Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Primasari
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif perempuan. Penelitian ini menempatkan pengalaman perempuan sebagai fokus perhatian utama. Kajian ini di1akukan di salah satu Kabupaten di daerah Bogor Barat, yaitu Kabupaten Leuwliliang, dengan melibatkan 10 perempuan sebagai informan utama. Penelitian ini mengkaji dampak pernikahan di usia dini yang mengakibatkan hilangnya otonomi perempuan, dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimanakah dampak pernikahan di usia dlni pada otonomi perempuan dan apa implikasinya lebih lanjut, khususnya terhadap kehidupan perempuan dan kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian ini ada tiga hal, pertama, bahwa mitos julukan "perawan tun" telah membuat praktek pernlkahan ini terus berlangsung di pedesaan Leuwiliang Bogor Barat sampai saat ini. Mitos tersebut telah meminggirkan kepentingan perempuan untuk memperoleh kehidupan pernikahan yang bahagia. Kedua adanya sistim pary'eur dan denda telah menjadikan perempuan sebagai obyek atau barang yang dapat dijadikan alat tukar transaksi. Perempuan dibeli dan kehilangan kendali terhadap dirinya sendiri. Kepentingan perempuan dalam memperoleh haknya serta menjalankan kehidupan sesuai kehendaknya, khususnya dalam memperoleh wawasan dan informasi seluas­ luasnya untuk berkembang, juga hilang. Negosiasi yang tidak dilakukan oleh perempuan sebagai calon pengantin menyebabkan perempuan kehilangan otonomi atas tubuhnya sendiri. Perempuan disubordinasi dan dijadikan "yang lain" dalam perkawinannya :sendiri Ketiga, perempuan menolak terjadinya pemikahan di usia dini, di samping tokoh agama, pejabat desa dan tokoh masyarakat lain yang juga menyadari.
"
2011
T31992
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
"Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia.

This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munte, Alfonso
"Tesis ini menelusuri pengalaman perempuan penyintas korban perkawinan anak dipaksa memasuki lembaga perkawinan pada usia anak. Peneliti menelusuri bagaimana perempuan penyintas perkawinan anak yang berasal dari Sekolah Perempuan mendapatkan akses pengetahuan umum, baik pendidikan formal maupun informal. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari perempuan dewasa penyintas korban perkawinan anak mampu mengatasi berbagai masalah terkait dampak perkawinan anak serta bagaimana mereka membangun otonomi dan kebahagiaan melalui akses pengetahuan formal dan informal dalam kehidupannya kemudian dielaborasi dengan teori Shulamith Firestone dan Sara Ahmed. Peneliti menggunakan metode penelitian wawancara dan dengan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan detail, kemudian dimasukkan ke dalam padatan faktual, kategori dan tema. Hasil penelitian menyimpulkan keempat subjek penelitian mempunyai pengalaman pahit yang tergambar dengan tindak kekerasan seksual. Pengabaian dari suami dan mertua subjek penelitian yang semestinya perempuan penyintas perkawinan anak tersebut mendapatkan tempat aman dan ruang kasih sayang. Beberapa subjek penelitian mengalami kendala akses atas pengurusan administrasi. Akses subjek terhadap pengetahuan umum dan tentang kesehatan reproduksi menjadi penting ketika akses tersebut terhubung dengan percakapan perempuan dewasa korban pernikahan anak dengan petugas kesehatan. Dua perempuan dewasa korban perkawinan anak mendapatkan privilege karena pernah mengecap sekolah perempuan yang merupakan respons atas dasar pilihannya secara mandiri.

This thesis explores the experience of female survivors of child marriage being forced to enter marriage institutions. The researcher explores how women survivors of child marriage from Sekolah Perempuan gain access to general knowledge, both formal and informal education. The purpose of this research is to study that adult women who are victims of child marriage are able to overcome various problems related to the impact of child marriage and how they build autonomy and happiness through access to formal and informal knowledge in their lives and then I elaborated based on theory of Shulamith Firestone and Sara Ahmed. Researcher used interview research methods and research instruments such as list form that contained some detailed questions, then put them into factual solids, categories and themes. The results of the study concluded that the four research subjects had bitter experiences depicted by acts of sexual violence. The neglect of the husband and in-laws of the research subjects, which should have women who survived child marriages, got a safe place and a space of love. Some research subjects experience problems with access to administrative management. Subject access to general knowledge and about reproductive health becomes important when those access were connected with consultation of adult women victims of child marriage with health workers. Two adult women who are victims of child marriages got privileged because they have experienced Sekolah Perempuan which are a response based on their independent choices."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Rizki Khairani
"Penelitian ini berfokus pada isu terkait perlindungan anak, khususnya problematika perkawinan anak serta bagaimana kebijakan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak dengan statusnya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kausalitas antara pengaruh budaya hukum (legal culture) terhadap kasus perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak, bagaimana hakim di Pengadilan Agama Siak mempertimbangkan unsur-unsur budaya hukum masyarakat dalam mengadili perkara dispensasi kawin, serta mencari tahu strategi perlindungan hak anak dari perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Sosio-Legal guna menganalisis hukum sebagai perilaku masyarakat yang berpola dan selalu berinteraksi dalam aspek kemasyarakatan melalui studi literatur dan studi lapangan untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep budaya hukum pada konteks perkawinan anak di Kabupaten Siak mengarah pada perbedaan persepsi dan kepatuhan hukum masyarakat dalam memahami batas usia kawin yang ditentukan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pengaruh adat dan agama begitu melekat dalam diri orang Melayu dibandingkan dengan pemahaman terhadap undang-undang. Lebih lanjut, penafsiran perkawinan berdasarkan konsep keagamaan yang tekstual memberi celah untuk menikah muda sebab indikator aqil baligh dianggap sebagai suatu kepantasan untuk menikah daripada menjalin hubungan pacaran yang berpotensi besar melanggar syariat Islam. Strategi yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak juga belum dirumuskan secara komprehensif.

This research focuses on issues related to child protection, especially the problem of child marriage and how policies to prevent child marriage in Siak Regency, with its status as a Child Friendly City (KLA), The purpose of this study is to examine the causal relationship between the influence of legal culture on child marriage cases in Siak Regency, how judges in the Siak Religious Court consider elements of community legal culture in adjudicating marriage dispensation cases, and find out strategies to protect children's rights from child marriage in Siak District as a Child Friendly District (KLA). The method used in this research is Socio-Legal to analyze law as a patterned community behavior and always interact in social aspects through literature studies and field studies to find answers to research problems. The results of this study indicate that the concept of legal culture in the context of child marriage in Siak Regency leads to differences in public perception and legal compliance in understanding the marriage age limit determined by the state through Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. The influence of custom and religion is so inherent in the Malay people compared to their understanding of the law. Furthermore, the interpretation of marriage based on textual religious concepts provides a loophole for young marriage because the indicator of aqil baligh is considered an appropriateness for marriage rather than a dating relationship, which has great potential to violate Islamic law. Strategies related to the prevention of child marriage in Siak Regency have also not been formulated comprehensively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bea Amanda Puteri
"Dispensasi kawin sebagai pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan semestinya didasarkan pada asas kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana ketentuan dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Berkenaan dengan dispensasi kawin, Pengadilan Agama Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dari tahun 2019-2024 menerima 82 permohonan dispensasi kawin, yang sebagian besarnya (73,1%) dikabulkan oleh hakim. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan mengenai perlindungan anak dalam pemberian dispensasi kawin, penting untuk dipahami secara komprehensif. Untuk itu, fokus dari penelitian ini adalah tentang perlindungan anak dalam pengimplementasian PERMA Nomor 5 Tahun 2019. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal dengan menggunakan metode sosio-legal, melalui studi lapangan dan studi tekstual. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik bagi anak tidak selalu tercermin dalam penetapan dispensasi perkawinan, karena dalam beberapa temuan kasus, hakim kerap mengabaikan isu problematik, seperti child grooming dan statutory rape. Di sisi lain, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak telah dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi kepada anak sekolah dan masyarakat, program ujian penyetaraan bagi anak yang putus sekolah, layanan kesehatan gratis untuk perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), dan pengadaan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak (STRANAS PPA). Akan tetapi, upaya pencegahan dan penanganan praktik perkawinan anak terhambat karena suburnya perkawinan anak di bawah tangan yang sulit untuk ditelusuri.

Dispensation of marriage as the granting of permission to marry by the court to a potential husband/wife who is not yet 19 years old to enter into marriage should be based on the principle of the best interests of the child as regulated in PERMA Number 5 of 2019 regarding Guidelines for Adjudicating Marriage Dispensation. Regarding marriage dispensation, the Religious Court of Pandeglang District, Banten Province, from 2019-2024, received 82 applications, most of which the judge granted 73.1%. This fact shows that the issue of child protection in granting marriage dispensation must be comprehensively understood. For this reason, this research focuses on child protection in the implementation of PERMA Number 5 of 2019. This nondoctrinal legal research uses socio-legal methods, field studies, and textual studies. The data collected are then analyzed qualitatively. Based on the analysis, it can be explained that the principle of the best interests of the child is not always reflected in the decision of marriage dispensation because, in some case findings, judges often ignore problematic issues, such as child grooming and statutory rape. On the other hand, efforts to prevent and handle the practice of child marriage by state institutions and non-governmental institutions have been carried out through socialization and advocacy to school students and the general public, an equivalency exam program for school dropouts, accessible health services for women who experience unwanted pregnancies, and the drafting of the National Strategy for the Prevention and Handling of Child Marriage. However, these efforts to prevent and handle the practice of child marriage are hindered by the existence of unregistered child marriages that are difficult to trace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiati Usadaningsih
"Tujuan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 ialah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. UU No. 1 Tahun 1974 mengandung prinsip bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, mengisyaratkan seorang pria diperbolehkan melangsungkan perkawinan jika telah mencapai 19 tahun sedangkan wanita telah berumur 16 tahun. Walaupun batasan umur telah tegas -tegas diatur, dalam kenyataannya banyak terjadi perkawinan di bawah umur. Pengadilan dapat memberikan Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin melalui Penetapan Pengadilan bila memenuhi prosedur dan syarat yang ditentukan. Permasalahan yang ada yaitu faktor-faktor apa yang menjadi penyebab perkawinan di bawah umur di daerah Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan Jakarta Utara? Apakah pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim berkaitan dengan dikabulkannya permohonan dispensasi perkawinan pada penetapan No. 0001/Pdt.P/1996/PADS sudah tepat? Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan penelitian empiris. Alat pengumpul datanya studi dokumen dan wawancara. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Faktor¬faktor yang menjadi penyebab perkawinan di bawah umur di daerah Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara adalah faktor lingkungan, psikologi, ekonomi, pergaulan bebas, faktor kepercayaan dan adat istiadat. Pertimbangan-pertimbangan hukum yang diberikan oleh Hakim berkaitan dengan dikabulkannya permohonan penetapan dispensasi perkawinan pada penetapan No. 0001/Pdt.P/1996/PADS sudah tepat. Karena menurut penglihatan Majelis Hakim Indun fisiknya telah cukup dan sudah baliq, calon suaminya Wawan Efendi telah mempunyai penghasilan tetap dan bebar-benar mencintai Indun, dari sesuai hadist riwayat Buhori.

The aim of a marriage according to the LAW No.1 year 1974 is an effort to build a happy and everlasting family (a household) based upon the Divinity of Almighty God. The Law No.l year 1974 contains a principle which explains that both candidates for husband and a wife herein should have already had a maturity of both his and her and soul as well, in order they could bring about their marriage to create a good and everlasting marriage and free from any unavailable divorce to obtain a good and healthy offsprings thereof . Paragraph 7 article 1 of the Law No,1 year 1974 stipulated that a man had a right to get marriage if he has been 19 years old and 16 years old for a woman. Even though this time limit of age herein had been stipulated briefly and clearly, but in it happen frequently that there are still many underages marriage to take place. The court could give a permit to get married and a marriage age dispensation herein through a court decision if he/she had fulfilled a prerequisited procedure and requirement as well. The existing problem herein is what kind of factors which had caused the occurrence of an underage marriage at Kampung Bandan, village of Ancol, District of Pademangan North Jakarta ? How about the judgments which had been given by the judge concerning the issuance of a marriage dispensation permit based upon the stipulation No. 0001/Pdt.P/1996 /PAJS , is it correct ? A research method which has been used herein is an analytical descriptive method.The types of research which has been used are a normative research and an empirical research as well. The tools which have been used to collect datas are to study the documents and to implement interviews. Data analysis has been done by using a qualitative method. Factors which had caused an underage marriage occurrence at Kampung Bandan Village of Ancol District of Pademangan North Jakarta are environmental factor, psychological economical,free social association and faithful and custom factors as well . the legal judgments which had been given by the judge herein were related to the issuance of a marriage dispensation permit based upon the provision No. 00011Pdt.P119961PAJS is a correct one.It is because that due to the view of the court of justice that the physical condition had been reached, enough and mature for Indun and Wawan Efendi as a candidate for her husband has earned a regular income and he loves Indun body and soul and, had matched narrative of hadist of Buhori as well.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19100
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Apa yang membuat pernikahan anak menjadi pilihan bagi perempuan dan keluarganya saat ini? Bagaimana dan mengapa hal itu terjadi di sebuah desa di Sukabumi? Kabupaten Sukabumi adalah salah satu Kabupaten di Jawa Barat dengan tingkat pernikahan anak yang tinggi, terutama di daerah pinggiran atau perbatasan wilayah. Meskipun demikian, desa yang dijadikan lokasi penelitian bukanlah desa dengan pernikahan anak yang marak berdasarkan data provinsi. Pada desa ini, terdapat 32% pernikahan di bawah 18 tahaun yang dilakukan oleh perempuan berusia 20-24 tahun. Sedikit lebih tinggi dari data provinsi yang berjumlah 30,7%. Jika dibandingkan dengan rata-rata pernikahan di bawah 18 tahun di indonesia yang berjumlah 17% pun masih lebih tinggi. Keputusan untuk melakukan penelitian di satu desa membuat kami dapat melihat lebih jauh tentang berbagai aspek pada pernikahan anak dan keterkaitannya dengan aspek lain di dalam konteks yang sama. Penelitian ini didasarkan 28 studi kasus perkawinan anak, sensus rumah tangga yang punya anggota pria dan wanita berusia 20-24 tahun, serta wawancara dan observasi pendukung. Kegiatan lapangan (fieldwork) akan segera berakhir, sementara hal-hal lain dalam penelitian masih berjalan. Gambaran enam kasus lima perempuan dan satu laki-laki ini menunjukkan keragamaan dan kompleksitas dari perkawinan anak. Artikel ini membahas tentang potensi agensi remaja terhadap orangtuanya dalam hal perkawinan yag datang dari keinginan sendiri sampai perkawinan paksa. Temuan penelitian menengaskan peran dari sebab-sebab umum, seperti kurangnya kontrol sekseualitas perempuan dan ketakutan akan zina, lemahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan khususnya pada saat kehamilan, tetapi mempertanyakan peran kemiskinan sebagai alasan langsung terjadinya perkawinan anak. Setiap kasusu telrihat kombinasi khusus sebab-sebab dari norma dan agama, komposisi rumah tangga, pengasuhan orangtua dan pendidikannya, akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan formal dan agama termasuk pendidikan seks, serta akses terhadap keselamatan kerja. Gender dan usia adalah hierarkhi yang senantiasa berkaitan dengan perempuan sebagai pihak paling lemah dalam kesetaraan."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Anak-anak perempuan kita hari ini dihadapkan pada kondisi yang amat rentan terhadap resiko pernikahan usia anak. Harapan agar pernikahan anak segera dihentikan terbentur oleh tembok tebal budaya partiarkhi yang berkelindan dengan struktur sosial, ekonomi dan politik. Kondisi kemiskinan, letak geografis yang sulit, akses pendidikan minim, serta tidak adanya kemauan para pemangku kebijakan semakin memperburuk potret pernikahan usia anak. Namun ditengah segala kompleksitas keadaan pernikahan usia anak, ada praktek baik penghapusan pernikahan anak seperti yang di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Pernikahan usia anak yang cukup tinggi di beberapa daerah, seperti di kecamatan Gedangsari Gunung Kidul telah membuat pemangku kebijakan bersama dengan warga bergerak membuat jejaring integritas berbasis MoU di tignkat kecamatan untuk penghapusan penikahan usia anak. Kesepakatan ini berisi kerjasama berbagai institusi, baik dari level sekolah, desa, puskesmas, aparat penegak hukum, hingga lembaga layanan perempuan di level kecamatan untuk mengakhiri penikahan usia anak. Upaya bergerak bersama ini dilakukan karena semua pihak menyepakati bahwa akar penyebab pernikahan anak tidaklah tunggal, maka menangganinya harus memberi ruang pada semua pihak untuk bergerak bersama."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Bagi masyarakat Madura, pantang menolak lamaran laki-laki yang pertama kali datang. Karena itu, anak perempuan Madura menikah dengan cepat ketika usianya masih belasan tahun, bahkan ketika si anak perempuan masih berumur 12 tahun. Akibatnya banyak problematika yang terjadi akibat perkawinan anak di bawah umur tersebut seperti kekerasan dalam rumah tagga, perselingkuhan, perceraian, kontraksi kehamilan dan kelahiran. Dalam konteks yang demikian ada ketidakadilan dalam proses perkawinan dan ketika berumah tangga. Mental anak perempuan belum siap dalam menghadapi persoalan rumah tangga berikut tugas-tugas sebagai istri dan ibu. Di samping itu, anak perempuan juga terancam nyawanya ketika masa kehamilan dan proses persalinan karena alat reproduksinya belum siap secara normal. Oleh sebab itu advokasi hukum ke Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan revisi usia minimal perkawina untuk perempuan 16 tahun pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 untuk diubah menjadi usia 18 tahun merupakan solusi untuk meminimalisir maraknya perkawinan anak dan menekan laju angka kematian ibu dan anak (AKI)."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini mengelaborasi strategi penghentian perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat melalui pedekatan nilai budaya lokal yang diinternalisasikan melalui pendidikan formal. Realitas perkawinan anak yang masih banyak terjadi secara nyata telah menghancurkan masa deopan anak sebagai generasi bangsa. Praktik ini tidak hanya abai terhadap hak hak dasar anak, namum juga secara tidak adil berlindung di bawah nama agama dan adat. Demikian halnya dengan praktik perkawinan anak di NTB yang terjadi melalui mekanisme merariq, tidak hanya sarat hubungannya dengan pelanggaran HAM anak, namun juga menjadikan posisi perempuan yang diapresiasi dalam nilai-nilai adat Sasak menjadi tidak bermakna. Lunturnya pemahaman masyarakat atas nilai-nilai adat Sasak dalam praktik merariq ini menjadikan merariq dituding memiliki kontribusi dalam melanggengkan praktik perkawinan anak. Pdahal jika ditelisik secara lebih dalam, hukum adat Sasak memberikan otonomi bagi perempuan dalam pengambilan keputusan perkawinan. Hanya saja dalam konteks perkawinan anak, otonomi ini tidak difungsikan dan diapresiasi, namun justru dimanfaatkan dan disalahgunakan melalui kerentanan anak. Melalui pendidikan hukum adat merariq yang diintegrasikan dalam muatan lokal sekolah, nilai-nilai positif adat merariq diajarkan sebagai upaya penguatan kemampuan anak dalam pengambilan keputusan demi terpenuhinya hak dirinya sebagai anak, sekaligus secara khusus untuk membentengi anak dari jerat perkawinan yang merugikan "
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>