Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Santoso
"Pada penelitian ini, limbah cair tahu dimanfaatkan sebagai substrat fermentasi nata. Ke dalam limbah cair tahu tersebut ditambahkan sukrosa (gula pasir) 10%, 12,5% atau 15% serta sumber nitrogen dalam bentuk NH4H2PO4 dengan konsentrasi 0,1%, 0,3% atau 0,5%. Biakan yang digunakan adalah Acetobacter xylinum P1007 dan jumlah starter yang diinokulasikan adalah 10% (VN). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 14 hari.
Hasil pengukuran setelah pemanenan menunjukkan bahwa ketebalan rerata nata terendah yaitu 0,576 cm diperoleh dari perlakuan 10% sukrosa dan 0,1% NH4H2PO4. Ketebalan rerata nata terbesar yaitu 0,927 cm diperoleh dari perlakuan 15% sukrosa dan 0,3% NH4H2PO4. Pengujian secara statisitik terhadap data rerata ketebalan nata pada kesembilan perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Santoso
"Bakteri Acetobacter.xylinum merupakan bakteri Gram negatif yang mampu menghasilkan senyawa selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan layak untuk dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya.
Selulosa bakteri diperoleh dengan cara memfermentasikan substrat cair yang mengandung gula dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Di negara asalnya, Filipina, fermentasi tersebut menggunakan limbah cair air kelapa dan dikenal sebagai produk nata de coco. Produk inipun dikenal di Indonesia dengan nama dagang sari kelapa.
Selain dikenal sebagai produk makanan seperti tersebut di atas, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pemanfaatan selulosa bakteri tersebut antara lain dalam bidang industri pembuatan kertas, membran akustik, obat-obatan, kosmetik dan produk makanan (Steinkraus 1983; Sudirjo 1985; Sanchez & Yoshida 1998).
Di Indonesia, produk makanan sari kelapa sudah cukup dikenal, terutama di kota-kota besar. Pembuatan produk tersebut, sebagian besar dilakukan secara industri skala rumah tangga, walaupun beberapa pabrik skala besar juga memproduksi sari kelapa. Pada umumnya, para pembuat sari kelapa kurang atau tidak melakukan proses produksi secara steril. Kendala yang muncul adalah, sering kualitas produk yang dihasilkan menurun atau bahkan kegagalan pada produksi. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat kontaminasi dari bibit yang digunakan. Oleh karenanya, isolasi dan pemurnian bakteri A. xylinum yang digunakan dalam industri lokal tersebut merupakan hal yang utama.
Pemanfaatan bakterial selulosa bagi berbagai bidang industri membutuhkan kualitas produk yang stabil. Salah satu kendala yang juga akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah bagi substrat fermentasi adalah kualitas substrat yang dapat sangat bervariasi. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan media fermentasi buatan yang komposisi dapat diatur dengan pasti."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
R. Fera Ibrahim
"Studi seroepidemiologi memperlihatkan adanya antibodi yang bereaksi terhadap HTLV-1 di pelbagai spesies "Old World Monkey" dan Apes di Afrika dan Asia, tidak pada "New world monkeys" atau prosimian . Virus tersebut kemudian telah diisolasi dan disebut Simian T lymphoiropic virus type I (STLV I). Pemeriksaan skrening serologi khusus STLV I sampai saat ini belum ada. Pada penelitian ini tes DEIA (Dot Enzyme Immunosorbent Assay) yang merupakan modifikasi tes ELISA dikembangkan untuk mendeteksi anti STLV I. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah DEIA, dengan menggunakan antigen yang berasal dari kultur sel lestari limfosit monyet seropositif dapat dipergunakan untuk mendeteksi adanya antibodi anti STLV-I"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sjahrurachman
"Salmonellosis, khususnya dalam bentuk demam enterik, merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, tidak hanya karena insiden dan angka kematiannya yang tinggi, tetapi juga karena waktu yang diperlukan agar penderita "fully recover" dapat berbulan-bulan.
Ditinjau dari segi tatalaksana, angka kesakitan dan kematian yang tinggi itu secara teoritis dapat ditekan jika penderita terdiagnosis secara pasti lebih dini. Sayangnya, gambaran klinisnya seringkali serupa dengan banyak penyakit infeksi lain, seperti rickettsiosis, leptospirosis. Disamping itu baku diagnosis, yaitu isolasi kuman dan pemeriksaan serologis yang ada masih merupakan masalah besar karena rumit dan hasilnya lama, sehingga sangat kurang bermanfaat sebagai panduan untuk tata laksana kasus dan pencegahan transmisi kuman ke orang lain. Karena tata laksana kasus penderita demam enterik dasarnya sama, maka dalam jangka panjang terbuka peluang untuk mengembangkan diagnostik serologik cepat tepat. Pada sisi lain diketahui bahwa flagel adalah struktur kuman terluar dan karenanya merupakan antigen yang paling awal terpapar pada, sistim kekebalan tubuh. Lebih lanjut telah merupakan pengetahuan umum bahwa pada setiap infeksi, respon imun paling awal adalah pembentukan IgM dan keberadaan IgM ini bersifat transient, yaitu hanya untuk beberapa bulan saja. Berdasarkan ide tersebut, disusun rencana penelitian yang tujuannya adalah mendapatkan cara deteksi IgM anti Salmonella sebagai langkah awal untuk pembuatan prototipe diagnostik kit untuk Salmonellosis secara cepat dan mudah.
Dengan metode IgM anti-salmonella capture DIA. Penelitian dimulai dengan menganalisa flagelasi kuman, mengisolasi flagel dan selanjutnya melabel flagel dengan biotin. Dilakukan pula imunisasi kelinci dengan berbagai species Salmonella dan selanjutnya antibodi tersebut diuji reaksi silangnya dengan cara aglutinasi dan direct DIA dengan tujuan memperkirakan komposisi antigen yang selayaknya dipakai pada pengembangan format IgM capture DIA untuk serum manusia. Selain itu dikumpulkan serum dari tersangka penderita demam tifoid, orang normal dan penderita demam berdarah. Konfirmasi diagnosa klinis dilakukan dengan mengisolasi kuman, milakukan uji aglutinasi cara slaid dengan kit komersial dan penetapan kenaikan titer anti H secara makro. Untuk mengembangkan format IgM capture DIA, flagel yang terbiotinilasi telah diuji antigenisitasnya. Saat ini sedang dimulai pengerjaan uji format IgM capture DIA tersebut pada serum manusia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [2000, 2000]
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Conny Riana Tjampakasari
"Masalah di dalam dunia kedokteran bertambah dengan meningkatnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida, terutama oleh Candida albicans. Candida albicans dianggap sebagai spesies terpatogen dan menjadi penyebab utama kandidosis. Jamur ini tidak terdapat di alam bebas, tetapi dapat tumbuh sebagai saproba pada berbagai alat tubuh manusia, terutama yang mempunyai hubungan dengan dunia luar. Ketokonasol sebagai antimikotik pertama yang bekerja efektif secara oral menjadi pilihan untuk menguji sensitivitas Candida albicans. Tujuan penelitian ini adalah menguji sensitivitas Candida albicans terhadap ketokonasol dengan metode Minimum Inhibitory Concertation (MIC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84,50% Candida alb/cans (60 dari 71 sampel) bersifat resisten terhadap ketokonasol. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi klinisi dalam hal pengobatan kandidosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
J. Agus Sugiharto, Author
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Akhir-akhir ini banyak dilaporkan tentang kasus diare non spesifik oleh sejawat yang bekerja di klinik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya infeksi saluran cerna oleh kuman tertentu yang tidak dapat diisolasi dengan prosedur yang lazim dilakukan untuk isolasi dan identifikasi kuman usus patogen aerob. Sejak berkembangnya teknik isolasi dan identifikasi kuman anaerob dan mikroaerofilik yang pesat pada awal tahun 70-an, maka kuman penyebab diare yang dapat diisolasi tidak terbatas pada kuman aerob raja, melainkan juga kuman usus anaerob dan mikroaerofilik. Kuman usus mikroaerofilik (Campylobacter jejuni) yang menimbulkan gangguan pada saluran cerna manusia memberikan gejala klinik yang mirip dengan infeksi kuman usus lainnya. Di berbagai negara C. jejuni merupakan penyebab infeksi saluran cerna pada manusia, dan frekuensinya lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi infeksi oleh Salmonella dan Shigella atau keduanya bersama-sama. Untuk menegakkan diagnosis mikrobiologik infeksi saluran cerna oleh C. jejuni, diperlukan isolasi dan identifikasi dengan cara yang spesifik. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, telah dilakukan kerjasama dengan Bagian Anak RSCM/FKUI untuk melakukan pemeriksaan tinja 50 penderita diare akut. Bahan pemeriksaan berupa tinja penderita yang diperoleh dengan rectal toucher. Setiap bahan pemeriksaan dibiak pada agar Campi BAP dalam sui,san mikroaerofilik, pada suhu 42 °C. Teknik isolasi dan identif. ntuk Campylobacter jejuni menurut Skirrow yang telah diuji oleh WHO Scientific Working Group.
Hasil dan Resimpulan: Dari 50 anak pria dan wanita yang dirawat di Bagian Anak RSCM 1 FKUI dengan diare akut, berhasil diisolasi 3 (6%) Campylobacter jejuni. Dalam penelitisan ini, peneliti belum berhasil menemukan adanya Campylobacter jejuni dalam bahan pemeriksaan dengan metoda pewarnaan sediaan langsung dari tinja penderita, seperti yang dikemukakan oleh beberapa peneliti di luar negeri.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: Recently there are so many cases of non specific diarrhea reported from the colleagues who works on clinical wards. This could happen because there are some kind of microorganism that infected the alimentary tract not possible to isolate by the common procedure usually used to isolate the Enterobacteriaceae. Since the development of anaerobic and microaerophylic isolation and identification techniques in 1970, the diarrhea causing microorganisms that can be isolated not only the aerobic but also the anaerobic and microaerophylic enteric microorganisms. The microaerophylic enteric microorganism (Campylobacter jejuni) that infected the alimentary tract has clinical symptom resemble to another enteric microorganisms infections. In several countries Campylobacter jejuni causing alimentary tract infection more frequent than Salmonella and Shigella or both. To diagnose the Campylobacter jejuni causing diarrhea], need a specific microbiological procedure. According to that problem, joint cooperation had been carried out with the Department of Pediatric RSCM/FKUI to examine 50 children who suffered from acute diarrhea. The specimen to examine is the excrement of the sufferer obtained by rectal toucher. Each specimen inoculated on Campi BAP and incubated in microaerophylic atmosphere at 42°C. Skirrow's technique modified by WHO Scientific Working Group had been used to isolate and identify Campylobacter jejuni.
Findings and Conclusions: Campylobacter jejuni had been isolated in 6% out for 50 boys and girls who suffer acute diarrhea being treated in the Department of Pediatric RSCM/FKUI. In this case we could not find Campylobacter jejuni by direct excrement staining method, as reported by others abroad.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujudi
"BOLLINGER (1877) mengemukakan tentang penyakit yang banyak menyerang rahang dan tenggorokan ternak. Penyakit tersebut adalah osteosarkoma dan "wooden tongue" yang jejasnya mempunyai sifat utama granulomatosa. Jejas tersebut selain terdiri dari sel-sel granuloma, lekosit dan jaringan coati juga mengandung benda-benda granulasi kasar, berwarna kuning pucat yang merupai fungus. HARZ (1877)* menemukan hal yang sama seperti BOLLINGER dan men ,anggap badan-badaa granulasi tersebut sebagai fungus baru, yang karena tersusun radial maka dinamakannya rayfungus atau Actinomyces bovis. ISRAEL (1878) menenukan fungus tersebut iada seorang penderita pyeMia yang menahun dengan abses didadanya. PCNFICIL (1879, 1882)* membuat kesimpulan bahwa penyakit yang ditemukan BOLLINGER dan ISRAEL adalah penyakit yang sama yaitu actinomycosis.
Kedudukan Actinomyces didalam dunia jasad renik ada yang nenggolongkan keda].am golongan bakteri, golongan fungus dan ada Pula yang menggolongkannya sebagai golongan tersendiri. Dengan
Makin bertambahnya pengetahuan tentang morfologi Actinomyces maka penggolongannya lebih condong sebagai golongan tersendiri, yang sifatnya dalam beberapa hal mendekati bakteria sedangkan dalam sifat pertumbuhannya merupai fungus.
Maka Ordo baru diusulkan oleh BUCHANAN (1913), yaitu Ordo Actinomycetales yang meripunyai sebuah Famili Actinomycetaceae yang terdiri dari 4 genus yaitu Actinobacillus, Leptotrichia, Actinomyces dan Nocardia.
Tetapi "Committee of the Society of the American Bacteriologist;; serta LESKIE (1921); BERGEY (1923) ; WAKSMAN (1927); LEHMANN dan NEUMANN {1927); FORD (1922) ; TOPLEY dan WILSON (1927) dalam klasifikasinya menanggalkan naraa genus Nocardia dan memasukkan senua jenis Actinomyces dalam genus Actinomyces. Mereka merupakan pengikut BOSTROEM (1891) yang dalam pemeriksa--annya menemukan bahvra Actinomyces hidupnya aerob. Sedangkan ISRAEL dan WOLFF (1891) kemudian WRIGHT (1905) baru berhasil mernbiakkan Actinomyces secara anaerob. Malca PINOY (1913) serta CHALK. RS dan CHRISTOPHERSEN (1916) mengemukakan sebaiknya Actinomyces dibagi dalam 2 golongan berdasarkan kebutuhan akan zat asamnya, yaitu yang hidup secara aerob dan pada umumnya bersifat saprofit sebagai genus Nocardia, sedangkan yang hidup anaerob ialah genus Actinomyces.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1972
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
The, Kie Seng
"Penetapan berbagai-bagai djenis kuman Mycobacterium penting artinya dipandang dari sudut penelitian sebagai penjebab sesuatu penjakit.
Jtara-jtara menetapkan djenis kuman Mycobacterium biasanja terdiri atas mempeladjari sifat koloni (diatantaranya mengenai semua sifat pertumbuhan warna dan bentuk), djuga morfologi sel (jaitu besar dan bentuknja) dan pembentukan selaput pada medium tjair. Berbagai sifat biokimia jang berdasarkan metabolisme kuman-kuman itu dan virulensi terhadap binatang pertjobaanpun dipakai untuk diferensiasi.
Pertjobaan binatang ialah tjara utama dalam menentukan patogenita berbagai djenis kuman Mycobacterium semendjak kuman tuberkulosis dikenal tetapi setelah penggunaan bermatjam-matjam tuberkuloatikum terutama INH, dengan timbulnya kuman-kuman jang resisten INH menyatakan bahwa virulensi kuman jang resisten INH terhadap binatang percobaan sangatlah menurun menundjukkan bahwa makin tinggi resistensi INH djenis kuman tuberkulosis jang disuntikkan pada seekor marmut makin berkuranglah vrirulensinya.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1968
D400
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Wiwing
"Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi baik negara maju, negara berkembang, maupun negara miskin. Usaha pengendalian infeksi nosokomial telah banyak dilakukan.
Dan hasil laporan data yang diterbitkan secara berkala oleh Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) RSCM, sampai saat ini belum mencakup peran mikroorganisme lingkungan dalam mata rantai penyebaran infeksi nosokomial.
Untuk melengkapi data tersebut, maka dilakukan penelitian observasional dengan metode cross-sectional di Unit Luka Bakar (ULB) RSCM bulan Januari - Juli 2004, untuk melihat kesamaan mikroorganisme dari jaringan eskar luka bakar dengan mikroorganisme lingkungan seperti udara, air mandi, instrumen, linen, sarung tangan dan telapak tangan petugas kesehatan, melalui pola resistensi antimikroba. Sekaligus juga dilakukan screening pada petugas kesehatan dan penderita untuk menemukan MRSA, yang sering menyebabkan infeksi nosokomial.
Berdasarkan kesamaan pola resistensi, disimpulkan bahwa Klebsiella pneunioniae dari jaringan eskar luka bakar sama dengan asal udara dan Pseurdomonas aeruginosa jaringan eskar luka bakar adalah sama dengan asal air mandi penderita. Berdasarkan perubahan pola mikroorganisme pada hari ke 5 (H5), dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial di ULB RSCM cukup besar, dan ditemukan pula MRSA.

Nosocomial infection is a major problem in the world today, since it can be found in all countries, not only in the poor countries but also in the developed countries. A lot of efforts have been implemented to control this nosocomial infection.
Up to now, the report data published periodically by the Hospital Infection Control Committee of RSCM, has not included the role of environmental microorganism in the chain of nosocomial infection spreading.
In order to make the data more accountable, this observational research was conducted with cross-sectional methodology in the Bum Wound Unit of RSCM from January till July 2004. The similarity of the microorganism found in the burn wound escar tissue with the microorganism from environment origin, such as air, bathing-water, linen, hand-gloves and the palms of the medical staffs, was concluded by comparing their anti-microbial resistance pattern. In the same time, a screening of the medical staffs and patients was also conducted to see the existence of MRSA, known as frequently involved in the nosocomial infection.
The result suggested that the Klebsiella pneunioniae and Pseudonronas aeruginosa found in the burn wound escar tissue was the same as the one from the air and patient bathing-water, respectively. And based on the change of microbial-pattern in the day-5 (D5), it was indicated that the probability of nosocomial infection in the Burn Wound Isolation Unit of RSCM was very high, and MRSA could be found in from the screening."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucunawangsih
"Demam dengue atau demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, karena angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun terutama pada saat kejadian luar biasa. Meskipun demikian angka kematian telah turun di bawah 3% yaitu 1,1% pada tahun 2004. Terdapat beberapa penyakit yang memberikan gejala klinis menyerupai DBD sehingga menyulitkan dalam mendiagnosa, untuk itu diperiukan uji laboratorium sebagai konfirmasi untuk diagnosis klinis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan.64 spesimen yang berasal dan penderita tersangka demam dengue dan demam berdarah dengue yang dirawat di rumah sakit untuk kemudian dilakukan uji RT-PCR, hambatan hemaglutinasi dan IgM-IgG rapid immunochromatagraphy. Diagnosis klinis DBD menggunakan kriteria WHO 1997. Hasil yang didapat adalah bahwa keempat serotipe virus dengue ( DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 ) beredar di Jakarta, tempat dimana penelitian ini dilakukan dengan DEN-3 sebagai predominannya. IgM-IgG rapid immunochromatography dapat digunakan untuk membedakan infeksi virus dengue dengan yang bukan infeksi virus dengue karena sensitif, di samping itu mudah dan cepat untuk dikerjakan. Nilai sensitifitasnya adalah 95,8% dan spesifisitasnya adalah 65%. Dengan menggunakan tiga macam antigen ( DI, D2 dan D3 ), hasil uji hambatan hemaglutinasi memberikan hasil yang positif sebesar 60,9% dari kasus tersangka demam berdarah dengue. Meskipun pengerjaannya tidak sederhana dan memerlukan spesimen ganda, uji ini merupakan Baku emas bagi diagnosis infeksi dengue."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2005
T58393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>