Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debora N.R. Assa
"Dalam setiap interaksi antar kelompok, selalu terdapat kecenderungan munculnya konflik. Hal ini disebabkan oleh adanya cara berpikir ingroup-outgroup yang menyebabkan prasangka antar kelompok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah bias prasangka berperan terhadap perilaku keadilan distributif dalam konteks ingroup-outgroup. Penelitian ini melibatkan 202 mahasiswa dari beberapa Fakultas dilingkungan Universitas Indonesia. Data penelitian diperoleh melalui jawaban pada kuesioner yang menggunakan skala perilaku keadilan distributif yang disusun oleh peneliti dan skala prasangka yang diadaptasi dari Modern Racism Scale. Untuk memancing respon subjek terhadap perilaku keadilan distributif, digunakan vignette story dalam situasi ingroup-outgroup. Data yang diperoleh dari lapangan dianalisis dengan perhitungan anova dan korelasi product moment. Analisis data menunjukkan terdapat bias ingroup-outgroup dalam ketiga jenis kelompok agama, suku, dan gender. Namun bias kelompok agama secara signifikan lebih kuat dibanding bias kelompok suku dan gender."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrawati Gunawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan kemampuan
membuat pola pada anak usia sekolah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
pengctahuan bahwa peta dan kemampuan pemetaan memiliki manfaat yang terkait erat dengan perkembangan kugnisi spasial yang berperan panting di dalam mendukung tugas perkembangan anak di usia sekolah maupun dalam proses memahami lingkungan. Di sisi lain pengetahuan tentang pemahaman dan kemampuan mcmbuat peta pada anak di Indonesia masih sangat terbatas.
Penelitian dilakukan terhadap 60 orang anak bemsia 6 sampai 11 tahun
yang diberi tugas menggambar peta. Peta yang dihasilkan dianalisis berdasarkan jumlah isi peta yang terdiri dari landmark, closed loops dan garnbar lain-lain dan berdasarkan kualitas peta dari tingkat kompetensi kartografi yang telah di capai anak Dengan tujuan untuk melihat perkembangan kemampuan pemetaan maka
subyek dibagi ke dalam dua kelompok yaitu awal usia sekolah dan akhir usia sekolah.
Hasil analisis menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dalam jumlah landmark dan closed loops Serta penumnan dalam jumlah gambar lain-lain dari awal usia sekolah ke akhir usia sekolah. Selain itu ditcmukan pula
peningkatan dalam kompetensi kartografi, dimana di awal usia sekolah hampir seluruh anak berada di tingkat pictorial dan scbagian kecil sudah mencapai tingkat plan sedangkan di akhir usia sekolah sebagian besar sudah berada tingkat plan dan sabagian lagi di tingkat pictorial-plan dan tingkat pictorial.
Perbedaan yang signifikan dalam skor isi peta di mana skor anak laki lebih tinggi dari pada anak perempuan hanya ditcmukan di akhir usia sekolah, dan terbatas pada jumlah closed loops. Bcgitu pula dengan perbedaan tingkat
kartografi yang telah di capai olch anak perempuan dan anak laki, lebih terlihat di akhir usia sekolah. Di akhir usia sekolah harnpir selumh anak laki sudah
mencapai tingkat plan sedangkan anak perempuan hampir sepamhnya bcrada di tingkat plan dan sisanya berada di tingkat pictorial-plan dan pictorial."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Puspitawati
"Pemahaman emosi penting dalam suatu kualitas interaksi sosial manusia karena dengan memahami emosi individu lain, kita dapat menjadi “seirama” dengan kegembiraan atau kesedihan orang Iain. Beberapa penelitian sudah dilakukan oleh para ahli untuk mengungkapkan kemampuan pemahaman emosi, seperti penelitian perspectives taking dan kemampuan me-Iabel emosi individu lain; namun dianggap masih kurang mampu mengeksplorasi konsep pemahaman emosi secara menyeluruh

Oleh karena itu penelitian ini berusaha mengungkap kemampuan memahami emosi melalui seript karena
(1) memungkinkan anak untuk memahami emosi secara Iebih Iuas;
(2) memungkinkan anak untuk memahami sekuens hubungan kausal antara berbagai aspek yang terkait;
(3) memungkinkan untuk meninjau perkembangan pemahaman emosi pada berbagai budaya karena untuk suatu emosi yang sifatnya universal, dapat ditemui berbagai seript yang mampu disesuaikan dengan budayanya.
Pemahaman emosi (emotional understanding) adalah kesimpulan (inferences) yang diperoleh dari proses menyederhanakan sistem kognisi dengan cara menghubungkan stimulus yang sudah terkategorikan dalam memori (memory) dengan kategori stimulus dari proses encoding tentang kesiapan individu lain dalam melakukan aksi (action readiness) yang umumnya disertai dengan reaksi yang tampak (ekspresi fasial, vokal, postur badan dan gerakan yang berbeda-beda) sehingga menjadi suatu informasi yang berharga bagi individu yang melihatnya.

Berdasarkan definisi di atas, maka pemahaman emosi berkaitan dengan persepsi emosi. Persepsi emosi melibatkan proses membuat kesimpulan tentang arti emosi berdasarkan cues struktural yang menyertai suatu penampakan ekspresif yang dipersepsi sehingga penekanan dalam penelitian ini berkaitan dengan perbedaan proses persepsi emosi; terutama emosi yang muncul dalam suatu situasi (event). Perbedaan persepsi emosi dalam suatu event akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam memberi ani pada emosi (emotion encoding skills). Perbedaan persepsi itu akan dilakukan melalui modalitas auditorial yaitu dengan script verbal dan modalitas visual dengan secara non-verbal agar dapat dipahami apakah perbedaan persepsi emosi dalam suatu event akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam memberi arti pada emosi emotion encoding skills). Hal tersebut perlu dilakukan dengan tujuan mendapatkan bentuk stimulasi pemahaman emosi yang lebih peka diterima anak sejak usia dini mengingat rentang usia perkembangan kemampuan pemahaman emosi hanya berlangsung pada usia 2;00 sampai ll;00 Seript yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil perpaduan peneliti terhadap konsep various goal-based outcomes yang menggambarkan emosi dengan aspek-aspck pemahaman emosi yang meliputi aspek intensi, desire-belief standard sosial, mixed emotion, hiding emotion dan changing emotion. Script verbal berupa cerita tentang suatu event yang akan dibacakan oleh tester; sedangkan script non-verbal akan berupa rangkaian gambar tentang event yang akan diperlihatkan oleh tester. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan mengumpulkan data dari tes pemahaman emosi yang terdiri dari script verbal dan non-verbal, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Dari 331 subjek penelitian usia 5;00 sampai 9;O0; hanya bisa diolah 262 data; namun yang digunakan dalam penelitian hanya 192 data
mengingat ada kriteria kognisi dan hubungan ibu-anak yang harus dipenuhi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kemampuan memahami emosi individu lain berdasarkan seript verbal dan non-verbal dengan koefisien Mann-Whitney U sebesar l7770,000 dengan asymptotic sign(/icance yang dihasilkan adalah 0.540 (p>0.05) sehingga Ho diterima. Bila perbedaan pemahaman emosi diuji berdasarkan usia, maka hasil penelitian menunjukkan hasil uji Kruskall-Wallis dengan koefisien Chi-Square sebesar 43,221 dan asymptotic signyicance sebesar 0,000 (p<0,0S) sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada perbedaan kemampuan memahami emosi individu lain berdasarkan usia.

Perbedaan kemampuan pemahaman emosi berdasarkan usia menunjukkan variasi perbedaan pada usia 6;00 sampai 8;00 dan untuk mendapat gambaran yang lebih utuh, maka dilakukan analisa kualitatif berdasarkan statistik deskriptif untuk mengungkap perbedaan aspek pemahaman emosi pada setiap kelompok usia sehingga didapatkan suatu gambaran tentang perkembangan kemampuan memahami emosi individu lain pada anak-anak usia 5;00 sampai 9;00. Daftar Pustaka 67 (1960 - 2003)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Savitri
"Adversiry Quotient adalah kemampuan individu untuk berespon terhadap kesulitan yang didasari oleh keempat dimensinya yaitu kontrol, Ownership, Reach dan Endurance
(Stoltz, 1997). Advemily Quonenr rnemberikan pcmahaman baru mengenai apa yang diperlukan siswa untuk mencapai kesukscsan , terutama bagi peningkatan kemampuan
untuk mengatasi hambatan 31811 keaulitan yang dihadapi dalam proses pendidikan maupun tantangan kehidupan . `
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang timbul dengan menguji
tiga hipotesis. Metode penelitian yang digunakan yaitu korelasi. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi ( sumbangan yang bermakna ) dari Orientasi Masa Depan dalam bidang pcndidikan dan iklim kelas baik secara bersama-sama
maupun tersendiri atau parsial terhadap Adversify Qumienr siswa, besamya sumbangan yang bermakna tersebut.
Sampel penelitian adalah siswa kelas dua SMUK 2 BPK Penabur Bandung
sebanyak 169 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Adversiry Quorienr yang diadaptasi oleh Lesmawati , dari alat ukur yang dikembangkan oleh Stoltz, Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan hasil modifikasi Victoriana dari tcori Nurmi, dan iklim kelas yang dimoditikasi bcrdasarkan skala iklim kelas dari Trickett dan Mons. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi Multiple Regression dengan metode stepwise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Orientasi Masa Depan dalam bidang
pendidikan memberikan sumbangan yang bermakna terhadap Adverxi/y Quolienr, bcrbeda dengan iklim kelas yang tidak memberikan sumbangan bermakna terhadap Advenviry Quolienl Namun secara bcrsama-sama , Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan
dan iklim kelas masih membcrikan sunibangan bcmnakna terhadap Adversity Quotient.
Berdasarkan pengolahan Iebih lanjut diperoleh hasil bahwa aspek perencanaan dan evaluasi dari Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan membcrikan sumbangan bermakna
terhadap dimensi conrrol, ownership dan endurance dari Adversily Quorienl , sedangkan dimensi Involvement dan Teacher Comm! memberikan sumbangan bemakna bagi dimensi control , owncrzv/tip dan reach dariadversity Quntient
Saran yang dibcrikan pada sekolah adalah berusaha untuk mengembangkan ketiga aspek Orientasi Masa Depan dalam bidang pendidikan secara berkesinambungan dan membekali guru dengan pemahaman /hlvenwry Qfmfiem dan mcrancang aktivitas kelas yang memfasilitasi siswa untuk tcrlibal dan berpartisipasi aktiff Sclain ilu guru berupa unluk
lebih banyak menekankan pengalaman-pcngalaman keberhasilan siswa daripada pengalaman-pengalaman kegagalan mcreka agar keyakinan diri siswa dalam mencapai keberhasilan semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan pula untuk melakukan penulitian mengenai Adversiry Quorien/ pada setting pendidikan yang lain dengan cakupan yang lebih luas. Selain ilu yang dapat ditclili variabcl-variabci Iain yang mungkin mempengaruhi
Adversity Quorienr seperti pengaruh-pcngaruh dari orang tua, guru, teman sebaya dan orang-orang yang memiliki peran penting selama masa kanak~kanak , sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang Adversity Quurient."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Simon
"Anak penderita asma memiliki risiko mengalami masalah penyesuaian diri. Pada usia sekolah dan remaja, dimana anak sedang mengalami perkembangan fisik, kognitif£ dan psikososial, mereka juga harus menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis yang menghambat fungsi pernafasan yang sulit diduga kapan terjadinya serangan asma tersebut. Keberhasilan seorang penderita asma melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor usia, jenis kelamin, berat ringannya penyakit, relasi keluarga., sikap ibu terhadap anaknya yang sakit, serta sikap anak terhadap penyakitnya.
Penelitian ini bertujuan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri anak penderita asma usia sekolah dan remaja. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif Untuk mengungkapkan hal ini digunakan teknik analisis multiple regression terhadap subyek (N) = 76, yang terdiri alas 37 orang anak usia sekolah dan 39 orang anak usia remaja. Alat ukur yang dipakai adalah tiga buah kuesioner yang disusun berdasarkan teori pendukung serta The Child Attitude Towards Illness Scale (CATIS) dari Austin & Huberty (1993) yang diadaptasi terlebih dahulu.
Hasilnya ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri penderita asma usia sekolah adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, dan pada penderita asma usia remaja adalah faktor sikap anak terhadap penyakitnya, jenis kelamin, dan sikap ibu terhadap anaknya yang sakit. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan yaitu tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada usia anak sekolah dan usia remaja, serta tidak ditemukan pula perbedaan penyesuaian diri yang signifikan pada penderita asma kategori ringan, sedang, dan berat. Namun ditemukan adanya perbedaan penyesuaian diri yang signifikan antara remaja Iaki-Iaki dan remaja perempuan, dimana penyesuaian diremaja perempuan lebih baik dibandingkan remaja laki-laki; sementara pada anak usia sekolah tidak ditemukan perbedaan penyesuaian diri yang sigfinikan antara anak laki-laki dan anak perempuan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katharina A. Pandegirot
"Seorang dikatakan cerdas, jika selain memiliki kemampuan berpikir yang baik dia juga menampilkannya secara konsisten dalam perilakunya sehari-hari ketika menjalani kehidupan Masalahnya, tidak semua orang yang memiliki kemampuan berpikir, memiliki pula karakter intelektual yang gemar berolah pikir. Dengan ketiadaan karakter ini, maka mustahil seseorang dapat tumbuh menjadi IW-time learner, suatu kualitas yang diperlukan individu untuk meneruskan perkembangannya secara mandiri selepas dari masa sekolah kelak, dan untuk menjalani hidupnya secara cerdas. Diketahui bahwa perkembangan manusia tidak terlepas dari konteks lingkungan tempat individu itu tinggal Dalam konteks lingkungan ini, terdapat pengaruh budaya, belief system dan serangkaian nilai-nilai di dalamnya. Maka universitas, sebagai tempat mahasiswa berkuliah, juga merupakan lingkungan sosial dan budaya, yang memiliki potensi besar sebagai tempat dilakukannya interalisasi budaya berpikir, karena di dalam universitas terdapat berbagai bidang ilmu yang memiliki metode-metode ilmu yang berbeda yang diduga dapat memberikan pengaruh berbeda pula. Institusi Pendidikan sebagai salah satu agen enkulturasi dianggap sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk mengembangkan karakter intelektual ini kepada para siswanya selain memberikan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini melakukan eksplorasi atas penyebaran disposisi-disposisi Intelektual Character pada tiga metode ilmu yang berbeda yang terdapat dalam universitas, yang diwakili oleh enam (6) fakultas dan jurusan yang berbeda, pada kelompok subyek semester 2 dan semester 6. Dari eksplorasi ini diperoleh gambaran bahwa subjek semester 2 memiliki skor Intelektual Character yang lebih baik dibandingkan subjek semester 6. Dalam suasana belajar yang tidak memberikan orang bagi siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya atas materi kuliah yang diberikan melalui berbagai media yang diperlukan seperti diskusi, brainstroming, praktek laboratorium, praktek lapangan; sena tidak memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi gagasan-gagasan sebagai pendalaman yang relevan atas suatu topik, universitas akan sulit menghasilkan individu berkarakter intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melina Surya Dewi
"Penelitian ini didasarkan pada teori gerak kreatif dalam konsep tari pendidikan dari Rudolf Laban serta teori kreativitas yang dikembangkan oleh Utami Munandar,bertujuan untuk menentukan peranan gerak tari kreatif dan minat tari kreatif siswa terhadap tingkat keberhasilan belajar menari kreatif siswa. Hipotesis yang diajukan adalah 1). Terdapat peranan yang positif dari gerak tari kreatif siswa terhadap keberhasilan belajar menari kreatif siswa, 2). Terdapat peranan yang positif dari minat tari kreatif siswa terhadap keberhasilan belajar menari kreatif siswa, 3). Terdapat paanan yang positif dari gerak tari kreatif siswa dan minat tari kreatif siswa bersama-sama terhadap keberhasilan belajar menari kreatif siswa.
Penelitian ini dilakukan di SLTP St. Theresia, Jakarta. Sampel penelitian dipilih secara acak dari siswa-siswa peserta program ekstra kurikuler seni tari berjumlnh 35 orang, terdiri dari 30 orang siswa perempuan dan 5 orang siswa laki-laki.
Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumeu dalam bentuk angket untuk mengukur minat tari kreatif siswa serta lembar skala penilitan untuk mengukur gerak kreatif siswa dan keberhasilan belajar menari kreatif siswa. Sebelum digunakan, dilakukan ujicoba kesahihan dan keandalan instrumen di SLTP Al Azhar Bumi Serpong Damai, SLTP Negeri 252 Pondok Kelapa, Jakarta Timur, dan di SLTP St. Theresia,Jakaxta Pusat.
Hasil analisis korelasi parsial dan regresi ganda menyatakan ketiga hipotesis yang diajukan diterima. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (Rl) temyata 48,80% variasi skor yang terjadi pada variabel keberhasilan belajar menari kreatif siswa ditentukan oleh variabel gerak tari kreatif siswa dan variabel minat tari kreatif siswa, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain (5l ,20%).
Selanjutnya diperoleh kesimpulan bahwa gerak tari kreatif siswa dan minat tari kreatif siswa berpefanan terhadap keberhasilan belajar menari kreatif siswa. Implikasi penelitian ini adalah pada pengembangan kreativitas dalam kurikulum kesenian khususnya bidang seni tari.
Saran-saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalahz 1). Jumlah sampel dan sekolah perlu diperbanyak agar lebih representatif 2). Alat ukur gerak tari kreatif dan keberhasilan belajar menari kreatif perlu dikembangkan lebih lanjut, 3). Perlu penelitian terhadap variabel lain yang diduga berperan terhadap keberhasilan belajar menari kreatif 4). Perlu diteliti perbedaan gerak tari kreatif dan minat tari kreatif serta keberhasilan belajar menari kreatif antara siswa laki-laki dan perempuan.

This research, based on Rudolf Laban's theory of creative movement inthe concept of educational dance and Utami Munandar?s theory of creativity, is aimed to determine the role of students? interest and creative dance movement in the degree of success in learning creative dance. The proposed hypotheses arc: l. There is a positive role of the students' creative movement 2. There is a positive role of the students' interest in creative dance. 3. There is a positive role of both the students' creative dance movement and interest in the success of their learning creative dance.
This research was conducted at St. Theresia Junior High School, Jakarta. The samples of the research were taken at random from students who were taking dance as their extracurricular activity. They consisted of 35 students: 30 female and 5 male.
The data were collected by using an instrument in the form of questionnaire to measure the students' interest in creative dance and evaluation scale sheet to measure the students' creative movement and the success of learning creative dance. Before the instrument was used, it was twted for its validity and reliability at Al Azhar Junior High School-Bumi Serpong Damai, State Junior High School 252-Pondok Kelapa, East Jakarta, and St. Thersia Junior High School, Central Jakarta.
The results of the partial correlation and multiple regression analysis show that the three proposed hypotheses are accepted. Based on the value of the determination coefiicient (R), 48,80% of variation scores that occur in the success variables of the students' creative dance leaming are determined by the students' crmtive dance movement variables, while the rest (51,20%) is determined by other factors.
The conclusion is tl1at the students' creative dance movement and interest in creative dance play a signiticant role in the students' success in teaming creative dance. It implies that the results of this research are significant for development of creativity in the curriculum of art, especially in the art of dance.
The suggestions proposed for futher research are: 1) Increasing the number of samples and schools to be more representative, 2) Further developing the instrument of measurement for creative dance movement and the success of learning creative dance. 3) Conducting further research on other variables assume to have a significant role in the success of learning creative dance. 4) Conducting a research on the difference between male and female students in their creative dance movement, interest in creative dance and their success in learning creative dance."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michiko Listiyo Komala
"Mengambil keputusan merupakan tindakan yang biasa dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari Pengambilan keputusan adalah proses mencari informasi tentang alternatif-alternatif` yang relevan dan membuat pilihan yang tepat (Atwater,1983). Empat tahap pencarian informasi sebelum pengambilan keputusan, meliputi : screening, memilih alternatif yang paling menjanjikan, dominance building, dan jika tidak berhasil, kembali ke masalah dan memilih altenatif yang paling menjanjikan (Montgomery dalam Lewicka, 1997). Menurut teori subjective expecred ulility, variabel yang mempengaruhi pengambilan keputusan adaiah subjective probability dan utility (Lewicka, 1997).
Pcngambilan keputusan terdiri dari yang sederhana. sampai yang kompleks,seperti memutuskan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Saat ini, remaja kota dan daerah banyak yang telah melakukan hubungan seksual pranikah (“Prilaku’°, 2001; “93%”, 2001; “Remaja”, 2001). Padahal banyak akibat negatif yang dapat ditimbulkan dari hubungan seksual pranikah (Sarwono, 1991). Salah satunya adalah kehamilan di Iuar nikah_ Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mencatat bahwa setiap tahunnya diperkirakan terjadi 1,5 juta kehamilan yang tidak dikehendaki dan sebagian besar dialami oleh remaja yang belum menikah (“Banyak", l999). Dibandingkan dengan remaja awal, remaja akhir lebih kompeten dalam mengambil keputusan (Rice, 1999). Jadi seharusnya remqa akhir sudah lebih mampu membuat keputusan daripada remaja awal. Tetapi mengapa ada remaja akhir yang memutuskan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran proses pengambilan keputusan remaja akhir untuk melakukan hubungan seksual pranikah,dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran proses pengambilan keputusan yang lebih menyeluruh, dan sesuai dengan makna yang dirasakan individu. Subyek penelitian ini berjumlah sepuluh orang, lima perempuan dan lima laki-laki. Karakteristik subjck penelitian ini meliputi 2 remaja yang bemsia 16 - 24 tahun,berjenis kelamin perempuan dan laki-laki, belum pernah menikah, yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah, dan remaja yang bukan melakukan hubungan seksual pranikah sebagai pekerjaan Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner (motivasi dan religiusitas). Analisa data dilakukan secara dua tahap, Tahap pertama, analisa dilakukan pada masing-masing kasus. Tahap kedua, analisa dilakukan secara antar kasus.
Dengan demikian, peneliti berharap dapat diperoleh suatu pola proses pengambilan keputusan untuk melakukan hubungan seksual pranikah secara individu dan secara ummm. Pada penelitian ini ditemukan bahwa masalah umum yang dialami remaja akhir adalah adanya ajakan untuk melakukan hubungan seksual dari pacar. Dalam proses pengambilan keputusan, remaja akhir dipengaruhi oleh emosional utility sehingga mereka memberikan nilai positif terhadap hubungan seksual pranikah Remaja akhir juga merasa yakin terhadap kemungkinan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan (subjeclive probability) jika melakukan hubungan seksual pranikah Temuan lain penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab remaja akhir melakukan hubungan seksual pranikah, motivasi remaja akhir untuk melakukan hubungan seksual pranikah, religiusitas remaja akhir dan hubungan seksual pranikah, penilaian remaja akhir tentang hubungan seksual pranikah, inisiatif pihak perempuan untuk melakukan hubungan seksual pranikah, keutuhan keluarga dan hubungan seksual pranikah remaja akhir, dan keterbukaan subjek dalam menjawab pertanyaan peneliti
Saran praktis yang didapat dari penelitian ini meliputi : informasi tentang hubungan seksual pranikah diberikan sejak dini mengikuti perkembangan seksual remaja; perbanyak kesempatan untuk latihan dan diskusi tentang pengambilan keputusan dengan topik fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan schari-hari orangtua dan anggota keluarga lain mengawasi perilaku seksual anak mereka di rumah dan memberikan kegiatan kepada remaja yang sesuai dengan minat dan hobi sehingga remaja dapat menggunakan waktu mereka dengan kegiatan yang berguna."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Ariyani
"Penelitian ini adalah penelitian mengenai faktor yang berperan dan proses yang terjadi dalam keputusan perempuan dewasa untuk menjadi isteri kedua pada perkawinan poligami.
Daya tarik akan kebahagiaan dalam perkawinan, perasaan cinta, dan keinginan untuk selalu bersama serta berada dekat dengan orang yang dicintai, merupakan salah satu faktor
yang memperkuat keinginan seseorang untuk menikah, khususnya bagi individu di tahap perkembangan dewasa, baik awal maupun madya.
Perkawinan itu sendiri terdiri dari bercam-macam tipe, Salah satunya adalah poligami. Menurut pcengamatan penulis, praktik perkawinan poligami terlihat marak akhir-akhir ini. Fenomena ini beserta dinamikanya dapat disaksikan dalam berbagai media, baik
eleklronik maupun cetak.
Berdasarkan undang-undang di Indonesia, poligami diperbolehkan. Adapun pendapat agama mengenai poligami, berbeda-beda. Di dalam masyarakat, pro dan kontra tentang poligami pun tidak berhenti hingga saat ini.
Walau hagaimanapun pro dan kontra yang ada, keputusan perempuan untuk menjadi isteri kedua tetap menimbulkan bermacam pertanyaan dan dugaan. Di satu pihak,
ketidakkonsistenan peraturan pemerintah dan perbedaan pendapat tentang praktik poligarni
di Indonesia belum berakhir, sedang di pihak lain, masih banyak pihak perempuan yang bersedia menjadi isteri kedua dengan berbagai alasannya.
Hal ini menimbulkan masalah penelitian yakni tentang faktor-faktor apa saja yang berperan dalam keputusan perempuan untuk menjadi istcri kedua, bagaimana proses
terjadinya keputusan tersebut, dan apakah pcrbedaan dan persamaan Paktor-faktor tersebut jika perempuan dewasa yang memutuskan menjadi isteri kedua berada dalam tahap
perkembangan yang berbeda, yakni pada masa dewasa awal dan dewasa madya.
Penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian kualitatif. Adapun landasan teori yang digunakan adalah mengenai perkawinan, pemilihan pasangan, pengambilan keputusan, dan teori perkcmbangan usia dewasa.
Hasil anaiisis mcnyebuLkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, seperti faktor lingkungan, kepribadian, nilai, tendensi alami terhadap resiko, dan
potensi disoenansi; memang turut benpcran bagi subjek.
Hampir seluruh subjek penelitian menyertakan faktor ekonomi dan emosional dalam
keputusannya tersebut. Adapun dalam hal kepribadian yang dinyatakan oleh subjek sendiri,
terdapat beberapa kesamaan, yaitu seluruh subjek penelitian adalah pribadi-pribadi yang selalu menemukan sendiri pilihannya, berani, dan keras.
Dalam hal proses pengamnbilan keputusan, tidak seluruh tahap proses pengambilan keputusan dilakukan oleh subjek, terutama tahap evaluasi sebelum memilih altematif.
Seluruh subjek penelitian tidak melakukan kompromi atau meminta pendapat orang tua dan
keluarga sebelum mengambil keputusan. Selain itu, kebanyakan subjek tidak memiliki pengembangan alternatif lain selain hanya pilihan menikah atau tidak menikah.
Perbedaan antar subjek penelitian ini bukan terletak pada tahap perkembangan usia dewasa, akan tetapi, perbedaan yang cukup menonjol terletak pada faktor gadis (belum
pernah menikah) dan janda. Mereka yang menikah dalam kondisi masih gadis, memang cenderung disebabkan oleh keinginannya atau kesejahteraannya sendiri. Tujuan yang bersifat
emosional lebih berpengaruh di sini. Adapun mereka yang menikah dalam kondisi janda,lebih memikirkan kesejahteraan anak-anak sebelum mengambil keputusan. Namun, hal ini
hanya berlaku bagi mereka yang memiliki hak asuh anak
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Martono Sindhu
"Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan "Bagaimana situasi pendidikan yang ada di Secapa Polri saat ini" serta "Bagaimarra sistem pendidikan di Secapa Polri" Minat meneliti topik ini didasari oleh kenyataan bahwa profesionalisme Polri tergolong rendah. Hal tersebut ditandai dengan ; kemampuan teknis khas kepolisian menurun, tidak lagi responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, cenderung bersikap militeristik, dan lain-Iain yang diduga disebabkan oleh faktor pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh beberapa pakar yang memahami tentang Kepolisian. Secara teoretis juga didukung oleh teori interaksional yang menjelaskan bahwa faktor bawaan (nab) maupun faktor lingkungan (situadonay secara bersama-sama mempengaruhi perilaku sosial seseorang (interactions) (Endler, 1973; Endler & Hunt, 1968, dalam Wrightman, 1977).
Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk mengeksplorasi bagaimana situasi pendidikan Secapa Polri berdasar pada variabel sistem pendidikan yang ada. Untuk melihat sistem pendldikannya, didasarkan pada variabel lingkungan fisik, kurikulum, proses belajar mengajar, dan perilaku siswa yang akan melaksanakan tugas dengan orientasi pada pemolisian komunitas.
Dipilihnya Secapa Polri karena ; Secapa Po1ri merupakan lembaga pendidikan kepolisian terbesar di Indonesia, memiliki kekhususan tersendiri di lingkungan kepolisian karena mendidik para pelaksana lapangan menjadi manajer tingkat pertama (first line supervisor), dan telah mencoba mengembangkan lingkungan pendidlkan untuk dapat digunakan oleh masyarakat agar lebih mengenal lingkungan pendidikan Polri. Hal tersebut tidak ditemukan pada lingkungan pendidikan yang lain (Siagian, et aL 1999).
Berkaitan dengan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan sebanyak 10 lnforman (5 orang siswa/mantan siswa dan 5 orang pembina/tenaga pendidik}. Subyek penelitian adalah Siswa Secapa Polri angkatan ke-28 tahun ajaran 2000 sejumlah 400 orang. Kepada mereka diberikan angket yang masing-masing untuk mengukur pendapat dan perasaan siswa terhadap variabel sistem pendidikan.
Data dari hasil pengamatan, wawancara, FGD, dan dokumen primer diolah dengan Cara mendeskripsikan, dicari kata kunci, dan dibuat interpremsi. Data yang diperoleh dari hasil pengisian angket, diolah dengan bantuan program SPSS 10.00 untuk melihat mean dan standar deviasi dari lingkungan fisik, kurikulum, proses belajar mengajar, dan perilaku siswa yang akan melaksanakan tugas dengan orientasi pada pemolisian komunitas.
Hasil penetitian dari analisis data kualitatif yang dapat diungkap bahwa lembaga pendidikan Secapa Polri secara fisik, kurang memadai dan memberikan kesan sebagai lembaga pendidikan tertutup; kurikutum pendidikan selama 11 bulan dengan mata pelajaran yang banyak (38 mata pelajaran), kegiatan yang padat, minimnya materi pelajaran keterampilan; proses belajar mengajar didukung oleh personil yang secara kuantitas dan kualitas terbatas, penggunaan metode belajar yang tidak tepat; perilaku siswa adalah perilaku yang didapatkan dari "model" yang serba terbatas. Beberapa ciri tersebut mengindikasikan bahwa Secapa Polri merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan sistem pendidikan tertutup.
Selain itu, hasil analisis data kuantitatif dari pendapat dan perasaan siswa memperlihatkan bahwa mean dari variabel sistem pendidikan berada di sebelah kiri dari rata-rata dengan variasi jawaban yang diberikan cenderung homogen. Hal ini mengindikasikan sistem pendidikan tertutup. Sebagaimana terlihat pada tabel 18 dan 19, bab IV halaman 100. Adanya kesamaan (konsistensi) antara pendapat dan perasaan siswa terhadap sistem pendidikan Secapa Polri. Hal tersebut lebih mempertegas bahwa sistem pendidikan yang ada di Secapa Polri adalah sistem pendidikan tertutup.
Mengingat keterbatasan suatu penelitian yang tidak mungkin mengungkap segala aspek yang diteliti, terdapat beberapa hal yang dapat didiskusikan. Terdapat kesamaan antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dislitbang Polri dan UGM, dan Pokja PHK yaknl bahwa kurikulum pendidikan Polri perlu disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan yang efektif dan efssien dalam membentuk Polri profesional, perlu dikembangkan studi banding dengan pendidikan polisi yang setingkat dengan pendidikan Secapa di negara lain yang sudah maju namun memiliki karakteristik masyarakat yang mirip masyarakat Indonesia. Penggunakan teori dikembangkan dengan teori motivasi sebagaimana terkandung dalam teori Mc. Clelland (Gibson,etaL1997) dan teori penelitan sosial yang beranggapan bahwa pedoman perilaku seseorang didasarkan pada standar penilaian yang dibentuk oleh pengalaman, kehidupan, dan lingkungan sebelurnnya.
Analisis data dapat dikembangkan dengan analisis regresi untuk melihat seberapa besar sumbangan dari motivasi siswa, latar belakang pendidikan, lama kedinasan, dan sistem pendidikan terhadap perilaku siswa hasil pendidikan tertentu (SPN, Akpol, PTIK, Secapa, dan lain-lain). Dengan memperluas masalah penelitian, memperbanyak pertanyaan penelitian, memperkaya teori dan kerangka teori serta mengembangkan metode penelitian, sangat boleh jadi hasilnya akan lebih representatif dan lebih bermanfaat untuk pengembangan organisasi, khususnya mempercepat terwujudnya Polri yang profesional.
Berdasar kesimpulan di atas, diajukan beberapa rekomendasi:
Lingkungan fisik untuk lembaga pendidikan sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga memberi kesan sebagai lembaga pendidikan yang sifatnya terbuka; kurikulum dapatnya diperbaiki disesuaikan dengan skala prioritas dengan tetap mengacu pada sistem pendidikan yang berlaku (Sistem Pendidikan Naslonal) dan Undang-undang No. 2/2002 tentang Polri serta disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan organisasi; proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dan tenaga pendidik, perlu dikembangkan "model" pendidik yang memiliki motivasi yang dapat diandalkan dan berprestasi sehingga dapat dijadikan model yang baik oleh siswa yang dididik.
Berkaitan dengan pengambilan keputusan pimpinan untuk penentuan sistem pendidikan yang efektif dan efisien untuk semua jenjang pendidikan, perlu disesuaikan dengan jenis kemampuan personil yang diperlukan organisasi. Dan nampaknya sistem pendidikan terbuka dapat dijadikan sebagai alternatif sistem pendidikan dalam mewujudkan Polri yang profesional. Secara lebih otentik sebagai Iandasan untuk mengembangkan sistem pendidikan Polri, merupakan hal yang sangat mendasak adalah penelitian yang komprehensif tentang pendidikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>