Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sudigdo Sastroasmoro
"TUJUAN (1) Menilai efek pemberian dabutamin data perjalanan penyakitmembran hialin (PMFi)" ringan pada xieonatps kurangislan (NKB) (2) ,Mendeteksi gangguan faal, kardiovaskular pada-PMH ringan; (3}; Menilai respons faal kardiovaskular; pada ..PMH ringan; terhadap pemberiandobutamin; (4).Mendeteksi faktor risiko untuk.terjadinya PMH pada NKB. TEMPAT PENELITIAN: Unit perawatan neonatus tingkat II pada rumah sakit rujukan utama, SUBYEK PENELITIAN: NKB dengan ibunya.
PENGURURAN DAN INTERVENSI NKB yang.lahir di RSCM diikuti sampai terjadi PMH atau tidak. Faktor risiko dihitung dengan analisis bivariat dan regresi logistik. Faal ven tnkel dari aliran darah otak (ADO diperiksa dengan teknik" Doppler Faal, diastolik' ventikel varian dari kin diestimasi dengan mengukur puncak E, puncak-A, dan rasio Faal sistolik ventrikel kiri diukur dengan periode praejeksi (PPE) dan waktu ejeksi ventrikel kiri (WEVKi) yang"dikoreksi terhadap laju jantung, serta rasio PPE/WEVKi: ADO'dinilai dengan pengukuran kecepatan aliran darah otak (KADO) maksimal dari Ina1, indeks Pour-ot dan akselerasi aliran Perinrih dobutamin diteliti dengan uji intervensi tersamar ganda dengan desain silang. Pengaruh`dobutamin dalam perjalanan PMI-J dinilai dengan analisis kesintasan pasien yang mendapat dobitamin atau placebo, dengan metode Kaplan Meier dan uji Breslow: Efek pada analisis kesehan adalah saat pasien memerlukan ventilasi mekanik atau mengalami perburukan yang mengancam jiwa.

PURPOSE To determine: (1) effects of dobutamine administration on the clinical course of preterm infants with mild hyaline membrane disease (HMD); (2) cardiovascular involvement in mild HMD; (3) response of cardiovascular functions in patients with mild HMD to dobutamine administration; (4) risk factors for the development of HMD in preterm infants.
SETTING Level2neonatal unit of a national referral hospital. STUDY SUBJECTS Preterm infants with their respective mothers.
MEASUREMENTS AND INTERVENTION Pre term infants born at Cipto Mangunkuswno Hospital, Jakarta, were followed from birth to detect the development of HMD. The risk or protective factors were calculated by univariate and logistic regression analyses. Right ventricular (RV) and left ventricular (LV) diastolic functions were estimated by measuring points E and A, and E/A ratio_ LV systolic function was estimated by measuring rate-corrected pre-ejection period (PEP) and left ventricular ejection time (LVET), and PEP/ LVET ratio. Cerebral blood flow velocity (CBFV) was determined at the anterior cerebral artery. Maximal and minimal flows were determined and Pourcelot Index calculated; acceleration of the flow was also measured. Comparison of preterms with or without mild HMD was performed in 23 gestational age and birth weight matched pairs infants. Effects of dobutamine were determined by randomized, double-blind, placebo controlled trial in 41 preterm infants with mild HMO. The role of dobutamine in the clinical course of mild HMD was determined by comparing survival curves of placebo-treated and dobutamine-treated patients using Kaplan-Meier method and Breslow hypothesis testing. The need for mechanical ventilation or deterioration of patient's condition was judged as the event of interest.
MAIN RESULTS Eighty-seven out of the 308 preterm infants studied developed HMD. Logistic regression model disclosed that antepartum hemorrhage, mode of delivery, sex, gestational period, and peri natal asphyxia were associated with the development of HMO. RV diastolic function parameters were not significantly different between infants with. or without mild HMD, and dobutamine did not alter the values. In contrast, LV E and A points were significantly different between the 2 groups,, although the E/A ratio was not different. Dobutamine improved the de-pressed LV diastolic function. Infants with mild HMD had significantly longer rate corrected PEP, ' shorter rate corrected LVET, and larger PEP/LVET ratio compared with those without HMD. The dysfunction was improved by dobutamine. CBFV was not significantly different between preterm infants with or without mild HMD, and dobutamine did not alter CBFV but it increased blood flow acceleration. Dabutamine treated infants had a significantly longer mean mechanical-ventilation-free survival than placebo, treated infants, i.e. 78 vs 61 hours.
CONCLUSIONS (1) Administration of dobutamine to standard treatment delays the deterioration of preteen infants with mild HMD, so that use of dobutamine 10 lrg/kg/min early in the course of the disease is recommended. (2) LV diastolic and systolic functions are depressed in mild HMD, and dobutamine can correct the dysfunction; however; RV diastolic function is not disturbed in mild HMD (3) CBFV is not significantly different between preterm infants vvith or without mild HMD; dobutamine hasnigligible effect on CBPV, but it increases.CBE acceleration: (4) As tepartun hemorrhage, mode of delivery, sex, gestational age, and asphyxia are independently associated with the development of HMOwoRDB Dobutamine prevent infants, hyalin"membranes', rardiovascular involvecerebral blood flow
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D379
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widowati Soebaryo
"ABSTRAK
TUJUAN (1) Menentukan peningkatan risiko terjadinya DK-T pada individu dengan DA-K; (2) Menetapkan gejala Minis DA-K tertentu yang berperan pada perkembangan DA-K menjadi DK-T dan dipengaruhi oleh faktor imunogenetik HLA kelas I; (3) Menetapkan efek imunitas selular disertai dengan peningkatan kadar IgE yang mempengaruhi perkembangan DA-K menjadi DK-T; (4) Menetapkan jenis HLA kelas I tertentu yang menentukan peningkatan derajat risiko terjadinya DK-T; (5) Menentukan derajat sakit DK-T pada individu dengan DA-K sebagai akibat pajanan oleh deterjen.
TEMPAT PENELITIAN Berbagai lokasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo; Makmal Terpadu RSCM-FKUI; Labotratorium Transplantasi Makmal Terpadu RSCM-FKUI.
SUBJEK PENELITIAN Pekerja kebersihan lantai (PKL)
RANCANGAN PENELITIAN Merupakan penelitian analitik dengan (A) membandingkan pengaruh faktor intrinsik yang terdiri atas faktor individu, faktor imunogenetis, dan faktor imunologis pada responden dengan (DA-K(+)) terhadap responden (DA-K(-)) yang terpajan deterjen untuk terjadinya DK-T. Desain yang diterapkan ialah studi kasus kontrol; (B) melakukan pengamatan selama 5 bulan terhadap sejumlah responden (yang bekerja kurang dari 2 bulan) terhadap perkembangan patogenesis DA-K menjadi DK-T akibat pajanan dengan deterjen. Desain yang diterapkan ialah studi longitudinal prospektif (terbatas).
HASIL Diantara 220 PKL yang memenuhi syarat, sebanyak 136 menderita DK-T. (1)
Pada lingkup gejala klinis didapatkan DA-K merupakan faktor risiko intrinsik terjadinya DK-T, peningkatan skor DA-K diikuti oleh peningkatan skor DK-T dengan korelasi cenderung linear. Ditemukannya riwayat atopi pada diri maupun keluarga berupa asma bronkial dan rinitis alergik merupakan faktor proteksi untuk terjadinya DK-T, sedangkan adanya riwayat dermatitis atopik meningkatkan risiko terjadinya DK-T. Keratosis pilaris, hiperlinearitas palmaris, dan xerosis merupakan gejala Minis primer DA-K yang meningkatkan risiko terjadinya DK-T. (2) Pada lingkup faktor imunologis didapatkan peningkatan kadar IgE dalam serum pada kadar yang lebih rendah sebagai akibat pajanan dengan antigen lingkungan pada kelompok kasus. Sel Th CD3+CD4+ dan rasio sel Th : Ts (CD3+CD4+ CD3+CD8+), serta sel NK (CDI6+CD56+) berperan pada derajat sakit DK-T. Se! MC (CD 16+CD56+) teraktivasi oleh sitokin yang dikeluarkan keratinosit sebagai akibat kerusakan sawar kulit oleh deterjen, (3) Pada lingkup faktor imunogenetis didapatkan temuan HLA-B15 lebih banyak pada kontrol dengan nilai p < 0.05 dan RR < 1; terlihat kecenderungan bersifat protektif dengan fraksi etiologik sebesar 60 %. HLAB53 didapatkan pada derajat sakit berat sehingga diperkirakan merupakan petanda untuk derajat sakit berat pada DK-T.
(4) Lingkup faktor risiko ekstrinsik mendapatkan waktu pajanan ? 2jam/hari meningkatkan risiko terjadinya DK-T. Perbedaan derajat sakit DK-T lebih terlihat pada pH < 10, dan peningkatan pH menaikkan risiko terjadinya DK-T. (5) Analisis studi diagnostik menggunakan uji McNemar menunjukkan xerosis merupakan prediksi Minis terjadinya DK-T dengan sensitivitas 40 % dan spesifisitas 70 %, dan HLA-B15 berperan sebagai faktor proteksi. (6) Pengamatan longitudinal prospektif terbatas yang dilaksanakan selama 5 bulan terhadap responden baru yang bekerja < 2 bulan menemukan bahwa seluruh responden menderita DK-T pada akhir pengamatan. Responden DA-K(+) mempunyai kecendrungan menderita DK-T lebih awal dibandingkan dengan responden DA-K(-).
KESIMPULAN (I) Sesuai dengan peningkatan skor atopi yang diikuti dengan peningkatan skor DK-T, maka dapat disimpulkan bahwa DA-K merupakan risiko intrinsik untuk terjadinya DK-T (2) beberapa gejala klinis primer meningkatkan risiko terjadinya DK-T, terutama riwayat pemah menderita dermatitis atopik pada diri atau keluarga dan ditemukannya xerosis kutis karena xerosis akan menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga mempermudah masuknya bahan iritan ke dalam kulit (3) sel Th CD4+, rasio sel Th : Ts (CD3+CD4+ 1 CD3+CD8+), dan sel NK (CD16+CD56+) meningkatkan risiko terjadinya DK-T derajat berat. Kerusakan sawar kulit akan mengaktifkan sel NK(CD16+CD56+) sebagai respons terhadap sitokin yang diproduksi akibat kerusakan keratinosit (4) HLA-B15 merupakan faktor proteksi untuk terjadinya DK-T dan HLA-B53 cenderung merupakan petanda untuk menderita DK-T berat (5) xerosis kutis dapat berperan sebagai prediktor Minis untuk terjadinya DK-T pada individu dengan DA-K (6) pajanan deterjen bersifat basa yang terjadi ? 2 jam/hari dalam waktu 5 bulan menyebabkan DK-T pada seluruh responden yang bekerja tanpa alat pelindung dengan kecenderungan menderita DK-T lebih awal pada responden DA-K(+) dibandinglcan dengan responden DA-K(-).

ABSTRACT
TITLE Clinical prediction of hand dermatitis in person with atopic skin diathesis
PURPOSE To identify the role of intrinsic and extrinsic risk factors of the pathogenesis of hand dermatitis
SETTING Several different parts of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Makmal and Tranplantation Laboratory, Faculty of Medicine of the University of Indonesia, Jakarta.
STUDY SUBJECTS Cleaning service workers
METHODS An analytical study comprises of two parts have been conducted as follows : (1) Case-control study to identify the role of intrinsic and extrinsic risk factors in the pathogenesis of hand dermatitis (2) Limited longitudinal (prospective) study was performed among workers who have done the work less than 2 month, to find out the immunopathogenesis of hand dermatitis in persons with atopic skin diathesis.
The clinical sign of atopic skin diathesis consisted of the history of atopic diseases in oneself or history in the family, pityriasis alba, Dennie-Morgan line, Hertoghe sign, kheilitis, keratosis pilaris, food intolerance, palmar hyperlinearity, white dermographism, xerosis, and reduce itch threshold were evaluated to found out the clinical risk factors.
Immunological factors such as IgE in the blood was examined by Micro particle Enzyme Immunoassay (META) and cellular immunity by flow-cytometry was preformed at the Makmal Laboratory, Faculty of Medicine of the University of Indonesia, Jakarta. Immunogenetic factors such as HLA type I was examined by microlymphocytotoxicity at the Makmal Transplantation Laboratory, Medical Faculty of the University of Indonesia, Jakarta. Statistical analysis was performed mostly with the chi-square method.
RESULTS Two hundred twenty out of 241 cleaning service workers were involved in this study. Ninety four out of 136 who suffered from hand dermatitis were recruited as the case and 84 workers who were normal (without hand dermatitis) served as the control group. (1) Atopic skin diathesis was proved as an intrinsic risk factor for hand dermatitis in the case-control study conducted. Keratosis pilaris, kheilitis, hiperkeratosis palmaris, and xerosis were found significantly as the intrinsic risk factors for hand dermatitis by using the multivariate analysis. (2) Statistical analysis of the immunological factors stated that T lymphocyte CD3+ and Natural Killer cell were proven to be the immunological risk factors for hand dermatitis. Keratinosit, after exposed to irritant, produced and released different kinds of cytokine, - included epidermal derived natural killer cell activating factor, which could activate Natural Killer cells. Increasing value of the blood IgE was observed with the mean value higher in the case group than in the control group (by using the one-sided t test) with the p value < 0.05 after the logarithmic transformation. (3) Statistical analysis of the immunogenetic factor revealed HLA-B 15 was found higher in the control group than in the case group with p value 0.022 assuming a protective factor (OR < 1) for hand dermatitis with a high (60%) etiologic fraction.
(4) Exposure time ? 2 hours/day was statistically significant as an extrinsic risk factor for hand dermatitis. Low pH (< 10) clearly showed the difference between the severe and the mild form of hand dermatitis. (5) Longitudinal study with 5 month observation period consisted of 18 cleaning service workers entering the job less than 2 month, resulted in hand dermatitis for all workers by the end of the observation period. (6) Xerosis cutis could be considered as the clinical predictor for hand dermatitis in person suffering from atopic skin diathesis.
CONCLUSION: (1) Atopic skin diathesis was found to be an intrinsic risk factor for hand dermatitis (2) Kheilitis, keratosis pilaris, hiperlinearis palmans, and xerosis were clinical risk factors for hand dermatitis (3) T cell CD3+ and NK cell CD16+CD56+ were the immunological risk factors for hand dermatitis (4) the immunogenetic risk factors showed that HLA-B 15 was considered having a protective role and HLA-B53 was considered as the sign of the severe from of hand dermatitis (5) Xerosis cutis could be considered as the clinical predictor for hand dermatitis in person suffering from atopic skin diathesis (6) longitudinal prospective study revealed that all the newly-working workers (less then 2 month starting the work) by the end of 5 month observation period suffered from hand dermatitis with the tendency that hand dermatitis appeared earlier in person with atopic skin diathesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
D382
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hawari
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Sampai sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan penyalahgunaan zat secara universal memuaskan, baik.dari,sudut prevensi, terapi, maupun rehabilitasi. Angka kekambuhan masih tinggi (43,9%), dan penyalahgunaan zat ini merupakan penyakit kronik yang berulang kali kambuh. Pada umumnya orang masih belum menerima bahwa penyalahgunaan zat adalah proses gangguan mental adiktif. Seorang penyalahguna zat pada dasarnya adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (pasien psikiatrik), sedangkan penyalahgunaan zat merupakan perkembangan lanjut dari gangguan jiwanya itu; demikian pula dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.
Salah satu kendala dalam penanggulangan penyalahgunaan zat di Indonesia adalah belum adanya kesepakatan tentang konsep dasar (keranga pikir) penyalahgunaan zat. Untuk itu telah dilakukan pemeriksaan psikiatri klinis terhadap pasien penyalah-guna zat yang dirawat di Rumah Sakit. Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta dengan menggunakan diagnosis multiaksial; dan sebagai kelola adalah mereka yang datang ke RSKO untuk memperoleh "Surat Keterangan Bebas Narkotika".
Hasil dan Kesimpulan: Dari 75 orang kasus penyalah-guna zat dan 75 orang kelola yang telah diperiksa, diperoleh adanya hubungan yang bermakna (p C 0.001) antara penyalahgunaan zat dengan gangguan kepribadian antisosial, kecemasan, depresi, dan kondisi keluarga. 'Risiko-relatif (estimated relative_ risk) penyalahgunaan zat terhadap gangguan kepribadian antisosial = 19,9; kecemasan = 13,8 depresi = 18,8; dan kondisi keluarga = 7,9. Selain dari pada itu diperoleh pula pengaruh faktor-faktor berikut ini terhadap penyalahgunaan zat; yaitu, teman kelompok sebaya (81,3%); mudahnya zat diperoleh (88% untuk alkohol, 44% untuk sedativa/hipnotika, dan 30,7% untuk ganja); tersedianya zat di pasaran (pasaran resmi 78,7% dan pasaran tidak resmi 86,7%).
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa penyalahgunaan zat terjadi oleh interaksi antara faktor-faktor predisposisi, kontribusi, dan faktor pencetus. penyalahgunaan zat merupakan proses gangguan mental adiktif, di mana seorang penyalahguna pada dasarnya adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa (pasien psikiatrik), sedangkan penyalahgunaan zat merupakan perkembangan lanjut dari gangguan jiwa tersebut, demikian pula halnya dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.

Scope and Method of Research: Up to the present time a universally satisfactory way to deal with drug abuse has not yet been found, neither from the aspect of prevention, therapy, nor rehabilitation. The figures of relaps are still high {43.9%), and drug abuse is said to be a recurrent chronic illness. In general, people have not yet accepted the fact that drug abuse is part of a process of an addictive mental illness. Basically, a drug abuser is a person who is suffering from a mental illness (a psychiatric patient), the drug abuse being a further development of this disorder; the same applies to the social impact which it causes.
One of the obstacles in dealing with drug abuse in Indonesia is the absence of a basic principle (conceptual structure) with respect to drug abuse. Therefore psychiatric-clinical examinations were administered to drug abusers who were patients at the Drug Dependence Hospital in Jakarta, using a multiaxial diagnosis, while the control group consisted of persons who came; to the hospital to obtain a Certificate of Non-Addiction to Drugs.
Results and Conclusions: From the examination of 75 drug abusers and the 75 members of the control group, a significant relationship (p < 0.001) was found between drug abuse and antisocial personality disorder, anxiety, depression, and family condition. The estimated relative risk of drug abuse with respect to antisocial personality disorder = 19.9; anxiety = 13.8; depression = 18.8 ; and family condition = 7.9. In addition, the ' influence of the following factors on drug abuse was found: peer group (81.3%); easy availability of drugs (88% for alcohol, 44% for sedatives/hypnotics, and 30.7% for marijuana; availability of drugs on the market (legitimate market 78.7%, and the black market 86.7%).
From this research it was concluded that drug abuse occurs by means of an interaction between predisposing factors, contributing factor, and the precipitating factor. Drug abuse is part of the process of an addictive mental disorder, the drug abuser being basically a person who is suffering from mental illness (a psychiatric patient) and the drug abuse being a further development of this mental illness; the same applies to the social impact which it causes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
D144
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Saleha
"ABSTRAK
DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi DBD di Indonesia, diantaranya adalah dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan penggunaan insektisida seperti malation dan temefos. Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang memadai, sehingga diperlukan bahan lain untuk menunjang pengendalian DBD, seperti penggunaan insektisida alami yang berasal dari turnbuh-tumbuhan. Insektisida yang berasal dari tumbuhan dalam waktu relatif singkat, setelah digunakan akan terurai menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Untuk mengetahui golongan senyawa yang berperan sebagai insektisida dalam daun Helianthus au ours dan pengaruh ekstraknya terhadap kematian Aedes aegypti. Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi bagian Parasitologi, laboratorium Kimia bagian Kimia FKUI, dan bagian PTM Depkes selama 8 bulan.
Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0,050 % ; 0,075 % ; 0,100 % ; 0,125 % ; 0,150 % ; dan 0,175 % untuk larvisida, dan konsentrasi 0,5% ; 1,0% ; 1,5% dan 2,0% untuk insektisida dan repelen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa golongan senyawa yang diduga bersifat insektisida dalam daun Helianthus animus adalah golongan alkaloid, saponin, tanin, steroid, terpenoid, dan minyak atsiri. Kematian larva tertinggi adalah pada konsentrasi 0,175 % yaitu 92,8 % dan terendah adalah pada konsentrasi 0,050 % yaitu 16,0 %. Konsentrasi letal untuk kematian 50% adalah 0,097 % dan kematian 90% adalah 0,195%. Rata-rata kematian nyamuk dewasa adalah 90,8 % pada konsentrasi 2,0% dan 20,0 % pada konsentrasi 0,5 %. Daya proteksi berkisar antara 65,58 % - 86,10 %, dengan daya proteksi maksimal ketika jam ke-2, pada konsentrasi 2,0%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarni
"Kultur Plasmodium falciparum in vitro yang selama ini dilakukan, membutuhkan serum manusia dalam jumlah yang cukup besar sebagai suplemen medianya yaitu 10 % dari volume media yang diperlukan. Disamping itu, tidak semua serum manusia dapat dipakai karena adanya beberapa faktor yang dapat menghambat pertumbuhan parasit, diantaranya adalah faktor imunologi dan kandungan atau adanya virus yang patogen terutama virus hepatitis. Sehingga perlu dicari alternatif suplemen lain sebagai pengganti serum manusia. Dalam studi ini akan diteliti pengaruh penggunaan serum hewan, dalam hal ini sapi dan biri-biri terhadap pertumbuhan P. falciparum in vitro, sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan penggunaannya sebagai pengganti serum manusia sebagai suplemen dalam media kultur.
P. falciparum strain Irian nomer kode 2300 dengan kepadatan parasit awal 0,5% dikultur dalam 30 cawan petri yang berdiameter 5 cm. Pada setiap 10 cawan petri diberi media kultur dengan suplemen serum yang berbeda, yaitu media kultur dengan suplemen serum sapi, serum biri-biri dan serum manusia sebagai pembanding. Pertumbuhan parasit di setiap cawan petri diikuti setiap hari selama 35 hari, dan kepadatan parasit dihitung per 10.000 eritrosit.
Didapatkan bahwa pertumbuhan P. falciparum dalam media kultur dengan suplemen serum sapi adalah <1 kali - 8 kali kepadatan parasit pada awal kultur, dengan suplemen serum biri-biri kepadatan parasitnya mencapai 5 kali - 17 kali kepadatan semula, sedangkan pada kultur dengan suplemen serum manusia kepadatan parasitnya menjadi 4 sampai 19 kali kepadatan parasit pada awal kultur.

In vitro cultivation of Plasmodium falciparum needs a large amount of human sera (about 10 % of the culture media) as culture supplement. But, not all of human sera can be used, since there are several factors which might affect parasites development, among others are immunological factors and viral infections, especially hepatitis viruses. Alternatives supplement is needed to be considered for parasite culture in the future. In this study, animals sera (cows and sheeps) will be used as alternatives supplement for the culture media.
P. falciparum Irian strain code number 2300 was cultured in 30 plates (petri dishes with 5 cm diameter), the initial parasite density was 0,5%. Every 10 culture plates were suplemented with different sera, cow's sera, sheep's sera and human's sera as a Gold standard.
Parasite's development was observed every 24 hours for 35 days, and the density of parasites was count per 10,000 red blood cells.
The multiplication of P. falciparum cultured in media supplemented with cow's sera were < 1 to 8 times of the initial parasites density, in the supplement of sheep's sera the multiplication were 5 to 17 times and in human's sera supplement, the multiplication were 4 to 19 times.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Dalam rangka mencari altematif kontrasepsi untuk pria, telah dilakukan berbagai penelitian mengenai tanaman-tanaman yang diduga mengandung zat-zat antifertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak cairan perasan (juice) buah paria (Momordica charantia L) terhadap kesuburan dan kadar hormon testosteron dalam darah mencit jantan strain AJ. Pemberian ekstrak dilakukan dengan dosis 800 mg/ml, 900 mg/ml, dan 1000 mg/ml selama 40 hari.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 5 macam perlakuan yakni dosis 800 mg/ml, 900 mg/ml, 1000 mg/ml, kontrol dengan perlakuan, dan kontrol tanpa perlakuan, dan masing-masing perlakuan dengan 6 kali ulangan.
Ekstrak buah paria diperoleh dengan cara penguapan cairan perasan (juice) buah paria menggunakan penangas air bersuhu 50 ° C. Kemudian dibuat dosis ekstrak 800 mg, 900 mg, dan 1000 mg dalam aquabides. Cairan ekstrak diberikan pada mencit secara oral dengan menggunakan spuit khusus sebanyak ± 0,5 ml dua kali sehari (pagi dan sore) selama 40 hari.
Setelah masa pemberian selesai mencit dikawinkan dengan betina dewasa fertil untuk mengetahui jumlah anak yang dilahirkan. Setelah 5 hari dicampur dengan betina, mencit dikorbankan untuk meniiai beberapa parameter kesuburan dan kadar hormon testosteron dalam darah. Parameter kesuburan yang diteliti antara lain :
A. Jumlah anak
B. Konsentrasi spermatozoa vas deferens
C. Jumlah sel-sel spermatogenik yakni :
1. Spermatogonium
2. Spermatosit preleptoten
3. Spermatosit primer pakhiten
4. Spermatid"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Handajani
"ABSTRAK
Diagnostik filariasis malayi secara konvensional menggunakan darah malam mempunyai kendala. Pemeriksaan darah vena siang hari dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) menunjukkan hasil positif (Tuda,1999), tetapi cara ini mempunyai kendala di lapangan karena penduduk enggan diambil darahnya venanya. Untuk mengatasi kendala tersebut perlu dikembangkan cara diagnosis baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi DNA B. malayi pada kertas filter Whatman dengan menggunakan teknik PCR. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam skala laboratorium. Sampel yang digunakan adalah darah manusia sehat dari daerah non-endemis fialariasis dicampur dengan mikrofilaria (mi.) B. malayi yang diisolasi dari cairan infra peritoneal (IP) gerbil positif filaria. Berbagai konsentrasi pengenceran mf yang diuji adalah: 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf dalam total volum masing- masing konsentrasi 60 μl campuran darah dan diteteskan pada kertas filter Whatman 3 mm. Dilakukan pula filtrasi cairan IP gerbil untuk membuang semua mikrofilaria yang ada di dalam cairan, lalu diambil 20 μl fitrat tersebut dan dicampur dengan 40 darah manusia sehat dari derah non-endemis filariasis. Kontrol negatif adalah 20 cairan NaCl 0,9% dicampur 40 μ1 darah manusia sehat dari daerah non-endemis filariasis. Filtrat dan kontrol negatif, masing-masing.diteteskan pada kertas filter Whatman. Setelah dilakukan ekstraksi, sebanyak 2 µl supernatan dari tiap-tiap perlakuan tersebut digunakan untuk PCR. Kontrol positif menggunakan 2μl pBma 68. Hasil PCR diamati pada elektroforesis, lalu divisualisasi menggunakan transluminalor dengan sinar UK
Terlihat pita DNA dengan panjang 322 bp dan 644 bp (dimer) pada konsentrasi : 1,5, 10, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf /60 μl campuran darah serta filtrat cairan IP. Konsentrasi terendah yang dapat terdeteksi adalah 1 mf / 60 μl campuran darah. Teknik PCR dapat mendeteksi adanya DNA B. malayi dalam cairan IP gerbil yang telah difiltrasi.

ABSTRACT
Detection of DNA Brugia malayi on blood dropped on filter paper using Polymerase
Chain Reaction (PCR)
The conventional diagnostic of filariasis malayi using evening blood is handicapped by a certain constraint. The analysis of daytime venous blood using Polymerase Chain Reaction (PCR) shows positive results (Tuda, 1999), but this method confronts field opposition because people are reluctant to surrender their venous blood. To overcome this problem we have to develop a new diagnostic method.
The purpose of this study is to detect DNA B. malayi on Whatman filter paper using PCR technique. This study is a preliminary study in a labolatorium scale. The sample used in the blood of healthy people living in a non-endemic filariasis area, mixed with microfilaria (mf) B. malayi, isolated from filaria positive gerbil intra peritoneal (IP) liquid. Several diluted concentrate tested were: 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf, in total volume of each concentrate 60 μl mixed blood, dropped on 3 mm Whatman filter paper. Filtration was conducted on the IP gerbil liquid, in order to get rid of all microfilaria existing in the liquid, after which 20 µl filtrat was taken and mixed with 40 μl healthy people blood from non-endemic filariasis area.
Filtrat and negative control, were dropped on Whatman filter paper. After extraction /isolation process, 2 µl supernatan from each treatment mentioned above were used for PCR. Positive control uses 2 μl pBma 68. The PCR result was scrutinized on electrophoresis, visualized later using transluminator with UV rays.
Observed DNA ribbons of 332 bp and 644 bp (dimmer) length on the concentrate : 1, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100 mf / 60 μl mixed blood and filtrate liquid IP. The lowest concentration that could be detected was 1 mf / 60 μl mixed blood. Thus the PCR technique was able to detect the existence of DNA B. malayi on the gerbil IP liquid that has been filtrated."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyati Sutarto
"ABSTRAK
Candida dikenal sebagai khamir yang bersifat komensal di dalam tubuh manusia dan infeksi dapat terjadi bila pada tubuh pejamu terdapat faktor predisposisi dan beberapa spesies Candida dapat sebagai penyebab kandidosis. Penentuan spesies secara dini dapat membantu dalam pemberian obat secara tepat. Metodologi identifikasi biasanya berdasarkan pada morfologi dengan teknik biakan tipis dengan menggunakan agar tepung jagung atau agar tajin. Pada penelitian ini ingin dicoba medium dengan bahan dasar kacang hijau untuk identifikasi spesies Candida dengan tujuan untuk mencari medium alternatif yang dapat menggantikan mendium agar tepung jagung .
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 87 isolat Candida yang berasal dari biakan. Bahan klinik dan spesies Candida ditentukan berdasarkan uji fermentasi dan asimilasi karbohidrat. Terhadap isolat tersebut dilakukan pembiakan ke dalam medium agar tepung kacang hijau, agar tepung jagung dan medium cair putih telur.
Hasil identifikasi dari 87 isolat Candida didapatkan 55 isolat C. albicans, 17 isolat C.parapsilosis, 8 isolat C.glabrata, 3 isolat C.tropicalis, 2 isolat C.guilliermondii dan 1 isolat masing-masing C.krusei dan Trichosporon. Hasil biakan tipis dari 55 isolat C.albicans pada medium agar tepung kacang hijau didapatkan 42 isolat dapat membentuk klamidospora,sedangkan pada medium agar tepung jagung 45 isolat yang dapat membentuk klamidospara. Setelah dilakukan pengujian statistik dengan McNemar ternyata tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai X2= 0.235, p > 0.05. Ini berarti bahwa medium tepung kacang hijau sama baiknya dengan medium tepung jagung untuk identifikasi spesies Candida.
Kesimpulannya adalah medium alternatif agar tepung kacang hijau dapat dipakai untuk identifikasi spesies Candida dan dapat menggantikan medium agar tepung jagung.

ABSTRACT
Candida is a comensal organism in human, body and infection can be occur when there is predisposing factors and several Candida app are able to cause candidosis. Rapid identification of Candida species can exactly help in the treatment. The method of identification usually based on morphology by using the slide-culture technique (corn meal and rice cream agar media). In this research was to try to use green pea medium to identify Candida species and the aim of this research is to look for the alternative medium that can be substitute corn meal agar medium.
87 isolates of Candida from clinical material culture have been identified to Candida species using fermentation and assimilation carbohydrate test. And then from these isolates were cultured on green pea agar, corn meal agar and egg-white media.
The result of identification by using carbohydrate test were 55 C.albicans, 17 C.parapsilosis, 8 C.giabrata, 3 C. tropicalis, 2. C.guilliermondii, 1 C.krusei and 1 Trichosporon. From 55 isolates C.albicans by using green pea agar medium culture, 42 isolates were positive to form chlamidospora; whether by using corn meal agar 45 isolates were positive to form chlamidospora. There was no significant difference between green pea agar and corn meal agar (McNemar x2 = 0.235, p > 0.05).
Conclusion: green pea agar is an alternative medium can be used to identify Candida species and can substitute corn meal agar."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nadar Sukri
"ABSTRAK
Abortus adalah suatu akhir dari kehamilan sebelum fetus cukup berkembang dan bertahan hidup. Abortus dapat terjadi akibat faktor umur ibu, infeksi, kelainan endokrin, faktor imunologi, keadaan gizi, dan faktor genetik.
Telah dilakukan pemeriksaan kromosom pada jaringan abortus dan diperoleh hasil 4 kasus dengan penambahan jumlah pada kromosom 21 (47 XY + 21) satu kasus ada penambahan pada kelompok D, dan satu kasus lain didapat Triploide pada semua metaphase (69 XXX).
Terjadinya trisomi kromosom adalah akibat dari gagal memisah (non- disjunction), sedangkan pada Triploide disebabkan oleh terjadinya dispermi dan kegagalan memisah kromosom dalam meiosis.
Kemampuan hidup janin pada kelainan kromosom ini adalah sangat kecil sekali. Pada trisomi 21 masih dapat ditemukan pada anak-anak tapi menggambarkan fisik yang khas. Penambahan material autosom (trisomi) lebih dapat ditelorir dari pada pengurangan autosom (monosomi). Konsepsi dengan monosomi autosom biasanya selalu diikuti dengan terjadinya abortus."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>