Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Fadil
"ABSTRAK
Gangguan keseimbangan merupakan masalah yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala penderita merasakan sensasi namun tidak bisa membedakan apakah itu vertigo atau bukan. Sebelumnya seringkali vertigo muncul tanpa ada tanda-tanda telebih dahulu. Hal ini membuat penderita menjadi cemas dan emosional.
Penyebab gangguan keseimbangan ini semakin lama semakin terlihat menonjol dengan meningkatnya diabetes militus, hiperteni, trauma kepala. Pengobatan untuk pasien disesuaikan dengan kemungkinan penyebab vertigo tersebut."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Farid Hafil
"ABSTRAK
Benda asing di saluran napas merupakan masalah yang serius
karena menimbulkan Sumbatan jalan napas.
Aspirasi benda asing ke traktus trakeobronkialis sering
ditemukan. Berbagai laporan tentang aspirasi benda asing di
saluran napas baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari
manca negara, umumnya menempatkan kacang sebagai benda asing yang
paling banyak ditemukan, terutama pada anak.
Tingginya angka aspirasi kacang dapat dimengerti mengingat
bahwa kacang merupakan makanan yang sangat populer. Hampir setiap
rumah tangga mempunyai makanan kecil berupa kacang. Rasanya yang
gurih dan renyah disertai dengan aroma yang sedap membuat semua
orang, termasuk anak -anak menyukainya. Sehingga ada ungkapan
yang menyatakan bila sudah mulai makan kacang sulit untuk dapat
berhenti begitu saja.
Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data-data
mengenai beberapa aspek benda asing kacang tanah dan
pengaruhnya pada mukosa traktus trakeobronkialis.
1. Dengan lebih mengetahui sifat-sifat benda asing kacang
tanah dan pengaruhnya pada mukosa traktus
trakeobronkialis diharapkan dapat sebagai sumbangan dalan
upaya penanganannya.
2. Untuk mengetahui peranan pemeriksaan radiologik paru pada
benda asing kacang."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Hediyati Reksodiputro Erlangga
"Sejak dahulu manusia selalu berusaha untuk menemukan dan menjabarkan konsep tentang kriteria wajah cantik. Pemikiran tersebut terus berubah seiring dengan berjalanannya waktu, yang banyak dipengaruhi oleh faktor etnik, ras, ekonomi, agamalkeyakinan dan kebudayaan. Pada jaman Renaisance Yunani para ahli berusaha menjabarkan wajah cantik dan menarik secara estetika. Estetika berasal dart bahasa Yunani, aisthesis yang berarti keindahan/kecantikan. Bangsa Yunani menganggap konsep cantik meliputi filosofi dan penampilan fisik. Mereka menciptakan figur Venus de Milo sebagai gambaran klasik dari proporsional cantik dengan berdasarkan Classical Greek Canon namun Classical Greek Canon/Neoclassical Canon tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan pads semua ras dan etnik. Salah satu karya Leonardo da Vinci (menggunakan metode Neoclassical Canon) menghasilkan lukisan wajah perempuan yang proporsional dan ideal. Menurut Leonardo da Vinci wajah seimbang harus dapat dibagi tiga dengan perbandingan yang sama, yaitu antara garis rambut frontal dengan garis supra orbital (Trichion-Glabella), garis supra orbital dengan dasar hidung (Glabella-Subnasal), dan dasar hidung serta Ujung bawah dagu (Subnasal Menton).
Konsep menarik dan cantik telah banyak didiskusikan oleh ahli bedah namun definisi obyektif sulit dijabarkan. Pada wajah estetika, menarik meliputi kombinasi kualitas wajah, seimbang, proporsional, simetri, harmoni dan nilai budaya yang berlaku. Dewasa ini banyak diusahakan metode analisis yang lebih konsisten. Antropometri wajah adalah pengukuran terhadap setiap bagian dari wajah, meliputi nilai ukuran/proporsi secara vertikal, horizontal dan sudutlangulasi pada setiap bagian wajah. Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antropometri, yaitu antropometri secara langsung, antropometri dengan hasil dokumetasi (fotogrammetri), atau pun antropometri berikut radiografi wajah dan kepala (sefalometri). Perangkat tersebut dapat membantu perencanaan estetika, rinoplasti dan/atau operasi rekonstruksi. Berdasarkan pengukuran antropometri, atau pun fotogrammetri yang telah dilakukan terhadap beberapa ras menunjukkan perbedaan ukuran analisis wajah pada setiap ras dan etnik. Pembentukan kontur wajah selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor ekologi, seperti jenis makanan dan iklim tempat tinggal. Oleh karena itu dapat ditemukan ciri khas kontur wajah bagi suatu ras atau populasi pada daerah tertentu.
Analisis dan proporsional wajah telah banyak dibahas pada bangsa Kaukasia dan Afrika Amerika namun hanya sedikit data mengenai bangsa Asia. Farkas melaporkan 132 nilai pengukuran antropometri wajah pada perempuan dan laki-laki Amerika Utara (Kaukasia). Chou melaporkan 29 nilai pengukuran antropometri wajah pada orang Korea. Analisis wajah merupakan langkah pertama dalam mengevaluasi pasien yang datang, baik untuk prosedur rekonstruksi maupun kosmetika wajah. Operasi wajah demi tujuan estetika pada orang Asia akan menjadi tidak proporsional bila mengacu pada data dan ukuran Kaukasia. Lebih lanjut banyak bangsa Asia yang ingin tetap mempertahankan wajah etnik asli mereka setelah dioperasi. Tantangan bagi para ahli bedah adalah untuk tetap mempertahankan etnik bentuk wajah yang asli dan memperbaiki bagian yang tidak proporsional terhadap keseluruhan bentuk wajah.
Analisis wajah dapat menjadi lebih mudah dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrammetri yaitu pengukuran antropometri wajah dengan menggunakan hasil dokumentasi Rhinobase Software merupakan perangkat yang dapat membantu proses fotogrammetri, dimana hasil foto akan dianalisis dengan menggunakan perangkat ini. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari Rhinobase Software. Selain berguna untuk fotogrammetri, perangkat tersebut dapat pula membantu ahli bedah dalam menyimpan keseluruhan data pasien (anamnesis, pemeriksaan fisik, fotogrammetri, rencana operasi, dan hasil operasi).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dafril Saaluddin
"ABSTRAK
Tumor ganas esofagus merupakan tumor ganas yang paling berbahaya, dangan angka kemungkinan hidup setelah 5 tahun kurang 5 % dari semua tumor ganas. Biaaanya gejala timbul setelah tumor berkembang menjadi stadium lanjut.
Mengingat hal tersebut di atas, penulis mencoba meneliti tentang penatalaksanaan tumor ganas esofagus yang telah dilakukan di FKUI/RSCM. Semoga dengan penelitian ini dapat dipakai untuk menyempurnakan penatalaksanaan tumor ganas esofagus di FKUI/RSCH ini.
Bahan yang diteliti diambil dari semua penderita tumor ganas esofagus yang datang berobat ke FKUI/RSGM dari Januari 1983 sampai dengan Juni 1985. Data-data diambil dari Bagian THT Subbagian Endoskopi FKUI/RSCM, Bagian Bedah Subbagian Bedah Digestif, Bagian Penyakit Dalam Subbagian Gastroenterologi, Bagian Radiologi Subbagian Radioterapi dan Bagian Patologi Anatomik yang merupakan anggota Kelompok Studi Khusus Esofagua FKUI/RSCM.
Dengan menganalisa data-data tersebut diharapkan akan didapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat saling mengisi bila ada kekurangan-kekurangan, dan sebagai kontrol bila salah satu sumber data tidak ada lagi. Dari sumber data tersebut didapatkad tentang umur penderita, jenis kelamin, gejala-gejala atau keluhan penderita, gambaran radiologik, bentuk kelainan secara esofagoskopik, lokasi tumor, jenis tumor serta pengobatan dan penatalaksanaannya.

"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"CT scan dapat memberikan penderajatan (staging) dari suatu keganasan di sinus secara lebih baik. CT akan memperlihatkan dengan jelas batas-batas invasi tumor ke orbita dan retroorbita, lamina kribrosa, atap etmoid, planum sfenoid dan dapat
dipakai sebagai modalitas untuk menilai basis kranii dan perluasan ke intrakranial 7. Demikian jugs terhadap tumor-tumor ganas yang dilakukan pengobatan dengan radioterapi 8,9,10. Oleh sebab itu CT scan merupakan sumber informasi penting
bagi ahli bedah, dan menjadi suatu pemeriksaan yang dominan untuk penilaian pra dan pasca bedah.
Di Bagian THT FKUI/ RSCM Jakarta, CT scan telah cukup lama dipakai sebagai alat penunjang diagnostik tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Berdasarkan-hal tersebut di atas, dan ditunjang dengan cukup banyaknya materi yang dapat diteliti, membuat penulis tertarik untuk mengemukakan peranan CT scan dalam menunjang
diagnosis dan penatalaksanaan terhadap tumor ganas hidung dan sinus paranasal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewo Aksoro
"Dengan berkembangnya bidang bedah kepala dan leher THT, maka bidang rekonstruksi atau rehabilitasi menjadi penting artinya dan mutlak dibutuhkan, terutama untuk mengatasi cacat yang timbul akibat suatu pembedahan yang luaag antara lain tumor Jinak yang besar dan tumor ganas.
Di Bagian THT beberapa Janis jabir yang pernah digunakan selain Jabir dahi ("forehead flap") adalah Jabir deltopektoral dan jabir pektoralis miokutan mayor.
Keberhasilan suatu pembedahan rekonstruksi tergantung beberapa faktor yaitu keadaan umum penderita, kemampuan dan kebiasaan ahli bedah terhadap teknik pembedahan, fasilitas dan peralatan yang memadai dan perawatan setelah pembedahan.
Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan keberhasilan pembedahan Jabir miokutan pektoralis mayor untuk menutup cacat di daerah leher-kepala, dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penderita cacat daerah leher kepala dengan mengetahui Jumlah penderita, sebaran umur, Jenis kelamin, penyebab cacat, lokasi, luar dan keadaan Jaringan cacat. Penelitian ini Juga menerangkan Cara pembedahan Jabir pektoralis miokutan mayor, hasil pembedahan dan komplikasi yang terjadi"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doyo Prasojo
"Pengobatan radiasi pada tumor kepala dan leher pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya, dapat menimbulkan reaksi tubuh secara umum. Selain itu akibat radiasi bagaimanapun akan mengenai pula jaringan sehat di sekitar lokasi tumor. Kerusakan pada jaringan sehat ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan bila efek ini terjadi secara berlebihan tentu saja dapat nempengaruhi efektifitas pengobatan terhadap penderita sendiri.
Pada pengobatan radiasi karsinoma nasofaring seperti diketahui dapat menimbulkan efek samping akut berupa gejala lokal pada kulit, rongga mulut dan sekitarnya dengan segala manifestasinya. Disamping itu dapat pula terjadi efek supresi terhadap sistim hemopoetik, sistim pencernaan dan lain-lain seperti pada pengobatan radiasi secara umum.
Tujuan umum :
Mengupayakan agar penderita karsinoma nasofaring dapat menyelesaikan pengobatan radiasi seluruhnya sampai selesai (seoptimal mungkin).
Tujuan khusus :
1. Mengetahui jumlah penderita, sebaran umur, jenis kelamin, stadium penyakit, gambaran P.A. Serta frekuensi efek samping akut yang terjadi pada penderita karsinoma nasofaring yang menjalani terapi radiasi eksterna.
2. Mengetahui berbagai efek samping akut yang terjadi yang dihubungkan dengan dosis radiasi yang diberikan.
3. Mengetahui persentase penderita yang kontrol ke Bagian THT FKUI/RSCH.
4. Menilai hasil tindakan /pengobatan yang telah dilakukan di Unit Radioterapi FKUI/RSCM dan di Bagian THT FKUI/RSCH untuk mengatasi efek samping akut yang terjadi Serta mengetahui hambatan yang terjadi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Ukhrowiyah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas gambaran gelombang P300 auditorik pada pengguna amfetamin di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan Rumah Tahanan Pondok Bambu dan bukan pengguna NAPZA di poliklinik THT RSUPN-CM. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode potong lintang untuk melihat perbedaan nilai rerata masa laten dan amplitudo gelombang P300 pada subjek pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA. Hasil penelitian mendapatkan tidak terdapat perbedaan nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,411 (>0,05), nilai rerata masa laten gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin sebesar 319,49 milidetik, kelompok bukan pengguna NAPZA yaitu 308,70 milidetik yang masih termasuk dalam rentang normal. Tidak terdapat perbedaan nilai rerata amplitudo gelombang P300 auditorik pada kelompok pengguna amfetamin dan bukan pengguna NAPZA dengan nilai p=0,41 (>0,05). Nilai amplitudo P300 auditorik pada kedua kelompok termasuk dalam rentang normal yaitu 6,58 μvolt pada pengguna amfetamin dan 8,11 μvolt pada bukan pengguna NAPZA. Serta diperoleh hasil 62,5% pengguna amfetamin mengalami gangguan fungsi kognitif.

ABSTRACT
This thesis discuss the overview of auditory P300 wave on amphetamine users in the Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Rumah Tahanan Pondok Bambu and non-NAPZA users in the Otolaryngology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo hospital. This research is a descriptive study by using cross sectional methode to identifiy differences between average latency value of auditory P300 wave among the group of amphetamine users and non-NAPZA users. This research shows no differences in latency average value of P300 wave among the group amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,411 (>0,05), average latency value of P300 auditory wave among group of amphetamine users is 319,49 milisecond, group of non NAPZA users is 308,70 milisecond which is still in normal band. There is no difference in average amplitude value of auditory P300 wave within group of amphetamine users and non-NAPZA users with p value of 0,41 (>0,05). The amplitude value of auditory P300 wave from both group are within the normal band which is 6,58 μvolt on amphetamine users and 8,11 μvolt on non-NAPZA users. It was obsreved that 62,5% of amphetamine users having a cognitive function disorder."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Alia
"ABSTRAK
Latar belakang: Subjek dengan ketergantungan mariyuana cenderung untuk mengalami gangguan fungsi kognitif. Pemeriksaan gelombang P300 auditorik mempuyai peran dalam mendeteksi gangguan fungsi kognitif pada jalur auditorik hingga ke korteks. Gangguan fungsi kognitif dapat dinilai dengan melihat pemanjangan masa laten gelombang P300 dan penurunan amplitudo gelombang P300.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rutan Cipinang dan Pondok Bambu pada bulan Juni-Agustus 2012, melibatkan 68 subjek yang mengalami ketergantungan mariyuana. Gangguan fungsi kognitif ditentukan dengan melakukan pemeriksaan RAVLT (Rey Auditory Verbal Learning Test) dengan menggunakan kuesioner. Kemudian semua subjek dilakukan pemeriksaan P300 auditorik.
Hasil: Sebanyak 40 subjek (58,8%) mengalami gangguan fungsi kognitif. Sebanyak 8 subjek (11,8%) ditemukan masa laten P300 abnormal sedangkan 60 subjek (88,2%) ditemukan amplitudo yang menurun. Terdapat hubungan bermakna antara amplitudo P300 dengan gangguan fungsi kognitif (p<0.001) tetapi tidak ditemukan hubungan bermakna antara masa laten P300 dengan gangguan fungsi kognitif (p=0.565).
Kesimpulan : Mariyuana dapat mengganggu fungsi kognitif terutama gangguan perhatian dan memori yang terlihat pada penurunan amplitudo gelombang P300. Namun masa laten gelombang P300 yang ditemukan tidak menggambarkan gangguan fungsi kognitif. Kelemahan tersebut dapat diakibatkan karena rentang masa laten P300 yang digunakan mengacu pada subjek Amerika. Hasil penelitian ini menunjang ditemukannya fungsi kognitif yang dinilai dari amplitudo gelombang P300 yang menurun. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari rentang masa laten gelombang P300 yang menggunakan subjek anak-anak dan dewasa populasi Indonesia.

ABSTRACT
Background: Subject with marijuana addiction tend to have cognitive function impairment. Auditoric P300 wave as one of objective tools in examining cognitive fuction has potential role since it could assess cognitive function in auditoric pathway to cortex.The cognitive function impairment could be assessed in prolong latency and decreasing amplitude.
Method: The cross sectional study held in Cipinang and Pondok Bambu Jail between June to August 2012 involing totally 68 subjects determined by its marijuana addiction. Cognitive function assesment using RAVLT (Rey Auditory Verbal Learning Test). Then subjects are assessed by auditoric P300 wave examination using both latency and amplitude.
Result Fourty (58,8%) subjects have cognitive function impairment. In 8 (11,8%) subjects have abnormal P300 latency while in 60 (88,2%) subjects have decreasing amplitudes. There is significant correlation between P300 amplitudes and cognitive function (p<0.001) but there is no significant correlation between P300 latency and cognitive function (p=0.565).
Conclusion: Marijuana could impair cognitive function especially attention and memory deficit which revealed by decreasing P300 amplitude. Somehow, P300 latency does not describe its abnormality that could conclude cognitive function impairment. This caveat could be arised due to improper range application which refer to American subjects. This study result confirm that cognitive function impairment due to marijuana addiction could be revealed by objective decreasing P300 amplitudes. Further research have to conducted to confirm proper range application based on both adult and pediatric Indonesian population."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risdawati
"Tuli mendadak merupakan kedaruratan dibidang audiologi yang perlu penatalaksanaan segera. Konsensus terapi tuli mendadak tahun 2010 di Madrid-Spanyol dan systematic review yang dilakukan Cochrane tahun 2009 menetapkan steroid sebagai terapi utama. Pasien yang mengalami kesembuhan memperlihatkan peningkatan nilai emisi otoakustik selama terapi. Perbaikan emisi terjadi lebih awal dibandingkan perbaikan ambang dengar.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil terapi metil prednisolon dosis terbaru pada tuli mendadak dengan pemeriksaan DPOAE dan audiometri nada murni dengan desain pre-eksperimental bersifat analitik pre-post terapi. Pemeriksaan audiometri nada murni dan DPOAE dilakukan sebelum dan sesudah terapi hari ke-15 pada 22 subjek penelitian.
Pada penelitian ini didapatkan perubahan bermakna nilai audiometri di semua frekuensi yang diteliti, perubahan bermakna nilai DPOAE di frekuensi 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz dan hubungan bermakna perubahan SNR pada DPOAE dengan tingkat perubahan ambang dengar pada frekuensi 8000 Hz dan 10000 Hz. Penelitian ini mendapatkan perubahan yang bermakna nilai audiometri nada murni sebelum dan sesudah terapi pada semua frekuensi yang diteliti dengan menggunakan dosis terbaru metil prednisolon. Oleh karena itu dosis ini dapat diaplikasikan untuk terapi tuli mendadak.

Sudden deafness is an emergency case in audiology that need immediate treatment. Consensus 2010 in Madrid-Spain and Cochrane systematic review in 2009, stated steroid as drugs of choice in sudden deafness therapy. Patient that has been recovered from sudden deafness has increasing otoacoustic emission during treatment. The emission improvement begins earlier than the improvement of the hearing level.
The aim of research is to evaluate new dose of methylprednisolon therapy in sudden deafness by using DPOAE and pure tone audiometry with pre-experimental analytical design pre-post treatment. Pure tone audiometry and DPOAE evaluation before therapy and day 15th after therapy on 22 subjects.
This reseach found that there are changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies, there is also changes in DPOAE for 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz frequencies and a significant difference between changes in DPOAE with changes in hearing threshold level for 8000 Hz and 10000 Hz. This research found changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies by using new dose of methylprednisolone. There fore, this new dose could be applied for sudden deafness therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>