Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Taufik Hidayat
"Bahan anti karat (pelindung organik) yang digunakan sebagai pelapis untuk melindungi bagian body kendaraan bermotor, dibuat dengan proses yang sederhana yaitu dengan memanaskan bitumen sampai titik leleh dan menambahkan filler (talk) dan pelarut (toluena) dalam jumlah tertentu. Proses di atas memiliki beberapa kekurangan seperti pemborosan material dan membahayakan pekerja oleh karena itu dilakukan perubahan proses. Pada proses baru bitumen tidak dipanaskan melainkan langsung dilarutkan baru kemudian filler (talk) dimasukan dan diadulc. Untuk mendapatkan karakteristik yang minimal sama dengan proses lama, dilalculcan dengan mengvariabel jumlah lallf. Untuk maksud pemasaran yang lebih luas, karalcteristik produk proses baru selaln dibandinglcan dengan produk proses lama (stahl kote) juga dibandingkan dengan produk impor (dunlop). Hasil penelitlan menunjukan bahwa perubahan proses tidak mempengaruhi daya lekat, pelepuhan dan pembentukan pin hole namun dapat menurunkan ketahanan korosi (meningkatkan lebar karaaj, yaitu dari 2,5 mm menjadi 3,5 mm (untuk waktu elcspose 48 jam) dan dari 6,5 mm menjadi 7 mm (untuk waktu ekspase 144 jam). Selain itu juga menurunlcan lcetahanan abrasi (menurunkan jumlah pasir yang dibutuhkan untuk mengikis I mils tebas, yaitu dari 0,13 liter/mikron menjadi 0,086 lirerv'mikron. Pengaruh penambahan talk pada komposisi pelindung organik yang ditelili, ternyata menurunlcan kerahanan korosi, abrasi dan pembentulcan pin hole namun tidak mempengaruhi daya lekat. Karakteristik produk impor (dunlop). seperti ketahanan korosl, abrasi dan pembentukan pin hole lebih bail: dari baik produk dengan proses lama maupun baru. Sedangkan untuk daya lekatnya relatif sama. Adapun pelepuhan yang lergfadi bukan sebagai pengaruh perubahan proses maupun penambahan talk, namun semata-rnata hanya karena adanya kehilangan daya lekat pelindung organik dengan permukaan logamnya pada beberapa bagian daerah tertentu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhito Jehian Naindraputra
"Kebutuhan bitumen sebagai bahan baku dalam pembuatan infrastuktur jalan sangat tinggi, limbah plastik multilayer dan limbah kertas lignin yang belum dimanfaatkan dengan baik adalah latar belakang penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh waktu pengadukan, penambahan komposisi plastik, dan penambahan lignin terhadap campuran bitumen. Variabel bebas yang digunakan adalah komposisi plastik 3%, 4%, dan 5%wt; waktu pengadukan 15, 30, dan 45 menit. Karakterisasi yang dilakukan adalah SEM, FTIR, TGA, dan Uji Sessile Drop. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan plastik multilayer sebagai filler mempengaruhi karakteristik campuran bitumen.

Bitumen needs as main components of asphalt was essential for developing infrastructure technology in Indonesia. Abandoned multilayer plastic and lignin waste are becoming the background of this research. The purpose of this study are to learn the effect of plastic multilayer and lignin addition, and the effect of mixing time variation. Plastic composition 3%, 4%, and 5% wt; mixing time 15, 30, 45 minutes are used as independent variables. Characterization of modified bitumen using SEM, FTIR, TGA, and Sessile Drop Test. The result if this study shows that plastik addition and variation of mixing time affect the characterization of modified bitumen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
" Tailing adalah material berukuran pasir yang merupakan produk sisa dari penambangan emas dan tembaga. Di Indonesia, jumlah tailing ini sudah terlampau banyak dan dirasakan mengganggu lingkungan. Beberapa penelitian yang menggunakan tailing sebagai pengganti parsial agregat untuk campuran beraspal telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan tailing sebagai asphalt expander (Bitumen Expanded Tailing, BET) dan untuk mengevaluasi kinerja campuran beraspal jenis Lataston yang menggunakan BET sebagai bahan pengikatnya. Dari studi ini disimpulkan bahwa kandungan tailing dalam aspal dapat berubah sifat rheologi aspal. Penggunaan 4% sampai 12% tailing dalam BET memberikan pengaruh positif pada titik lembek, titik nyala dan berat jenis aspal, tetapi memberikan pengaruh negatif pada nilai penetrasinya. Durabilitas BET yang baik terjadi pada penggunaan tailing sampai dengan 8%. Penggunaan BET sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal jenis Lataston menghasilkan campuran dengan sifat yang lebih baik dari pada campuran Lataston konvensional. BET yang mengandung 8% tailing menghasilkan parameter stabilitas Marshall, Marshall Quotient dan stabilitas sisa campuran Lataston yang paling baik. Dari sifat-sifat Marshall campuran Lataston, penggunaan tailing sebagai expanded
aspal memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bila digunakan sebagai pengganti parsial agregat.

Abstract
Tailing is a sand sized material, which is a waste product of gold and copper mining process. In Indonesia, a huge amount of tailing is an abundant material and has no widely used yet. Some previous
studies in related to applying the tailing as partial aggregate substitution in bituminous mix have been conducted by some researcher. This study tries to evaluate the use of tailing as an asphalt expander (Bitumen Expanded Tailing, BET) and to evaluated the
performance Lataston which use BET as a binder. This study concluded that adding the tailing in asphalt material will influence its rheology. Adding 4% to 12 % of tailing into asphalt give positive effect on softening point, flash point, and specific gravity of asphalt, but give negative effect on its penetration. From durability point of view
, additional of tailing up to 8% still give a good ductile properties of BET. Use of BET as a binder in Lataston asphaltic mixture produces a better Marshall properties than conventional one, and 8% tailing in BET is the best in term of Marshall Stability, Marshall Quotient and its retained stability. From the Marshall properties of Lataston, use of tailing as an asphalt expander is better compared as aggregate substitution."
[Fakultas Teknik UI, Institut Teknologi Bandung. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meyda Astria
"Produksi aspal dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan batuan Aspal Buton (Asbuton) yang ketersediannya sangat melimpah. Aspal dapat diproduksi dengan melarutkan CaCO3 (kalsium karbonat) yang merupakan komponen pengotor dominan dari Asbuton. Penelitian sebelumnya menggunakan berbagai asam sebagai pelarut. Akan tetapi, proses tersebut menghasilkan limbah yang tidak ramah lingkungan. Kalsium karbonat dapat larut dalam H2CO3. Kelarutan kalsium karbonat dalam larutan H2CO3 dapat ditingkatkan dengan penambahan MgCl2 karena larutan ini memiliki ion bervalensi dua yang dapat meningkatkan kekuatan ion. Kekuatan ion akan meningkatkan salinitas dan konstanta kelarutan CaCO3. Pelarutan CaCO3 dilakukan menggunakan autoclave dengan pemanas dan dibantu dengan sonikator. Variabel yang diukur adalah padatan karbonat yang terlarut dan massa jenis aspal serta pengurangan padatan kalsium karbonat dalam aspal menggunakan uji massa jenis dan uji FTIR. Hasil penelitian menunjukkan padatan kalsium karbonat terlarut pada kondisi optimum suhu 90 °C, tekanan 2 bar, laju alir gas CO2 0,4 l/menit, konsentrasi larutan garam 0,5 M dan waktu ekstraksi 80 menit. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa aspal yang terkandung adalah sebesar 57,5% dengan kandungan kalsium karbonat sebesar 27% dan massa jenis 1,26 g/ml.;

Bitumen Production can be increased by utilizing Buton Asphalt Rock (Asbuton) which is available as abundant source. Bitumen can be produced by dissolving CaCO3 (calcium carbonate) that is considered as impurity of Asbuton. In previous research, weak acid is used as solvent. Nevertheless, it produces non eco-friendly waste. Calcium carbonate is able to dissolve in H2CO3. Calcium carbonate solubility can be augmented by addition of MgCl2 solution because it has bivalent ion which can increase ionic strength. Ionic strength increased leads to augmentation of salinity and solubility constant of CaCO3. Calcium carbonate extraction is performed using autoclave, heater, and sonicator. Measured variable is percentage of dissolved carbonate and bitumen density. Degradation of carbonate group will be examined by FTIR test and density test. The result shows that calcium carbonate is dissolved at optimal condition: temperature 90 °C, pressure 2 bar, CO2 flow rate 0,4 liter/min, concentration of brine solution 0,5 M, and extraction time 80 minutes. Bitumen produced contains asphaltene and calcium carbonate 57,5% and 27% respectively with density 1,26 g/ml."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Technology of recycling can be implemented in the road maintenance program such as road rehablilitation or betterment project...."
JJJ 26 (1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia has imported asphlt from other countries to meet the need for road construction and annual maintenance. Mearwhile in Buton Island, Southeast Sulawesi Province, there is natural asphalt known asbuton that as been produced since 1926"
JJJ 25(2-3) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yayan Sopian
"Proses pembuatan bahan anti karat (undercoat yang digunakan sebagai pelapis untuk melindungi bagian bawah kendaraan bermotor, relatif sangat sederhana dan dapat dilakukan dalam perusahaan berskala kecil. Komponen yang diperlukan adalah aspal, talk sebagai filler dan solvent sebagai pelarut serta beberapa aditif untuk memperbaiki sifat tertentu. Karakteristik bahan anti karat yang menggunakan komponen di atas kurang baik yaitu tidak tahan terhadap temperatur oven (150-200°C) dan relatif mahal dibandingkan dengan sebagian produk yang ada dipasaran. Untuk mengatasi masalah itu maka digunakan Iimbah pelarut dari industri cat sebagai pelarut dan serbuk arang sebagai filler. Unluk mendapatkan karakteristik yang optimal dari kedua komponen tersebut maka divariabelkan komposisi serbuk arang dan aspal. Untuk membandingkan hasilnya maka digunakan produk sebelumnya yaitu Stahl Kote(SK) dan produk Iuar yaitu Dunlop (DL). Hasil penelitian memmjukkan bahwa ketahanan abrasi bahan anti karat yang baru (100gr aspal, 73gr arang) Iebih bagus (0,485 I/μ) daripada produk pembanding (SK=0,133 I/μ, DL=0,190 I/μ) dan daya Iekatnya (tape test) relatif sama (klasifikasi=5) serta ketahanan terhadap temperarur oven sangat bagus, juga ketahanan korosinya lebar karat) untuk komposisi 110gr aspal dan 73gr arang Iebih bagus dari Stahl Kore meskipun masih Iebih rendah dari Dunlop."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JJJ 25(2-3) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusra Yuliana
"ABSTRAK
Metode pemisahan antara pelarut dengan bitumen yang saat ini digunakan dalam industri aspal dari aspal alam menimbulkan banyak permasalahan sehingga perlu dikembangkan metode pemisahan yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan konsumsi energi yang rendah yaitu dengan menggunakan membran. Penelitian ini memisahkan kerosin dengan bitumen pada ekstraksi aspal alam menggunakan membran hollow fiber polipropilen. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kerosin dengan konsentrasi bitumen paling kecil sehingga kerosin dapat digunakan kembali sebagai pelarut. Penelitian ini dilakukan dengan 3 variasi, yaitu pressure drop, laju alir larutan dan volume pelarut. Perbedaan konsentrasi awal dengan konsentrasi bitumen di permeat yang terbesar yaitu sebesar 0,01197 gr/mL didapatkan pada rasio volume pelarut per berat bitumen yang paling kecil yaitu 60 mL/gr, sedangkan konsentrasi bitumen di permeat terkecil sebesar 0,0046 gr/mL didapatkan pada laju alir yang paling besar yaitu 300 mL/menit serta sebesar 0,0034 gr/mL pada pressure drop yang paling kecil yaitu 3 mmHg. Persamaan yang menyatakan hubungan volume pelarut dengan konsentrasi bitumen di permeat adalah , hubungan antara laju alir dengan konsentrasi bitumen di permeat adalah , hubungan antara pressure drop dengan konsentrasi bitumen di permeat adalah dengan Y adalah konsentrasi bitumen di permeat, X1 adalah volume pelarut, X2 adalah laju alir, dan X3 adalah pressure drop.

ABSTRACT
Method of separation between solvent with bitumen that is currently used in asphalt industry of natural asphalt raises many issues so more environmentally friendly separation method and uses low energy consumption need to be developed by using membrane. This study separates kerosene with bitumen on extraction of natural asphalt using polypropylene hollow fiber membranes. The purpose of this study is to get kerosene with a small concentration of bitumen so that kerosene can be reused as a solvent. This study was conducted with three variations, namely the pressure drop, flow rate and volume of the solvent. The largest differences of initial concentration and the bitumen concentration in permeate is equal to 0.01197 g/mL that obtained on the smallest solvent volume ratio by weight of bitumen of 60 mL/g, while the smallest bitumen concentration in permeate at 0.0046 g/mL was found in the greatest flow rate of 300 mL/min and at 0.0034 g/mL was found in the smallest pressure drop of 3 mmHg. The equation that expresses the relation of solvent volume ratio with bitumen concentration in the permeate is , the relation of flow rate with bitumen concentration in the permeate is , the relation of pressure drop with the bitumen in the permeate is with Y is bitumen concentration in permeate, X1 is the volume of solvent, X2 is the flow rate, and X3 is the pressure drop.
"
2015
S59896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>