Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarsisius Murwaji
"ABSTRAK
Campur tangan Negara dalam usaha PT (Persero), yang melakukan "go (public) international" seharusnya dipertahankan, karena selain pada diri PT (Persero) dibebankan tugas menunjang Pembangunan Nasional, juga karena penyertaan modal Negara yang tertanam pada PT (Persero). Namun demikian, campur tangan Negara tersebut sebaiknya tidak menghambat pelaksanaan hak dan kewajiban PT (Persero) sebagai subyek hukum yang mandiri. Walaupun Pasal 14 PP No. 55 Tahun 1990 telah berusaha mengurangi campur tangan Negara terhadap PT (Persero), yang melakukan "go (public) international", namun belum memadai untuk menjadikannya subyek hukum yang mandiri. Diperlukan regulasi dan restrukturisasi pengaturan BUMN, untuk menata kembali campur tangan Negara terhadap PT (Persero). Namun demikian, kebijaksanaan ini memakan waktu lama, biaya banyak dan pakar hukum dan ekonomi yang mencukupi. Pengaturan kembali mengenai penyertaan modal Negara ke dalam PT (yang bukan Persero) secara mayoritas atau pendirian PT (yang bukan Persero), yang ditindaklanjuti dengan program "go (public) international, merupakan alternatit yang lebih tepat.
Perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dalam kegiatan "go (public) international", terdapat dalam Anggaran Dasar PT (Persero), Undang-undang Perseroan Terbatas dan ketentuan-ketentuan tentang bursa efek suatu negara, dimana saham tersebut dijual. Dengan demikian, Anggaran Dasar PT (Persero) yang akan melakukan "go (public) international" harus diubah, dengan memperhatikan Undang-undang Perseroan Terbatas dan prinsip-prinsip umum dari ketentuan bursa efek internasional yang menjadi tempat penjualan saham. Pengaturan adanya derivative suit dalam' Anggaran Dasar PT (Persero) dan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, merupakan dasar pengawasan sekaligus perlindungan bagi para pemegang saham.
Swastanisasi dengan metoda "go (public) international" dan korporatisasi dengan metoda "go international" merupakan upaya untuk membuat PT (Persero) maju dan mandiri, sehingga dapat melaksanakan kedua misi yang diembannya, yaitu melayani kepentingan umum dan memupuk keuntungan. Dalam mencapai keberhasilan upaya-upaya inilah, peranan hukum sangat dominan untuk mewujudkan tertib niaga, yang menjunjung tinggi etika bisnis dalam menjalankan usaha suatu perusahaan."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
"Latar Belakang Penelitian
Pada saat ini kita sudah memasuki Pelita kelima yang merupakan tahap akhir dari pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama. Pada akhir Pelita kelima harus tercipta landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang terus sehingga dalam Pelita keenam pembangunan di Indonesia dapat memasuki proses tinggal landas, untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri menuju terwujudnya masyarakat adil dan makinur berdasarkan Pancasila.
Sejak dicanangkannya pembangunan hukum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), pembangunan hukum di Indonesia pada hakekatnya menuntut adanya perubahan sikap mental sedemikian rupa dan menghendaki agar hukum tidak lagi hanya dipandang sebagai perangkat norma semata-mata melainkan hukum dipandang juga sebagai sarana untuk merubah masyarakat. Hukum tidak lagi berkembang dengan mengikuti masyarakat, melainkan hukum harus dapat memberikan arah kepada masyarakat sesuai dengan tahap-tahap pembangunan yang dilaksanakan.
Pembangunan hukum mengandung makna ganda pertama, ia bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaharui hukum positif sendiri sehingga sesuai dengan kebutuhan untuk melayani masyarakat pada tingkat perkembangannya yang mutakhir, suatu pengertian yang biasanya disebut sebagai modernisasi hukum. Kedua, ia bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam masa pembangunan, yaitu dengan cara turut mengadakan perubahan-perubahan sosial sebagaimana dibutuhkan oleh suatu masyarakat yang sedang membangun.
Selanjutnya dalam GBHN, berdasarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, mengenai sasaran pembangunan di bidang hukum antara lain digariskan bahwa :
"Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan kebenaran dan ketertiban dalam Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Selanjutnya dalam GBHN, ditegaskan bahwa
"Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat".
Pelita kelima (1989-1994) sama dengan Pelita-pelita sebelumnya akan memberikan prioritas pada pembangunan ekonomi negara kita dengan titik berat pada sektor pertanian dan sektor industri. Namun dengan ditambahkan sekarang, bahwa prioritas di atas ditujukan kepada "mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang antara Industri dan pertanian baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja "(GBHN,1988). Kalimat terakhir ini tidak terdapat dalam rumusan-rumusan GBHN yang lalu. Penambahan yang lain adalah bahwa dalam sektor industri diberikan penekanan pada : "Industri yang menghasilkan untuk ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
T5391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Yuristyowati Pandaningrum
"Budaya GCG pada perkembangannya masih harus menghadapi tantangan yang besar karena masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengubah kultur perusahaan di kalangan dunia bisnis. Yang perlu diperhatikan adalah pokok GCG principles dan bagaimana relevansinya untuk kasus GCG di Indonesia, sehingga paling tidak dapat menjadi acuan dasar untuk suatu negara yang bercita-cita agar perusahaan-perusahaan dinegaranya tidak salah urus dan salah kelola. Terkait dengan GCG, maka bentuk dewan dalam sebuah perusahaan merupakan dasar dan arahan dari terlaksananya GCG, yakni board system meliputi two board system dan one board system yang merupakan faktor penting dalam GCG. Two board system tercermin dalam beberapa ketentuan undang-undang yang mengatur berbagai bentuk badan usaha dan atau perusahaan, termasuk mengatur mengenai pola tata kelola perusahaannya yang biasanya dapat dilihat secara eksplisit dalam ketentuan atau pasal yang mengatur kepengurusan atau organ suatu badan usaha atau perusahaan. Two board system bila dikaitkan dengan tata kelola perusahaan yang baik maka dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur berbagai bentuk perusahaan di Indonesia terdapat berbagai inkonsistensi yang susbtansi dalam menerapkan two board system sehingga mengakibatkan perusahaan tidak dapat mewujudkan maksud dan tujuan perusahaan secara maksimal dan optimal. Dalam perkembangannya, terdapat pencerminan unsur-unsur atau pola-pola tata kelola perusahaan dalam one board system dalam beberapa badan di Indonesia ini tercermin dalam ketentuan atau pasal yang mengatur mengenai organ, seperti pada Undang-Undang tentang Bank Indonesia di mana Bank Indonesia mempunyai dewan gubernur dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia, merupakan satu-satunya board dalam Bank Indonesia yang bertugas melakukan pengurusan dan pengawasan sekaligus. UU LPS mengatur bahwa struktur organ LPS menganut one board system, di mana seluruh tindakan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisioner dan tindakan kepengurusan yang dilakukan oleh kepala eksekutif berujung pada keputusan dewan komisioner melalui Rapat Dewan Komisoner (RDK) (dalam hal RDK, kepala eksekutif tidak mempunyai hak suara). Penggunaan istilah dewan komisioner kurang tepat untuk diterapkan dalam LPS (tetapi bukan merupakan kesalahan dimana dalam hal ini LPS sebagai lembaga sui generis) dengan pertimbangan istilah dewan komisioner adalah tetap sebagai padanan dari BoD dalarn one board system, bukan BoC menurut bagian Direktorat Hukum dan Peraturan di LPS, demi mendukung kelangsungan penerapan GCG di Indonesia pada umumnya dan penerapan one board system di Indonesia pada khususnya dalam tata kelola perusahaan di Indonesia yang menganut two board system."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Butterworth, 1990
R 346.066 BUT
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Oliver, M.C.
London: Pitman, 1994
R 346.066 OLI c
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Howard, Colin
Melbourne: Law Book, 1987
346.066 HOW l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bhargava, U.K.
New Delhi: Taxmann`s, 1989
346.066 BHA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dine, Janet
Hampshire : Macmillan, 1991
346.066 DIN c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nono Anwar Makarim
Jakarta: FH UI, 1977
346.06 NON m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Keenan, Denis
Harlow : Pearson-Longman, 2002
346.066 KEE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>