Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dara Awalia Absyarina
"Penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diperlukan pada awal kehidupan pernikahan. Beberapa contoh kebiasaan yang berbeda antara pasangan, masalah seksual, kehadiran anak-anak dan keterlibatan orang tua juga bisa menjadi konflik yang membutuhkan penyesuaian dengan pasangan. Ada perbedaan dalam proses memilih jodoh sebelum menikah, perbedaan dalam hal-hal yang dianggap penting dalam pernikahan, diduga dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan dengan individu yang menikah dengan cinta perkawinan dan individu yang menikah dengan ta'aruf (diatur menikah).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penyesuaian perkawinan antara individu yang menikah dengan pernikahan cinta dan individu yang menikah dengan ta'aruf (perjodohan). Peserta adalah 155 orang yang menikah dengan ta'aruf dan 153 orang yang menikah dengan cinta pernikahan. Uji t sampel independen menunjukkan ada perbedaan yang signifikan penyesuaian pernikahan antara individu yang menikah dengan ta'aruf (M = 128,57, SE = 1,450) dan individu yang menikah dengan pernikahan cinta (M = 122,98, SE = 1,616) dengan t (289) = -2.576, p <0,05, d = 0,45. Tetapi hasilnya juga menunjukkan bahwa kedua kelompok menunjukkan skor rata-rata yang cukup tinggi.

Research shows that adjustments are needed early in married life. Some examples of different habits between partners, sexual problems, the presence of children and parental involvement can also be conflicts that require adjustment to a partner. There are differences in the process of choosing a mate before marriage, differences in things that are considered important in marriage, allegedly can affect marital adjustment with individuals who are married to marital love and individuals who are married to ta'aruf (arranged marriage).
The purpose of this study is to compare marital adjustments between individuals who are married with a love marriage and individuals who are married to ta'aruf (matchmaking). Participants were 155 people who were married to ta'aruf and 153 people who were married with a love marriage. Independent sample t test shows that there is a significant difference in marriage adjustment between individuals who married ta'aruf (M = 128.57, SE = 1.450) and individuals who married a love marriage (M = 122.98, SE = 1.616) with t (289) = -2,576, p <0.05, d = 0.45. But the results also showed that both groups showed a high average score.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kendrick, Sharon
Jakarta: Gramdedia, 2004
813.54 KEN mt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Farhana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah endogami, dan melihat pada faktor yang melatarbelakangi perbedaan posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah. Studi-studi sebelumnya mengenai pernikahan endogami lebih banyak melihat pemilihan pasangan didominasi oleh peran orangtua atau keluarga melalui perjodohan (Arranged-Marriage), yang secara tidak langsung menggambarkan pasifnya posisi tawar perempuan dalam pemilihan pasangan nikah endogami. Berbeda dengan studi sebelumnya, studi ini melihat pada posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam memilih pasangan nikah endogami, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi posisi tawar tersebut. Argumen penelitian ini adalah posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah endogami dapat menempati posisi tawar aktif maupun pasif yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan kemandirian ekonomi perempuan. Berdasarkan hasil temuan, posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam memilih pasangan saat ini mampu menempati posisi tawar aktif walaupun peran keluarga masih sangat dominan. Posisi tawar ini dilatarbelakangi oleh pendidikan dan kemandirian ekonomi perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam pada perempuan keturunan Arab Ba alwi di Jakarta.

ABSTRACT
This study aims to look at the bargaining position of Arab descendant women towards families in the mate selection in endogamous marriage and look at the factors that affect the differences in bargaining position of Arab descendants towards families in the mate selection of endogamy. Previous studies on endogamy saw more choice of couples dominated by the role of parents or families through Arranged-Marriage, which indirectly illustrates the passive bargaining position of women in the mate selection of endogamous marriages. In contrast to the previous studies, this study looked at the bargaining position of Arab descendant women towards families in choosing husband, and the factors behind the bargaining position. The argument of this study is that the bargaining position of Arab descendant women towards families in choosing husband shows active and passive bargaining positions, supported by the women's education and occupation. Based on the findings, the bargaining position of Arab descendants towards families in choosing partners is currently able to occupy an active bargaining position even though the role of family is still very dominant. This bargaining position is supported by womens education and occupation. This study used qualitative methods with data collection techniques in-depth interviews and observations of Arab Ba alwi women in Jakarta."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Linda
"Masuknya wanifa ke dalam dunia kerja membawa berbagai perubahan ke dalam kehidupan perkawinan maupun keluarga. Konsekuensi langsung dari aktivitas kerjanya adalah terjadinya perubahan atau penambahan peran bagi wanita. Wanita pekerja berlambah perannya sebagai pencari nafkah, selain peran tradisional yang dijalankan sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas kelancaran kehidupan rumah langga dan pengasuhan anak.
Perubahan/penambahan peran ini lidak hanya berdampak pada wanita, Bagi pasangannya, hal ini berdampak limbulnya kebuluhan atau tuntutan untuk menyesuaikan/mengubah peran sesuai dengan perubahan yang terjadi pada peran wanita pasangannya. Salah salu bidang kehidupan keluarga yang terkena dampak perubahan karena Wanita bekerja adalah pembagian tugas funiah tangga, termasuk pengasuhan anak yang secara tradisional menjadi tanggung jawab wanita. Reran suami sebagai pasangan wanita pekerja dalam hal ini menjadi amat penting. Para suami dituntut untuk mengubah sikapnya menjadi lebih egaliter, bersedia berbagi tugas rumah tangga, bukan semata-mata berdasarkan stereotip peran gender, tapi lebih mempertimbangkan faktor kemampuan dan kesempatan yang tersedia.
Dari penelaahan teoritis, maupun hasil penelitlan di negara-negara barat, ditemukan bahwa suami yang berorientasi peran gender egaliter lebih bersedia untuk berpartisipasi nyata dalam melakukan tugas rumah tangga dan pengasuhan anak yang secara tradisional dipandang sebagai tugas wanita. Agar wanita dapat menjalankan fungsi secara lebih efektif dalam dunia kerja, ia perlu mendapat dukungan dari suami berupa kesediaan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas rumah tangga. Mengingat kenyataan bahwa semakin banyak wanita Indonesia memasuki dunia kerja, maka perlu diperoleh gambaran mengenai orientasi peran gender pasangannya.
Lebih jauh ingin diketahui apakah ada kaitan antara peran gender seseorang dengan pilihan tugas rumah tangga yang dilakukannya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran orientasi peran gender para suami yang istrinya bekerja dengan memanfaatkan BSRI, selain itu pilihan pekerjaan rumah tangga diteliti dengan kuesioner yang ditujukan pada 62 responden para suami yang istrinya bekerja yang dipilih secara accidental. Data diolah dengan perhitungan frekuensi dan chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara orientasi peran gender para suami tersebut dan pilihan pekerjaan rumah tangga yang dilakukan. Hal yang menarik adalah bahwa cukup banyak suami yang berorentasi peran gender androgini (49,1%) sebanding dengan yang berorientasi maskulin (50%). Namun diketahui bahwa tetap ada pemilihan pekerjaan rumah tangga yang menurut subyek seharusnya dilakukan oleh suami, suami dan orang lain, suami istri, istri serta istri dan orang lain, padahal menurut Pogrebin (1983) pemilihan pekerjaan rumah tangga lebih didasarkan pada kemampuan yang dimiliki.
Tidak signifikannya kaitan antara orientasi peran gender dan pilihan pekerjaan rumah tangga diperkirakan dapat disebabkan oleh kurang luasnya sampel sehingga skor tersebar dalam rentang yang terlalu sempit. Selain itu, hal ini memberi indikasi bahwa pandangan tradisional mengenai peran wanita masih mengakar pada para suami yang istrinya bekerja. Para suami dapat menerima kegiatan kerja istrinya, tetapi masih berpandangan bahwa urusan rumah tangga dan perawatan anak adalah tugas utama para istri yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan demikian sebagian besar responden berada dalam bentuk perkawinan modern, menurut klasifikasi Dancer and Gilbert (1993)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carla Meutia
"ABSTRAK
Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah memilih pasangan
hidup. Memilih pasangan hidup yang tepat sangat penting, karena akan
mempengaruhi kesuksesan dan kebahagiaan pernikahan dan kehidupan berumah
tangga kelak. Dalam memilih pasangan hidup, tiap individu mempunyai kriteria-
kriteria tertentu yang dianggap penting dan diharapkan ada pada calon pasangan
hidupnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar perbedaan jender
menyebabkan preferensi yang berbeda pada kriteria pasangan hidup yang
dianggap penting. lalu apakah perbedaan ideologi peran jender (tradisional atau
modern) yang dianut juga dapat menyebabkan perbedaan preferensi pada kriteria
pasangan hidup yang dianggap penting.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 buah kuesioner, yang
mengukur ideologi peran jender seseorang dan preferensinya pada 13 kriteria
pasangan hidup. Alat ini disebarkan pada 150 responden dan hasilnya diolah
melalui SPSS 6.0 dengan tehnik perhitungan statistik ANOVA 1 dan 2 arah.
Dari hasil dan analisa yang diperoleh, ternyata memang benar kalau pria
dan wanita menunjukkan preferensi yang berbeda pada kriteria pasangan hidup
yang mereka anggap penting. Pria terbukti Iebih mementingkan kriteria daya tarik
fisik dibanding wanita, dan wanita Iebih mementingkan kriteria cerdas, berpotensi
sukses, mapan, berambisi, berpendidikan, beragama sama, serta belatar belakang
keluarga jelas dibanding wanita. Terbukti juga bahwa secara keseluruhan wanita lebih pemilih dibanding pria. Untuk ideologi peran jender, ternyata antara penganut
ideologi peran jender tradisional dan modern juga memperlihatkan perbedaan
preferensi pada kriteria pasangan hidup yang dianggap penting. Penganut ideologi
peran jender tradisional lebih mementingkan masih perawan/perjaka dan berlatar
belakang keluarga jelas, sedangkan penganut ideologi peran jender modern Iebih
mementingkan kriteria cerdas, berpotensi untuk sukses, berambisi untuk maju
berprestasi, mapan (mempunyai pekerjaan, kedudukan dan penghasilan) dan
berpendidikan. Ditemukan juga pengaruh yang signifikan untuk interaksi jender dan
ideologi peran jender tarhadap preferensi kriteria ekspresif dan terbuka, dimana
berdasarkan urutan kriteria ini paling dipentingkan oleh pria modern, kemudian
wanita tradisional lalu wanita modern dan terakhir oleh pria tradisional.
Kesimpulan dan penelitian ini adaiah ternyata perbedaan jender (pria dan
wanita) dan perbedaan ideologi peran jender (tradisional dan modern)
menyebahkan perbedaan preferensi kriteria pasangan hidup yang dianggap penting,
dan juga ditemukan ada perbedaan preferensi kriteria pasangan hidup yang
disebabkan oleh interaksi antara perbedaan jender dan perbedaan ideologi peran-
jender.
Saran dari penelitian ini, bila ingin dilakukan penelitian Ianjutan, bisa diteliti
variabel Iain yang mungkin berpengaruh pada preferensi kriteria pasangan hidup
seperti variabel : tingkat sosial ekonomi, agama, suku, pendidikan, generasi, dan
wilayah tempat tinggal. Untuk kriteria yang dibandingkanpun bisa ditambahkan
dengan kriteria seperti pandai memasak, mendapat persetujuan orang tua atau
berasal dari suku yang sama.
Diharapkan hasil penelitian ini bisa jadi masukan yang bermaanfaat
terutama untuk para dewasa muda yang sedang mencari atau memilih pasangan
hidup yang tepat, demi kebahagiaan dan kesuksesan pernikahan dan kehidupan
berumahtangganya kelak."
1998
S2711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Theresia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Bilqisthi
"Di Indonesia, terdapat fenomena ta?aruf (perjodohan muslim Indonesia). Hal yang membedakan ta?aruf dengan perjodohan lainnya adalah landasan proses ini berdasarkan keyakinan agama, bukan budaya ataupun alasan ekonomi. Studi mengenai pasangan pernikahan yang melalui perjodohan, termasuk ta?aruf masih sedikit jika dibandingkan pernikahan romantic love. Berdasarkan studi literatur, komitmen dan kepuasan pernikahan merupakan prediktor kesuksesan pernikahan. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kedua variabel tersebut dalam konteks pernikahan ta?aruf. Maka peneliti melakukan penelitian yang melihat hubungan kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan pada 131 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan pernikahan dengan komitmen personal (r = 0,423, p < 0.01, one-tailed.) dan juga antara kepuasan pernikahan dengan komitmen moral (r =0.330, ,p < 0.01, one-tailed). Namun, ternyata tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen struktural dan kepuasan pernikahan (r = 0,074, p > 0.01)

In Indonesia , there are ta'aruf phenomenon ( Indonesian Muslim matchmaking ) . The differences between ta'aruf with other matchmaking is the cornerstone of this process is based on religious beliefs, not cultural or economic reasons. Studies with arranged marriage participant, including ta'aruf, are less when compared to romantic love marriage. Based on the literature study, commitment and marital satisfaction is a predictor of marriage success. However , no studies have looked at the relationship between the two variables in the context of ta'aruf. So the researcher conducted a study to see the relationship between marital satisfaction and commitment in 131 married individuals through ta'aruf. The results show that there is a positive and significant relationship between marital satisfaction with personal commitment ( r = 0.423 , p < 0.01 , one-tailed) And also between marital satisfaction with moral commitment ( r = 0.330 , p < 0.01 , one-tailed). However, it turns out there is no significant relationship between structural commitment and marital satisfaction ( r = 0.074 , p > 0.01)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidian Andriani Yohanes
"ABSTRAK
Penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia melakukan perkawinan dengan tata cara agama Islam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni, identitas sebagai muslim yang tertera dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk), sulitnya mengurus birokrasi perkawinan secara penghayat, dan juga kondisi politik saat dilaksanakannya perkawinan tersebut. Prosesi perkawinan secara agama Islam, dinilai tidak cukup bagi penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia. Maka dari itu, mereka pun terdorong untuk melakukan perkawinan kembali atau bangun nikah sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Penentuan hari yang dianggap baik untuk melakukan bangun nikah juga tidak terlepas dari petungan atau sistem perhitungan Jawa. Bangun nikah juga digunakan oleh penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia untuk menguatkan identitas mereka sebagai penghayat, dilakukan agar mereka dapat dianggap eksis dalam kelompok penghayat kepercayaan. Pasangan penghayat kepercayaan, yang merupakan seorang muslim menyetujui adanya bangun nikah karena didasari oleh kontruksi budaya Jawa. Nilai-nilai taat dan patuh terhadap suami menjadi nilai utama dalam membina rumah tangga karena hal tersebut tidaklah terlepas dari budaya patriarki yang masih mengakar dalam keluarga Jawa. Data dalam skripsi ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi partisipasi dan juga pengalaman hidup. Penelitian dilakukan pada masyarakat penghayat Sapta Darma Indonesia, Surabaya.

ABSTRACT
The chancellor of the trust of Sapta Darma Indonesia conducts marriage in the manner of Islam. This is influenced by several factors, namely, the identity as a Muslim listed on the KTP (Identity Card), the difficulty of managing the marriage bureaucracy in a way, and also the political conditions at the time of the marriage. Islamic marriage procession, it was considered insufficient for the trustees of the Sapta Darma Indonesia. Therefore, they are also encouraged to remarry or bangun nikah according to their beliefs. The determinination of the day that is considered good for bangun nikah is also inseparable from petungan or Javanese calculation system. In addition to being used as a reinforcer of marriage ties in a way, bangun nikah is also used by the trustees of Sapta Darma to strengthen their identity as mourners, so that they can be considered to exist in the group of belief groups. The partner of the belief group, who is a Muslim, agrees to the existence of bangun nikah because it is based on the construction of Javanese culture. The values ​​of obedience and obedience to the husband are the main values ​​in fostering a household because it is inseparable from the patriarchal culture that is still rooted in the Javanese family. The data in this paper are collected using in-depth interview techniques, participant observation, and life history. The research was conducted at the community of Sapta Darma Indonesia, Surabaya.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Exaudia Ekasyahputri
"Perkembangan penelitian saat ini melihat komitmen perkawinan sebagai konstruk multidimensional yang terdiri dari komitmen personal, komitmen moral, dan komitmen struktural sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk menjaga dan meningkatkan setiap dimensi komitmen perkawinan. Penerapan Relational Maintenance Behavior (RMB) adalah salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan komitmen perkawinan. Penelitian ini diikuti oleh 225 partisipan yang didapatkan melalui metode convenience sampling. Karakteristik partisipan adalah sedang menjalani pernikahan pertama dan tinggal satu atap dengan pasangannya. Sejumlah 56% partisipan adalah perempuan dan 44% adalah laki-laki dengan mayoritas memiliki anak dan bekerja. Komitmen Perkawinan diukur menggunakan Marital Commitment Inventory (MCI) dan RMB diukur menggunakan Relational Maintenance Behavior Measure (RMBM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa RMB berkontribusi sebesar 55% terhadap tingkat komitmen personal. Kemudian, RMB juga berkontribusi sebesar 8,1% terhadap tingkatan komitmen moral. Hasil berbeda ditunjukkan pada komitmen struktural yang menunjukkan RMB tidak dapat memprediksi tingkatan komitmen struktural. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat dilihat bahwa RMB berkontribusi pada peningkatan komitmen personal dan komitmen moral serta tidak berkontribusi pada komitmen struktural. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan pasangan untuk menerapkan RMB dalam menjaga kestabilan rumah tangga.

Current research developments see marital commitment as a multidimensional construct consisting of personal commitment, moral commitment, and structural commitment, so appropriate strategies are needed to maintain and improve each dimension of marital commitment. The application of Relational Maintenance Behavior (RMB) is one strategy that can be applied to increase marital commitment. This study was followed by 225 participants obtained through convenience sampling method. the characteristics of participants are currently undergoing their first marriage and living under the same roof with their partners. A total of 56% of participants were women and 44% were men, with the majority having children and working. Marital Commitment was measured using the Marital Commitment Inventory (MCI) and RMB was measured using the Relational Maintenance Behavior Measure (RMBM). The results showed that RMB contributed 55% to the level of personal commitment. Then, RMB also contributed 8.1% to the level of moral commitment. Different results are shown in the structural commitment, which shows that RMB cannot predict the level of structural commitment. Based on the analysis, it can be seen that RMB contributes to increasing personal commitment and moral commitment and does not contribute to structural commitment. The results of this study can be considered by couples to apply RMB in maintaining household stability.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>