Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yaseen Fajrie Yudha Ghozali
"Pada topologi, homeomorfisme adalah pemetaan antara ruang topologi yang bersifat bijektif, kontinu, dan memiliki invers kontinu. Keberadaan homeomorfisme antara dua ruang topologi mengakibatkan ruang-ruang tersebut dianggap sama secara topologi. Dalam topologi, salah satu masalah utama yang dihadapi adalah masalah penentuan keberadaan homeomorfisme antara dua ruang topologi. Invarian topologi adalah sifat dari ruang topologi yang tidak berubah terhadap homeomorfisme, sehingga invarian topologi sering digunakan pada penetuan keberadaan homeomorfisme antara ruang-ruang topologi. Salah satu invarian topologi pada topologi aljabar adalah grup fundamental, yang merupakan grup dari kelas-kelas ekuivalensi gelung (loop) pada ruang topologi. Teorema van Kampen adalah sebuah teorema mengenai homomorfisme antara grup fundamental dari ruang topologi, yang dapat digunakan untuk menentukan grup fundamental dari ruang topologi yang dapat didekomposisi menjadi ruang topologi yang lebih sederhana. Pada tugas akhir ini, dibuktikan kembali teorema van Kampen secara rinci.

In topology, homeomorphism is a bijective continuous mapping between topological spaces with continuous inverse. The existence of homeomorphism between two topological spaces results in those spaces being considered topologically equivalent. A main problem faced in topology is the problem of determining the existence of homeomorphism between two topological spaces. Topological invariant is a property of topological space that does not change under homeomorphism, so so topological invariants are often used in determining the existence of homeomorphisms between topological spaces. One of the topological invariants used in algebraic topology is fundamental space, which is the group of equivalence classes of loops in topological spacae. Van Kampen theorem is a theorem about homomorphism between fundamental group of topological spaces, which can be used to determine fundamental group of topological space that can be decomposed into simpler topological space. This thesis will provide a detailed proof of van Kampen theorem."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Febriani
"Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, sebanyak 70% penyebab kematian pada penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK). Tercatat 17,5 juta kematian atau setara dengan 30,0 % dari total kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2017). Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung yang disebabkan adanya plaque yang menumpuk di dalam pembuluh darah arteri sehingga mengganggu supply oksigen ke jantung. Hal ini menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang dan terjadi defisiensi oksigen. Pada keadaan yang lebih serius dapat mengakibatkan serangan jantung. Faktor risiko penyakit jantung koroner diantaranya adalah Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi, Kolesterol, Riwayat Keluarga dan sebagainya. Jika kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner dapat diprediksi sejak awal berdasarkan faktor risiko yang ada, maka tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner dapat ditekan menjadi lebih rendah.
Tesis ini mengusulkan Model Regresi Logistik Fuzzy untuk memprediksi kemungkinan seseorang untuk menderita penyakit jantung koroner. Tahap pertama dari penelitian ini adalah membangun model prediksi, kemudian mengestimasi nilai parameter dengan menggunakan metode least square. Selanjutnya pada tahap ketiga mengaplikasikan model yang didapatkan untuk memprediksi penyakit jantung koroner. Setelah itu melakukan uji kelayakan atau kesesuaian model dengan metode Mean Degree of Membership dan yang terakhir menghitung akurasi prediksi dengan menggunakan Confusion Matrix.

According to the World Health Organization (WHO) in 2015, as many as 70% of the causes of death in heart disease were caused by coronary heart disease (CHD). It was recorded that 17.5 million deaths or the equivalent of 30.0% of the world's total deaths were caused by coronary heart disease (WHO, 2017). Coronary heart disease is a disorder of heart function caused by plaque that builds up in the arteries so it interferes with oxygen supply to the heart. This causes blood flow to be reduced and oxygen deficiency occurs. In more serious situations it can prevent heart attacks. Risk factors for coronary heart disease are Age, Gender, Hypertension, Cholesterol, Family History and so on. If there is someone who is a victim of coronary heart disease can be predicted from the beginning, then there is likely to arise more.
This thesis proposes a Fuzzy Logistic Regression Model to predict the possibility of a person suffering from coronary heart disease. The first stage of this research is to build a predictive model, then estimate the parameter values using the least square method. Furthermore, in the third stage, apply a model to predict coronary heart disease. After that, test the feasibility or suitability of the model with the Mean Degree of Membership method and finally calculate the prediction accuracy using the Confusion Matrix.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Siti Rafiah
"Hasil penelitian beberapa peneliti terdahulu menyatakan bahwa, dermatoglifi tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan dapat digunakan untuk membedakan ras, populasi, dan kasta. Penurunan (heritabilitas) intensitas dari tipe pola, dan jumlah semua sulur ujung jari tangan sangat tinggi.
Variasi dermatoglifi pada populasi dapat terjadi karena adanya beberapa faktor seperti, seleksi, isolasi, dan genetic drift. Populasi dalam strata pendidikan dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan lapisan masyarakat berdasarkan dermatoglifi, karena pada setiap kenaikan tingkat pendidikan seseorang berlaku seleksi.
Sampel populasi dalam penelitian ini diambil dari beberapa lapisan masyarakat berbagai suku dengan strata pendidikan berbeda yang terdiri atas non sarjana, sarjana dan doktor. Sampel populasi non sarjana ialah mereka yang berpendidikan SD, SLTP, dan SLTA, sedangkan sampel populasi sarjana dan doktor, ialah mereka yang tamat dari pendidikan perguruan tinggi.
Tujuan penelitian dermatoglifi ialah untuk mengetahui apakah ada perbedaan tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan antara populasi non sarjana, sarjana, dan doktor. Dari tipe pola yang dibedakan meliputi 3 tipe pola dasar, yaitu tipe pola arch, loop dan whorl. Kemudian dilakukan perhitungan indeks Dankmeijer, indeks Furuhata dan indeks intensitas pola. Dari jumlah sulur yang dihitung ialah rata-rata jumlah semua sulur (JSS), rata-rata jumlah sulur (tipe pola loop, tipe pola whorl), dan rentang rata-rata jumlah semua sulur. Data-data tersebut dianalisis menurut cara yang dilakukan oleh Holt (1968).
Hasil penelitian analisis tipe pola dan jumlah sulur ujung jari tangan dari sampel populasi non sarjana, sarjana, dan doktor menunjukkan bahwa:
I. Tipe pola ujung jari tangan
1. Ada perbedaan frekuensi tipe pola arch, tipe pola loop dan tipe pola whorl antara sampel populasi, kecuali antara populasi sarjana dan doktor.
2. Indeks Dankmeijer yaitu indeks arch/whorl pada sampel populasi non sarjana lebih tinggi dari pada sarjana dan doktor.
3. Indeks Furuhata yaitu indeks whorl/loop pada sampel populasi non sarjana lebih rendah dari pada sarjana, dan doktor.
4. Indeks intensitas pola yaitu rata-rata jumlah triradii ujung jari tangan pada sampel populasi non sarjana lebih rendah dari pada sarjana, dan doktor.
II. Jumlah sulur ujung jari tangan
1. Ada perbedaan frekuensi rata-rata jumlah semua sulur (JSS) ujung jari tangan antara sampel populasi, kecuali antara populasi sarjana dan doktor.
2. Ada perbedaan rata-rata jumlah sulur tipe pola loop dan tipe pola whorl antara populasi, kecuali antara populasi sarjana dan doktor.
3. Ada perbedaan rentang rata-rata jumlah semua sulur antara non sarjana di satu pihak dengan populasi sarjana dan doktor di pihak lain.
Dari keterangan I dan II terlihat ada perbedaan antara populasi non sarjana di satu pihak, dengan populasi sarjana dan doktor di pihak lain.
Menurut Holt (1968) untuk membedakan antar populasi, umumnya dipakai indeks Dankmeijer. Pada populasi non sarjana, populasi suku Jawa (Satmoko, 1981), dan populasi umum (Rafiah dkk, 1979; Sutanto, 1989) ditemukan adanya persamaan indeks Dankmeijer, yaitu di atas 6. Sebaliknya populasi sarjana dan doktor, serta pada populasi mahasiswa (Tadjudin dkk, 1970; Suhadi, 1974) mempunyai persamaan indeks Dankmeijer, yaitu di bawah 6.
Selain itu untuk membedakan antar populasi menurut Pollitzer & Plato (1979), digunakan rata-rata jumlah semua sulur ujung jari tangan. Pada populasi non sarjana, dan populasi umum (Rafiah dkk, 1979; Sutanto, 1989), mempunyai persamaan rentang rata-rata jumlah semua sulur ujung jari tangan, yaitu 124-135. Sedangkan pada populasi sarjana dan doktor dengan populasi mahasiswa (Suhadi, 1974), ada persamaan rentang rata-rata jumlah semua sulur ujung jari tangan, yaitu 143-151.
Kesimpulannya, ada 2 lapisan masyarakat Indonesia berdasarkan dermatoglifi ujung jari tangan. Pertama, lapisan masyarakat dengan indeks Dankmeijer di atas 6, dengan rentang rata-rata jumlah semua sulur 124-135. Kedua, lapisan masyarakat dengan indeks Dankmeijer di bawah 6, dengan rentang rata-rata jumlah semua sulur 143-151.
Terjadinya variasi dermatoglifi ujung jari tangan antara kedua lapisan masyarakat tersebut di atas, disebabkan karena adanya seleksi, dan faktor lain yang menyebabkan terjadinya variasi dermatoglifi di antara dua lapisan masyarakat, yaitu kemungkinan karena adanya isolasi reproduksi.

The Dermatoglyphics of Finger Pattern Types and Finger Ridge Counts In Several Educational Levels In The Indonesian SocietyThe dermatoglyphics of finger pattern types and finger ridge counts can be applied to classify race, population and caste. The heritability of total finger pattern intensity and total finger ridge counts is very high.
Variation in biological characters such as dermatoglyphic variation can exist due to various factors, like selection, isolation, and genetic drift. The population at different education levels can be used to detect differences between society levels based on dermatoglyphics, because at each higher level of educational selective processes are active.
The population sample of this research is derived from several levels of Indonesian society and educational strata consisting of no graduate, graduate, and PhD populations. The non-graduate population consists of people who have never had tertiary education, while the graduate and the PhD population consist of people who are graduates from a university.
The purpose of the present study is to know whether there are differences in finger pattern., types and finger ridge counts between the non graduate, graduate, and Ph.D populations. Pattern types are classified into three basic pattern, i.e. the arch, loop, whorl. Furthermore the Dankmeijer index, the Furuhata index, and the pattern intensity index are also calculated. Finger ridge counts performed are the mean total finger ridge counts, the mean ridge count of loops and whorls, and the range of the mean total finger ridge counts. These data are analyzed according to the method used by Halt (1968).
The results of analysis of the finger pattern type and finger ridge counts of the non-graduate, graduate and PhD population samples show that:
I. The finger pattern type:
1. There are significant differences in arch, loop, and whorl between population samples, except between the graduate and the PhD populations.
2. The Dankmeijer's index, or the arch/whorl index of the non-graduate is higher than the graduate and the PhD populations.
3. The Furuhata's index, or the whorl/loop index of the non-graduate is lower than the graduate and the PhD populations.
II. The finger ridge counts:
1. There are significant differences in the mean total finger ridge counts between the populations, except between the graduate and the Ph.D. populations.
2. There are significant differences in the mean ridge count of loops and whorls between the populations, except between the graduate and the PhD populations.
3. There are significant differences in the range of mean total finger ridge count between the non-graduate on one side and the graduate + Ph. D populations on the other side.
From the results described in I and II, it can be concluded that there are differences between the non graduate population on one side, and the graduate, PhD population on the other side.
In general, according to Holt (1968), the Dankmeijer index has been widely used to distinguish populations. In the non-graduate population, the Javanese population (Satmoko, 1971), and the general population (Rafiah et al., 1979; Sutanto, 1989), it has been found that the Dankmeijer index is above 6. On the other hand in the graduate and the Ph.D. populations also in student populations (Tadjudin et al., 1970; Suhadi, 1974) the Dankmeijer index is below 6.
To make a more detailed classification among populations, according to Pollitzer & Plato (1979), the total finger ridge counts can be used. In the non-graduate population and the general population (Rafiah et el., 1979; Sutanto, 1989) the range of the mean total finger ridge counts is between 124-135. While in the graduate + PhD populations and also in a student population (Suhadi, 1974), the range of the mean total finger ridge counts is between 143-151.
The conclusion of this study is that according to the pattern type and ridge counts, the three populations can be divided into two levels. The first is the level with Dankmeijer index above 6 and the range of the total finger ridge counts between 124-135, the second is the level with Dankmeijer index below 6 and the range of the total finger ridge counts between 143-151. The existence of dermatoglyphic variation between the two levels may be due to selection, and the possibility of reproductive isolation.
"
1990
D275
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oentoeng Soeradi
"ABSTRAK
Tikus jantan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 360 ekor (LMR Strain, Wistar derivad), berumur 3 bulan dengan berat badan berkisar antara 135 - 140 gram. Tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri atas 90 ekor. Tiap kelompok dibagi secara acak menjadi 10 subkelompok, masingmasing terdiri atas 9 ekor. Testis dari 7 ekor tikus dipapar dengan medan elektrostatik dari tegangan listrik searah 1 kV, 2 kV, 3 kV, 4 kV, 5 kV, 6 kV, dan 7 kV. Sedangkan 2 ekor sisanya digunakan sebagai kontrol dengan perlakuan dan kontrol tanpa perlakuan.
Tikus dimasukkan ke dalam tabung pralon, kemudian kedua testisnya dipapar dengan medan elektrostatik satu jam per hari selama 30 hari. Tikus kontrol dengan perlakuan diberi perlakuan sama dengan tikus percobaan, tetapi tanpa medan elektrostatik. Sedangkan tikus kontrol tanpa perlakuan tidak diberi perlakuan apapun. Semua tikus dikawinkan dengan tikus betina normal berumur 4 bulan dengan berat badan antara 135 - 140 gram, pada akhir pasca perlakuan 3, 30, 60, dan 90 hari selama 24 jam. Pemeriksaan sel-sel germinal secara kuantitatif dilakukan di stadium II, V, VII, X, dan XIII pada akhir keempat pasca perlakuan tersebut, yaitu setelah dicampur dengan tikus betina selama 24 jam.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan, bahwa pengaruh medan elektrostatik dari tegangan listrik searah 1 kV sampai 7 kV terhadap testis tikus adalah menimbulkan perubahan sebaran stadia epitel seminiferus yang sangat nyata.
Penelitian secara kuantitatif menunjukkan penyusutan yang sangat nyata pada spermatogonia A dan B, spermatosit primer (R, L, Z, P, dan Di) pada semua stadium yang diperiksa, yaitu pada stadium II, V, VII, X, dan XIII. Sampai pada akhir pasca perlakuan 90 hari, belum terlihat adanya pemulihan yang nyata dari sel-sel germinal. Sebaliknya tidak terlihat pengaruh yang nyata dari medan elektrostatik pada tegangan listrik searah 1 kV sampai 7 kV, terhadap spermatogonia In.
Tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan dari kelompok percobaan 1 kV sampai 7 kV pada akhir pasca perlakuan 30, 60, dan 90 hari, semuanya hamil. Tetapi, jumlah anak yang dihasilkan memperlihatkan penurunan yang sangat nyata, dibandingkan dengan jumlah anak pada kelompok kontrol. Keadaan rasio seks dari keturunan yang dihasilkan pada kelompok tikus percobaan, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan rasio seks pada keturunan dari kelompok kontrol.
Anomali kongenital terdapat pada anak tikus jantan dan betina, yang dihasilkan dari perkawinan dengan tikus jantan percobaan dari tegangan listrik searah 6 kV dan 7 kV. Sedangkan perlakuan dengan medan elektrostatik dari tengangan listrik di bawah 6 kV tidak diperoleh anomali kongenital pada semua keturunannya, seperti halnya pada keturunan dari kelompok kontrol. Tipe anomali yang terlihat yaitu mikroftalmia bilateral, muka bulat agak sembab disertai pertumbuhan rambut yang tidak teratur, ujung kulit penis memanjang seperti praeputium, dan penyempitan gelang panggul pada beberapa ekor anak tikus betina. Rasio seks pada keturunan yang mengalami anomali tidak berbeda nyata dengan rasio seks pada keturunan dari kedua k

ABSTRACT
A total of 360 adult male rats (LMR Strain, Wistar de-rived), 3 months of old, 135 - 140 gr body weight were used in this investigation. Ninety rats each from the total were divided randomly into 10 groups of 9 rats each treated as follows. The first 7 rats of each groups were exposed to electrostatic field of 1 kV, 2 kV, 3 kV, 4 kV, 5 kV, 6 kV, and 7 kV potential respectyvely. The remaining 2 rats served as treated and untreated controls. The rats were put into plastic tubes, then each testis of the experimental rats was exposed to an electrostatic field between the electrodes for one hour. The treated control rats were put into plastic tubes, but were not exposed to the electrostatic field. Untreated control received no treatment. The treatment was given every day for 30 days. After 3, 30, 60, and 90 days of the series of treatment, all rats were mated to an adult female rat.
The purpose of the present study was, (1) to evaluate quantitatively the development of germ cells of seminiferous epithelium after exposure to electostatic field; (2) to evaluate whether treatment with an electrostatic field to the testis of adult rats can induced congenital anomalies.
The result presented show that the effect of electrostatic field of 1 kV to 7 kV cause significantly alteration in the distribution of stages of the cycle of seminiferous epithelium.
A quantitative investigation of the seminiferous epithelium at stages II, V, VII, X, and XIII of the spermatogenic cycle showed that A and B spermatogonia, all primary spermatocytes, and spermatids were significantly decreased. No recovery of these germinal cells were found up to 90 days after exposure to electrostatic field. However, In spermatogonia were not seriously affected by electrostatic field of 1 kV to 7 kV.
All female rats became prequant after being mated to treated male rats. However, the mean number of offspring of treated rats mated 3, 30, 60, and 90 days after exposure to electrostatic field of 1 kV to 7 kV for 30 days were significantly reduced in number of offspring as compared to control groups. The sex ratios of offspring in the experimental groups were unaffected by the different treatments. No significant difference was found in the sex ratios between the experimental groups and control groups.
Congenital anomalies were noted in both sexes of the offspring sired by rats exposed to an electrostatic field of 6 kV to 7 kV. No congenital anomalies were noted in offspring from rats treated with doses below 6 kV or in the control groups.
Several anomalies were evident such as microthalmy and "round face" with omnidirectional hair growth. The external genitalia of some adult male offspring were affected in some instances with elongation of the foreskin of the penis (praeputium like), and a narrow pelvic girdle was found in some adult female offspring. The sex ratio of offspring with congenital anomalies from 3, 30, 60, and 90 days after exposure to 6 kV or 7 kV were not significantly different from that found in the control groups.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1987
D331
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Ananda Setyawan
"Karet merupakan salah satu komoditas penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan lahan karet terluas di dunia. Namun hasil karet yang diproduksi oleh Indonesia masih kalah dibanding Thailand. Hal tersebut disebabkan oleh pemberian pupuk, pestisida, dan perlindungan tanaman yang masih belum maksimal. Untuk perlindungan tanaman karet, di Indonesia biasanya dilakukan melalui penelitian daun karet. Akan tetapi, hal tersebut sangatlah tidak efisien dibanding dengan luas lahan yang ada. Sehingga diperlukan suatu metode yang lebih efisien untuk mendeteksi penyakit pada tanaman karet. Pada penelitian ini, penulis merancang suatu metode pendeteksian dini pengendalian penyakit tanaman karet menggunakan metode k-means clustering dan spectral clustering menggunakan citra digital yang diambil menggunakan drone. Melalui penelitian ini, diharapkan produksi tanaman karet dapat ditingkatkan dikarenakan proses pengendalian penyakit yang lebih efisien. Dengan penelitian ini, lahan karet sehat dan bergejala penyakit dapat dikelompokkan ke masing-masing klaster. Untuk selanjutnya, untuk lahan karet bergejala penyakit dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis penyakit dan level penyakit yang dialami. Pendeteksian penyakit tanaman karet pada penelitian ini memiliki hasil 0,702 untuk k-means clustering dan 0,566 untuk spectral clustering dengan metode evaluasi silhouette score. Hal tersebut dikarenakan data citra yang masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun teknik pengambilan gambar. Namun untuk evaluasi menggunakan mean dan standard deviation, Spectral Clustering dengan perspective transform memiliki hasil yang lebih baik. Metode Spectral Clustering dengan data yang telah dilakukan perspective transform mampu mengklaster lahan karet yang hijau dan agak menguning.

Rubber is one of the largest contributors to Indonesia's Gross Domestic Product (GDP). Indonesia is a country with the largest rubber plantation in the world. However, the rubber produced by Indonesia is still inferior to Thailand. This is caused by the provision of fertilizers, pesticides, and plant protection that is still not optimal. For the protection of rubber plants, in Indonesia it is usually done through rubber leaf research. However, this is very inefficient compared to the existing land area. So we need a more efficient method to detect diseases in rubber plants. In this study, the authors designed a method for early detection of rubber plant disease control using the k-means clustering method and spectral clustering using digital images taken using drones. Through this research, it is hoped that the production of rubber plants can be increased due to a more efficient disease control process. With this research, healthy rubber fields and disease symptoms can be grouped into each cluster. Henceforth, for rubber fields with disease symptoms, further research can be carried out to determine the type of disease and the level of disease experienced. The detection of rubber plant diseases in this study had satisfactory results, namely  for k-means clustering and  for spectral clustering. This is because the image data is still very limited both in number and technique of taking pictures. However, for evaluation using the mean and standard deviation, Spectral Clustering with perspective transform has better results. The Spectral Clustering method with data that has been carried out with perspective transform is better able to cluster green and slightly yellow rubber land."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Remzy Syah Ramazhan
"Coronavirus disease 19 (COVID-19) adalah penyakit pernapasan menular yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Penyakit ini memiliki gejala umum yang mirip dengan gejala penyakit pernapasan lain seperti alergi, flu, dan pilek. Tetapi setiap penyakit membutuhkan obat dan perawatan yang berbeda-beda. Sehingga, penting bagi penderita untuk mendapatkan diagnosis yang tepat atas penyakit yang diderita. Diagnosis biasanya dilakukan dengan pertemuan langsung antara dokter dan pasien. Akan tetapi, cara ini memiliki banyak hambatan, seperti: membutuhkan banyak waktu dan biaya. Selain itu, cara ini juga berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain. Oleh karena itu, diajukan implementasi chatbot untuk mengatasi hambatan dalam melakukan diagnosis COVID-19. Chatbot menerima input data berupa gejala yang dialami pasien. Data tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data tabular untuk kemudian dilakukan klasifikasi jenis penyakit dengan bantuan algoritma machine learning. Pada Penelitian ini, akan dilakXGBoost pada data gejala yang dipublikasikan oleh Walter Conway di situs Kaggle. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Random Forest memiliki kinerja terbaik pada data testing dengan skor rata-rata accuracy sebesar 93.38%, precision sebesar 96.58%, recall sebesar 93.38%,F1-Score sebesar 94.32%, specificity sebesar 99.73%, Geometric Mean sebesar 95.94%, dan waktu training selama 0.33 detik.

Coronavirus disease 19 (COVID-19) is an infectious respiratory disease that was first detected in Wuhan City, Hubei Province, China. This disease has general symptoms that are similar to the symptoms of other respiratory diseases such as allergies, flu, and colds. But each disease requires different medications and treatments. Thus, it is important for patients to get a proper diagnosis of the disease they are suffering from. Diagnosis is usually made by direct meeting between doctor and patient. However, this method has many obstacles, such as: it takes a lot of time and money. In addition, this method also has the potential to transmit the disease to others. Therefore, it is proposed to implement a chatbot to overcome obstacles in diagnosing COVID-19. The chatbot receives input data in the form of symptoms experienced by the patient. The data is first converted into tabular data and then the classification of the type of disease is carried out with the help of machine learning algorithms. In this study, a diagnosis of COVID-19 will be carried out using the Random Forest and XGBoost models on symptom data published by Walter Conway on the Kaggle website. The results showed that the Random Forest model had the best performance on data testing with an average score of 93.38% accuracy, 96.58% precision, 93.38% recall, 94.32% F1-Score, 99.73% specificity, and 95.94% Geometric Mean, and the training time is 0.33 seconds."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Penngetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Wafa Salsabila
"Misalkan graf G terdiri dari himpunan tak kosong V yang dinamakan sebagai himpunan simpul dan himpunan E yang disebut sebagai busur. Jarak adalah panjang lintasan terpendek antara dua pasang simpul, dan diameter merupakan maksimum jarak antar pasang simpul dalam graf tersebut. Geodesik pelangi pada pewarnaan busur di graf G merupakan lintasan terpendek antara dua pasang simpul yang tidak mengandung pengulangan warna. Pewarnaan pelangi kuat lokal-d pada graf G merupakan pewarnaan dimana terdapat geodesik pelangi untuk setiap antar pasangan simpul dengan jarak maksimum d. Jumlah warna minimum yang dibutuhkan agar graf G memiliki pewarnaan pelangi kuat lokal-d adalah bilangan keterhubungan pelangi kuat lokal-d (d-local strong rainbow connection number) yang dinotasikan sebagai lsrc_d. Misalkan graf G dan H merupakan graf berderajat m, n berturut-turut. Graf hasil operasi korona dari graf G dan H, G ⊙ H merupakan graf yang diperoleh dengan mengambil satu salinan dari graf G dan m salinan dari graf H, lalu tiap simpul dari salinan ke-i graf H dihubungkan dengan simpul ke-i dari graf G. Pada penelitian ini, akan diberikan konstruksi pewarnaan pelangi kuat lokal pada graf hasil operasi korona antara graf berdiameter maksimum dua beserta bilangan keterhubungan pelangi kuat lokalnya.

Let graph G=(V,E) consists of a non-empty set of vertices V and set E that is said to be edge. Distance in graph G is the number of edges of a shortest path between two vertices and the shortest path between two vertices is called geodesic. A rainbow geodesic in an edge-colored graph G is a shortest path between a pair of vertices in which doesn’t contain color repetition. A local strong rainbow coloring of G is a coloring where there is a rainbow geodesic between each pair of vertices with a maximum d-distance. The minimum number of colors required for a graph to have local strong rainbow coloring is called local strong rainbow connection number-d, written as lsrc_d. Suppose that graphs G and H are graphs of degree m and n, respectively. The corona product of G and H, G ⊙ H is a graph obtained by taking a copy of graph G and m copies of graph H, then each vertex of the i-th copy of H is connected to the i-th vertex of G. In this research, we construct the d-local strong rainbow coloring of corona product of graph with maximum diameter of 2 and its local strong rainbow connection numbers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Hendri Lukita
"Salah satu masalah dasar dalam topologi adalah menentukan apakah dua ruang topologi saling homeomorfik atau tidak. Secara intuisi dua ruang dikatakan homeomorfik jika ruang yang satu dapat diubah menjadi ruang yang lain tanpa dipotong atau ditempel, sedangkan secara matematis adalah dengan menunjukkan terdapat homeomorfisma antara keduanya. Untuk menunjukkan dua ruang tidak homeomorfik dilakukan dengan menunjukkan terdapat sifat topologi yang berlaku pada satu ruang tapi tak berlaku pada ruang lainnya. Kulit bola, torus, bidang proyeksi dan figure eight adalah ruang-ruang topologi yang jika dilihat dari bentuknya dapat dikatakan tidak homeomorfik tetapi secara matematis sulit untuk menunjukkan ruang-ruang ini tidak homeomorfik karena keempat ruang ini mempuyai banyak sekali sifat topologi yang sama. Karena itu akan digunakan perbedaan sifat grup fundamental dari masing masing ruang untuk menunjukan bahwa keempat ruang ini tidak homeomorfik, jika grup fundamental dari kulit bola, torus, bidang proyeksi dan figure eight tidak isomorfik, maka keempat ruang tersebut tidak homeomorfik. Akan dicari sifat grup fundamental dari masingmasing ruang, kemudian akan ditunjukkan bahwa sifat grup fundamental dari masing-masing ruang tersebut tidak isomorfik."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S27755
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Wulandari
"Dalam tulisan ini akan dibahas koefisien korelasi polychoric yang dapat digunakan untuk menaksir kekuatan hubungan linier antara dua variabel random kontinu dimana data yang teramati adalah data ordinal yang dibentuk oleh kedua variabel kontinu tersebut. Metode untuk menaksir besarnya koefisien korelasi polychoric, yang akan dijelaskan dalam tulisan ini adalah metode taksiran dua tahap. Metode taksiran dua tahap membutuhkan asumsi kenormalan bivariat standar untuk kedua variabel random kontinu awal. Walaupun demikian, akan ditunjukkan (melalui simulasi) bahwa taksiran koefisien korelasi polychoric yang didapat robust terhadap asumsi tersebut. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan diberikan simulasi perbandingan antara koefisien korelasi kendall`s tau dengan koefisien korelasi polychoric relatif terhadap koefisien korelasi yang sesungguhnya dan hasilnya menunjukkan bahwa koefisien korelasi polychoric memiliki nilai yang lebih dekat dengan koefisien korelasi yang sesungguhnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S27750
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erizkia Melati
"Penyejajaran antar barisan DNA dilakukan untuk melihat tingkat kemiripan antara barisan tersebut. Sebagian besar metode dalam penyejajaran barisan menggunakan pendekatan program dinamik. Salah satu metode yang sering digunakan adalah Metode Needleman-Wunsch. Pada metode tersebut semua lintasan yang ada ditelusuri. Metode yang digunakan dalam tugas akhir ini, tidak menelusuri semua lintasan yang ada. Lintasan yang ditelusuri adalah lintasan yang skornya dibatasi oleh suatu nilai tetap tertentu. Pada percobaan yang telah dilakukan, nilai batas tersebut menentukan diperoleh atau tidaknya lintasan yang dicari dalam penyejajaran barisan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S27823
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>