Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryani Turnip
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25325
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I.G.N. Gde Dyksa Raka Putra
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marinc, Matej, auhtor
"This book shows that a special bank bankruptcy regime is desirable for the efficient restructuring and/or liquidation of distressed banks. It explores in detail both the principal features of corporate bankruptcy law and the specific characteristics of banks including the importance of public confidence, negative externalities of bank failures, fragmented regulatory framework, bank opaqueness, and the related asset-substitution problem and liquidity provision. "
Berlin: Springer, 2012
e20397425
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Pradana S. Paska
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S22646
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Naurah Humam Alkatiri
"Indonesia telah mengalami krisis keuangan terburuk pada tahun 1997/1999. Pemerintah terpaksa melakukan bail-out melalui penerbitan lebih dari Rp550 triliun obligasi untuk merestrukturisasi sistem perbankan nasional. Sejak itu, pemerintah menyadari bahwa resolusi bail-out bukanlah cara yang terbaik untuk menyelamatkan bank-bank yang gagal, terutama yang berdampak sistemik. Pada tahun 2016, pemerintah telah mengeluarkan metode resolusi baru yang menggunakan mekanisme bail-in yang diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Kehadiran UU PPKSK menandai era baru dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan di Indonesia. Menurut UU PPKSK, mekanisme bail-in akan menjadi prioritas utama dalam penanganan bank sistemik yang gagal, dimana rencana pemulihan untuk mengatasi permasalahan bank gagal akan mengutamakan menggunakan sumber daya dari bank itu sendiri, tanpa melibatkan Anggaran dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, permasalahan di atas menimbulkan rumusan masalah yaitu mengapa pemerintah mengganti skema bail-out dengan bail-in dalam menangani bank gagal dan apa implikasi dari substitusi tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, tipologi penelitiannya digolongkan sebagai deskriptif, eksplanatori, dan komparatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang meliputi sumber primer, sumber sekunder, dan sumber tersier. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian akan dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa konsep bail-out memiliki efek yang lebih merugikan daripada menyelesaikan permasalahan bank. Salah satu alasan utama mengapa penggunaan resolusi bail-out harus diminimalkan dan diganti dengan resolusi bail-in adalah Moral Hazard. Metode resolusi bail-out juga membebani anggaran negara. Di sisi lain, mekanisme bail-in yang dapat mengalokasikan kerugian yang disebabkan oleh bank kepada kreditur senior atau pemegang saham dan menghindari penggunaan anggaran negara, sehingga meminimalkan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan. Namun, Indonesia tetap menerapkan mekanisme bail-out melalui Penyertaan Modal Sementara tanpa mengikutsertakan pemegang saham atau dikenal juga sebagai Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK hanya menambah mekanisme baru yaitu bail-in, sehingga menambah kewenangan LPS dalam menyelesaikan bank gagal. Oleh karena itu, terdapat tambahan opsi resolusi namun tidak menggantikannya. Penulis mempunyai saran kepada Pemerintah Indonesia untuk menghapuskan mekanisme bail-out dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Open Bank Assistance. Bahkan Amerika Serikat telah menghapus opsi Open Bank Assistance sejak diberlakukannya Dodd-Frank Act pada tahun 2010.

Indonesia has experienced the worst financial crisis in 1997/1998. The government was forced to bail-out through the issuance of more that Rp550 trillion in bonds to restructure the national banking system. Since then, the government has come to realization that that bail-out resolution is not the best way to save failing banks, especially banks with systemic impacts. On 2016, the government had introduce a new resolution methods using the bail-in mechanism which is regulated under the Financial System Crisis Prevention and Management Act (UU PPKSK). The presence of the UU PPKSK also marks a new era in the prevention and handling of financial system crises in Indonesia. According to UU PPKSK, the bail-in mechanism is a top priority in dealing with failed systemic banks. That means, the recovery plan to overcome the problem of failed banks with financial difficulties will be carried out by involving the bank's own resources, without involving the State Budget and Expenditure (APBN). Hence, the aforementioned issues gives rise to the following research questions that will be discussed within this thesis, namely why did the government substitute the bail-out with bail-in mechanism in managing bank failure and what are the implications from the substitution. The research type used in this thesis is juridical-normative research, the research typology can be classified as descriptive, explanatory, and comparative. This research utilizes secondary data which encompasses primary sources, secondary sources, and tertiary sources. The data obtained in this research will then be analysed through qualitative approach. All in all, it can be concluded that the bail-out concept has more of an adverse effect rather than resolving the troubled bank. One of the primary reason why the use of bail-out resolution should be minimized and replaced with the bail-in resolution is Moral Hazard. Bail-out also burden the state’s budget. On the other hand, the new bail-in mechanism can allocate losses caused by the banks to senior creditors or shareholders and avoid the use of the state’s budget, hence minimizing its impact on the financial system stability. However, Indonesia still implement bail-out mechanism through Temporary Equity Participation (PMS) without involving the shareholders or also known as Open Bank Assistance (OBA). UU PPKSK only add new mechanism which is bail-in, thus this adds the authority of LPS in resolving failing banks. So there are additional resolution option but it does not replace it. The author would like to recommend to the Indonesian Government to abolish the bail-out mechanism from the laws and regulations in Indonesia, which is Open Bank Assistance (OBA). Even the United States of America has eradicate the Open Bank Assistance option since the enactment of the Dodd- Frank Act in 2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Tuaman
"Pencabutan izin usaha suatu bank merupakan salah satu wujud fungsi dari Bank Indonesia dalam rangka pembinaan dan pengawasan perbankan guna memelihara sistem perbankan yang sehat. Dalam penelitian ini, penulis meneliti bagaimana fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai akhirnya mengambil tindakan pencabutan izin usaha BDB. Jika memang BI telah melakukan upaya-upaya tertentu yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengapa justru MA memutuskan untuk membatalkan pencabutan izin usaha Bank Dagang Bali. Selain itu, perlu juga dicermati bagaimana dampak putusan MA tersebut terhadap BI, Bank BDB dan Tim Likuidasi yang sudah bekerja berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat yuridis-normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan-bahan kepustakaan yang didukung halis wawancara dengan narasumber terkait. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa Pencabutan izin usaha Bank Dagang Bali melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.6/7/KEP-GBI/2004 tanggal 8 April 2004 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada, dimana pencabutan izin usaha dilakukan setelah upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan dengan menempatkan Bank Dagang Bali dalam pengawasan intensif kemudian pengawasan khusus tidak berhasil menyelamatkan bank tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S24659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Dwi Purwanto
"Penyelamatan PT Bank Century Tbk oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menimbulkan konsekuensi hukum pengambilalihan kepemilikan Bank Century oleh LPS sebagaimana diatur Pasal 40 huruf a jo. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS), masih menyisakan berbagai permasalahan baik dari aspek politik maupun hukum. Dari aspek politik, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menggunakan hak angket untuk melakukan penyelidikan terkait proses penyelamatan Bank Century yang menyimpulkan bahwa telah terjadi penyalahgunaan oleh berbagai otoritas yang terkait dengan proses penanganan Bank Century. Dari aspek hukum, proses penyelamatan Bank Century telah dipersoalkan oleh mantan pemegang saham Bank Century melalui forum arbitrase pada International Centre for Settlement of Investment Disputes sebagai perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan kewajiban Pemerintah Republik Indonesia mengenai expropriation sebagaimana diatur dalam Bilateral Investment Treaty antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Inggris.
Bahwa penyelamatan Bank Century oleh LPS tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum pelaksanaan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan JPSK, dengan resolusi bank sebagai salah satu pilarnya, merupakan instrumen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Dalam perspektif JPSK, penyelamatan Bank Century merupakan bentuk pelaksanaan tugas resolusi bank yang dimandatkan oleh UU LPS, yaitu sebagai bentuk intervensi otoritas publik dalam mengatasi dampak sistemik yang disebabkan oleh permasalahan suatu bank guna meminimalisir dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Resolusi bank pada dasarnya merupakan mekanisme extra judicial yang khusus diberlakukan bagi penanganan bank bermasalah dengan pertimbangan untuk menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat penyimpan dana terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Mengingat karakteristik pelaksanaan tugas resolusi bank maka penyelamatan Bank Century oleh LPS tidak dapat dipersamakan dengan tindakan nasionalisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maupun sebagai tindakan expropriation sebagaimana dimaksud dalam Bilateral Investment Treaty. Pemahaman akan pelaksanaan tugas resolusi bank menjadi penting artinya dalam memperkuat justifikasi dari aspek hukum terhadap tindakan penyelamatan terhadap Bank Century yang dilakukan oleh LPS.

The bailout of PT Bank Century Tbk by the Indonesia Deposit Insurance Corporation (IDIC) which have caused the legal consequence of the ownership takeover of Bank Century by IDIC as regulated under Article 40 letter (a) jo. Article 41 paragraph (1) of the Law Number 24 of 2004 regarding Indonesia Deposit Insurance Corporation (IDIC Law), still leaves numerous matters on both legal and political aspects. From the political aspect, the House of Representatives of the Republic of Indonesia (DPR-RI) has used its right of inquiry to conduct an investigation on the Bank Century bailout process which concluded that there has been an abuse by authorities related to the Bank Century management process. From the legal aspect, the Bank Century bailout process has been questioned by Bank Century’s former shareholders through arbitration in the International Centre for Settlement Investment Disputes as a tort which is contrary to the obligation of the Government of the Republic of Indonesia regarding expropriation as stated in the Bilateral Investment Treaty between the Government of the Republic Indonesia and the English Royal Government.
The bailout of Bank Century by the IDIC can not be separated from the legal framework of the implementation of Financial System Safety Net (JPSK) intended to safeguard the financial system stability. The implementation of JPSK, with bank resolution as one of its pillars, is an important instrument in safeguarding the financial system stability. Under the perspective of JPSK, the bailout of Bank Century by IDIC through Temporary Capital Participation is a form of performance of bank resolution tasks mandated in the IDIC Law, as a form of public authority intervention in managing a systemic impact caused by problems of a bank to minimize the damage that may arise to the stability of the financial system and the economy comprehensively. In principle, bank resolution is an extra judicial mechanism specifically applied for the management of troubled banks in considerations to preserve and maintain the trust of depositing customers to the banking system comprehensively. Considering the characteristics of the implementation of bank resolution task, the bailout of Bank Century by the IDIC can not be equated with act of nationalization or expropriation of property rights referred to in the Law Number 25 of 2007 regarding Capital Investment nor as an act of expropriation as intended in the Bilateral Investment Treaty. The understanding of the implementation of bank resolution tasks become important in strengthening the justification of the legal aspects on the actions of the Bank Century bailout conducted by the IDIC.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library