Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harun Wijanarko Kusuma Putra
"Latar Belakang: Benign prostate hyperplasia (BPH) dan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah dua masalah urologi yang sering ditemukan bersatu pada pria yang lebih tua. Meskipun teori telah menyarankan bahwa BPH mungkin merupakan faktor risiko untuk CKD, luas asosiasi tetap tidak diketahui. Ulasan ini ingin membangun analisis sistematis, menyelidiki hubungan antara BPH dan CKD dari studi observasi yang diterbitkan.
Metode: Pencarian literatur pada studi observasional dilakukan menggunakan kombinasi operator Boolean dalam tiga database medis: MEDLINE, EMBASE, dan SCOPUS; menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang ditentukan sebelumnya. Literatur yang dipilih dinilai untuk kualitasnya menggunakan indeks kualitas Downs dan Black yang dimodifikasi. Data yang diekstrak dikumpulkan untuk analisis menggunakan model efek acak DerSimmonian dan Laird, karena desain studi yang berbeda. Heterogenitas diukur menggunakan statistik I2, analisis subgroup dilakukan untuk pengukuran hasil yang berbeda dan cut-off.
Hasil: Lima studi observasi dipilih, terdiri dari dua kohort dan tiga studi cross-sectional, dan melibatkan total 38460 peserta. Hasil penilaian kualitas pada studi tersebut mencapai skor rata-rata 80,6%. Analisis gabungan menunjukkan hubungan yang signifikan antara dua pengukuran BPH (Qmax <15 mL/s dan IPSS >7) dan CKD, dengan OR 2.05 (95%CI 1.30-3.23, I2=31%) dan OR 2.12 ( 95%CI 1.12-4.02, I2 = 72%) masing-masing. Pengukuran prostat, yaitu volume prostat dan tingkat PSA, tidak terkait secara signifikan dengan CKD. (Nilai P dari 0,89 dan 0,60 masing-masing).
Kesimpulan: BPH bertindak sebagai faktor risiko dan faktor memperburuk perkembangan CKD. Screening dan pengobatan segera untuk koeksistensi BPH dan CKD harus diterapkan dalam praktek klinis sehari-hari dan harus dimasukkan ke dalam pedoman masa depan.

Background: Benign prostate hyperplasia (BPH) and chronic kidney disease (CKD) are two urological problems commonly found coexisting in older men. Though theories have suggested that BPH might be a risk factor for CKD, the extend of the association remains unknown. This review would like to construct a systematic analysis, investigating the association between BPH and CKD from published observational studies.
Methods: Literature search on observational studies was done using combinations of Boolean operators in three medical databases: MEDLINE, EMBASE, and SCOPUS; using predetermined inclusion and exclusion criteria. Selected literatures were assessed for their quality using modified Downs and Black quality index. Extracted data was pooled for analysis using DerSimmonian and Laird random-effect model, due to varying study designs. Heterogeneity were quantified using I2 statistic, subgroup-analysis were conducted for different outcome measures and cut-offs.
Result: Five observational studies were selected, consisting of two cohorts and three cross-sectional studies, and involving a total number of 38460 participants. Results of quality assessment on the studies was in average score of 80.6 %. Pooled analysis showed significant association between two BPH measures (Qmax <15 mL/s and IPSS >7) and CKD, with OR 2.05 (95%CI 1.30-3.23, I2=31%) and OR 2.12 (95%CI 1.12-4.02, I2=72%) respectively. Prostatic measures, namely prostate volume and PSA level, were not significantly associated with CKD (P value of 0.89 and 0.60 respectively).
Conclusion: BPH act as both risk factor and aggravating factor for progression of CKD. Screening and prompt treatment for coexistence of BPH and CKD should be applied in daily clinical practice and should be included in future guidelines.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Rumentalia Sulistini
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan, status dukungan, jenis kelamin, frekuensi, jarak fasilitas, komplikasi, merokok, alkohol, riwayat penyakit, dan status nutrisi. Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik, lama menjalani hemodialisis, kadar hemoglobin, penghasilan dan pendidikan. Faktor dominan adalah penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik dan memberikan asuhan keperawatan holistik.

Abstract
This Research was aimed to explain the factor related to fatigue in pastients undergoing hemodialisis in RSUP Dr. Moh Hoesin Palembang. This Research was observasional analytic research. Technique sampel was non probability sampling Research result was no relation between level fatigue and job status, gender, support status, frequency, facility distance, complication, smoking habits and alcohol habits, disease history, nutrition status. There was relation between level fatigue and physical exercises, duration of hemodialisis and level of haemoglobin, education level and income. The dominant factor was income. Hemodialysis nurses are expected monitor fatique and give health education about physical practice and give holistic nursing care."
2010
T29401
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rumentalia Sulistini
"Chronic Kidney Disease merupakan kumpulan sindrom klinik dengan penurunan fungsi ginjal progresif. Prevalensi fatigue
tinggi pada pasien hemodialisis. Penelitian ini bertujuan menjelaskan faktor yang berhubungan dengan Fatigue pada pasien
yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian analitik observasional. Teknik non probability sampling. Hasil penelitian tidak
ada hubungan tingkat fatigue dengan pekerjaan (p= 0,732; α= 0,05), status dukungan (p= 0,679; α= 0,05), jenis kelamin (p=
0,914; α= 0,05), frekuensi (p= 0,676; α= 0,05), jarak fasilitas (p= 0,149; α= 0,05), komplikasi (p= 0,062; α= 0,05), merokok
(p= 0,062; α= 0,05), alkohol (p= 0,075; α= 0,05), riwayat penyakit (p= 0,42; α= 0,05), dan status nutrisi (p= 0,168; α= 0,05).
Ada hubungan tingkat fatigue dengan latihan fisik (p= 0,027; α= 0,05), lama menjalani hemodialisis (p= 0,019; α= 0,05), kadar
hemoglobin (p= 0,029; α= 0,05), penghasilan (p= 0,07; α= 0,05), dan pendidikan (p= 0,040; α= 0.05). Faktor dominan adalah
penghasilan. Perawat hemodialisis diharapkan memonitoring fatigue, memberikan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik
dan memberikan asuhan keperawatan holistik."
Poltekkes Depkes Palembang Keperawatan Medikal Bedah ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2012
610 JKI 15:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Astridivia
"ABSTRAK
Pasien gagal ginjal kronis rentan mengalami stress dan ansietas karena hospitalisasi dan perubahan kehidupan selanjutnya. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah. Target tekanan darah bagi pasien dengan gagal ginjal kronis adalah <130/80 mmHg untuk mencegah morbiditas terhadap penyakit kardiovaskular. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa penggunaan teknik relaksasi otot progresif dan nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah secara efektif. Studi kasus ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian kombinasi relaksasi otot progresif dan napas dalam pada pasien gagal ginjal kronis untuk mengontrol tekanan darah melalui penurunan tingkat stres dan ansietas. Hasil analisis pada kasus kelolaan di ruang rawat penyakit dalam Dr RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukan bahwa tekanan darah sistolik menurun 4-6 mmHg, namun tekanan diastolik tidak menurun. Skor DASS 21 menunjukan tingkat stres dan ansietas menurun setelah 7 hari implementasi relaksasi. Sosialisasi mengenai penggunaan teknik relaksasi otot progresif dan nafas dalam sebagai terapi tambahan selain medikasi dan mengatasi ansietas dan stress diperlukan untuk membantu pasien gagal ginjal kronis untuk menurunkan tekanan darah.

ABSTRACT
Patients with chronic kidney failure are susceptible to stress and anxiety due to hospitalization and subsequent life changes. This condition contribute in increasing blood pressure. The blood pressure target for patients with chronic renal failure is <130/80 mmHg to prevent morbidity against cardiovascular disease. Previous research has demonstrated the use of progressive muscle relaxation and deep breathing techniques are effective to reduce blood pressure. The purpose of this case study was to identify the effect of combination of progressive muscle and deep breathing relaxation in patients with chronic kidney failure to control blood pressure by reducing stress and anxiety levels. The results of case study of a patient in Internal Medicine Ward of RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo showed that systolic blood pressure decreased 4-6 mmHg, but the diastolic pressure did not decrease. Beside that, DASS 21 score shows that stress and anxiety levels decreased after 7 days of relaxation. Socialization on the use of relaxation and deep breathing techniques as adjuvant therapy of medication and to decrease stress and anxiety that related with increased blood pressure, were needed to control blood pressure of CKD patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saila Hadayna
"Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang menyumbang kenaikan angka morbiditas, mortalitas, beban biaya kesehatan, dan masalah kesehatan lainnya. Menurut Riskesdas 2018, prevalensi PGK di Indonesia mencapai 0,38% dan mengalami peningkatan 0,2% dibandingkan tahun 2013. PGK juga merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia berdasarkan data Global Burden of Disease tahun 2019. Meningkatnya insiden penyakit ginjal kronis turut mempengaruhi peningkatan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk bertahan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RS Krakatau Medika tahun 2019-2021. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RS Krakatau Medika Tahun 2019-2021. Data pasien yang diambil meliputi usia, jenis kelamin, riwayat keluarga PGK, komorbid hipertensi, komorbid diabetes melitus, dan komorbid kardiovaskular. Analisis data menggunakan analisis survival dengan metode Kaplan-Meier dan Regresi Cox. Dari studi ini diketahui sebanyak 216 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan 84 pasien telah meninggal dan 132 pasien adalah sensor. Probabilitas ketahanan hidup satu, dua, dan tiga tahun pasien PGK yang menjalani hemodialisis sebesar 58%, 43%, dan 36%. Terdapat perbedaan yang signifikan pada ketahanan hidup pasien berdasarkan usia, komorbid hipertensi, dan komorbid diabetes melitus (log rank test, p<0,05). Hasil analisis regresi cox menunjukkan usia (HR=2,28, 95% CI 1,444—3,588, p<0,001) dan komorbid hipertensi (HR=0,40, 95% CI 0,245—0,668 p<0,001) mempengaruhi ketahanan hidup pasien. Usia dan komorbid hipertensi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap ketahanan hidup pasien. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis pada usia ≥ 55 tahun dan tidak terdapat komorbid hipertensi memiliki ketahanan hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan usia <55 tahun dan terdapat komorbid hipertensi. Diharapkan dapat meningkatkan peran keluarga dan petugas kesehatan dalam memberikan dukungan moril serta pengawasan pada pasien selama menjalani manajemen perawatan hemodialisis khususnya pada pasien berusia tua, memiliki komorbid hipertensi, dan komorbid diabetes melitus

Chronic kidney disease (CKD) is a global public health issue that contributes to rising morbidity, mortality, health costs, and other health issues. According to Riskedas 2018, the prevalence of CKD in Indonesia was 0.38% and increase by 0.2% compared to 2013. CKD is also the third leading cause of death in Indonesia based on Global Burden of Disease data 2019. The rising insidences of chronic kidney disease also affects the increasing number of patients undergoing hemodialysis as a replacement therapy for kidney function to survive. This study aims to identify the factors that affect the survival of patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis at Krakatau Medika Hospital in 2019-2021. The design of this study was a retrospective cohort using secondary data from the medical records of CKD patients undergoing hemodialysis at Krakatau Medika Hospital in 2019–2021. Age, gender, family history of CKD, comorbidities for hypertension, diabetes mellitus, and cardiovascular were among patient data collected. Data analysis used survival analysis with the Kaplan-Meier method and Cox regression. From this study, there were 216 samples met the inclusion and exclusion criteria with 84 patients had died and 132 patients were censored. The probability of one, two, and three-year survival of CKD patients undergoing hemodialysis were 58%, 43%, and 36%, respectively. There were significant differences in patient survival based on age, comorbid hypertension, and comorbid diabetes mellitus (log-rank test, p<0.05). The results of the Cox regression analysis showed that age (HR = 2.28, 95% CI: 1.444–3.588, p<0.001) and comorbid hypertension (HR = 0.40, 95% CI: 0.245–0.668, p<0.001) affected patient survival. The most significant factors affecting patient survival are age and comorbid hypertension. Patients with CKD undergoing hemodialysis at the age of ≥ 55 years old and no comorbid hypertension have lower survival rates than patients with age < 55 years old and comorbid hypertension. It is expected to increase the role of family and health workers in providing emotional support and monitoring of patients during hemodialysis care management especially in patients who are elderly, have comorbid hypertension, and comorbid diabetes melitus."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latar Belakang: Pruritus menjadi salah satu gejala yang dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Pruritus yang berasosiasi dengan PGK mayoritas terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) dan dapat terjadi pada resipien transplantasi ginjal (RTG). Gejala pruritus yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak terhadap kualitas hidup. Belum terdapat penelitian yang membandingkan proporsi derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, dan korelasi berbagai faktor biokimia antara pasien HD dengan RTG di Indonesia. Tujuan: Membandingkan derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, serta korelasi kadar hs-CRP, kalsium, fosfat, dan e-GFR antara pasien PGK yang menjalani HD dengan RTG. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Setiap SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Skala gatal 5 dimensi (5-D) digunakan untuk evaluasi derajat keparahan pruritus dan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) digunakan dalam menilai kualitas hidup. Analisis statistik yang sesuai dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan nilai kemaknaan yang digunakan adalah p <0,05. Hasil: Dari 30 SP di masing-masing kelompok, proporsi pruritus derajat sedang-berat sebesar 76,7% pada kelompok HD sedangkan pada kelompok RTG sebanyak 83,3% mengalami pruritus derajat ringan (RR = 4,6; IK 95% = 2,02–10,5; p <0,001). Median skor IKHD pada kelompok HD adalah sebesar 5 (3–6) sedangkan pada kelompok RTG sebesar 3 (2–4) (p <0,001). Terdapat korelasi positif yang bermakna antara hs-CRP dengan skor skala gatal 5-D pada kelompok HD (r = 0,443; p <0,05). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara e-GFR dengan skor skala gatal 5-D pada RTG (r = -0,424; p <0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar kalsium dan fosfat dengan skor skala gatal 5-D pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pasien HD lebih banyak mengalami pruritus derajat sedang-berat dibandingkan pada RTG. Pruritus pada kelompok HD berdampak ringan hingga sedang terhadap kualitas hidup sedangkan pada kelompok RTG pruritus berpengaruh ringan terhadap kualitas hidup. Pada pasien HD, semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D. Pada pasien RTG, semakin menurun nilai e-GFR maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D.

Background: Pruritus is one of the symptoms experienced by patients with chronic kidney disease (CKD). Most patients with chronic kidney disease-associated pruritus (CKD-aP) occur in dialysis patients and could also happen in kidney transplant (KT) recipients. Inappropriate management of pruritus could impact the quality of life (QoL). No studies have compared the severity of pruritus, QoL, and the correlation of various biochemical factors between hemodialysis (HD) and KT recipients in Indonesia. Objective: To compare the severity of pruritus, QoL, and the correlation of hs-CRP, calcium, phosphate, and e-GFR levels between HD and KT recipients. Methods: This is a cross-sectional analytic observational study. Medical history, physical examination, and laboratory examination were conducted on each subject. The 5-dimensional (5-D) itch scale was used to evaluate the severity of pruritus. Dermatology Life Quality Index (DLQI) was used to assess the QoL. Appropriate statistical analysis was conducted to prove the research hypothesis with a significance value of p <0.05. Results: Out of 30 subjects in each group, the proportion of moderate to severe pruritus was 76.7% in the HD group. In the KT group, 83.3% experienced mild pruritus (RR = 4.6; CI 95% = 2.02– 10.5; p <0.001). The median DLQI score in the HD group was 5 (3–6), while in the KT group was 3 (2–4) (p <0.001). There was a significant positive correlation between hs-CRP and the 5-D itch scale in the HD group (r = 0.443; p <0.05). The KT group had a significant negative correlation between e-GFR and the 5-D itch scale (r = -0.424; p <0.05). Both groups had no statistically significant correlation between calcium and phosphate levels and the 5-D itch scale. Conclusion: Moderate-to-severe pruritus was more common in HD patients than in KT recipients. Pruritus in HD patients had a mild to moderate effect on QoL, whereas pruritus in KT recipients had a mild impact on QoL. A higher level of hs-CRP in HD patients results in a higher 5-D itch scale. In KT recipients, the lower the e-GFR value, the higher the 5-D itch scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatu Meri Marwiyyatul Hasna
"Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif yang disebabkan oleh kerusakan vaskular seperti pada hipertensi dan diabetes mellitus. Kerusakan vaskular pada penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan masalah kelebihan volume cairan tubuh yang dapat mengakibatkan komplikasi sistemik. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kasus dengan tujuan menganalisis intervensi pemantauan cairan pasien penyakit ginjal kronik dengan menggunakan lembar pemantauan intake dan output. Intervensi pemantauan cairan dilakukan selama 5 hari di ruang rawat gedung A lantai 7 zona A RSUPN. Dr. Ciptomangun Kusumo Jakarta. Rekomendasi dari kasus ini adalah penggunaan lembar pemantauan pada pasien yang beresiko mengalami ketidakseimbangan cairan seperti pada pasien penyakit ginjal kronik. Sehingga intervensi penggunaan lembar pemantauan efektif untuk mengatasi kelebihan volume cairan.

Chronic kidney disease is  a chronic, irreversible, and progressive disease resulting from vascular impairment such that occurs in hypertension and diabetes mellitus condition. Vascular impairment in chronic kidney disease may result in excess fluid volume which leads to systemic complications. The study design was case study and aimed to analyze fluid monitoring intervention in patient with chronic kidney disease by employing intake and output monitoring sheet. The intervention was conducted in Zone A ward of 7th floor Building A of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for 5 days long. The study recommends the use of fluid monitoring sheet in patient with risk for fluid imbalance such as in chronic kidney disease. Therefore, use of intake and output monitoring sheet is effective in managing excess fluid volume.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Mandiara
"Kebiasaan dalam jangka waktu yang lama akan pola diet yang tidak sehat pada masyarakat perkotaan menjadi salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Penyakit ini menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan ginjal yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik. Pasien gagal ginjal kronik sering terjadi kelebihan volume cairan akibat kerusakan fungsi filtrasi glomerolus. Oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan cairan yang ketat, efektif dan efesian untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan upaya pemantauan intake dan output cairan. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus dengan menggunakan fluit intake output chart dan dibuktikan bahwa pemantauain ini efektif untuk menangani kelebihan volume cairan dibuktikan dengan tidak bertambahnya komplikasi yang terjadi pada pasien.

Long lasting habits of unhealthy diet in urban society is becoming one of hypertension risk factor. This disease has become a factor causing kidney damage, which can lead to chronic kidney failure. Chronic kidney failure patients commonly experience volume overload due to damage in glomerular filtration function. Hence, fluid restriction is needed as effective and efficient to prevent complication by monitoring fluid intake and output. This scientific writing uses case study method by using fluid intake-output chart to prove that this monitoring method is effective in handling fluid overload by looking at the occurrence of complication in patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pandan Enggarwati
"Analisis praktik residensi spesialis Keperawatan Medikal Bedah dengan kekhususan pada sitem nefrologi bertujuan mengaplikasikan peran perawat sebagai pemberi asuhan, pengelola, pendidik, dan peneliti. Peran pemberi asuhan dan pendidik diaplikasikan saat perawatan pasien kelolaan utama dengan kasus Chronic Kidney Disease dan 30 pasien dengan masalah nefrologi melalui pendekatan teori Virginia Henderson. Peran perawat sebagai pengelola dan peneliti (case manager) dibuktikan saat penyusunan evidence based nursing (EBN) mengenai penerapan hand and foot massage dalam mengurangi fatigue pasien hemodialisis dan proyek inovasi mengenai “Buku Harian Pasien HD” dalam mengontrol Interdyalitic Weight Gain (IDWG). Seluruh rangkaian praktik tersebut merupakan perwujudan asuhan keperawatan holistik untuk mencapai kualitas pelayanan prima.

The analysis of the practice of medical-surgical nursing specialist residency with specialization in the nephrology system aims to apply the role of nurses as caregivers, managers, educators, and researchers. The role of caregivers and educators was applied when treating primary patients with Chronic Kidney Disease cases and 30 patients with nephrological problems through Virginia Henderson's theoretical approach. The role of nurses as managers and researchers (case managers) was proven during the preparation of evidence based nursing (EBN) regarding the application of hand and foot massage in reducing fatigue in hemodialysis patients and in the innovation project "HD Patient Diary" in effort to control Interdyalitic Weight Gain (IDWG). This whole series of practices is the embodiment of holistic nursing care to achieve excellent service quality."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Ariani Effendy
"Anemia defisiensi besi merupakan salah satu komplikasi penyakit ginjal kronis (PGK) yang sering dijumpai terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis rutin. Inflamasi merupakan kondisi yang selalu ada pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis, dengan salah satu markernya yaitu C-reactive protein (CRP). Marker besi yang rutin digunakan seperti feritin dan saturasi transferin dipengaruhi oleh inflamasi sehingga status besi pada pasien PGK menjadi sulit dinilai. Marker lain seperti persentase eritrosit hipokrom (%Hypo-He), reticulocyte haemoglobin content (Ret-He), soluble transferrin receptor (sTfR), indeks sTfR, dan persentase eritrosit mikrositik (%MicroR) dapat digunakan untuk menilai status besi, namun belum rutin digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflamasi terhadap %Hypo-He, Ret-He, sTfR, indeks sTfR, dan %MicroR pada pasien PGK dengan hemodialisis rutin dalam menentukan status besi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang melibatkan 123 pasien hemodialisis rutin berusia lebih dari 18 tahun di Unit Hemodialisis RS Cipto Mangunkusumo yang berlangsung pada bulan Agustus sampai September 2018. Setiap subjek diperiksakan parameter %Hypo-He, Ret-He, dan %MicroR menggunakan alat automated hematology analyzer Sysmex XN 3000, sedangkan sTfR, indeks sTfR, dan CRP diperiksa menggunakan alat Cobas c311. Didapatkan median CRP sebesar 3,99 (0,2- 129,97) mg/L dengan proporsi pasien PGK dengan hemodialisis rutin yang mengalami inflamasi sebanyak 45,5%. Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan %Hypo-He, Ret-He, sTfR, indeks sTfR, dan %MicroR pada pasien yang menjalani hemodialisis rutin yang mengalami inflamasi dan noninflamasi sehingga marker-marker tersebut dapat digunakan untuk menentukan status besi pada pasien PGK dengan hemodialisis rutin.

Iron deficiency anemia is one of the complications seen in chronic kidney disease especially in routine hemodialysis patients. Inflammation, marked by C-reactive protein (CRP), is often found in chronic kidney disease (CKD) patients with hemodialysis. Routine iron markers, such as ferritin and transferrin saturation, are influenced by inflammation. Hence the iron status in CKD patients is difficult to interpret. Other markers like hypochromic erythrocytes percentage (%Hypo-He), reticulocyte haemoglobin content (Ret-He), soluble transferrin receptor (sTfR), sTfR index, and microcytic erythrocytes percentage (%MicroR) can be used to evaluate iron status, but these markers are not commonly used. This study aims to evaluate the influence of inflammation in %Hypo-He, Ret-He, sTfR, sTfR index, and %MicroR in routine hemodialysis patients to determine the iron status. This study was a cross sectional study comprised of 123 routine hemodialysis patients, aged over 18 years old, in Hemodialysis Unit Cipto Mangunkusumo Hospital during August to September 2018. Blood samples from all subjects were evaluated using automated hematology analyzer Sysmex XN 3000 for %Hypo-He, Ret-He, and %MicroR, and Cobas c311 for sTfR, sTfR index, and CRP. Median CRP in all patients was 3,99 (0,2-129,97) mg/L with inflammation occurred in 45,5% patients. There were no differences found in %Hypo-He, Ret-He, sTfR, sTfR index, and %MicroR in routine hemodialysis patients with inflammation and noninflammation so these markers could be used to evaluate iron status in hemodialysis patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>