Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harsono Suwardi
"Studi Mengenai Pers dan Pemilu di Indonesia masih sangat langka. Studi-studi yang senacam pernah dilakukan dalam batas-batas tertentu, terutama pada pemilu 1977 dan 1982, sementara penelitian-penelitian yang sifatnya partial juga pernah dilakukan. Namun demikian, ,penelitian yang melihat secara khusus terhadap cara suatu liputan serta interaksi antara pers dan proses kampanyenya sendiri belum banyak dan bahkan barangkali belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dipilih sebagai pokok kajian.
Pokok masalah penelitian ini berkaitan secara langsung dengan cara penyajian berita serta pilihan isu berita ten-tang pemilu. Apakah hal tersebut merupakan hal yang utama dari suatu proses penyampaian bdrita yang dikatakan sebagai medium aspirasi politik bagi pembacanya?
Kerangka acuan teoritik yang digunakan adalah merupakan sintesa dari pikiran-pikiran Lippmann (1924,1965), Lasswell (1948), Klapper(1960) dan Patterson(1980) yang mengarah kepada exposure media, dampak media dan potensi media.
Metoda yang digunakan adalah analisis isi surat kabar selama masa kampanye pemilu 1987 dari 10 surat kabar yang terbit di Ibukota Jakarta dan di daerah. Dengan menggunakan alat ukur yang dituntut dalam suatu studi analisis isi, maka diperoleh temuan-temuan sebagai berikut:
Pada umumnya surat kabar-surat kabar yang diamati pada masa kampanye pemilu 1987 lebih banyak menampilkan topik-topik berita yang hanya mendasarkan atas apa yang diperkirakan disukai oleh .pembacanya, akan tetapi kurang melihat kepada isu yang di kampanyekan. Topik berita yang secara substantif berisi isu-isu kampanye tidak banyak mengisi halaman-halaman surat kabar, akan tetapi justru didominir oleh topik-topik berita yang non-substantif sifatnya. Keadaan ini tidak saja dijumpai di surat kabar-surat kabar Ibukota, akan tetapi juga di daerah. Liputan-liputan berita yang tinggi lebih banyak diberikan kepada kontestan GOLKAR dan sangat kurang untuk PPP' maupun PDI. Dari Cara liputan semacam ini terdapat suatu korelasi yang lemah antara liputan berita disatu pihak dengan perolehan kursi dilain pihak. Liputan yang tinggi terhadap Go1kar ada kecenderungan mencerminkan kuatannya ikatan-ikatan yang sifatnya paternalistik antara para dengan elit penguasa, sedangkan ikatan-ikatan premordial di antara surat kabar-surat kabar baru muncul pada saat mereka mempertanyakan jati-dirinya masing-masing. Walaupun demikian ada di antara surat kabar yang memperlihatkan secara tegas sifat partisan-nya kepada salah satu kontestan yang ada. Cara penyajian ini justru lebih memberi warna kepada kebijakan redaksional surat kabar-surat kabar tersebut. Kurangnya isu yang ditampilkan semasa kampanye, ada kecenderungan mendorong surat kabar untuk menyajikan topik-topik berita yang bernada sloganistik. Pada satu sisi surat kabar miskin akan materi kampanye, akan tetapi pada`sisi lain kaya dengan aspek hiburannya. Kedua hal ini telah mewarnai kampanye-kampanye selama ini. Gaya berkampanye dari para tokoh merupakan salah satu daya tarik di dalam setiap penampilan. Ada kecenderungan dan relevansi antara liputan media (media exposure) yang tinggi dengan perolehan suara dalam pemilu untuk jabatan-jabatan wakil rakyat.
Studi ini perlu dilakukan lebih dalam, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan analisis isi dan yang secara langsung pula berkaitan dengan para pemilih dan calon pemilih baru."
1993
D355
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Ariestya
"This final assignment is observing about government system and institutions relationship in Indonesia, since Soeharto?s era until Reformation era. Its research is focused on presidentialism practice in Indonesia, study case of SBY-JK government (October 2004 ? March 2008). This objective study is based on the theories of presidentialism, democracy, political party, and presidential leadership especially in the third world with qualitative literature approach.
Executive and legislative institution in Indonesia, had a dynamic relationship since Soeharto?s era. That situation made a problem in presidentialism practice. Within Soeharto?s power, new order era succeed to make executive heavy on the system. It means, Soeharto controlled the government system and became a centralistic of authority. On the other hand, legislative was powerless. This executive heavy caused dissatisfaction on the accountability, transparency, and mandate for the people. President is voted by legislative but in practical, executive was so powerful. Many people had realized then, if there were a disappointment on the government and political practice for 32 years of Soeharto?s era. After that, General economic distress was happened on 1997 in Indonesia within global monetary crisis. In addition, the government was controlled by corruption, collusion, and nepotism politician. As a result, people pushed the reform in 1998.
Reformation 1998, has made a renewal in institutional relationship between executive, legislative, and judicative, especially President - House of Representative. With amendment UUD 1945, liberalization of political parties was occurred, House of Representative?s authority has been empowered, and all of the problems were started to be fixed. In the next four generation of President (B.J. Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY), Indonesia had implemented those reform, but still adjusted. Until the election in 2004 and almost 10 years, reformation still has had a problem in presidentialism practice.
The election in 2004 (within separated election and multiparty) was the new era for President who would be more powerful because of the direct election, but on the contrary, the combination between presidentialism and multiparty was a complicated combination. President faced with coalition party, minority president, and cohabitation in executive leadership. The fact, SBY-JK controls the government with weak management/policy and leadership of SBY-JK inside. So that, many problems which are faced by the government cannot be solved effectively/efficiently, at least during this research is being done."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Natariandi
"Skripsi ini membahas tentang gerakan sosial yang terjadi di Bolivia khususnya yang berkembang dan membesar dari tahun 1985 sampai dengan 2006. Gerakan sosial yang terjadi semakin membesar seiring kebijakan pemerintah sebagai bentuk dari perubahan politik yang terjadi di Bolivia yang dianggap membawa dampak buruk bagi rakyat Bolivia. Pembasmian ladang koka dan kebijakan ekonomi baru melalui privatisasi (air dan hidrokarbon) menjadi faktor yang membuat perlawanan rakyat Bolivia tumbuh dan membesar. Bentuk perlawanan rakyat Bolivia menjadi unik ketika gerakan sosial dapat dikatakan berhasil menjatuhkan kekuasaan yang telah mapan (dalam skripsi mengacu pada neoliberalisme). Proses keberhasilan gerakan sosial akan menjadi tujuan akhir penulis untuk memaparkan sekaligus menjelaskan fenomena yang terjadi di Bolivia. Indikator akhir keberhasilan gerakan sosial tidak terlepas dari peran MAS dan Morales, yang mengambil perubahan politik bergeser ke "kiri" dengan menggunakan teori hegemoni Gramsci.

This thesis discusses about social movements in Bolivia especially that developed and expand from 1985 to 2006. The social movement that more expand along government policy that perform of political change in Bolivia that assumed bringing a negative impact for the Bolivian. Eradication coca and new economic policy with privatization (water and Hydrocarbon) became a factor that make the struggle of the Bolivian rise and expand. The struggle of people be unique when social movement can be said successfully makes the government power is fallen (in this thesis is focused to neoliberalism). The success of the social movements will be the objectives of the writers to flatten and explain the phenomenon in Bolivia. The success of the social movements indicators can not quit from MAS and Morales, they took political change to the left ideology and Gramscian?s Hegemony theory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5945
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zika Zakiya
"Penelitian ini memfokuskan diri dalam peran Mahmoud Ahmadinejad tentang kebijakan nuklir Iran. Dia memiliki pandangan kalau Iran memiliki hak yang sama dengan negara lain pemilik teknologi nuklir. Ahmadinejad percaya bahwa tak negara di dunia ini yang bisa mencegah perkembangan nuklir Iran karena mereka bergerak dalam kerangka hukum yang sama yaitu ratifikasi NPT. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data yang berasal lewat pembelajaran literatur. Analisa yang digunakan adalah deksriptif dengan menggambarkan bagaimana Ahmadinejad menjalankan perannya sebagai pemimpin untuk menjalankan kebijakan nuklir Iran.
Ada beberapa hal yang membuat Ahmadinejad bisa menggalang dukungan dari masyarakatnya. Hal-hal inilah yang membuat rakyat Iran mendukung kebijakannya tentang nuklir. Dukungan juga datang dari pemimpin spiritual tertinggi di Iran Imam Khameini. Mayoritas rakyat Iran percaya kalau Ahmadinejad bisa membawa mereka kembali kepada kejayaan bangsanya seperti di tahun 1979. Saat itu, Imam Khomeini menjabat sebagai pemimpin tertinggi negara itu. Fakta tersebut membuat bangsa lain, terutama AS, sulit untuk menjatuhkan kredebilitas Iran dalam hal pembangunan proyek nuklir.
Menurut Ahmadinejad, Iran memiliki hak yang sama dengan negara lain untuk mempunyai teknologi nuklir. Terlebih lagi tak ada bukti kuat kalau Iran telah mengembangkan senjata pemusnah massal seperti yang selama ini dituduhkan oleh AS. Argumen ini bisa terbukti lewat pemaparan beberapa buku dan peneliti yang terlibat langsung dalam pembangunan nuklir Iran. Penelitian ini bertujuan menunjukkan kalau Ahmadinejad berhasil melakukan perannya sebagai seorang pemimpin. Hal ini akhirnya berujung pada dukungan masyarakat Iran pada kebijakan yang diambilnya. Dalam pemahaman Ahmadinejad, Iran bergerak dalam kerangka hukum yang sama dengan negara-negara lain. Beberapa hal pendulung inilah yang akhirnya membedakan peranan Ahmadinejad dari para pemimpin Iran sebelumnya.

This research focuses on Mahmoud Ahmadinejad`s role in Iran's nuclear policies. He views that Iran has the same rights as other nuclear-weapon states. He believes that none of countries around the world could prevent Iran to develop nuclear technology because they had already ratified the NPT agreement. The methodology applied in this research is that of qualitative methods while the data is acquired through literary studies. The research applies descriptive analysis, which illustrates the role of Ahmadinejad in issued Iran's nuclear policies.
There are various factors that have helped Ahmadinejad gain his leadership. He is fully supported by the Iranian people as well as Iranian Supreme Leader Imam Khameini. Most Iranians rely on a faith that Ahmadinejad can bring Iran into glory as it was in 1979 when Khomeini ruled the nation. The above facts aroused difficulties for other nations, especially the United States, for preventing Iran from expanding the nuclear projects.
According to Ahmadinejad, Iran has the same rights as other countries to establish nuclear technology. Moreover, there are no strong evidences that Iran has developed nuclear to produce weapons of mass destruction as had been accused by the United States. This argument has its ground on evidences taken from books and information provided by several researchers involved in the investigation of Iran's nuclear. This research aims at showing that Ahmadinejad underscores a thought that Iran has the same rights as other countries which ratified the treaty of the non-proliferation of nuclear weapons (NPT). In Ahmadinejad's opinion, Iran is on the equal frame of laws. As a result, strong argument as to why the nation should stop the nuclear program is not available. Ahmadinejad's distinguished figure compared to former Iranian leaders has propped his role in the Iran's nuclear policies."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tohir Effendi
"ABSTRAK
Studi ini pada dasarnya merupakan langkah awal (preliminary) dalam memahami fenomena oposisi di Indonesia pasca 1966. Bahwa kelompok Petisi 50 dijadikan kasus, tidak lain karena berbagai unsur oposisi yang ada dengan aneka warna (spektrum) opini politik tampak di dalamnya. Oleh sebab itu, studi ini difokuskan pada tiga pertanyaan pokok, yakni: Pertama. mengapa Petisi 50 muncul dan apa relevansinya dimunculkan ? Kedua. mengapa kelima puluh orang yang berlain-lainan latar belakang sosial, politik, ideologi dan agama itu yang memunculkannya ? Dan, ketiga. mengapa Petisi 50 lebih diberi perhatian khusus oleh penguasa dibandingkan dengan petisi-petisi lain ? Sebagai jawaban tentatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan beberapa asumsi, yang setelah dilakukan penelitian lapangan dan kepustakaan diketahui bahwa: (1) munculnya Petisi 50, sebagaimana halnya juga dengan pidato tanpa naskah Presiden Suharto di Pekanbaru dan Cijantung, tidak terjadi begitu saja melainkan telah didahului oleh serangkaian perbedaan visi politik lain antara para tokoh penanda-tangan Petisi 50 dengan Suharto. (2) penyebab beragamnya unsur yang menjadi penanda-tangan Petisi 50 adalah karena peran serta Lembaga Kesadaran Berkonstitusi di dalamnya, baik dalam proses perumusannya maupun penyampainnya ke DPR. (3) perhatian khusus penguasa terhadap Petisi 50, tidak saja karena isi dan figur-figur penanda-tangannya; juga karena adanya Dokumen pribadi Jend. (pur) M. Jasin. Akhirnya, dengan melihat para figur penandatangan Petisi 50 dan produk-produk tertulis yang dihasilkan Kelompok Kerja Petisi 50 serta kerja-sama dengan pihak-pihak lain, maka dapat disimpulkan bahwa Petisi 50 berserta kelompok kerjanya memenuhi kriteria oposisi faksional dan sektoral. Sedangkan dilihat dari alternatif perubahan yang mereka tawarkan, maka kelompok ini memenuhi kriteria untuk disebut sebagai kelompok oposisi struktural besar yang bersifat demokratis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Achmad
"Penelitian ini mempunyai tujuan untuk dapat memahami mengenai perkembangan proses Enlargement atau penambahan keanggotaan bare yang telah dilakukan oleh Uni Eropa, serta pengaruhnya bagi perkembangan integrasi Uni Eropa secara menyeluruh (dalam hal ini berkaitan pula dengan upayanya menuju suatu Uni Politik). Penelitian ini dilakukan mengingat Uni Eropa sebagai suatu blok kerjasama regional dan merupakan salah satu aktor internasional yang signifikan pada konstelasi politik internasional. Permasalahan yang hendak diteliti adalah melihat pada kondisi normatif proses enlargement yang dilakukan oleh Uni Eropa sejak tahun 1973 ketika masih bernama Masyarakat Ekonomi Eropa, dan segala proses'dalam perkembangan tersebut berkaitan dengan apa-apa yang menjadi cita-cita bersama Uni Eropa akan tetapi dalam realitanya, penambahan keanggotaan tersebut ditenggarai membawa pengaruh berupa tantangan serta peluang yang akan dihadapi oleh Uni Eropa dalam hal jangkauan jangkauan integrasi (Functional Scope, Institutional Capacity serta Geographical Domain). Berangkat dari permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitial ini adalah mengenai apa yang akan didapat oleh Uni Eropa dari proses penambahan keanggotaan, terutama bagi perkembangan integrasi Eropa serta upayanya menuju suatu uni politik ?
Penulis menggunakan konsep utama Region-Regionalisme dan Integrasi Internasional yang digunakan dalam mengamati perkembangan integrasi Eropa. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat deskripi if-analitis, yaitu penulis memaparkan fakta-fakta yang telah ada dalam sejarah regionalisasi Eropa di Bab II serta perkembangan Uni Eropa sejak Traktat Maastricht beserta perubahan-perubahan yang dihasilkannya di Bab III. Selain itu penulis juga mendeskripsikan serta menjelaskan hubungan antara penambahan keanggotaan dengan perubahan-perubahan dalam jangkauan integrasi Uni Eropa yang dihasilkan dalam Traktat lice dan prospek Uni Eropa menuju uni politik di Bab W.
Pada akhirnya, berdasarkan hash analisis dari pembahasan ini kesimpulan yang dapat diambil penulis adalah bahwa: Pertama, perluasan keanggotaan ini sangat berkaitan dengan perubahan-perubahan proses pengambilan keputusan oleh lembagaiembaga dalam Uni Eropa (institiaiona1 capacity), dalam hal ketetapan-ketetapan yang dihasilkan mengenai peningkatan hubungan kerjasama dalam integrasi tersebut; Kedua, upaya Uni Eropa dalam mencapai suatu uni politik memang harus memikirkan suatu landasan konstitusional mengenai hal itu, dalam hal ini federalisme merupakan pilihan objektif. Selain itu jugs dengan adanya proses enlargement pada Traktat Nice ini diharapkan Uni Eropa dapat mencapai cita-citanya menyatukan benua Eropa secara geographical domain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Abdurrahman
"Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dan dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, transparan, jujur, dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, babas, dan rahasia. Keikutsertaan rakyat dalam pemberian suara dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik.
Pemberian suara terbentuk oleh suatu proses sosialisasi politik dan keikutsertaan dalam Pemilihan pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Dalam setiap pemilihan Umum perolehan suara setiap partai politik selalu mengalami perubahan dan ini merupakan cerminan terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Di kelurahan Mampang Prapatan, selama lima kali Pemilihan Umum tahun (1982-1999) perolehan suara partai politik selalu mengalami perubahan, baik peroleban suara yang diraih PPP, PDI maupun perolehan suara Golkar. Berfluktuasinya perolehan suara partai politik tersebut menunjukkan adanya pergeseran pemberian suara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penelitian ini ingin mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah mengapa terjadi perubahan pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Variable penelitian yang digunakan adalah: identifikasi kepartaian, faktor isu, peranan pemimpin informal dan pengaruh calon.
Pertanyaan penelitian di atas dijawab dengan melakukan wawancara dengan responden sebanyak 50 orang. Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap mengetahui banyak tentang pemberian suara di Kelurahan Mampang Prapatan. Tehnik sampling yang digunakan adalah penarikan sampel sistimatis (systematic random sampling).
Temuan lapangan menunjukkan bahwa faktor identifikasi kepartaian atas dasar ikatan idiologi dan agama mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap pemberian suara responden terutama terhadap partai-partai yang berazaskan agama. Sedangkan untuk partai politik yang berazaskan Pancasila, identifikasi kepartaian atas dasar ikatan agama dan idiologi mempunyai pengaruh yang kecil.
Faktor isu atau program yang ditawarkan partai politik seperti isu,perubaban politik, isu pembangunan ekonomi dan isu hukum dan hak azasi manusia merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap pemberian suara responden pads Pemilihan-Umum tahun 1999. Sedangkan faktor pemimpin informal, faktor calon, ikatan tradisi, dan faktor gender mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pemberian suara dan tidak signifikan untuk melihat terjadinya perubahan pemberian suara di Kelurahan Mampang Prapatan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Agustino
"Penelitian berlangsung mulai Juli 2002 hingga Agustus 2002 yang bertujuan untuk mempelajari perubahan pilihan partai dalam Pemilihan Umum 1999, kasus di Jawa Barat. Pemilihan Umum 1999, meskipun tidaklah sangat berbeda secara teknis pada permilihan-pemilihan umum masa Orde Baru, berlangsung dalam semangat baru akan reformasi sosial dan politik. Studi ini berupaya untuk mengungkap pertanyaan utama mengenai perubahan pilihan partai & faktor apa yang mendorong seseorang mengambil keputusan dan akhirnya mengubah pilihannya dari pilihan partai politik mereka yang sebelumnya?
Studi dibatasi atas dua variabel, variabel independent dan variabel dependent. Variabel Independent difokuskan pada: status sosial pemilih, tingkat ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian. Variabel dependent pada studi ini bersandar pada perubahan pilihan partai politik pada Pemilihan Umum 1999 (perilaku pemilih).
Penelitian ini menggunakan metoda eksplanasi dengan pendekatan studi kasus, lokasi penelitian berada di lima daerah di Jawa Barat, yakni: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, dan Desa Ereatanwetan. Sementara itu systematic random sampling digunakan untuk menentukan sampe yang berjumlah 500 responden, terdiri atas tiap lapisan di dalam masyarakat. Data dikumpulkan dari birokrat pemerintah (PNS), pensiunan militer/PNS, guru/ dosen, pelaku bisnis, mahasiswa, buruh, petani/nelayan, ibu rumah tangga, dan lainnya yang bekerja di sektor informal. Wawancara dengan pertanyaan guided interview (close-ended} digunakan sebagai teknik dalam pengumpulan data.
Hipothesis yang diusulkan dalam penelitian adalah: ada pengaruh antara variabel independent -status sosial pemilih, tingkatan ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian-dengan variabel dependent -perubahan pilihan partai politik. Hipothesis diuji dengan menggunakan tabulasi silang, chi suave, dan multipel regresi guna menjawab dan menjelaskan pertanyaan dalam identifikasi masalah.
Penelitian ini menemukan beberapa hal: pertama, variabel tingkat ketaatan beragama bukanlah faktor yang amat menentukan bagi perubahan perilaku pilihan partai pada Pemilihan Umum 1999. Kedua, status sosial dan tingkat kebebasan memilih adalah faktor-faktor yang moderat dalam perubahan perilaku pilihan partai politik masyarakat di Jawa Barat. Ketiga, identifikasi kepartaian adalah faktor yang siginifikan untuk menjelaskan perubahan pilihan partai politik masyarakat pada pemilihan umum 1999 di lima daerah penelitian. keempat, pola utama dari perilaku pemilih di Jawa Barat mencerminkan indikasi bahwa banyak orang menjatuhkan pilihannya pada partai politik tertentu karena: kelekatan kekeluargaan (yang dibangun oleh identifikasi kepartaian), pergantian rezim (Soeharto), dan juga akses informasi yang Iuas. Terakhir, studi ini juga memberi suatu gambarbn tentang potensi dari konstituen pemilih berikut juga perbedaan karakteristik responden yang memilih partai politik tertentu, seperti: PDI-P, PPP, Partai Golkar, dan PAN.

Change of Voting Behavior :
West Java Case Study at General Election 1999.
This research conducted from July 2002 till August 2002 aimed to study of political party change in general election in 1999, case in West Java. The election of 1999, though is not vastly different technically from elections in the New Order, take place within new spirit of political and social reformation. This study is attempt to explore main question of political party choice change: what are the driving factors that influences an individual's internal decision making and lead them (him/her) to change their choice from their latest political party choice?
The study limits on two types variables, independent and dependent variables. As independent variables, this study focuses on social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification. As dependent variable, this study will rely on political party change in the 1999 general election (voting behavior).
The research uses the explanation analytic method by case study approach, the research location is in five location in Jawa Barat, namely: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, and Desa Eretanwetan. Meanwhile, systematic random sampling was used in determining samples, 500 respondents, comprising of every general sphere in society. Data was collected from government bureaucrats, retired military, teacher/lecturer, businessman, students, labour, farmerslfisherman, homemakers, and others informal sector workers. Both guided interviews with close-ended questions and open interviews were used as techniques in compiling data.
The hypothesis which proposed is: there is the significant influence between the independent variable -social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification- towards the dependent variable - political party change-. The hypothesis tested using the cross tabulation, chi square, and multiple regerssion to answer and explain the question from research question.
The study results in a number of findings: firstly, it indicated variable the level of religions-beliefs (religious ties) is not a significant factor of political party change in general election 1999. Secondly, social status and the level of freedom to choose are the moderat factors of political party change in Jawa Barat. Thirdly, party identification is a significant factor to explain political party change at five research location. Fourthly, the main pattern of voting behavior of the respondents in Jawa Barat was reflected by the indication that a large number of people have mostly determined their choices of political parties, because: family ties (which build-up by party identification), the replacement of Soeharto regime, and access to political information. And, finally, this study also giving a general picture about the potential of parties constituency. There's a diverse of characterites (respondents) supporters and sympathizers of a particular political parties, like: Pal-P, PPP, Partai Golkar, and PAN.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zaim Alkhalish
"Perubahan-perubahan kebijakan dalam politik luar negeri Amerika Serikat seringkali terjadi bahkan secara mendadak, antara lain karena disebabkan oleh munculnya prioritas-prioritas kepentingan yang dipandang urgen atau mendesak.
Dalam suatu policy-making process, Amerika Serikat senantiasa memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi balk pada tingkat nasionai maupun internasional. Pada tingkat domestik, di satu pihak kecenderungan apa yang terjadi di masyarakatnya terakomodasikan melalul saluran-saluran yang sesuai, balk di pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah.
Di lain pihak, perkembangan-perkembangan di dunia internasional juga mempengaruhi formulasi kebijakan Iuar negeri Amerika Serikat. Deegan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional pasta Perang Dingin, hubungan-hubungan intemasional telah pula dipengaruhi oleh isu-isu baru yang menonjol seperti demokrafisasi, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia (low politics/non-conventional)Tidaklah mengherankan kalau kebijakan luar negeripun seringkali mengalami penyesuaian-penyesuaian (adaptive) karena dipengaruhi oleh isu-isu tersebut dalam politik luar negerinya, khususnya hak asasi manusia.
Tujuan tesis ini adalah untuk mengkaji apakah dalam kasus Timor Timur, kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengalami perubahan dari yang awalnya bersifat akomodatif. Metode yang digunakan adalah studi komparatif melalui pendekatan teori perubahan kebijakan.
Hasil analisis mengambarkan bahwa seiring dengan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengenai: masalah Timor Timur berangsur-angsur mengalami perubahan. Pengaruh dari politik domestik dan politik internasional telah mempengaruhi pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang mengarah pada kecenderungan tersebut. Melalui kebijakan HAM, Amerika mulai menilai kembali kebijakannya terhadap Indonesia mengenai masalah Timor Timur, terutama setelah semakin gencar terjadinya pelanggaran HAM di Timor Timur. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Harun Alrasyid
"Topik tentang DPRD ini sengaja penulis munculnya untuk menggugah semangat demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sekarang ini menjadi isu penting dalam kehidupan politik lokal. Upaya untuk mewujudkan demokrasi di tataran lokal, dibutuhkan adanya lembaga perwakilan lokal yang berdaya dan memiliki kedudukan yang kuat dalam mewakili kepentingan rakyat. Karena itu, isu pemberdayaan DPRD menjadi salah satu elemen penting terwujudnya sistem pemerintahan daerah yang demokratis.
Kedudukan DPRD pada masa reformasi seperti sekarang ini sangat berbeda dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kedudukan DPRD berada pada posisi yang inferior bila berhadapan dengan Kepala Daerah, namun pada era reformasi, justru DPRD berada pada posisi yang superior. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 di mana secara kelembagaan DPRD bukan lagi sebagai bagian dari Pemerintah Daerah melainkan sebagai mitra sejajar dalam kedudukannya sebagai lembaga yang berwenang meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah, membuat kebijakan daerah, mengontrol jalannya pemerintahan dan membuat anggaran daerah. Karena itu, kedudukan DPRD pada era reformasi lebih beruntung karena memiliki bargaining position yang lebih kuat dalam menentukan arah kehidupan politik di daerah. Kedudukan DPRD yang kuat dalam konstelasi pemerintahan daerah seperti saat ini mempunyai dua implikasi terhadap kondisi politik di Daerah.
Implikasi pertama adalah munculnya kehidupan politik yang lebih demokratis karena menguatnya posisi rakyat yang direpresentasikan oleh para wakilnya di DPRD dalam proses sistem politik lokal. Asumsi dasar dari implikasi pertama ini, Kepala Daerah (eksekutif) tidak lagi dominan untuk membuat berbagai kebijakan dan tidak bisa lagi mengabaikan kepentingan rakyat, karena segala tindakannya senantiasa dikontrol oleh DPRD. Implikasi kedua adalah munculnya arogansi DPRD karena memillki kekuasaan yang jauh Iebih besar dibandingkan dengan Kepala Daerah. Implikasi ini dapat menimbulkan tindakan atau perilaku anggota DPRD yang tidak sesuai dengan etika politik dan pemerintahan, seperti kasus yang marak di berbagai daerah, yakni praktek money politik.
Implikasi yang muncul di daerah setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah tersebut menggugah minat penulis untuk meneliti lebih mendalam sejauhmana kontrol DPRD Kabupaten Bekasi dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang balk. Di samping itu, penulis juga mencoba menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ditemukan fakta bahwa DPRD Kabupaten Bekasi belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Indikasinya terlihat dari kemampuan DPRD dalam mengontrol pemerintah melalui kewenangan membuat anggaran daerah yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan DPRD dan Kepala Daerah ketimbang kepentingan rakyat. Sebagai "wakil rakyat", DPRD juga tidak optimal dalam mewujudkan aspirasi rakyat ke dalam kebijakan daerah yang dibuatnya. Lemahnya kemampuan DPRD mengontrol penyelenggaraan pemerintahan daerah memberikan indikasi bahwa perjuangan untuk terbentuknya suatu pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan partisipatif atau dikenal dengan istilah good governance masih membutuhkan waktu.
Di samping itu, penulis juga menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat :dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan dan pengalman politik anggota DPRD, kepentingan partai politik, hubungan Kepala Daerah dengan DPRD serta mekanisme atau prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Faktor internal yang cukup dominan mempengaruhi efektivitas kontrol DPRD adalah mekanisme/ prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Walaupun anggota DPRD memiliki hak-hak yang lebih luas, namun penggunaan hak-hak tersebut seringkali tidak dapat diwujudkan secara optimal, karena terkendala oleh aturan yang sangat birokratis. Mekanisme seperti ini dirasakan menjadi kendala bagi anggota-anggota DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh kelompok kepentingan yang terdiri dari kalangan pengusaha dan kelompok penekan yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat. Kedua kelompok ini memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan daerah walaupun cara yang digunakan berbeda. Kelompok kepentingan lebih persuasif dalam mempengaruhi para aktor pembuat kebijakan, sedangkan kelompok penekan lebih agresif dalam mempengaruhinya, bahkan dalam beberapa kasus cenderung menggunakan cara-cara intimidasi dengan mengerahkan massa dan juga kekerasan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>