Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panpan Achmad Fadjri
"Titik fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi kualitas hidup penduduk di Indonesia dalam mempersiapkan dan menentukan skala prioritas pembangunan otonomi daerah. Secara spesifik diuraikan ranking dan indeks kualitas hidup menurut Propinsi, Kotamadya dan Kabupaten, mengetahui dan memilih lima daerah yang mempunyai ranking dan indeks terendah dan memberikan alternatif kebijakan.
Penelitian ini didasarkan pada Teori Faktor Analisis, yang mampu memunculkan perbedaan relatif antar wilayah dengan memperhatikan kualitas hidup penduduk Indonesia. Adapun data yang dipergunakan adalah data Susenas 2000 yang berkaitan dengan kharakteristik rumah tangga seperti Pendidikan, Kesehatan, Aktivilas Ekonomi, Lingkungan Binaan dan Keluarga Berencana.
Penelitian ini berhasil menguraikan perbedaan relatif antar wilayah. Pada tingkat propinsi diperoleh lima wilayah yang mempunyai ranking terendah yaitu Propinsi Nusa Tenggara Timur, Irian jaya, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, sedangkan propinsi ranking tertinggi adalah Propinsi DKI Jakarta. Sedangkan lima wilayah yang mempunyai ranking terendah pada tingkat kotamadya adalah kotamadya Dumai, Tarakan, Medan, Tanjung Balai dan Pontianak, sedangkan kabupaten dengan ranking tertinggi adalah Kotamadya Jakarta Timur, namun untuk tingkat kotamadya tidak dibahas secara mendetail. Secara keseluruhan, daerah yang mempunyai status kotamadya mempunyai ranking lebih tinggi dan klasifikasi lebih baik dibandingkan dengan kabupaten Hal ini berkaitan dengan sarana dan prasarana pendukung di daerah kodya yang memang lebih baik, dan kondisi ini tidak terlepas pula dari pendapatan asli daerah (PAD) yang juga tinggi. Sehingga dalam pembahasan penentuan skala prioritas otonomi daerah lebih ditekankan kepada daerah kabupaten. Adapun wilayah kabupaten yang mempunyai ranking terendah adalah Kabupaten Sumba Barat, Yapen Waropen, Manokwari, Jayawijaya, Nabire dan Kupang sedangkan kabupaten dengan ranking tertinggi adalah Kabupaten Sleman.
Dari hasil penelitian ini juga terurai kondisi dari masing-masing indikator dan variabel dasarnya, khususnya untuk wilayah kabupaten yang mempunyai ranking terendah yaitu : Kelemahan pada sektor pendidikan adalah belum sepenuhnya peduduk menyadari arti pentingnya bersekolah. Hal ini nampak dari masih rendahnya persentase angka partispasi murni (APM) SLIP, dan angka partispasi total (APT) SLTP, dan masih tingginya angka DO pada tingkat pendidikan SD, SLTP dan SLTA. Meskipun demikian, persentase penduduk yang mampu baca tulis dan mampu berbahasa Indonesia cukup tinggi. Kelemahan pada kualitas kesehatan terutama berkaitan dengan masih rendahnya bayi yang pernah mendapat imunisasi dan penolong kelahiran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Selain itu pengeluaran rumah tangga untuk makanan masih rendah, sehingga berdampak kepada rendahnya kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik yang disebabkan penduduk lebih mementingkan pengeluaran untuk makanan terlebih dahulu. Rendahnya aktivitas ekonomi nampaknya sangat berhubungan erat dengan rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang menyokong semua variabel diperhatikan baik untuk TPAK wanita yang bekerja maupun pengeluaran utk non makanan kecuali yang ikut koperasi. Rendahnya kondisi lingkungan binaan terutama nampak dari rumah tangga yang belum mempunyai WC sendiri dan rumah tangga yang belum menggunakan air minum yang memenuhi kesehatan. Bila dilihat dari indikator KB menunjukkan bahwa semua kabupaten mempunyai nilai rendah, bahkan Kabupaten Sleman yang mempunyai ranking tertinggi pun tidak ada bedanya.
Adanya pengaruh dari kondisi kualitas pendidikan, kesehatan dan aktivitas ckono+ni, lingkungan binaan dan keluarga berencana terhadap penilaian terhadap kualitas hidup penduduk Indonesia terbukti dari hasil analisis yang telah dilakukan. Namun, pengaruh dari kondisi kualitas sektor tadi tidak terjadi secara individual artinya pengaruh yang terjadi karena adanya keterkaitan satu sama lain terutama berkaitan dengan kondisi sosial budaya setenlpat yang juga bisa berpengaruh kuat terhadap kondisi kualitas hidup. Oleh sebab itu untuk memaknai peringkat indikator kualitas hidup manusia ini perlu kearifan dan kehati-hatian, karena pada dasarnya nilai tersebut merupakan suatu nilai yang tidak berarti mutlak.

The focus of this research is to know the condition of the citizen life quality in Indonesia to prepare and to decide the priority for the development territory autonomy. For more specific analysis and the quality index of life devide by Province, Kotamadya, and Kabupaten, knowing and choose five territory that have lowest rank and index and to give alternative policy.
This research base on the Factor Analysis Theory, from this theory we can know the relative difference on each territory with a close look to the quality of live for every Indonesia citizen. The data that we use is the data Susenas 2000 that include the household characteristic such as Knowledge, Health, Economy Activity, Neighborhood Construction and Family Planning Programs.
This research has succeed to know the relative difference in every territory. For the province stage we have five territory that have the lowest rank that is Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara and Maluku Utara, and then the province who have the highest rank is DKI Jakarta. The territory that have the lowest rank for Kotamadya stage is Kotamadya Dumai, Tarakan, Medan, Tanjung Balai and Pontianak, and the Kotamadya that have the highest rank is Kotamadya Jakarta Timur, but for the Kotamadya stage we don't explain more details. From all, the territory that have the Kotamadya status have the highest rank and have the better classification than the Kabupaten. This have the relation with the medium and the infrastructure that support the Kotamadya territory is better, and this condition also involve the own income for the territory (PAD) that also high. Therefore in the discussion to decide the scale priority for the territory autonomy is more emphasized for the Kabupaten areas. The Kabupaten that have the lowest rank is Kabupaten Sumba BaratYapen Waropen, Manokwari, Jayawijaya, Nabire and Kupang while the Kabupaten with the highest rank is Kabupaten Sleman.
From this research also explained about the condition from every indicator and the basic variables, especially for the Kabupaten area that have the lowest rank that is : The weakness on the education sector that not all citizen realized how important school. This problem occurred that the percentage pure number participation (APM) SLTP, and the total number participation (APT) SLTP, is still low, and that the DO number on SD,SLTP and SLTA education stage is still high. AIthough, the percentage the citizen who can read write and can speak Indonesian language are high enough. The weakness on the health quality involved with the immunization for the baby is still low and the nurse who help the baby born is still low. Beside that the outcome for the food is still low, therefore its effect the ability for the people to get a good serve in health that makes the citizen spend their money on food first. The low economy activity really connect with a low job opportunity that very important for each variable notice good for TPAK, women that work or spend money not for food except who joined cooperation. The low condition of neighborhood construction notice that not every house have a own Toilet and house who doesn't use drink water that healthy if we see from the family planning programs indicator show that all Kabupaten have a low value, even Kabupaten Sleman that have the highest rank have no different.
The influence of the quality condition of education, health, and economy activity neighborhood construction and family planning programs to the judgment of the life condition of citizen in Indonesia proofed from the analysis result that has been done But, the influence from that quality condition sector doesn't happen individually that means that the influence that happen because of a connection on each other eventually connected with social condition and culture that can have a strong influence also to the life quality condition. Therefore to explain the meaning of stage indicator of human life quality have to be wisely and extra careful, because on the basic this value are a value that don't mean absolute.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sujudi
"ABSTRAK
Angka fertilitas di Indonesia pada saat ini sudah mulai menunjukkan penurunan walaupun pada tingkat yang masih tinggi. Ini berarti bahwa usaha untuk menurunkan angka fertilitas perlu terus dilakukan bahkan harus ditingkatkan, agar tujuan seperti yang telah digariskan dapat dicapai.
Berbagai usaha telah dilakukan baik oleh instansi pemerintah maupun instansi swasta untuk menurunkan fertilitas. Hal ini tentunya bukan merupakan tujuan akhir suatu program. Keberhasilan dalam mencapai angka fertilitas yang rendah,
diharapkan selanjutnya dapat memberikan pengaruh yang lebih luas, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa sebenarnya usaha untuk menurunkan fertilitas telah menunjukkan titik-titik terang. Pandangan diatas dilatarbelakangi oleh gambaran bahwa pengetahuan masyarakat tentang keluarga berencana sudah cukup tinggi, juga jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup sudah tidak terlalu besar.
Menurut Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1979, di Pulau Jawa terdapat 82,79 persen perempuan dalam status kawin yang berumur 15-49 tahun pernah mendengar tentang keluarga berencana (di Pulau Jawa kota= 85,75 % ;Jawa Pedesaan= 82,20%). Untuk di luar Pulau Jawa sedikit lebih rendah, yaitu kota=80,73°1, dan Pedesaan 62,89%. persen(BPS,1981). Hal ini cukup dapat dimengerti karena di luar Pulau jawa kegiatan program KB dilakukan lebih lambat."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1986
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Fitriwati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu pada tahun 1995 dan 2001 yang dipengaruhi oleh karakteristik demografi, sosial dan ekonomi. Penelitian ini penting karena investasi sumber daya manusia berkaitan dengan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk secara langsung akan meningkatkan kualitas penduduk. Dampak kemiskinan memunculkan berbagai penyakit pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita, dan lanjut usia. Kemiskinan yang terjadi menyebabkan cakupan gizi rendah, pemeliharaan kesehatan kurang, lingkungan buruk, dan biaya untuk berobat tidak ada. Akibat terkena penyakit menyebabkan produktivitas rendah, penghasilan rendah, dan pengeluaran bertambah.
Kesehatan adalah investasi, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan mutlak diperlukan peningkatan kesehatan penduduk miskin. Karakteristik program kesehatan "peduli orang miskin" mengutamakan penyelesaian masalah kesehatan/penyakit penduduk miskin, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk miskin, dan meringankan beban biaya berobat penduduk miskin. Untuk mencapai tujuan, penelitian ini menggunakan data Susenas 1995 dan 2001. Unit analisis yang digunakan adalah tingkat individu. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan tabel silang antara variabel terikat dan variabel bebas. Analisis lain yang dilakukan adalah analisis inferensial dengan menggunakan regresi logistik multinomial. Metode tersebut dianggap cocok karena dalam penelitian ini variabel terikat (status kesehatan) mempunyai tiga kategori/skor yaitu: (1) tidak ada keluhan (2) mempunyai keluhan sakit akut dan (3) mempunyai keluhan sakit kronis.
Hasil penelitian secara deskriptif menunjukkan bahwa (1) kelompok umur balita dan lansia mengalami keluhan sakit akut yang paling tinggi; (2) pada umumnya perempuan mengalami keluhan sakit akut dan sakit kronis yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki; (3) keluhan sakit kronis dan sakit akut lebih banyak dialami oleh orang yang berstatus kawin dibandingkan dengan orang yang berstatus tidak kawin; (4) pendidikan tidak langsung mempengaruhi status kesehatan, tetapi melalui jenis pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaan; (5) orang yang bekerja mempunyai status kesehatan yang lebih buruk dibandingkan orang yang tidak bekerja; (6) orang yang kesulitan akses mengalami keluhan sakit akut dan sakit kronis yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mudah akses ke fasilitas kesehatan; (7) orang yang memiliki jaminan pembiayaan kesehatan mempunyai kecenderungan untuk menderita keluhan sakit akut dan kronis yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki jaminan pembiayaan kesehatan; (8) kebiasaan merokok menyebabkan mereka memiliki keluhan sakit akut dan sakit kronis yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok; (9) orang yang tinggal di kota memiliki persentase yang tinggi untuk menderita keluhan sakit akut tetapi memiliki persentase keluhan sakit kronis lebih rendah daripada orang yang tinggal di desa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyanto
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah ingin mempelaiari pengaruh faktor rumah tangga dalam pemilian jenis pendidikan di SMTA dan kondisi pendidikan SMTA kaitannya dengan aspek ketenagakerjaan.
Data yang digunakan adalah data hasil Susenas 1992 untuk daerah pulau Jawa kecuali DKI Jakarta.
Variabel tak bebas dalam penelitian ini adalah pemilihan jenis pendidikan di SMTA, sedangkan variabel bebasnya adalah faktor-faktor rumah tangga.
Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif berupa analisa tabel silang dua atau tiga dimensi dan analisis statistik inferensial berupa statistik regresi logistic berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) terdapat perbedaan dalam pemilihan jenis pendidikan di SMTA berdasarkan kelompok tanggungan rumah tangga, pendapatan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga, daerah tempat tinggal dan jenis kelamin anak, 2) jumlah SMU lebih besar (dua kali lipat) daripada SMK, namun dari rasio siswa per sekolah, SMK relatif lebih padat daripada siswa SMU. Dilihat dari aspek ketenagakerjaan, yaitu dari lapangan kerja, jenis pekerjaan dan status pekerjaan, pekerja lulusan SMK menunjukkan "indikasi produktivitas yang lebih baik" dibandingkan pekerja lulusan SMU. Penganggur lulusan SMU lebih besar daripada lulusan SMK."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mauled Mulyono
"The study analyzed the behavior of the labor force participation in the labor market, and the impact of occupational mismatch to the decision of workers continued to. Job search even they have employed by using The Job Search Model. However, the application of the Job Search Model to deal with the characteristics of labor market today, i.e. the highly of disguised unemployment, the gap in labor market, the increasing mobility of workers from informal to. Formal sector the education attainment of job searchers increased rapidly, and some phenomena's of the occupational mismatch and on-the job-search. The raw data in the study used the data SUPAS 1985 (Intercensal Population Survey 1985) was conducted by Biro Pusat Statistik (Central Statistic Bureau) especially for South Sulawesi province. The labor force in this sample amount 23,967 and out of these only 9,982 employed and remains still unemployed.
In The Job Search Model or Search Theory argued that to analyzed individual decision to participate in the labor market or to analyzed the returns could be obtain during job searching process could be measured by using the reservation wage they received after deducted from the expenses they spend during job searching activities. Empirically, the reservation wage was influenced by the individual characteristic and the other factors that engage in labor market. The decision of job searchers whether they will accept or rejected each job that offered to them it will be influenced by individual characteristic and another factors as mentioned above. Since the data above not available in the Intercensal Population Survey 1985, this study will emphasize on job searching which influences by individual characteristic (namely, education level, marital and migrant status, age and residence) and labor market characteristic.
The types of occupation, which a proxy of wage, categorized into professional, white collar, blue collar and others. For analysis purposes, all the categorized was assume "stratum". It's means that the workers who have job searching, will be consider a higher job levels or at least at the same level only. By-using Multinomial Logit Model, it's conclude that the higher level of education workers, the probability to achieved blue collar and others tend to decrease, while probability to achieved white collar and professional tend to increase. The average probability to keep engage in this job concentrated more on farmer and menial workers (others). Another conclusion, which have participated in the same job category, the probability of higher education workers to get higher or the same of job level was higher if compared to lower education workers."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T4296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Subagiarta
"Masalah kependudukan merupakan masalah yang utama dihadapi negara-negara yang sedang berkembang. Untuk Indonesia salah satu masalah kependudukan dewasa ini adalah bagaimana menurunkan tingkat fertilitas ketingkat yang lebih rendah, hal ini diperlukan karena fertilitas merupakan salah satu komponen kependudukan yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan turunnya angka kelahiran maka pada gilirannya tingkat kesejahteraan penduduk dapat ditingkatkan.
Masalah tingginya tingkat kelahiran di Indonesia, pemerintah telah mengambil kebijaksanaan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yaitu "Anti Natalis yaitu suatu kebijaksanaan yang berusaha untuk menekan kelahiran serendah mungkin. Sejak Repelita pertama usaha usaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk sudah mulai dilaksanakan melalui program keluarga berencana. Pada dasarnya keluarga berencana adalah suatu usaha atau ikhtiar manusia, yang disengaja untuk mengatur kelahiran, secara tidak melawan hukum agama, undang-undang negara dan moral Pancasila demi mencapai kesejahtraan masyarakat, bangsa dan negara pada umumnya. Adapun tujuan keluarga berencana adalah mengatur kelahiran dan untuk menciptakan norma keluarga kecil bahagia sejahtra (NKKBS). Berhasilnya program keluarga berencana ini akan mengurangi pertumbuhan penduduk sehingga penduduk tidak lagi sebagai beban pembangunan tetapi sebagai modal pembangunan.
Program KB semakin dirasakan peranannya dalam pembangunan, terutama didalam menangani masalah kependudukan ini terlihat dalam kondisi kependudukan di Indonesia. Hasil sensus 1990 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun 1,98%. Hal ini berarti laju pertumbuhan penduduk yang menurun kalau dilihat dari angka rata-rata pertumbuhan penduduk sebelumnya yaitu 2,1% antara tahun 1961 dan tahun 1971 ; 2,3% antara tahun 1971 dan tahun 1980; dan 2,1% antara tahun 1980 dan tahun 1985. Walaupun demikian secara absolut jumlahnya meningkat yaitu sebesar 163 juta pada tahun 1985 (BPS,1986), dan 179.194.223 pada tahun 1990 (BPS,1990). Lebih lanjut jumlah ini tersebar secara tidak merata antar pulau di Indonesia dimana Jawa dan Madura yang merupakan 6,9% dari seluruh daerah Indonesia mempunyai 61,9% penduduk pada tahun 1980. Dan persentase ini menurun dari 68,7% di tahun 1930 menjadi 65,6% di tahun 1961 dan 63,8% di tahun 1971.
Angka fertilitas total telah menurun dari 5,625 antara tahun 1967 dan tahun 1970 menjadi 5.200 antara tahun 1971 dan tahun 1975, dan 4,680 antara tahun 1976 dan tahun 1979, dan 4,055 antara tahun 1980 dan tahun 1985. Di Jawa sendiri, tempat dilaksanakannya program keluarga berencana paling awal, angka fertilitas telah turun dari 5,260 antara tahun 1967 dan 1970 menjadi 4.880 antara tahun 1970 dan 1976; dan 4,245 antara tahun 1976 dan tahun 1979.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini terjadi juga di Propinsi Bali, yaitu berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1971 jumlah penduduk propinsi Bali adalah sebesar 2.120.091 jiwa dengan angka pertumbuhan 2,3% setiap tahunnya (BPS, 1973)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T6803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Fadillah
"Gerak perpindahan penduduk atau migrasi dari suatu daerah ke daerah lainnya merupakan suatu bentuk respon atau reaksi dari adanya variasi keadaan dimana mereka berdiam / hidup. Perkembangan sosial ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah lainnya, jarang sekali terjadi kesamaan. ketidaksamaan ini menimbulkan kesempatan--kesempatan yang berbeda untuk masing-masing daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses migrasi, sehingga permasalahannya makin rumit dan kompleks.
Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa dorongan utama bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan migrasi adalah keinginan untuk memperbaiki mutu/taraf hidup, disini tersirat bahwa faktor ekonomi merupakan motivasi yang dominan dalam migrasi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa faktor-faktor lain diluar faktor ekonomi tidak berpengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi; seperti persepsi seseorang atas reaksinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lain juga tidak sama. Karena itu biasanya orang akan pindah ke suatu daerah, bilamana daerah tersebut akan memberikan suatu nilai positif bagi dirinya atau keluarganya.
Tesis ini mencoha menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi proporsi tujuan migrasi keluar dari Kalimantan Selatan; yaitu ke Kalimantan Tengah, antar kabupaten dan propinsi lain mengunakan data hasil SUPAS 1985. Data yang digunakan adalah migran berdasarkan tempat tinggal 5 (lima) tahun lalu ( RECENT MIGRANT ). Sedangkan model statistik yang di pergunakan untuk memperkirakan proporsi migrasi adalah Regresi Multinominal Logistik berganda. Variabel babas yang diamati adalah : Variabel ekonomi yang digambarkan melalui PDRB perkapita, Tingkat industri, Variabel sosial demografi, yang meliputi umur, Jenis kelamin, Pendidikan, dan Status Kawin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara umur dan jenis kelamin, PDRB perkapita dengan pendidikan.
Berdasrkan hasil analisa imperensial menggunakan model statistik Regresi Multinominal Logistik berganda, ternyata bahwa aktifitas perekonomian suatu daerah mempunyai pengaruh positif terhadap proporsi migrasi. Hal ini terlihat baik untuk migrasi antar kabupaten, ke Kalimantan Tengah, maupun ke propinsi lain.
Hasil uji statistik juga menunjukkan adanya hubungan positif antara umur dangan proposi migrasi. Pada kelompok umur muda proposi migrasi lebih besar dibanding kelompok umur tua kecuali untuk tujuan antar kabupaten, dimana proporsi migrasi kelompok umur muda sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kelompok umur tua. Namun setelah dikontrol oleh variabel kontekstual proposi umur muda menjadi lebih besar.
Berdasarkan model yang telah dianalisa juga diketahui bahwa tiidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap proporsi migrasi. Hal ini menunjukan antara laki--laki dan perempuan mempunyai proposi yang hampir tidak jauh berbeda baik sebelum maupun setelah di kontrol oleh variabel kontekstual.
Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan, baik sebelum maupun sesudah dikontrol oleh variabel kontekstual, proporsi migrasi menunjukan selalu di dominasi oleh kelompok berpendidikan lebih kecil SD ( < SD ) dihandingkan dengan kelompok pendidikan lebih tinggi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwini Handayani
"This thesis is a study analyzing rate of return to education in Indonesia using the 2004 SUSENAS (National Economic Survey) data. Education is one human resource investment that could increase the human resource quality as an input of development. The 2004 Human Development Report shows that the rate of participation in the lower level education is quite high, but it decreases as the level of education increases. As an investment, education is expected to give high rate of return. It raises questions conceming the rate of return on education in Indonesia. Wage is used as a proxy of return to education and the return is estimated using the Mincerian Earning Function. The information about wage is only available among respondents that are classified as employees and therefore the selectivity bias might occur. The study will be conducted using the two stage Heckman method.
The estimation from the Mincerian Earning Function shows that women in the industrial and service sector are higher than men in the same sector. There are no differences in return between men and women for those working in the agricultural sector. The results also show that the rate of return for those with 1 year of schooling who are working in the agricultural sector are the lowest. But those with 7 years of schooling the agriculture sector has the highest rate of return. There are no differences in rate of return in education by gender."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milla Herdayati
"Tidak semua kehamihn disambut kehadirannya atau diinginkan perempuan. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) terjadi karena berbagai alasan, misalnya perempuan/pasangan tidak menggunakan kontrasepsi padahal tidak ingin memiliki anak lagi, memakai kontrasepsi tetapi kehamilan tetap terjadi (kegagalan kontrasepsi, alasan kesehatan ibu, janin cacat, usia terlalu muda, terlalu banyak, atau sebab lain seperti hasil perkosaan atau kendala ekonomi.
Perempuan dengan KTD seringkali berakhir dengan keputusan aborsi. Mengingat aborsi masih dianggap ilegal menurut hukum di Indonesia, menyebabkan perempuan melakukan secara sembunyi-sembunyi di tempat yang tidak aman karena dilakukan oleh tenaga yang tidak berkompeten di tempat-tempat yang tidak memenuhi persyaratan medis. Sehinga aborsi yang tak aman ini berisiko terjadinya kesakitan bahkan kematian pada perempuan. Aborsi disengaja diduga merupakan salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia yang bersembunyi di balik angka komplikasi perdarahan dan infeksi. Resiko kesakitan dan kematian pada perempuan makin tinggi jika aborsi terhadap berkali-kali atau berulang.
Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaaan kontrasepsi terhadap kejadian aborsi berulang menurut faktor usia, paritas, menikah dan pendidikan perempuan. Untuk itu digunakan data sekunder betbasis fasilitas di sembilan kota di Indonesia. Sampel pada studi adalah perempuan dengan keluhan KTD dan memutuskan aborsi karena alasan non medis. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deksriptif dan analisis inferensial, yaitu logistik non-hierarkhi dengan batas kemaknaan yang digunakan sebesar 5%.
Analisis deksriptif memberikan hasil bahwa di pelayanan kesehatan, aborsi berulang banyak dilakukan pada mereka yang berturut lebih dan 30 tahun dengan paritas 3 anak atau lebih. Status pernikahan sebagian besar berstatus pernah menikah (menikah dan cerai hidup/mati). Selain itu, kejadian aborsi berulang ternyata menurut tingkat pendidikan tidak memberikan pola yang jelas artinya antara perempuan yang pendidikan tinggi dan mereka yang berpendidikan rendah relatif tidak berbeda. Alasan perempuan melakukan aborsi antara lain: tidak menginginkan anak lagi, anak sebelumnya masih kecil, faktor usia yang terlalu tua sehingga resiko tinggi jika melahirkan, terikat perjanjian/kontrak kerja, masalah ekonomi, baru menikah belum siap memiliki anak dan terakhir alasan belum menikah/janda. Keputusan aborsi dihadapi perempuan ketika mereka mengalami KTD.
Hasil studi, sebagian besar penyebab mereka mengalami KTD adalah mereka menggunakan kontrasepsi tetapi mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan kontrasepsi yang dipilih merupakan adalah pil, suntik, kondom, dan coitus interruptus. Jenis-jenis kontrasepsi tersebut keefektifannya antara tergantung pada kedisplinan pemakai, seperti tidak lupa minum pil, tidak lupa suntik ulangan, dan Iain-lain. Sebab Iainya adalah kebutuhan mereka tidak terpenuhi (unmet need) padahal mereka tidak menginginkan anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan.
Analisis inferensial didapatkan hasil bahwa di fasilitas kesehatan, kejadian aborsi berulang antara perempuan yang pendidikan tinggi tidak berbeda dengan perempuan yang berpendidikan rendah. Faktor usia ternyata mempengaruhi kejadian aborsi berulang, dimana perempuan yang berusia 30+ tahun lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka yang berusia kurang dari 30 tahun. Begitu juga dengan paritas, dimana perempuan dengan paritas 3 orang anak atau lebih ternyata lebih berisiko mengalami aborsi berulang dibandingkan mereka dengan paritas kurang dari 3 anak.
Berdasarkan hasil studi tersebut ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan yaitu pertama, pemerintah sudah harus mengatur masalah pelayanan aborsi yang aman dalam bentuk undang-undang ataupun merevisi UU yang telah ada dengan melibatkan aspirasi masyarakat. UU ini harus mengatur dimana dan dalam kondisi spa aborsi dapat dilakukan, siapa yang dapat menyediakan pelayanan aborsi dan batas aman usia kehamilan yang diperbolehkan serta dengan dukungan konseling yang optimal.
Yang kedua, untuk mencegah aborsi terutama berulang maka di pelayanan kesehatan harus memasukan informasi sebagai salah Satu unsur pelayanan mereka dalam bentuk konseling sehingga kelompok unmet need dan kegagalan KB dapat dikurangi. Selain itu, yang ketiga masalah pengetahuan KB merupakan penyebab mendasar terjadinya aborsi berulang maka di tingkat masyarakat perlu digalakkan kembali promosi dan motivasi ber-KB terutama pada mereka dengan paritas 3 anak atau lebih, usia 30 tahun ke atas, dan untuk semua tingkat pendidikan baik perempuan berpendidikan tinggi maupun rendah. Bagi perempuan yang telah ber-KB sebaiknya diarahkan untuk memilih kontrasepsi yang efektif seperti IUD, implant dan steriliasi sehingga kemungkinan hamil karena gagal kontrasepsi bisa diperkecil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atis Tardiana
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang diperkirakan mempengaruhi perempuan usia kerja 15 - 60 tahun, untuk memilih status bekerja. Dalam penelitian ini diperkirakan ada lima kemungkinan seorang perempuan usia kerja 15-60 tahun dalam menentukan status bekerjanya yaitu (1) tidak bekerja (our of labor), (2) bekerja sebagai buruh/pegawai di luar rumah (on-site employee), (3) bekerja berusaha sendiri di luar rumah (on-site self employed), (4) bekerja sebagai pegawai/buruh di rumah (home-based employee), (5) bekerja berusaha sendiri di rumah (home-based self employed) yang selanjutnya dijadikan variabel terikat.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor individu seperti umur, lama tahun sekolah; faktor-faktor keluarga seperti keberadaan ART balita, keberadaan ART 6-17 tahun, keberadaan ART umur 65+ (lansia), keberadaan ART cacat, Serta faktor ekonomi yaitu pendapatan dan lokasi, yang selanjutnya alam penelitian ini dijadikan variabel bebas.
Analisis yang digunakan adalah regresi mulitinomial logistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil survei Jaminan Sosial Ekonomi Indonesia Tahun 2001.
Penelitian ini memperlihatkan yaitu: Pertama, faktor-faktor lama tahun sekolah, keberadaan ART 6-17, keberadaan ART 65+, keberadaan ART cacat, secara statistik tidak signifikan. Kedua, umur membentuk hubungan seperti U terbalik, dan signifikan untuk status bekerja on-site self employed dan home-based self employed. Ketiga keberadaan ART balita signifikan terhadap status bekerja on-size employee dan home-based employee. Keempat faktor ekonomi yaitu pendapatan dan lokasi signifkan untuk seluruh status bekerja kecuali tuuuk status bekerja home-based employee falctor lokasi tidak berpengaruh signilikan. Kelima faktor pendapatan mernbentuk hubungan U terbalik dimana pada titik tertentu probabilitasnya akan menurun.
Probabilitas status bekerja perempuan yang mempunyai balita baik di kota dan di desa menurut umur, memperlihatkan pola yang sama. Dimana status bekerja on-site employee, setting dengan bertambahnya umur semakin menurun, sedangkan untuk status on-site self employed berlaku sebaliknya, setting dengan bertambahnya umur probabilitasnya semakin tinggi. Untuk Propinsi Jawa Tengah dan Sumatra Utara probabilitas status bekerja home-based self employed, seiring dengan bertambahnya umur probabilitasnya semakin naik.
Probabiltas status bekerja perempuan dengan kondisi yang sama menurut lama tahun sekolah secara umum memperlihatkan, seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan perempuan yang mempunyai balita di kota dan di desa cenderung tidak bekerja (out of labor ). Tetapi untuk Propinsi Jawa Tengah dan Sumatra Utara seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan cenderung ke arah berusaha sendiri di rumah (home-based self employed).
Probabilitas status bekerja perempuan di kota dan di desa yang mempunyai balita menurut pendapatan, secara keseluruhan mempunyai pola yang sama. Dimana probabilitas tertinggi pada tingkat pendapatan rendah. Dari status bekerja on-site employee cenderung berubah seiring dengan meningkatnya pendapatan ke on-site self emlpoyed."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>