Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bobby Sugiharto
"ABSTRAK
Pendahuluan: Condyloma acuminata CA merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus yang paling sering di dunia dengan angka rekurensi tinggi, dapat mencapai 70 . CA perianal merupakan CA yang paling sering rekuren yaitu 30,23 . Tingginya rekurensi CA perianal berhubungan dengan beberapa faktor yang hingga kini di RSCM belum pernah di teliti.Metode: Dilakukan studicross sectionalmelibatkan 48 subjek dengan CA perianal yang ditatalaksana di Departemen Bedah RSCM periode 1 Januari 2010-30 Juni 2015.Usia, lokasi CA, tatalaksana, Infeksi HIV dan perilaku seksual merupakan variabel yang diteliti. Data di kumpulkan dari rekam medis dan wawancara, diolah dan dianalisis secara statistik. Variabel tersebut dinyatakan mempunyai hubungan bermakna jika p

ABSTRACT<>br>
Introductions Condyloma acuminata CA is the most common sexually transmitted disease caused by HPV with high recurrence rate, until 70 . Several factors that contribute to the recurrence of condyloma acuminata should be avoided. The relationship between age, location, previous treatment, HIV infection and sexual behavior with the incidence of perianalCA recurrence still unknown.Methods A cross sectional study was conducted. Forty eight patients with known history of condyloma acuminata from digestive surgery polyclinic and ward from 1 January 2010 to 30 June 2015 was called and asked about age, location, previous treatment, HIV infection and sexual behaviorthat would be associated with CA recurrence.Data then analyzed with Chi square.Results and Disscussions Only age has a significant correlation with CA recurrence OR 5,83 95 CI 1,66 20,56 P 0,008 , while location, previous treatment, CD4 count, and sexual behavior do not have significant correlation with CA recurrence. CA recurrence was higher in reproductive age compared to non reproductive age. However, previous anal CA and high risk sexual behavior have higher risk of recurrence than previous non anal CA and low risk sexual behavior OR 1,89 and 2,14, respectively .Conclusion There was a significant correlation between age and CA recurrence, but not with previous location, treatment, CD4 count and sexual behavior.Anal CA has 1.89 times risk and high risk sexual behavior has 2.14 times more likely to experience a recurrence."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Indriati
"Remaja memiliki berbagai risiko masalah terkait kesehatan seksual dan reproduksi. Komunikasi efektif antara Ibu dengan remaja puteri dibutuhkan dalam mencegah perilaku seksual yang tidak sesuai pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman ibu dalam berkomunikasi tentang seksualitas dengan remaja putri. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif dengan sampel berjumlah 10 orang yang merupakan ibu kandung dari siswa SLTP berusia 13-15 tahun. Sampel diambil dengan tehnik snowball sampling dan semuanya bertempat tinggal di Cibubur, Jakarta Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2022 selama satu bulan. Analisa dilakukan dengan metode tematik. Hasil penelitian didapat setelah melakukan deep interview dan dianalisa menjadi empat tema mengenai pengalaman ibu dalam berkomunikasi tentang seksualitas dengan remaja puteri. Empat tema tersebut diantaranya 1)Seksualitas itu bahasan yang penting namun hal yang tabu dibicarakan dengan anak, 2)Variasi topik yang dibicarakan terkait seksualitas beraneka ragam, 3)Melakukan komunikasi tentang seksualitas dengan mengacu pada sumber informasi dari diri sendiri dan dari lingkungan, 4)Mengalami berbagai kesulitan untuk melakukan komunikasi tentang seksualitas. Simpulan penelitian bahwa hambatan dalam berkomunikasi mengenai seksualitas adalah pandangan tabu dan kurangnya kemampuan komunikasi Ibu, sehingga perlu dilakukan pendekatan dengan menyampaikan informasi terkait kesehatan seksual dan reproduktif kepada Ibu untuk membuka pikiran dan memaksimalkan peran Ibu.

Adolescent has various problems and risk related to sexual and reproductive health. Effective communication between mother and adolescent is needed to prevent inappropriate sexual behavior by the adolescent. This study aims to understand the experience of mothers in communicating about sexuality with adolescent girls. The research method was carried out using a descriptive qualitative research design with a sample of 10 people who are biological mothers of Junior High School students aged 13-15 years old. Sample were taken using the snowball sampling technique and all of them were resided in Cibubur, East Jakarta. Research is carried out in June 2022. The research analyzing using thematic method. Research result that were obtained after conducting deep interviews and analysis were found to be four themes regarding the experiences of mother communicating about sexuality with adolescent. The four themes incude 1) Sex is an important topic but a taboo subject to discuss with adolescents. 2)Various topics discussed related to adolescent sexuality 3)Sexual communication by referring to source information from oneself and the environment 4) Having various difficulties to communicate about sexuality. In conclution, the obstacle in communicating about sexuality is taboo and lack of communication skill so it is necessary for nurse to approach by conveying information related to sexual and reproductive health to open mothers mind and maximize her role."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Desya Maharani
"Skripsi ini membahas implementasi dari pelayanan sosial yang diberikan oleh Yayasan Peduli Anak dalam rangka berpartisipasi mengupayakan pemenuhan hak anak terlantar. Penelitian ini didasari karena tingginya jumlah anak terlantar, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana informan yang dipilih didasarkan pada kriteria tertentu, dalam hal ini informan pada penelitian ini adalah pengurus dan pelaksana layanan serta penerima manfaat yang merupakaan binaan dari lembaga. Adapun jumlah informan yang diteliti adalah 13 orang. Kemudian, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi dokumen, wawancara mendalam, dan observasi. Setelah pengumpulan data, proses kategorisasi dilakukan dalam rangka melakukan analisis pada data, proses tersebut diantaranya berupa open coding, axial coding, dan selective coding. Hasil dari penelitian ini menggambarkan layanan yang diberikan oleh lembaga, yaitu layanan pengasuhan seperti keluarga yang diberikan di dalam lembaga, layanan pendidikan akademik dan non-akademik, serta layanan kesehatan. Target sasaran dari pemberian layanan adalah anak terlantar, anak jalanan, dan anak korban kekerasan, namun saat ini target sasaran didominasi oleh anak terlantar. Lembaga menyelenggarakan layanan dengan tujuan untuk memperjuangkan hak anak dan mencegah kasus pernikahan dini yang kerap terjadi di Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian, melalui upaya pemberian layanan tersebut, lembaga telah mengupayakan pemenuhan 10 hak anak terlantar yang merupakan penerima manfaat pada lembaga. Hak tersebut diantaranya adalah hak atas nama dan status kebangsaan, hak atas persamaan dan non-diskriminasi, hak atas perlindungan, hak pendidikan, hak bermain dan berekreasi, hak makanan, hak kesehatan, dan hak berpartisipasi dalam pembangunan. Namun dalam pengimplementasian layanan sosial yang diselenggarakan oleh lembaga, terdapat beberapa hak anak yang belum dapat terpenuhi secara maksimal, diantaranya adalah hak persamaan dan non-diskriminasi khususnya dalam hal pemberian layanan pada ABK, hak kesehatan khususnya kesehatan mental, dan hak berpartisipasi dalam pembangunan khususnya kesempatan bagi penerima manfaat dalam berpartisipasi pada kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh pihak desa dimana lembaga berada. Lembaga dalam meneyelenggarakan layanan yang juga ditujukan sebagai pemenuhan hak anak terlantar telah mengedepankan prinsip yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak, prinsip tersebut diantaranya prinsip non-diskriminasi, prinsip yang terbaik bagi anak, prinsip atas hak (hidup, kelangsungan, dan perkembangan), serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak.

The focus of this study is implementation of social services provided by Peduli Anak Foundation in order to participate in seeking the fulfillment of the rights of neglected children. This study was conducted due to high number of neglected children, especially in West Nusa Tenggara. Afterward, this study used a qualitative approach with a descriptive type of research. The selection of informants was carried out by using a purposive sampling technique, selected informants were based on certain criteria, the informants in this study were management and service implementers, also beneficiaries who were assisted by the institution. The number of researched informants were 13 people. The data collected by using document study, in-depth interview, and observation. After the data collected, several categorization processes were carried out in order to analyze the data, the processes include open coding, axial coding, and selective coding. The results of this study describe the services provided by the institution, namely Family-like Care services that given in the institution, academic and non-academic education services, and health services. Target of these services are neglected children, street children, and children who are victims of violence, but currently the target are dominated by neglected children. Services that provided by the institution aim to promote children’s rights and prevent cases of early marriage that often occur in West Nusa Tenggara. Through these efforts, the institution had sought to fulfill the 10 rights of neglected children. The rights that are fulfilled include the right of name and national status, the right ef equality and non-discrimination, the right of protection, the right of education, the right of play and recreation, the right of food, the right of health, and the right of participate in development. However, in the implementation of social services that provided by institution, there are several rights that have not been fully fulfilled, including the right of equality and non-discrimination especially in terms of provide services to children with special needs, the right of health especially for mental health, and the right of participate in development especially opportuinities for beneficiaries to participate in social activities that organized by the village where the institution’s located. Institutions in providing services that are also intended to fulfill the rights of neglected children have put forward the principle contained in the Convention on the Rights of the Child, these principles include the principle of non-discrimination, principle of the best interest of child, principle of the rights to life, survival, and development, also principle respect for the views of the child."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Achir Yani S. Hamid
"ABSTRAK
Di Amerika, angka kejadian penganiayaan dan penelantaran anak yang dilaporkan oleh NCCAN (National Center for Child Abuse and Neglect) berkisar dari 1 sampai 6 juta kasus per tahun (Clunn, 1991). Tujuh puiuh empat persen dari anak yang teraniaya dan terlantar tersebut adalah anak anak pra-sekolah yang berusia balita.
Angka kejadian penganiayaan dan penelantaran anak di Indonesia belum diketahui secara jelas, tetapi dengan dimasukkannya permasaiahan ini dalam Buku Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja, berarti masalah penganiayaan dan penelantaran anak mendapat perhatian khusus.
Penganiayaan terhadap anak tidak saja berupa penganiayaan fisik, tetapi juga penganiayaan dan penelantaran emosional, verbal, dan seksual. Campbell dan Humphreys (1984) mendefinisikan anak teraniaya sebagai setiap tindakan yang mencelakakan atau dapat mencelakakan kesehatan dan kesejahteraan anak yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak tersebut.
Perawat berperan penting dalam mengidentifikasi dan menemukan kasus anak teraniaya dan terlantar, terutama pada saat pengkajian keperawatan. Sering kali perawat tidak percaya bahwa ada orang tua yang sampai hati mencelakakan anak kecil yang tak berdaya. Kegiatan keperawatan yang diarahkan pada pencegahan terjadinya penganiayaan melalui pendidikan kesehatan jiwa pada orang tua. merupakan hal yang perlu digalakkan.
Asuhan keperawatan akan menjadi fokus utama pembahasan dalam makalah ini, setelah terlebih dulu menjelaskan mengenai pendekatan teoritis (karakteristik dan dinamika korban penganiayaan, karakteristik dan dinamika penganiaya, serta dinamika keluarga)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 1994
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Finkelher, David
"ynopsis
...an important book...As in all his work, Finkelhor proceeds in a careful analytical way, sorting through explanations, advancing helpful classification systems and making good use of empirical evidence where it exists...[He is] a stimulating theorist and policy analyst. Finkelhor has challenged specialists in a way which will hopefully lead to productive and practically important scholarship. Northwest Institute for Children and Families ...a must read book. The Lancet"
New York, NY: Oxford University Press, 2014
362.880 FIN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Stefany
"Orang tua diberikan hak dan kewajiban untuk mendidik anaknya oleh negara yang diatur dalam undang-undang. Salah satu cara mendidik anak yang kerap menuai pro dan kontra adalah mendidik anak dengan menggunakan hukuman fisik. Walaupun cara mendidik ini menuai perdebatan di beberapa kalangan, pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak masih banyak digunakan di Indonesia dan terkesan
telah membudaya. Beberapa negara melarang secara tegas mengenai pemberian hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak karena dinilai sama dengan melakukan kekerasan terhadap anak. Beberapa penelitian tentang hukuman fisik pada anak sampai
pada kesimpulan bahwa pemberian hukuman fisik dapat membawa dampak negatif terhadap perkembangan anak. Penelitian ini mengkaji mengenai keberlakuan penerapan hak mendidik terkait hukuman fisik terhadap anak pada perkara KDRT dalam Putusan No. 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, yaitu dengan mengkaji data sekunder. Penelitian ini juga menggunakan data primer sebagai pendukung data sekunder yang diteliti. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan fakta bahwa, pertama, hak mendidik sebagai alasan penghapus pidana di luar undang-undang masih berlaku dalam peradilan pidana Indonesia sebagaimana terdapat Putusan MA No. 2024 K/Pid.Sus/2009 dan belum ada peraturan perundang-undangan terkait yang melarang secara tegas mengenai hal ini. Kedua, budaya penggunaan hukuman fisik sebagai salah satu cara untuk mendidik anak sebagai bentuk dari hak mendidik nyatanya masih terjadi pada kehidupan masyarakat sekarang walaupun menuai perdebatan dalam penggunaannya karena dinilai berdampak negatif terhadap perkembangan anak. Ketiga, Majelis Hakim yang memutus Putusan No.
115/Pid.Sus/2021/PN Dpk dan Putusan No. 336/Pid.Sus/2020/PN Plk dalam pertimbangannya menyatakan bahwa pemberian hukuman fisik merupakan salah satu bentuk kekerasan.

Parents are given rights and obligations to educate their children by the state which are regulated in law. One way to educate children that often reaps pros and cons is educating children using corporal punishment. Although this educating method has sparked some debate on its use, the usage of corporal punishment as a way of educating children is still widely used in Indonesia and has become a culture. Several research that has been conducted about the usage of corporal punishment as a way to educate children have come to conclusion that the usage of corporal punishment is considered to have a negative impact on children's development. This qualitative research examines the applicability of the right to educate related to corporal punishment against children in cases of domestic violence in District Court Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Number: 336/Pid. Sus/2020/PN Plk using the juridical-normative writing methods by examining secondary data supported by primary data. Based on the research, it is found that, first. The right to educate as a reason for eliminating crimes outside the law is still valid in the Indonesian criminal justice system as contained in the Supreme Court’s Decision No. 2024 K/Pid.Sus/2009 and there are no related laws and regulations which explicitly prohibit this matter. Second, the culture of using corporal punishment as a way to educate children as a form of the right to educate in fact still happens today even though it has drawn debate because it is considered to have a negative impact on children's
development. Third, the District Court’s Panel of Judges who decided on Decision Number: 115/Pid.Sus/2021/PN Dpk and Decision Number: 336/Pid.Sus/2020/PN Plk in its consideration stated that corporal punishment is a form of violence.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friedrich, William N.
London: Sage, 2001
618.92 FRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>