitian ini adalah dikarenakan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan atau anggaran negara di Unit Pelaksana Teknis (UPT) "X" pada Departemen "Y" terdapat penyimpangan berdasarkan audit atau pemeriksaan dari tim Ispektorat Jenderal (Irjen) yang menemukan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pengelola keuangan dalam jabatannya, sehingga negara dirugikan. Terjadinya penyimpangan tersebut merupakan suatu siklus yang sering terjadi dengan penyalahgunaan jabatan.
Metodologi Penelitian dalam penulisan ini dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini mengingat obyek yang diteliti telah terdapat informasi mengenai suatu penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara berdasarkan dokumen dash pemeriksaan Ispektorat Jenderal (Irjen) sebagai data sekunder.
Mengacu kepada dimensi teori Differential Association oleh Edwin H.Sutherland dan Donall R.Cressey dan adanya batasan-batasan terhadap suatu penyimpangan yang dikemukakan oleh Dentler dan Kai T.Erickson, bahwa praktek penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara di UPT "X" pada Departemen "Y" dikategorikan sebagai White Collar Crime dalam bentuk Occupational Crime hal ini sesuai dengan proposisi yang dikemukakah oleh Gilbert Geis.
Dalatn hal penyimpangan yang terjadi di UPT "X" pada Departemen "Y" pada awal Tahun 2004 sampai dengan Juni 2005 penggunaan anggaran keuangan negara terjadi penyimpangap untuk alokasi biaya operasional, pengadaan alat tulis kantor, biaya pemeliharaan gedung dan kendaraan dinas telah terbukti adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara. Untuk mencegah agar praktik penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dapat dikurangi atau bahkan dihindari pemerintah perlu membuat suatu kebijakan seperti menempatkan seorang pengelola keuangan dalam posisi bendahara yaitu dari luar Instansi atau departemen terkait serta memberikan sanksi hukum yang tegas setiap terjadinya praktik penyimpangan dalam pengelolaan keuangan atau anggaran negara.

The background behind this research performance is due to in implementation of the state's financial or budgetary management at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department was found a deviation in according to audit conducted by General Inspectorate team where it found some deviations committed by financial manager in their occupational position, therefore state suffers loss. Those deviational occurrence are oftenty repeated cycles with occupational abuse.
The research methodology used in this thesis writing is a descriptive method by qualitative approach. It is in considering that studied object had contained information about deviations in state's financial and budgetary management based on documents from the General Inspectorate's audit findings as secondary data.
In referring to Edwin H. Sutherland and Donall R. Cressey's Differential Associaiton theoritical dimension and limitation on deviation described by Dentler and Kai T. Erickson that, a deviation practice in financial management by state at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department is categorized as White Collar Crime in form of the Occupational Crime, and it is accorded with proposition proposed by Gilbert Geiss.
In case of occurred deviation at the "X" Technical Executing Unit of the "Y" Department in early 2004 to June 2005, there were deviation in state budgetary utilization for operating expenses, stationary supplies procurement, building and automobile maintenance expenses has been proved to show deviation in state's financial and budgetary management. In attempt to prevent misuse in financial management by state, the government must regulate a policy, such as to assign a financial manager in treasury position from outsiders or related department and gives a assertive legal sanctions for every deviational practice occurrence in state's financial or budgetary management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfanisa
"Korporasi tidak dikenal sebagai subyek hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Korporasi diakui sebagai subyek hukum pidana melalui undang-undang di luar KUHP, termasuk Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan ilmu hukum pidana pun semakin maju dengan kemunculan doktrin-doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi. Namun dalam praktik, putusan pengadilan yang menjadikan korporasi sebagai subyek hukum dalam tindak pidana korupsi masih minim dan berbeda-beda penerapan hukumnya. Untuk pertama kalinya, pada tahun 2010 PT. Giri Jaladhi Wana korporasi yang dituntut sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Kemudian diikuti oleh kasus tindak pidana korupsi dengan Terdakwa direktur utama PT. Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan yang sebenarnya lebih mengarah kepada tindak pidana korporasi. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah ada kesulitan dalam meminta pertanggungjawaban pidana korporasi. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban pidana korporasi dan apa saja kesulitan dalam pelaksanaannya akan dibahas pada skripsi ini.

Corporation is not known as a subject of criminal law in Indonesia Criminal Code. Corporation is recognized as a subject of criminal law in the acts outside of Indonesia Criminal Law, such as Law No. 31 Year 1999 on Eradication of Corruption (as amended by Law No. 20 Year 2001). The development of criminal law become more advanced with existence of corporate criminal liability doctrines. On the other side, in practice there is lack of jurisprudence that corporation become a subject of criminal law. For the first time, in 2010 Giri Jaladhi Wana Ltd was charged as perpetrator of corruption. This followed by corruption case where the director of Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, as a defendant although this case leads to corporate criminal offence. The question arises whether there are difficulties to implement corporate criminal liability in corruption. How the implementation of corporate criminal liability and the difficulties to implement it will be discussed in this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55781
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharayma Aminah Anasya
"Angka deforestasi yang tinggi, terutama di Riau, Sumatera menjadi latar belakang karya akhir ini. Industri bubur kertas dan kertas serta korupsi merupakan salah satu penyebab deforestasi yang saling berhubungan terutama di Riau. Aktivitas korporasi X di konsesi-konsesinya ini masih dipertanyakan legalitasnya akibat perizinan IUPHHK-HTI yang di dapat dari bupati yang terlibat kasus korupsi pada tahun 2001-2007. Selain itu, penebangan hutan alam dan lahan gambut merusak lingkungan, ekosistem hutan dan menyebabkan konflik sosial yang terjadi di Pulau Padang. Dengan berbagai masalah yang ada, korporasi X tetap melakukan penebangan hutan di Riau. Karya akhir ini akan berusaha menganalisis permasalahan tersebut menggunakan corporate crime dan perspektif green criminology untuk menjelaskan bahwa korupsi dan corporate crime menyebabkan deforestasi berkepanjangan di Riau.

The high rate of deforestation, especially in Riau, Sumatra, is the background of this paper. The pulp and paper industry and corruption are among the interconnected causes of deforestation, especially in Riau. The legality of X's corporate activities in its concessions is still questionable due to the IUPHHK-HTI permit obtained from Bupati who was involved in a corruption case in 2001-2007. In addition, the logging of natural forests and peatlands destroys the environment, forest ecosystems and causes social conflicts that occur on Padang Island. With the various problems that exist, X corporation continues to cut forests in Riau. This paper will attempt to analyze these problems using corporate crime and a green criminology perspective to explain that corruption and corporate crime cause prolonged deforestation in Riau."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abni Nur Aini
"Penelitian ini menyoroti bagaimana konsep mekanisme Deferred Prosecution Agreement (Perjanjian Penangguhan Penuntutan) dapat menjadi suatu ius constituendum dalam penanganan tindak pidana korupsi oleh korporasi di Indonesia. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal untuk menjawab tiga permasalahan yakni pertama, bagaimana pengaturan dan penanganan tindak pidana korupsi oleh korporasi di Indonesia saat ini, bagaimana keterkaitan mekanisme Deferred Prosecution Agreement terhadap kasus korupsi yang terjadi di PT Garuda Indonesia, serta menganalisis prospek pengaturan Deferred Prosecution Agreement dalam penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi sebagai suatu ius constituendum di Indonesia. Penelitian ini menganalisis bagaimana kelemahan penanganan tindak pidana korupsi oleh korporasi di Indonesia dengan melihat praktik penanganan tindak pidana oleh korporasi yang dijalankan oleh negara Inggris, Amerika, dan Brazil melalui konsep Deferred Prosecution Agreement dalam konteks kasus korupsi di PT Garuda Indonesia yang memiliki relevansi nyata untuk menggambarkan urgensi dan tantangan mekanisme Deferred Prosecution Agreement di Indonesia. Berdasarkan analisa terhadap studi kasus korupsi di PT Garuda Indonesia, penelitian ini menyimpulkan bahwa mekanisme Deferred Prosecution Agreement sejatinya adalah mekanisme yang berfokus pada permasalahan utama dari suatu tindak pidana oleh korporasi yakni adanya indikator ekonomis berupa kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi dan menjadi mekanisme yang efektif dari sudut pandang Teori Economic Analysis of Law dibandingkan dengan penanganan tindak pidana korupsi oleh korporasi yang saat ini dilaksanakan di Indonesia.

This study highlights how the concept of the Deferred Prosecution Agreement (DPA) mechanism can become an ius constituendum in handling corporate corruption cases in Indonesia. This study is compiled using a doctrinal research method to answer three problems, first, how the current regulation and handling of corporate corruption cases in Indonesia, second, how the Deferred Prosecution Agreement mechanism relates to corruption cases that occurred at PT Garuda Indonesia, and analyzing the prospects for regulating the Deferred Prosecution Agreement in handling corporate corruption cases as an ius constituendum in Indonesia. This study analyzes the weaknesses in handling corporate corruption cases in Indonesia by looking at the practice of handling corporate criminal offenses carried out by the UK, the US, and Brazil through the Deferred Prosecution Agreement concept in the context of the corruption case at PT Garuda Indonesia, which has real relevance to illustrate the urgency and challenges of the Deferred Prosecution Agreement mechanism in Indonesia. Based on an analysis of the corruption case study at PT Garuda Indonesia, this study concludes that the Deferred Prosecution Agreement mechanism is a mechanism that focuses on the main problem of a corporate crime, namely the existence of economic indicators in the form of state financial losses caused by corruption and becomes an effective mechanism from the perspective of the Economic Analysis of Law Theory compared to the handling of corporate corruption cases that are currently being implemented in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Setiyono
Malang: Bayumedia Publishing, 2005
345 SET k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, J.E.
Bandung: Eresco, 1994
345 SAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Comer, M. J.
New Delhi: Tata McGraw-Hill, 1979
364.163 COM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Diyah Masyitoh
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut audit terhadap persepsi korupsi pada Pemerintah Daerah Tingkat II di Indonesia periode tahun 2008-2010. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan data panel. Pengujian model menggunakan model regresi berganda dengan model efek random. Hasil penelitian membuktikan bahwa opini audit yang diperoleh pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi, temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundangundangan berpengaruh positif terhadap persepsi korupsi, serta tindak lanjut hasil audit yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi di pemerintah daerah Tingkat II selama periode tahun 2008-2010. Namun, temuan audit atas kelemahan sistem pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap persepsi korupsi. Pengujian tambahan yang dilakukan membuktikan bahwa temuan audit atas kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, serta temuan audit atas ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian daerah baik secara nyata maupun yang masih bersifat potensi juga berpengaruh positif terhadap persepsi korupsi.

The objective of this research is to analyze the effect of audit opinion, audit irregularities, and audit rectification on perception of corruption in local governmnet in Indonesia during 2008-2010. This study is quantitative research by using panel data and multiple regression with random effect model. The study found that audit opinion has negative correlation on perception of corruption, audit irregularities of the complience to the regulation has positive correlation on perception of corruption, and audit rectification has negative correlation on perception of corruption. However, audit irregularities of the weakness of the internal control system has no correlation on perception of corruption. Additional test on this study proved that audit irregularities related to the weakness of accounting and reported control system, and audit irregularities which caused financial loss have positive correlation to perception of corruption. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T36861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Selpamorita
"Tindak pidana korupsi di Indonesia yang semakin marak terjadi, dengan berkembangnya modus tindak pidana korupsi kini tidak hanya menyangkut subjek hukum orang-perseorangan saja tetapi juga menyangkut korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Adapun pertanggungjawaban pidana korporasi dapat dimintai kepada pengurus korporasi, korporasi, atau pengurus dan korporasi. BUMN merupakan salah satu bentuk dari korporasi, sehingga apabila korporasi terlibat dalam tindak pidana korupsi sudah seharusnya dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Namun yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah ketika berbicara mengenai keuangan atau kekayaan BUMN yang dianggap sebagai keuangan negara, seperti yang dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-IX/2013 dikaitkan dengan adanya kerugian negara yang terjadi dalam tindak pidana korupsi. Permasalahan tersebut terletak pada bagaimana pemenuhan unsur kerugian keuangan negara dan pertanggungjawaban pidana dan mekanisme penerapan pidana denda dan pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti oleh BUMN itu sendiri. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan adanya penyatuan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka BUMN selaku korporasi tidak dapat memenuhi unsur merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana korupsi, ketika perbuatan korupsi tersebut menguntungkan BUMN. Selain itu dengan menyatukan keuangan BUMN sebagai keuangan negara maka untuk mendapatkan pertanggungjawaban pidana terhadap BUMN akan menjadi sulit terkait tindak pidana korupsi, mengingat pidana pokok yang dapat dibebankan terhadap korporasi hanya pidana denda.

Corruption in Indonesia are increasingly prevalent, with the development of the mode of corruption now not only concerning individual as legal subjects but also concerning corporations as legal subjects who can be asked for criminal liability. The corporate criminal liability can be asked to administrators of corporations, corporations, or administrators and corporations. SOEs is a form of corporation, so if a corporation was involved in a crime of corruption it should be able to be asked for criminal liability. However, the problem in this case is when talking about budgets or SOEs assets that are considered as state budgets, as stated in the Constitutional Court Decision Number 48/PUU-IX/2013 associated with state losses that occur in criminal acts of corruption. The problem repose in how to fulfill the element of state budgets losses and criminal liability and the mechanism of the application of criminal penalties and additional crimes in the form of payment of substitute money by the SOE itself. In this study, the type of research used is normative using a legal and conceptual approach. The results of the study concluded that with the union of state-owned budgets as state budget, SOEs as corporations cannot fulfill the detrimental state finances element in criminal acts of corruption in Article 2 and Article 3 of the Corruption Act, when such corruption benefits SOEs. In addition, by integrating state-owned budget as state budgets, obtaining criminal liability against SOEs will be difficult in relation to corruption, given that the principal crimes that can be imposed on corporations are only forfeit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Rajawali, 2012
345.023 23 AND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>