Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Risayogi Wicaksana Asaf Huntal
"Prosedur Trombektomi Mekanik (MT) pada stroke iskemik akut telah dilakukan sejak tahun 2017 di RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ahli radiologi dan hasil klinis MT pada stroke iskemik akut dan faktor terkait lainnya. Studi observasional retrospektif memperoleh pasien telah menjalani MT pada Mei 2017-Desember 2020. Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara demografi pasien, skor NIHSS pra trombektomi dan hasil seperti pasca trombektomi, skor mTICI pasca trombektomi, dan skor MRS pasca aksi. Dalam pemodelan multivariat p<0,05 digunakan untuk signifikansi statistik. Sebanyak 33 pasien dimasukkan. Pada analisis univariat demografi dan gambaran klinis didominasi oleh laki-laki, dengan rata-rata usia 55,8 tahun, GCS pra tindakan 11,9 hemiparesis, pra tindakan NIHSS 14,52, skor ASPECT 7,36, lokasi oklusi MCA, pemberian alteplase, MRS (90-day modified ranking scale: 3 sampai 6), onset rekanalisasi > 6 jam, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, dan 39,4% meninggal dunia. Hubungan yang signifikan antara keberhasilan rekanalisasi dan mortalitas, dan waktu onset ke rekanalisasi secara rumit. Trombektomi mekanik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 2 tahun terakhir masih memberikan hasil luaran yang buruk.

The Procedure of Mechanical Trombectomy (MT) in acute ischemic stroke has been done since 2017 in RSUPN Dr. Cipto Mngunkusumo. The aim of this study are to detemining radiologist and clinical  outcome MT in the acute ischemic stroke and the other related factors. The retrospective observational study acquiring patient’s had undergone MT in May 2017-December 2020. Univariate and multivariate analysis were conducted to evaluate the relationship between patient’s demography, NIHSS score pre trombectomy and the outcomes such as post trombectomy, mTICI score post trombectomy, and MRS score post action. In multivariate modelling p<0.05 was used for statistical significance.  A total of 33 patients were included. On univariate analysis demography and clinical description were dominated by men, with 55.8 years age average, GCS pre action 11,9 hemiparesis, NIHSS pre action 14.52, ASPECT score 7.36, MCA occlusion location, given alteplase, MRS (90-day modified rank of scale: 3 to 6), onset to recanalization> 6 hours, MTICI post thrombectomy 2B-3 SICH, and 39.4% passed away. The significance association between recanalization success and mortality, and onset-to-recanalisation time complicationally. Mechanical thrombectomy in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for in the recent past 2 year still giving the poor outcomes result. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Yuliatri
"ABSTRAK
Tujuan
Tindakan bedah saraf, diduga dapat mengentikan atau memperlambat cedera otak sekunder, yang berhubungan dengan proses neuroinflamasi. Peneliti bertujuan untuk mengetahui peranan neuroinflamasi (Il-6) terhadap prognosis pasien cedera otak dan untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan kondisi neuroinflamasi.
Metode
Penelitian ini bersifat prospektif observasional dengan desain cross sectional. Dari 40 pasien cedera otak yang dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan kadar Il-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi. GCS dinilai saat di UGD (GCS awal) dan sesudah tindakan operasi (GCS hari ke-7). GOS dinilai setelah bulan ke-1 dan bulan ke-3 pasca trauma. Kadar IL-6 sebelum operasi dan 1 hari pasca tindakan operasi dihubungkan dengan nilai GCS awal, GCS hari ke-7, GOS bulan ke-1 dan GOS bulan ke-3 untuk mengetahui hubungan tindakan operasi dengan proses neuroinflamasi dan nilai prognostiknya terhadap pasien cedera otak.
GCS awal. GCS hari ke-7 dikelompokkan menjadi GCS <=8 dan GCS >8. GOS bulan ke-1 dan bulan ke-3 dikelompokkan menjadi GOS favorable (>3) dan unfavorable <=3.
Hasil
Kadar Il-6 awal berhubungan bermakna dengan GCS awal (p: 0.001) dengan OR 11.4 --> pasien dengan kadar Il-6 >100 pg/ml memiliki peluang 11.4 kali mendapatkan nilai GCS <=8. Terdapat perbedaan nilai median kadar Il-6 pasca operasi dibandingkan dengan pre operasi, dengan kecenderungan kadar Il-6 pasca operasi (median=35.55 pg/ml) lebih rendah daripada kadar Il-6 awal (median=76.74 pg/ml)
Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GCS hari ke-7 (p=0.006), dengan OR 24 --> pasien dengan Il-6 pre op <= 100 pg/ml memiliki peluang 24 kali memperoleh nilai GCS hari ke-7 >8. Kadar Il-6 pasca operasi berhubungan bermakna dengan GOS bulan ke-3 (nilai p= 0.016) dengan OR 11.6 --> pasien dengan kadar Il-6 <=100 pg/ml memiliki peluang sebesar 11.6 kali mencapai GOS bulan ke-3 favorable.
Simpulan
Proses neuroinflamasi memiliki nilai prognostik pada pasien cedera otak, di mana maikin tinggi kadar Il-6 serum awal, makin buruk GCS awal pasien.Tindakan bedah saraf dapat menurunkan proses neuroinflamasi dan berhubungan dengan outcome GCS hari ke-7 (status kesadaran) pasca operasi dan GOS bulan ke-3 (kualitas hidup) yang lebih baik.

ABSTRACT
Objectives
Neurosurgical procedures are performed to stop or slow down the secondary brain injury. This study is aimed to determine the association of neuroinflammation with the prosnosis of brain injury patients and the association of neurosurgical procedure with the neuroinflammation.
Method
The study design is a prospective observation of 40 brain injuty patients who were operated. Examination were carried out top measured Il-6 serum level of pre and one day post operation on brain injury patients, and to analize therir association with GCS,GOS and neurosurgical procedures.
Results
The Il-6 serum level pre surgery was significantly associated with initial GCS (p value=0.001 and OR 11.4). There was significant median difference of Il-6 post surgery compared with pre surgery, with a downward trend of Il-6 post surgery.
The post operative Il-6 level was significantly associated with GCS 7 days post surgery (p=0.006), with OR 24, meaning that patients with post surgery level of Il-6 <= 100 pg/ml had 24 times chance of getting GCS 7 days post trauma >8. The post operative Il-6 serum was significantly associated with GCA 3 months post trauma (p value= 0.016) with OR 11.6, meaning that the patients with post operative Il-6 level <= 100 pg/ml has 11.6 times as much chance of reaching the 3 months post trauma GOS favorable.
Conclusion
Neuroinflammation may have prognostic values in brain injured patients. Neurosurgical procedures can decrease the neuroinflammation process and was associated with better conciousness state (GCS) and neurological outcome (GOS)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dewi
"Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba.
Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD.
Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak.
Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.

Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia.
Design: This study is an in vivo experimental study.
Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit.
Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition.
Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Oktarina
"Stroke atau cerebrovascular accident(CVA) merupakan penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat dan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Stroke merupakan penyakit kronis yang bersifat menetap dan tidak dapat pulih secara total yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah otak (GPDO) (Mansjoer et al, 2000; Taylor, 1999). Efek yang ditimbulkan dari CVA beragarn, tergantung pada daerah otak yang terganggu. Selain kelumpuhan, kesulitan berbicara, dan memori yang terganggu, gangguan yang sering rnuncul adalah afasia yaitu gangguan pada kemampuan menggunakan kata-kata (Davison & Neale, 1996).
Gangguan bahasa (Afasia) merupakan salah satu akibat dari kerusakan hemisfer kiri pada pasien stroke yang kinan. Salah satu alat diagnostik untuk melakukan pengukuran dalam bidang neuropsikologi yaitu TADIR (Tes afasia, diagnosa, inforrnasi, dan rehabilitasi). Melalui TADIR dapat dilihat sindrom afasia yang diderita oleh pasien. Pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasiiikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Atas dasar aspek-aspek penamaan, kelancaran, peniruan dan pernahaman auditif, maka
Goodglass 3: Kaplan (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia. Setiap sindrom afasia dihubungkan dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Salah satu tujuan pemeriksaan ialah menenlukan letak kerusakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prius, 2002) dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia klasifikasi Boston (Dharmaperwira-Pnns, 2002).
Sementara itu dibidang kedokteran, khusuanya secara neurologis, untuk diagnostik lebih lanjut yang menunjukkan tempat kerusakan di otak dapat dimanfaatkan teknologi tertentu seperti penggunaan CT-scan dan MRI.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di luar negeri dengan menggunakan CT-scan, secara garis besar telah membenarkan lokalisasi sindrom afasia yang klasifikasi Boston. Sedangkan pembagian sindrom-sindrom afasia dalam TADIR menggunakan klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass dan Kaplan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kembali hasil penelitian itu, terutama di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan
sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR.
Di dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari bagian Fungsi Luhur, Neurologi RSCM selama tahun 2003. Untuk menghitung korelasi antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otak dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarkan hasil tes TADIR, digunakan teknik Cramer Coejicient C dan diolah dengan menggunakan program SPSS 10.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara hasil CT-scan/MRI tentang lokasi kerusakan di otalc dengan sindrom afasia yang diderita pasien berdasarlcan hasil tes TADIR. Dengan demikian hasil penelitian ini akan memperkuat teori klasifikasi Boston yang dibuat oleh Goodglass & Kaplan (dalam Dharmapenvira-Prius, 2002) yang menyusun klasifikasi sindrom-sindrom afasia dimana tiap sindrom afasia dihubungkan
dengan suatu tempat kerusakan tertentu di otak. Selain itu hasil penelitian ini juga
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Kertesz (dalam Dharmaperwira-Prins, 2002) dengan menggunakan CT-scan yang secara garis besar membenarkan lokalisasi sindrom afasia berdasarkan klasifikasi Boston.
Sebagai penutup, diberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Untuk penelitian lanjutan dapat memperbanyak sampel, hal ini terkait dengan generalisaai hasil pada populasi. Selain itu secara statistik, dengan sampel besar diharapkan agar semua kategori dalam perhitungan dapat diolah dan tidak ada kategori yang hilang. Perlunya penelitian lanjutan akan afasia terkait dengan aspek psikososial yang ditimbulkannya, dimana seseorang yang terkena afasia akan mempunyai kesulitan besar atau kecil dalam penggunaan bahasanya. Dampak dari perubahan itu tidak hanya dirasakan oleh pasien tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perlunya kerjasama lebih lanjut antara bidang neurologi, psikologi, logopedi dan Iinguistik dalam menangani gangguan bahasa atau afasia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi bagi para dokter, perawat, psikolog, terapis wicara, dan pihak lain yang terkait bahwa selain CT-scan dan MRI, tes TADIR dapat digunakan untuk mendeteksi lokasi kerusakan di otak, serta merupakan salah satu pilihan dari alat diagnostik gangguan bahasa (Afasia) dengan biaya yang relatif tenjangkau dan pelaksanaannya tidak memakan banyak waktu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Wulan Apriliyasari
"ABSTRAK
Stroke merupakan cedera otak yang disebabkan adanya obstruksi dengan gejala Stroke Iskemik merupakan cedera otak yang disebabkan adanya obstruksi dengan gejala awal gangguan memori jangka pendek. Stimulasi auditori diberikan melalui pendekatan budaya dengan instrumen gamelan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian terapi musik gamelan terhadap memori jangka pendek pada pasien stroke iskemik. Penelitian ini menggunakan desain RCT dengan rancangan pretest-posttest with control group. Sampel yang digunakan sebanyak 19 responden kelompok intervensi dan 15 responden kelompok kontrol yang dibagi dengan cara randomisasi blok. Hasil penelitian ini dinyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan memori jangka pendek sebelum dan sesudah diberikan terapi musik gamelan, dengan p value 0,000 (α =0,05). Akan tetapi pada uji beda dua kelompok didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini direkomendasikan bahwa penerapan terapi musik efektif digunakan sebagai stimulasi auditori pada pasien stroke iskemik.

ABSTRACT
Stroke is a brain injury caused by obstruction, one of the symptoms is short-term memory impairment. Auditory stimulation is given through a cultural approach with gamelan instruments. The purpose of the research was to know the effect of Gamelan music therapy to short-term memory in Ischemic stroke patients. RCT with using pretest-posttest with control groups design was used in this study. The number of respondents that used in the research was 19 respondents as intervention groups and 15 respondents as control group that used blok randomised. The result of the study show that there was significantly differences short-term memory between before and after Gamelan music therapy with a p-value .000 (α=.005). However, on two different test groups showed no significant difference in the intervention group and the control group. This study is recommended that the application of music therapy is effective as auditory stimulation in patients with ischemic stroke."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Rahmadi
"Tujuan pembuatan laporan serial kasus adalah diketahuinya peran tatalaksana nutrisi pada pasien stroke iskemik (SI). Kasus berupa empat pasien SI perempuan yang dirawat di ruang rawat inap divisi cerebrovascular disease (CVD) Departemen Neurologi RSUPNCM Jakarta yang mendapat tatalaksana dan pemantauan asupan nutrisi selama minimal lima hari. Data yang diambil meliputi usia, status gizi, faktor risiko/penyebab, hasil laboratorium, asupan nutrisi (makro dan mikronutrien), serta kapasitas fungsional (skor indeks Bartel). Karakteristik pasien dengan rentang usia 50-60 tahun, status gizi awal berdasarkan indeks massa tubuh/IMT pada 50% pasien termasuk kategori status gizi lebih, 25% status gizi obes dan 25% status gizi kurang (KEP 1). Asupan kebutuhan energi basal (KEB) berkisar 1200-1500 kkal (20-25 kkal/kgBB) dalam bentuk makanan cair per NGT dan kebutuuhan energi total (KET) 1700-2000kkal (27-32 kkal/kgBB) dengan pencapaian asupan oral sekitar 80-90%. Asupan protein antara 0,7-1,5 kg/kgBB, dengan komposisi lipid 25-30% dan KH 55-62% KET. Mikronutrien yang diberikan antara lain vitamin B (B1, B6, B12), asam folat, vitamin C serta mineral tablet CaCO3. Perbaikan kapasitas fungsional berdasarkan indeks Bartel terjadi sesuai peningkatan asupan nutrisi.

The purpose of case series report were to know the role of nutritional management for patients with ischemic stroke. The caseswere four female ischemic stroke patients treated in Division of cerebrovascular disease (CVD) Department of Neurology RSUPNCM Jakarta who received treatment and monitoring of nutrition for a minimum of five days. Data taken included age, nutritional status, risk factors, causes, laboratory results, intake of nutrients (macro and micronutrients), and functional capacity (Bartel index scores). Characteristics of patients was age 50-60 years, with nutritional status 50% of patients overweight, 25% obes and 25% underweight/malnutrition based on body mass index / BMI. The basal energy requiment range were 1200-1500 kcal (20-25 kcal / kg) in the form of liquid food per NGT and the total energy requiment 1700-2000kcal (27-32 kcal / kg) by oral intake of achieved 80-90%. Protein intake between 0.7 to 1.5 kg / kg, the lipid proportion 25-30% and carbohydrate 5-62% of total energy. The micronutruients which were administered including vitamin B (B1, B6, B12), folic acid, vitamin C and minerals tablet CaCO3. The improvement of functional capacity by Bartel index occurred in conjunction with increased nutrients intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Suleha
"Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di daerah perkotaan. Klasifikasi stroke yang sering terjadi adalah stroke iskemik. Jika iskemik terjadi di basal ganglia, salah satu masalah keperawatan yang muncul adalah hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik dapat mengakibatkan penurunan kekuatan otot.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai latihan range of motion (ROM) dalam mengatasi hambatan mobilitas fisik pada klien stroke iskemik.
Hasil dari latihan ROM terbukti efektif dalam meningkatkan fungsi otot. Untuk itu diperlukan secara mandiri dan/atau kolaborasi kepada klien stroke iskemik untuk menanggani penurunan kekuatan otot setelah fase krisis.

Stroke is one of the health problems that occur in urban areas. Classification often occur of stroke is ischemic stroke. If ischemia occurs in the basal ganglia, one of the nursing problems is impaired physical mobility. Impaired physical mobility can lead to decreased muscle strength.
The purpose of this paper is to analyze the evidence based on the exercise range of motion (ROM) in overcoming barriers to physical mobility client ischemic stroke.
Results of ROM exercises proven to be effective in improving muscle function. It is necessary to independently and / or collaboration to clients ischemic stroke to handle the decline in muscle strength after the crisis phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PS-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Kusumaningrum
"Latar Belakang: kematian dan kecacatan diseluruh dunia dan mempunyai dampak yang sangat besar baik dari segi klinis maupun sosio-ekonomi. Pada stroke iskemik akut, terdapat peningkatan kadar IL-6 yang berkorelasi dengan defisit neurologis yang lebih berat, kerusakan otak yang lebih luas dan prognosis yang lebih buruk.Oleh karena itu IL-6 dapat digunakan sebagai pemeriksaan biomarker awal untuk identifikasi pasien stroke akut yang memiliki risiko tinggi mengalami progresifitas defisit neurologis dan tingkat kematian yang lebih tinggi.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar interleukin 6 dengan keluaran klinis jangka panjang menggunakan mRS (Modified Rankin Scale) pada pasien stroke iskemik akut.
Metode: Penelitian dilakukan menggunakan disain penelitian retrospective cohort, melanjutkan dari penelitian Al Rasyid. Semua sampel yang didapatkan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, dari bulan Februari 2013 sampai selesai dilakukan follow up dilakukan pemeriksaan interleukin 6 serta penilaian keluaran fungsional mRS 3 bulan dan 6 bulan.
Hasil: Data sekunder yang berjumlah 135 subjek, diambil secara simple random sampling sebanyak 50 subjek. Masing-masing 25 subjek untuk kelompok interleukin 6 normal dan 25 subjek untuk kelompok interleukin 6 tinggi lalu dilakukan penilaian mRS 1 bulan dan 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan pada kedua kelompok IL-6 tidak memiliki perbedaan yang bermakna terhadap mRS 1 bulan dan 3 bulan (p= 0.244; p=0.155). Namun penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna pada kelompok penelitian IL-6 normal dan tinggi dengan perubahan nilai mRS 1 bulan ke mRS 3 bulan (p=0.012; p=0.021) dengan perubahan nilai mRS yang membaik menunjukkan proporsi yang lebih besar. Faktor risiko stroke lain seperti hipertensi, penyakit jantung, DM, dislipidemia dan merokok tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan perubahan nilai mRS (p=0.377; p=0.285; p=0.736; p=0.222; p=0.736).
Simpulan: Penelitian saat ini menunjukkan pada pasien stroke iskemik akut sirkulasi parsial anterior, tidak didapatkan hubungan langsung yang bermakna antara keluaran fungsional stroke fase akut berdasarkan mRS 1 dan 3 bulan dengan kadar IL-6 namun terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan nilai mRS dengan IL-6 yang menandakan terdapat kecenderungan bahwa keluaran mRS buruk 1 dan 3 bulan dipengaruhi IL-6. Secara umum terdapat kecenderungan keluaran mRS buruk saat 1 maupun 3 bulan pada subjek dengan IL-6 tinggi.

Background: Stroke is one of the leading diseases that causes death and disability throughout the world. In acute ischemic stroke, there is an increase in IL-6 levels were correlated with more severe neurological deficit, brain damage is more extensive and a worse prognosis. Therefore, IL-6 can be used as an early biomarker screening for the identification of acute ischemic stroke patients who have a high risk of progression of neurological deficits and higher mortality rates.
Objective: To determine the relationship of interleukin 6 with functional outcome using mRS (modified rankin scale) in patients with acute ischemic stroke.
Methods: The study was conducted using a retrospective cohort study design, this study is a part of main study from Al Rashid research. All samples were obtained at Cipto Mangunkusumo, from February 2013 until complete follow-up. Interleukin 6 examination performed in all samples as well as evaluating the functional outcome based on mRS 3 months and 6 months.
Results: Secondary data totaling 135 subjects, drawn by simple random sampling of 50 subjects. Each group of 25 subjects for high IL-6 and 25 normal IL-6 subjects were assesed with mRS 1 month and 3 months. The results showed in both groups that IL‐6 does not have a significant difference in mRS 1 month and 3 months (p = 0.244, p = 0.155). However, this study shows there is a significant correlation between IL‐6 changes in mRS score mRS 1 month to 3 months (p = 0.012, p = 0.021) with changes that improved mRS score indicates a greater proportion. Other stroke risk factors such as hypertension, heart disease, diabetes, dyslipidemia, and smoking did not show any significant correlation with changes in mRS score (p = 0.377, p = 0.285, p = 0736, p = 0.222, p = 0736).
Conclusions: The present study showed in patients with acute ischemic stroke partial anterior circulation there is no significant direct relationship found between the acute phase of stroke functional outcome based on mRS 1 and 3 months with the levels of IL‐6 but there is a significant correlation between changes in mRS score with IL-6 indicates there is a tendency that poor mRS outcomes 1 and 3 months influenced by IL‐6. In general there is a tendency of poor outcomes pf mRS 1 and 3 months in subjects with high IL‐6.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Hermawan
"Latar belakang - Asam asetil salisilat (ASA) adalah obat antiplatelet yang telah digunakan secara luas dan terbukti efektif dalam pencegahan stroke iskemik berulang. Sebagian penderita tidak berespons terhadap terapi ASA diistilahkan sebagai resistensi ASA yang memiliki risiko tinggi mengalami stroke iskemik berulang. Resistensi ASA dapat disebabkan oleh banyak faktor. Saat ini, resistensi ASA dapat diketahui dengan pemeriksaan yang lebih sederhana, cepat dan akurat, dengan uji fungsi trombosit VerifyNow®.
Tujuan - Mengetahui prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow® pada pasien stroke iskemik di RSCM dan faktor - faktor yang mempengaruhinya.
Metode - Desain potong lintang melibatkan 50 penderita stroke iskemik yang hanya mendapatkan terapi ASA. Pemeriksaan resistensi ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow®. Resistensi ASA dinyatakan jika ARU ≥ 550.
Hasil - Dari 50 subyek didapatkan 7 penderita resistensi ASA. Hubungan prevalensi resistensi ASA dengan jenis kelamin laki-laki (OR= 5,217 ; p=0,115), merokok aktif (OR=4,625; p=0,1). Kelompok resistensi ASA rerata usia 51,3±9,2; median kolesterol total 140 mg/dL (124-283). Kelompok respons ASA rerata usia 57,8±9,7 (p=0,105), rerata kolesterol total 173,9 ±40,9 mg/dL (p=0,157). Analisis multivariat mendapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih berperan menyebabkan resistensi ASA dibanding merokok aktif (OR 5,22 ; p = 0,141).
Kesimpulan - Didapatkan prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan uji fungsi trombosit Verifynow® pada penderita stroke iskemik di RSCM sebesar 14%. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara prevalensi resistensi laboratorik ASA dengan karakteristik sosiodemografi, penyakit penyerta, klinis, dan laboratoris serta terapi ASA. Terdapat kecenderungan prevalensi resistensi laboratorik ASA lebih banyak terjadi pada penderita laki-laki, merokok aktif, berusia lebih muda, dan hiperkolesterolemia. Jenis kelamin laki-laki lebih berperan menyebabkan resistensi ASA dibanding merokok aktif.

Background - Asetylsalicylic acid (ASA) is considered to be effective antiplatelet and widely used for the prevention of recurrent ischemic stroke. Some patients did not respond to ASA therapy. Those patients defined as ASA resistant, which are associated with high risk for experiencing recurrent ischemic stroke. ASA resistant cause by many factors. Recently, ASA resistent could be examined by more simple, rapid and accurate method, using platelet function test VerifyNow®.
Purpose - Determine the frequency of ASA resistant among ischemic stroke patients in Cipto Mangunkusumo Hospital using platelet function test Verifynow® and the factors that influence it.
Method - Design research is a cross-sectional study involving 50 ischemic stroke patients with ASA therapy only. ASA resistant measured by platelet function test Verifynow®. ASA resistant was defined as an ARU ≥ 550.
Results - From 50 subjects obtained 7 subjects with ASA resistant. Association between the frequency of ASA resistant with male gender (OR= 5,217 ; p=0,115), active smoking (OR=4,625; p=0,1). ASA resistant group with a mean age 51,3±9,2 years; median total cholesterol 140 mg/dL (124-283). ASA respond group with a mean age 57,8±9,7 years (p=0,105); median total cholesterol 173,9 ±40,9 mg/dL (p=0,157). Multivariance analysis found that male gender more influenced to ASA resistant compare to active smoking (OR= 5,22; p = 0,141).
Conclusion - The frequency of ASA resistant using platelet function test Verifynow® among ischemic stroke patients in Cipto Mangunkusumo Hospital is 14%. There is no significant correlation between the frequency of ASA resistant with sociodemographic, concomitant diseases, clinical, laboratory, and treatment characteristics. There is a trend that ASA resistant more likely occured in male gender, active smoking, younger patients, and with hypercholesterol. Male gender more influenced to ASA resistant compare to active smoking.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rasid
"Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan perawat sangat dipengaruhi seberapa besar pemberian layanan yang diterima pasien. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dengan menerapkan berbagai peran perawat spesialis menerapkan Evidence Based Nursing EBN serta peran sebagai inovator. Peran pemberi asuhan keperawatan dilakukan pada pasien dengan stroke iskemik dan 30 pasien dengan gangguan sistem persarafan menggunakan Model adaptasi Roy MAR . Penerapan EBN yang dilakukan pada orang pasien stroke dan menunjukkan bahwa latihan Active Assisstive range of Motion mampu mengatasi masalah mobilitas fisik. Program inovasi penambahan format pengkajian neurologi mampu meningkatkan pengetahuan perawat mengenai format pengkajian selain dari format pengkajian yang telah ada di ruangan. Diharapkan mobilisasi dini dengan latihan active assisstive range of motion tetap diajarkan pasien stroke yang mengalami masalah mobilitas fisik dikarenakan perlu waktu yang cukup lama untuk mengatasi masalah mobilitas.

Advanced clinical practice in the neurological system is intended to be able to provide nursing care, apply Evidence Based Nursing EBN as well as the role of an innovator. Nursing care roles were performed in patients with Stroke Ischemic and 30 patients with impaired neural system using the Roy adaptation model RAM . The behavioral mode of physiological adaptation most often experiences maladaptive behavior. The emerging nursing diagnosis is the risk of perfusion of cerebral tissue perfusion. The nursing management intervention of cerebral edema is intended to improve patient adaptation in enhancing cerebral tissue perfusion. Application of EBN Active Assisstive Range of Motion of Mobility performed on 3 stroke patients and showed that. The innovation program for the addition of the neurological assessment format was able to increase the nurse 39 s knowledge of the assessment format apart from the existing assessment formats in the room. Assessment of behaviors and stimuli in RAM need to be applied to patient assessment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>