Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johny Wijaya
"Zeolit merupakan zat yang memiliki sifat sejenis dengan LiCl dan silica gel dalam hal kemampuannya menyerap kandungan uap air dari udara yang hendak dikondisikan. Sudah sejak lama zeolit digunakan iintuk proses katalisis reaksireaksi kimia dalam dunia industri, namun sedikit diantara para ilmuwan yang mengembangkan zeolit untuk keperluan pengeringan (dehumidifikasi). Mengingat zeolit mudah didapat dan mempunyai harga yang relatif terjangkau, maka zeolit memungkinkan untuk bisa dijadikan satu alternatif pengganti LiCl dan silica gel, khususnya untuk aplikasi dehumidifikasi dalam dunia industri.
Penelitian ini dititikberatkan pada pencarian pengaruh modifikasi zeolit alam lampung dengan aktivasi melalui dealuminasi HF 3% dan NH4CI serta kalsinasi sebesar 120°C terhadap kiin-a karakteristik-e'c/z//7/7^/72//?? iiwisiure con(enl-nydi pada temperatur ruangan (25°C) dengan laju aliran fluida 1,2 m/s berbagai variasi kelembaban relatif, dibandingkan dengan zeolit alam lampung referensi (Indratama, 2001) dengan kalsinasi hingga 180°C tanpa proses dealuminasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan zeolit referensi, zeolit dengan penambahan HF 3% tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan zeolit dalam hal penyerapan kandungan uap air udara, hal mi terlihat dari lebih rendahnya kandungan uap air kesetimbangan dari zeolit ini dengan perbedaan yang teijadi hingga 0,0124 g uap air/g zeolit kering pada RH 56,8925 %. Selain itu, kecepatan penyerapan dari zeolit dengan penambahan NH4CI lebih rendah daripada zeolit referensi, untuk tiap kelembaban relatif yang sama dengan selisih hingga 4,75 jam pada RH 47,54 %. Ini berarti bahwa kalsinasi zeolit dengan temperatur yang lebih tinggi (180''C) pada saat preparasinya akan menaikkan kapasitas adsorbsi zeolit yang lebih baik diandin^kan dengan dealuminasi yang disertai kalsinasi dengan temperatur 120''C. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S37074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liovicinie Andarini
"Formalin pada kadaver dapat menimbulkan masalah bagi sekitarnya, salah satunya memperlambat proses dekomposisi saat kadaver dikuburkan, sehingga perlu dilakukan penetralan. Salah satu senyawa yang dapat digunakan adalah ammonium klorida. Oleh karena itu, penelitian ini akan membandingkan kemampuan penetralan berbagai persentase larutan ammonium klorida terhadap formalin 4%. Penelitian ini menggunakan 18 ekor mencit (Mus musculus), dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu mencit yang diawetkan dengan formalin 4%, mencit yang diawetkan dan diberikan penetral ammonium klorida 20%, dan mencit yang diawetkan dan diberikan penetral ammonium klorida 40%. Mencit kemudian dikebumikan selama 5 minggu dan dinilai tingkat dekomposisinya. Proses dekomposisi kelompok formalin 4% lebih cepat dibandingkan kelompok ammonium klorida 20% dan 40%. Tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok ammonium klorida 20% dan 40%. Peneliti menduga karena adanya pembentukan resin urea-formalin, serta pH tanah yang rendah juga menghambat perkembangan bakteri. Setelah itu, tidak dilakukan pengukuran kadar formalin di dalam jaringan sehingga masih ada kemungkinan terdapat formalin yang belum dinetralkan pada kelompok ammonium klorida 20% dan 40%, membuat tidak ada perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Proses dekomposisi tungkai mencit yang diawetkan dengan formalin 4% lebih cepat dibandingkan yang dinetralkan dengan ammonium klorida. Tidak ada perbedaan antara proses dekomposisi antara tungkai mencit yang dinetralkan dengan ammonium klorida 20% dan 40%.

Formaldehyde in cadavers can cause many problems to the environment, one of them is by decreasing the decomposition rate when cadavers were buried, hence needed to be neutralized. One of the ways is by using ammonium chloride. This study aims to compare between different neutralizing ammonium chloride concentrations on the decomposition of preserved hindlimb of mice. This study uses 18 mice (Mus musculus) divided into three study groups, which is mice that is preserved with 4% formaldehyde, mice that is preserved and neutralized by 20% ammonium chloride, and mice that is preserved and neutralized by 40% ammonium chloride. Afterwards, the mice will be buried for 5 weeks and evaluated by the decomposition. The decomposition of 4% formaldehyde group is faster than 20% and 40% ammonium chloride group. There is no significant difference between 20% and 40% ammonium chloride group. Researcher suspects that this is due to the formation of urea-formaldehyde resin, and low soil pH that inhibits bacterial growth. Other than that, formaldehyde levels in the tissue of the mice are not measured, so there is still a possibility that the formaldehyde has not been neutralized, causing no difference between the two groups. Decomposition process of hindlimb that is preserved by 4% formaldehyde is faster than hindlimb that is preserved and neutralized by ammonium chloride. There is no significant difference between decomposition process of preserved hindlimb that is neutralized by 20% and 40% ammonium chloride."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaban, Agus Paul Setiawan
"Penelitian berbasis pengembangan green corrosion inhibitor mengalami banyak kemajuan terutama menggunakan bahan organik. Namun penggunaan inhibitor yang diperoleh dengan teknik pirolisis dan kondensasi untuk memperoleh uap cair dari sekam padi belum tereksplorasi. Dalam penelitian ini, unjuk kerja inhibitor sekam padi akan diujicoba di beberapa lingkungan yang relevan dengan kebutuhan industry minyak dan gas yaitu di lingkungan asam dalam hal ini HCl 1M dan potensi penggunaan di industri kilang NH4Cl 7,5 % (0,14 M). Validasi hasil eksperimen unjuk kerja inhibitor dengan menggunakan kecerdasan buatan dilakukan sedangkan potensi penggunaan inhibitor secara ekonomi akan disimulasikan. Pengujian menggunakan Potentiodynamic dan Electrochemical Impedance Spectroscopy dilakukan sebagai hasil identifikasi senyawa yang berkontribusi pada proses inhibisi menggunakan FTIR. Sedangkan perubahan permukaan menggunakan SEM, AFM, dan Contact Angle dilakukan. Efisiensi inhibisi sekam padi di lingkungan asam, dan NH4Cl mencapai 99,82%, dan 96,41%. Hasil pengujian gugus fungsi senyawa furan, fenol, silika, benzena, dan heteroatom menjadi senyawa yang dominan berperan dalam proses adsorpsi secara kimia. Sekam padi berperan sebagai inhibitor anodik baik disemua lingkungan dan menjadi barrier untuk memutuskan hubungan antara lingkungan dengan logam. Pemodelan dengan Deep Learning menunjukkan bahwa lapisan film berevolusi di berbagai arah logam dengan bentuk lingkaran dengan ukuran partikel 100-200 μm dimana akurasi prediksi evolusi film untuk kupon tanpa inhibitor adalah 66,67% lebih kecil dari nilai dengan inhibitor yaitu 81,08%. Hasil pemodelan mengkonfirmasi hasil eksperimen dan dapat digunakan untuk memprediksi unjuk kerja inhibitor dengan menggunakan AI. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model penggunaan limbah sekam padi sebagai inhibitor dan berkontribusi mengembangkan kecerdasan buatan untuk membantu memvalidasi hasil eksperimen secara cepat dengan keakuratan yang tinggi.

This work models the development of green corrosion inhibitors using organic compounds which have been rapidly rocketed. Despite the massive growth, the uniqueness of the research dwells in the pyrolysis and condensation technique that remains in siloes. The research paves the way to showcase the inhibition performance of rice husk ash as a green corrosion inhibitor and is tested in several environments, such as HCl 1M and refinery process of NH4Cl 7,5 % (0,14 M). The implementation of artificial intelligence validates the experimental outcomes, while economic utilization is evaluated when industrial scaling up is made available. Potentiodynamic and electrochemical impedance spectroscopy are implemented to test the corrosion resistance of the inhibitor. The FTIR and UV-Vis were conducted to unveil the ultimate content of the inhibitor during the inhibition process. Surface modification evaluation was carried out through SEM and AFM and validated by Contact Angle measurement. Inhibition efficiency shows a remarkable result to reach 99.82% and 96.41% when immersed with 80 ppm and 7,5 ppm inhibitor solution. Furan, Phenolic, Silika, Aromatic Benzena and their heteroatoms are among the dominant functional groups involved in chemical adsorption. Rice husk ash inhibitor shows a mix-type inhibitor that is anodic pre-dominant in dismissing the substrate from the environment. The deep learning model shows the evolution of passive film occurs in numerous sites on the surface of the metal with a spherical shape and 100-200 μm particle size. The accuracy of prediction stands at 66.67% for the uninhibited system, which is less than that of the inhibited system, which is at 81.08%. The modelling result paves the way for the showcase of the evolution of passive film using artificial intelligence and the validation of experimental results with high accuracy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library