Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djohansjah Marzoeki
Surabaya: Airlangga University Press, 1991
617.11 DJO p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Carrougher, Gretchen J.
St. Louis : Mosby , 1998
617.11 CAR b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yefta Moenadjat
Jakarta: Sagung Seto, 2016
617.11 YEF l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Budhi Arifin Noor
"[ABSTRAK
Luka bakar menyebabkan terbentuknya eskar. Endotoksin bakteri pada eskar dan mediator inflamasi yang terbentuk saat lisis eskar menyebabkan sepsis. Eksisi tangensial dini merupakan upaya menurunkan risiko sepsis melalui pembuangan eskar. Prokalsitonin (PCT) adalah penanda inflamasi yang baik pada sepsis yang akan menurun kadarnya dengan tatalaksana yang adekuat.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan eksisi dini dengan PCT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tindakan eksisi tangensial dini terhadap kadar PCT serum pasien luka bakar berat. Desain penelitian ini adalah analitik observasional pre and post intervention study. Besar sampel yang digunakan adalah empat puluh. Data PCT diambil dari data sekunder yaitu dari rekam medis kemudian dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Didapati perbedaan bermakna antara PCT sebelum operasi dengan PCT sesudah operasi (2,78 (0,09-50,62) vs 1,31 (0,02-83,14), p < 0,005).
ABSTRACT Burn trauma caused cell death with the formation of eschar. Bacteria endotoxins and inflammation mediators that are formed when eskar was lysis cause sepsis. Early tangential excision is the efforts to decrease the risk of sepsis by disposing the eschar. Procalcitonin (PCT) is a good biomarker of sepsis that will decreased with the proper treatment. Until now, there hasn?t been any research linked early excision with PCT. The aim of this research is to know the influence of early tangential excision to the level of PCT serum on severe burn patients. The study design was observational analytic pre and post interventional study. The sample size was forty. PCT data were taken from medical records then analyzed using the Wilcoxon test. There were significant differences between preoperative PCT to postoperative PCT (2.78 (0.09 to 50.62) vs 1.31 (0.02 to 83.14), respectively, p<0.005).;Burn trauma caused cell death with the formation of eschar. Bacteria endotoxins and inflammation mediators that are formed when eskar was lysis cause sepsis. Early tangential excision is the efforts to decrease the risk of sepsis by disposing the eschar. Procalcitonin (PCT) is a good biomarker of sepsis that will decreased with the proper treatment. Until now, there hasn?t been any research linked early excision with PCT. The aim of this research is to know the influence of early tangential excision to the level of PCT serum on severe burn patients. The study design was observational analytic pre and post interventional study. The sample size was forty. PCT data were taken from medical records then analyzed using the Wilcoxon test. There were significant differences between preoperative PCT to postoperative PCT (2.78 (0.09 to 50.62) vs 1.31 (0.02 to 83.14), respectively, p<0.005)., Burn trauma caused cell death with the formation of eschar. Bacteria endotoxins and inflammation mediators that are formed when eskar was lysis cause sepsis. Early tangential excision is the efforts to decrease the risk of sepsis by disposing the eschar. Procalcitonin (PCT) is a good biomarker of sepsis that will decreased with the proper treatment. Until now, there hasn’t been any research linked early excision with PCT. The aim of this research is to know the influence of early tangential excision to the level of PCT serum on severe burn patients. The study design was observational analytic pre and post interventional study. The sample size was forty. PCT data were taken from medical records then analyzed using the Wilcoxon test. There were significant differences between preoperative PCT to postoperative PCT (2.78 (0.09 to 50.62) vs 1.31 (0.02 to 83.14), respectively, p<0.005).]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Diana Christie
"Latar belakang : Luka bakar merupakan salah satu penyebab kecacatan sementara, permanen maupun kematian pada anak. Insiden dan kematian akibat luka bakar bervariasi di setiap negara dan dipengaruhi karakteristik luka bakar. Saat ini belum ada data yang mengungkap karakteristik, angka mortalitas serta menilai skor PELOD 2 pada anak dengan luka bakar di Indonesia. Pengenalan karakteristik, angka mortalitas dan penilaian skor PELOD dapat memengaruhi pencegahan dan tata laksana luka bakar yang lebih baik.
Tujuan : Mengetahui karakteristik dan angka mortalitas pasien anak dengan luka bakar yang dirawat di Unit Luka Bakar RSCM, serta mengetahui apakah skor PELOD 2 dapat digunakan untuk menilai keparahan luka bakar dan memprediksi mortalitas.
Metode : Penelitian retrospektif deskriptif berdasarkan data pasien anak yang dirawat dengan luka bakar yang tercatat di rekam medis sejak Januari 2012 - Januari 2017. Subyek penelitian dipilih secara total sampling.
Hasil : Subyek yang memenuhi kriteria penelitian yaitu 148 pasien. Sebagian besar subyek berusia 0-<4 tahun, jenis kelamin laki-laki, gizi baik, rujukan rumah sakit lain dan lokasi kejadian umumnya di rumah. Etiologi luka bakar terbanyak adalah air panas, dengan luas luka bakar <20%, kedalaman luka bakar derajat II. Angka mortalitas anak dengan luka bakar di RSCM adalah 20,3% dengan penyebab kematian sebagian besar sepsis (43,3%). Etiologi terbanyak subyek yang meninggal adalah api, luas luka bakar >40%, dan kedalaman luka bakar derajat II-III. Sebagian besar subyek yang meninggal memiliki skor PELOD 2 ≥ 10 dan mengalami trauma inhalasi.
Simpulan : Angka kematian anak dengan luka bakar di RSCM masih tinggi. Skor PELOD 2 dapat digunakan sebagai metode skrining awal untuk menilai berat ringannya kondisi pasien serta memprediksi mortalitas.

Background : Burn injury is one of the leading causes of temporary, permanent disability and death. Incidence and mortality of burns injury vary among different countries, and its affected by burns characteristic. Currently there is no data reported about characteristic, mortality rate and assessment of the performance PELOD score 2 in pediatric burn injury in Indonesia. Identification characteristic, mortality rate and PELOD score 2 assesment will influence the prevention and better management of burn injury.
Objective : To identify the characteristics and mortality rates of children with burn injury hopitalized in Burn Centre Cipto Mangunkusumo Hospital, and to assess whether the PELOD score 2 can be used for assessment of illness severity and predict mortality.
Methods : A descriptive retrospective study based on data of pediatric patients hospitalized with burns injury in medical records from January 2012 to January 2017. The subjects were selected in total sampling.
Results : Subjects who fullfill criteria are 148 patients. The greatest number of pediatric burns occured in the age group 0-<4 years old, most were boys, normal nutritional status, referral patients, and commonly occured in the patient’s home. Most etiology of burn injury were scalds, extent of burns < 20% total body surface area and second degree burns. The mortality rate of pediatric burn injury in Cipto Mangunkusumo Hospital is 20,3% and sepsis is the leading caused of death (43,3%). The etiology of most subject who died was fire, extent of burns > 40% total body surface and depth burn grade II-III. Most of the subjects who died had PELOD score-2 ≥10 and inhalation injury.
Conclusion : The mortality rate of children with burns in RSCM is still high. PELOD score-2 can be used as an initial screening method to assess the severity of the illness and predict mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: DepartemenKesehatan RI , 2003
610.73 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Dianasari
"ABSTRAK
Pengangguran merupakan masalah rumit yang muncul di banyak negara. Di Indonesia,
data terakhir (Sakernas 1994) menunjukkan angka pengangguran sejumlah 1,5 juta.
Dari angka tersebut, 6,25 persen di antaranya adalah pengangguran lulusan perguruan
tinggi. Setiap tahunnya, lulusan perguruan tinggi yang terpaksa menganggur mencapai
70.000 orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa gelar kesarjanaan yang
belum menjamin seseorang akan cepat mendapat pekerjaan. Kondisi menganggur
dapat menimbulkan tekanan atau stres. Stres, pada hakikatnya terdiri dari dua aspek,
yaitu sumber stres dan reaksi stres. Stres tidak akan muncul jika tidak ada sumber stres,
atau sebaliknya. Stres pada kondisi menganggur dapat muncul dari aspek-aspek atau
manfaat bekerja yang tidak dapat dinikmati oleh para penganggur.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hal-hal atau faktor-faktor apa saja yang dapat
menjadi sumber stres, serta bagaimana gambaran faktor-faktor sumber stres tersebut
pada sarjana penganggur di Jakarta dan sekitarnya. Secara lebih khusus, penelitian ini
juga mencoba melihat perbandingan antara pria dan wanita dalam gambaran
masing-masing faktor. Dari analisis faktor yang dilakukan berdasarkan data yang
terkumpul dari 102 sarjana penganggur pria dan wanita, ditemukan 8 (delapan) faktor
yang dianggap sebagai sumber stres oleh sarjana penganggur di perkotaan.
Faktor-faktor tersebut adalah Tekanan untuk memperoleh pekerjaan; Persaingan untuk
memperoleh pekerjaan; Perasaan negatif sebagai penganggur; Tekanan Finansial ;
Persepsi kemampuan diri; Proses pencarian pekerjaan; Perencanaan masa depan; dan Penerapan dan pengembangan ilmu. Kedelapan faktor tersebut dapat digolongkan ke
dalam dua bagian, yaitu sumber stres eksternal dan sumber stres internal. Dari
peringkat antar faktor, diketahui bahwa faktor tekanan untuk memperoleh pekerjaan
(sumber stres eksternal) dipandang sebagai faktor yang paling besar menimbulkan
stres, sedangkan faktor penerapan dan pengembangan ilmu (sumber stres internal)
dipandang sebagai faktor yang paling sedikit menimbulkan stres.
Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara pria dan wanita
dalam memandang tiga faktor, yaitu persaingan untuk memperoleh pekerjaan; perasaan
negatif sebagai penganggur; dan proses pencarian pekerjaan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Becker, Horowitz dan Campbell (1973) bahwa jenis kelamin merupakan
salah satu karakteristik individu yang membuat individu memandang sumber stres dan
mengalami intensitas stres yang berbeda. Hasil ini juga sesuai dengan riset Silverman,
Eicher dan Williams (1987) bahwa pria dan wanita memiliki pandangan yang berbeda
terhadap sumber stres yang dihadapi. Pada ketiga faktor tersebut, wanita memandang
ketiga faktor ini sebagai lebih menimbulkan stres dibanding pria.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk melakukan penelitian kualitatif dengan
metode wawancara mendalam untuk mengetahui dinamika masalah yang dihadapi dan
memperbanyak responden. Disarankan pula untuk menyempurnakan alat ukur yang
dipergunakan dalam penelitian. Sebaiknya penelitian serupa juga dilaksanakan pada
penganggur dari semua tingkat pendidikan, tidak hanya sarjana saja. Selain itu juga
diberikan beberapa saran praktis agar para sarjana penganggur tidak terganggu
penyesuaian dirinya, serta membantu diperolehnya pekerjaan yang diidamkan."
1996
S2395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Aditama
"Perkembangan dan perubahan di masyarakat beqalan begitu cepat. Dinamika kehidupan telah begitu kompleks dan mobilitas masyarakat pun sudah semakin tinggi. Hal ini menuntut kebutuhan akan peranan kepolisian yang juga semakin tinggi, sehingga peranan Polri dalam melaksanakan fungsi kepolisian menjadi bertambah penting. Pada kenyataannya di lapangan, berbagai respon masyarakat telah memperlihatkan adanya kesan yang negatif terhadap penampilan kerja anggota Polri. Misalnya, sikap anggota reserse yang ogah-ogahan dalam menuntaskan kasus, masih merupakan gambaran yang dipersepsi oleh masyarakat tentang polisi dewasa ini.
Penampilan kerja polisi yang mengecewakan tersebut salah satu asumsinya disebabkan oleh adanya gejala burnout yang timbul dikalangan anggota Polri. Gejala burnout ini terdiri atas kelelahan emosional, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment, yang dialami oleh individu yang bekerja memberikan pelayanan bagi orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran burnout pada anggota Polri secara umum. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Incidental sampling. Teknik ini tergolong non probability sampling. Sampel berjumlah sebanyak 100 orang anggota Polri berpangkat bintara yang bertugas di Jakarta. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Maslach Burnout Inventory (MBI). Untuk pengolahan data dilakukan teknik penghitungan nilai rata-rata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala burnout memang dialami oleh anggota Polri di Jakarta. Gejala burnout yang dialami oleh anggota Polri di Jakarta secara umum dirasakan setidaknya satu kali dalam enam bulan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>