Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mei, Liu Xiang
"Penelitian ini membahas tentang perbedaan representasi objektifikasi perempuan dalam humor seksual antara Tiongkok dan Indonesia, serta implikasinya terhadap persepsi sosial. Dengan menggunakan analisis kualitatif, studi ini membandingkan konten humor dari kedua negara, mengidentifikasi cara-cara perempuan diobjektifikasi dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda. Di Indonesia, humor cenderung menggambarkan perempuan dalam peran domestik dan tradisional, sementara di Tiongkok, objektifikasi lebih eksplisit dan berfokus pada aspek seksual dan transaksional. Metodologi penelitian melibatkan analisis konten terhadap humor dalam media massa dan digital, dengan teori Avner Ziv tentang humor, teori objektifikasi Nussbaum dan Langton, dan perspektif feminisme serta teori kritis media sebagai kerangka teori. Hasil studi ini menyoroti bagaimana norma sosial dan nilai budaya mempengaruhi representasi objektifikasi perempuan dalam humor, serta dampaknya terhadap pandangan masyarakat terhadap perempuan, menunjukkan perlunya pemahaman kritis terhadap humor dalam konteks sosial dan gender yang lebih luas.

This research discusses the differences in the representation of women's objectification in sexual humor between China and Indonesia, and its implications on social perceptions. Utilizing qualitative analysis, the study compares humor content from both countries, identifying how women are objectified within different cultural and social contexts. In Indonesia, humor tends to depict women in domestic and traditional roles, whereas in Tiongkok, objectification is more explicit and focuses on sexual and transactional aspects. The research methodology involves content analysis of humor in mass media and digital platforms, employing Avner Ziv’s theory of humor, Nussbaum and Langton's objectification theory, and perspectives from feminism and critical media theory as the theoretical framework. The findings highlight how social norms and cultural values influence the representation of women's objectification in humor, and its impact on societal views of women, indicating the need for a critical understanding of humor within broader social and gender contexts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Xue, Jiang
"Karya film dan televisi dapat mencerminkan fenomena sosial yang terjadi dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Karakter perempuan dalam film Singapura "Wet Season" dan film Malaysia "Barbarian Invasion" mencerminkan dilema peran perempuan Tionghoa di Asia Tenggara. Modernitas dan keberhasilan gerakan feminisme tidak serta menempatkan perempuan secara bebas melakukan peran dalam profesinya di dunia kerja. Konflik peran dan identitas perempuan menghasilkan dilema dalam menjalankan profesi inilah yang digambarkan dua film tersebut. Artikel ini membahas dilema identitas tokoh utama perempuan Tionghoa dari tiga perspektif: identitas sosial, identitas budaya, dan identitas keluarga. Penelitian ini menggunakan teori feminisme untuk menganalisis gambaran karakter perempuan Tionghoa Asia Tenggara yang memperlihatkan dilema identitas tersebut. Analisis film ini digabungkan dengan analisis kajian wilayah Asia Tenggara untuk memperlihatkan bagaimana kompleksitas lingkungan tempat tinggal dua tokoh perempuan di dalam dua film ini, yaitu Singapura dan Malaysia, mempengaruhi secara khas proses transformasi dan penemuan identitas diri masing-masing. Penelitian ini menemukan adanya gambaran kecemasan identitas yang dialami tokoh utama perempuan Tionghoa, A Ling dalam “Wet Season” dan Li Yuanman, tokoh utama wanita dalam "Barbarian Invasion". Namun, keduanya berjuang untuk melakukan transformasi dan berhasil menemukan kendali atas diri mereka.

Film and television works can reflect social phenomena that occur in the context of a certain time and place. The female characters in the Singaporean film "Wet Season" and the Malaysian film "Barbarian Invasion" reflect the dilemma of the role of Chinese women in Southeast Asia. Modernity and the success of the feminist movement do not mean that women are free to play their professional roles in the world of work. The conflict in women's roles and identities results in a dilemma in carrying out this profession which is depicted in these two films. This article discusses the Chinese female protagonist's identity dilemma from three perspectives: social identity, cultural identity, and family identity. This research uses feminist theory to analyze the character descriptions of Southeast Asian Chinese women who show this identity dilemma. Analysis of this film is combined with analysis of Southeast Asian regional studies to show how the complexity of the environment where the two female characters in these two films live, namely Singapore and Malaysia, specifically influences the process of transformation and discovery of their respective identities. This research found a depiction of identity anxiety experienced by the Chinese female main character, A Ling in "Wet Season" and Li Yuanman, the main female character in "Barbarian Invasion". However, both of them struggle to make the transformation and manage to find control over themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwaningsih
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui strategi pemertahanan wayang marionette di Mandalay, Myanmar. Teori budaya dan studi wilayah serta ancangan fungsional-struktural yang dikembangkan oleh Talcott Parsons digunakan dalam penelitian ini. Teori Fungsional-Struktural memandang bahwa kehidupan masyarakat adalah suatu sistem. Sistem tersebut dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Fungsional-struktural digunakan untuk melihat perubahan kesenian wayang marionette sebagai sebuah sistem menuju keseimbangan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka dan observasi media internet.
Hasil penelitian ini menujukan bahwa ada kesenian wayang marionette masih tetap bertahan, karena adanya beberapa perubahan dalam sistem pertunjukan wayang marionette seperti durasi pertunjukan, dekorasi panggung, aspek cerita, dan bahasa, serta sistem manajemen seperti pemasaran dan sumber daya manusia. Perubahan tersebut dilakukan melalui inovasi dan adaptasi. Selain itu, fungsi religi wayang marionette masih tetap ada yang digunakan oleh masyarakat Myanmar dalam kegiatan keagamaan dan fungsi hiburan yang dikreasikan secara inovatif. Serta adanya kesadaran sekelompok masyarakat Mandalay, Myanmar untuk terus memelihara kesenian tersebut dengan melakukan upaya transmisi (pewarisan) dan pemanfaatan teknologi dan informasi masa kini dalam mengembangkan eksistensi wayang marionette.

This theses aims to know the retention strategies of the marionette puppet shadow in Mandalay, Myanmar. A Cultural theory, an area study and definition of structural functionalism developed by Talcot Parson is used to do the research. This theory views that life of a society is a system. The system can change corresponding to the situation and condition. In the marrionette puppet shadow, structural functionalism is used to see the changes of art in the puppet shadow as a system that go through a balance. This project is a descriptive-qualitative research using a method of literature studies and observation the online medias.
The result shows that the art of marionette puppet shadow is still continuing because there are several alterations in the system of performance such as a duration, the stage decoration, the narrative aspect and its languages, and in the system of management like tourism marketing, and human resources. This alteration is called innovation and adaptation. In addition, religious function of marionette puppet is still exist used by the people of Myanmar in religious activities and entertainment fungction created innovatively. As well as their awareness to continue in maintain the art to make transmission effort (inheritance) and the use if technology and information present in developing marionette puppet existence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T46083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Helfiana
"Tari Tinikling adalah tari bambu yang dibawakan oleh sepasang penari yang berasal dari Filipina Tengah, Kepulauan Visayas, Pulau Leyte. Tari Tinikling unik dalam kostum, gerakan, penari dan alat musik sehingga digemari masyarakat dan menjadi populer di Filipina. Tari Tinikling merupakan perpaduan akulturasi dari kebudayaan lokal yaitu masyarakat Visayan dengan masyarakat Spanyol dan Amerika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arti dan makna tari Tinikling pada kebudayaan masyarakat Filipina, untuk mengetahui bentuk dinamika tari Tinikling dalam kehidupan masyarakat Filipina dan untuk mengetahui adanya nilai nasionalisme pada tari Tinikling. Tari Tinikling mengalami 4 periode dalam perkembangannya yang tidak menghilangkan sisi estetika dengan bantuan kesiapan penari dalam gerakan menghindari pukulan bambu. Simbol warna dan bambu merujuk pada negara dan hasil alam. Tari Tinikling memiliki fungsi keagamaan, sosial, hiburan, sarana edukasi, pelestarian budaya dan komoditi pariwisata. Tari Tinikling berperan sebagai media komunikasi antara manusia, Tuhan dan alam. Tari Tinikling bisa dianggap sebagai tari nasional kebanggaan masyarakat Filipina karena sampai sekarang masih eksis dan ditarikan pada saat perayaan hari besar seperti hari kemerdekaan dan natal. Masyarakat Filipina menerima perubahan tari Tinikling karena menyatukan hubungan mereka. Nilai yang terkandung dalam tari adalah nilai estetika, nilai religius dan nilai nasionalisme. Lembaga formal dan non formal menerapkan kurikulum di Sekolah dan Universitas tentang seni tari demi keberlangsungan tari Tinikling.Kata kunci:Tari Tinikling, masyarakat Visayan, nilai nasionalisme.

Tinikling dance has unique in costume, movement, dancers and musical instruments so that very popular in the Philippines. Tinikling dance is a blend of acculturation from local culture that is Visayan with Spanish and American. The purpose of this study is to determine the meaning and significance of cultural on Philippines society, to determine the form of dynamic in Tinikling dance on Philippines society and to determine the existence of nationalism value in Tinikling dance. Tinikling dance experienced four periods in its development that does not eliminate the aesthetic side with the help of the readiness of dancers in motion to avoid the puch of bamboo. The symbol of colors and bamboo refers to the country and natural products. The Tinikling dance has the function of religious, social, entertainment, educational, cultural preservation and tourism commodities. Tinikling dance acts as a medium of communication between man, God and nature. Tinikling dance can be considered as the national dance of community pride in the Philippines because until now it still exist and danced during big celebration such as the Independence Day and Christmas. The Philippines society accept changes in Tinikling dance because it unites their relationship. The values contained in the dance is the aesthetic value, the value of religious and nationalism value. Formal and informal institutions implementing the curriculum in schools and universities about the art of dance for the continuation of Tinikling dance.Key words Tinikling dance, Visayan society, nationalism value.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maftuha
"Tesis ini membahas tentang Dampak Kebijakan Politik Budaya Burmanifikasi Pada Masa Pemerintahan Ne Win 1962-1988 Terhadap Etnis Rohingya. Pembahasan tesis ini dibatasi pada kurun waktu pemerintahan Ne Win di Myanmar 1962-1988 . Pembahasan tesis ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan terhadap faktor munculnya tindakan diskriminasi pada masa pemerintahan Ne Win di Myanmar dan bagaimana dampak dari kebijakan burmanifikasi di Myanmar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor sejarah, faktor agama, dan faktor budaya yang melandasi munculnya kebijakan diskriminatif terhadap etnis Rohingya. Adapun tindakan diskriminatif pemerintah militer Myanmar pada masa Ne Win telah menimbulkan reaksi dari etnis Rohingya yang berupa penerimaan cara menggunakan nama-nama yang diadopsi dari nama-nama etnis Burma, menerima status imigran, dan menerima aturan dalam perkawinan campur. Sedangkan perlawanan dilakukan dengan cara pemberontakan dan pelarian. Tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah dan sumber sekunder.

This postgraduate thesis discusses about the Impact of Cultural Political Policy Burmanification in Ne Win era 1962 1988 on Ethnic Rohingyas. The discussion of this thesis was limited to the Ne Win government period in Myanmar 1962 1988 . The discussion of this thesis was conducted to answer the question of the factors of Burmanifications policies in the Ne Win Era. Also, to answer about the impact of Burmanification policies in Myanmar. The results of this study indicate that there are historical factors, religious factors, and cultural factors that underlie the emergence of discriminatory policies against ethnic Rohingya. The discriminatory actions of the military government of Myanmar during the Ne Win period have caused a reaction from the Rohingyas in the form of acceptance of using names adopted from Burmese ethnic names, accepting immigrant status, and accepting rules in mixed marriages. While the resistance that was done by rebellion and escape. This thesis is a qualitative research using historical research methods and secondary sources."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Toursino Hadi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang makna yang terkandung dalam bentuk dan sosio-historis yang terdapat dalam busana pengantin Melayu Tanjung Pinang dan Tanjung Puteri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan bentuk dan makna dari segi sosio-historis masing-masing jenis busana. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode wawancara narasumber dan tinjauan pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah busana pengantin Melayu Tanjung Puteri memiliki perbedaan bentuk dan makna dibandingkan busana pengantin Melayu Tanjung Pinang. Perbedaan keduanya adalah dalam busana pengantin Melayu Tanjung Puteri menggunakan Baju Kurung Teluk Belanga, songkok, dan tanpa menggunakan keris sebagai kelengkapan pengantinnya, sedangkan pada busana pengantin Melayu Tanjung Pinang menggunakan Baju Kurung Cekak Musang, tanjak, dan keris sebagai kelengkapan pengantinnya.

ABSTRACT
This thesis discusses the meaning of costume and socio historical Tanjung Pinang rsquo s and Tanjung Puteri rsquo s Malay bridal fashion. This study aims to see the differences in the form and meaning based on socio historically each type of costume. This is qualitative research with interview and literature study method. The result of this research is the Tanjung Putri rsquo s Malay bridal fashion has different form and meaning compared to the Tanjung Pinang rsquo s Malay bridal fashion. The both difference is the Tanjung Puteri rsquo s Malay bridal fashion use Baju Kurung Teluk Belanga, songkok, and without keris as bridal accessories, whereas in the Tanjung Pinang rsquo s Malay bridal fashion use Baju Kurung Cekak Musang, tanjak, and keris as bridal accessories."
2017
T49708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pera Utami
"ABSTRAK
Budaya memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan karakter serta pola pengambilan keputusan dalam sebuah negara yang pada akhirnya juga bepengaruh terhadap kesetaraan gender di negara tersebut. Penelitian ini akan menganalisis budaya di Filipina sebagai bagian dari kawasan Asia Tenggara yang dipengaruhi oleh budaya Spanyol dan Amerika Serikat. Adapun studi kasus dalam penelitian ini adalah revisi kebijakan parental leave tahun 2017, yakni Senate Bill No. 1305 sebagai contoh dari hasil kebijakan yang diproduksi olehpemerintah Filipina sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya peran ayah dan ibu dalam pemeliharaan sebuah keluarga. Penelitian terdahulu mengenai gender dan negara telah menunjukkan bahwa gender merupakan sebuah elemen yang penting dalam pertimbangan pembuatan kebijakan sebuah negara. Sementara itu, gender erat kaitannya dengan budaya yang berkembang dalam sebuah masyarakat. Dengan menggunakan teori gender dan metode kualitatif, penelitian ini menganalisis pengaruh budaya asing yang masuk ke Filipina sehingga mampu memberikan pengaruh pada masyarakat Filipina termasuk kesadaran masyarakat terhadap relasi gender. Penelitian ini juga menganalisis hubungan antara kesetaraan gender di Filipina tersebut dengan revisi kebijakan parental leave dengan melakukan wawancara dan observasi langsung di Manila, Filipina. Temuan dari penelitian ini menemukan adanya percampuran budaya dari Spanyol dan Amerika Serikat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap budaya masyarakat Filipina kontemporer.

ABSTRACT
Culture has a large influence in the formation of character and decision-making patterns in a country which would also influence the gender equality in the country. This research analyzes the culture in the Philippines as part of the Southeast Asia region which was influenced by the Spanish and American culture. As for the case studies in this research is the revision of the parental leave policy in the year 2017, i.e. the Senate Bill No. 1305. This bill is an example of a gender-based policy made by the Philippine Government to note the importance of father and mother to nurture a family. Some previous researches on gender and states had shown that gender is an important element in the consideration of a State policy making. Meanwhile, gender is deeply connected with the culture that exist in a society. By using the theory of gender and qualitative methods, this research analyzes the influence of foreign cultures in the Philippines society which then also influenced the awareness in the society towards the equality in the gender relations. The research also analyzes the connection between gender equality in the Philippines with the revision of the parental leave policy by doing interviews and direct observation in Manila, the Philippines. The findings of this research shown the existence of the cultural mixture of Spanish and American had given great contribution to the culture in the contemporary Philippines society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhang Guannan
"Sejarah pertukaran perdagangan dan budaya sudah sejak lama terjadi antara China dan Indonesia, sejak zaman Jalur Sutra pada abad-13 SM. Kedua bangsa ini sudah mulai berkomunikasi melalui perdagangan. Salah satu peristiwa yang terkenal
terkait kontak dagang ini adalah kisah pelayaran Zhenghe (郑和atau lebih dikenal dengan sebutan Chengho, seorang navigator dan Laksamana armada laut pada Dinasti Ming/1368-1644 M ) ke Indonesia. Kontak dagang China-Indonesia melalui Jalur Sutra di masa lalu bangkit kembali di masa sekarang dalam bentuk kerja sama bisnis, seiring dengan program One Belt One Road yang digagas oleh pemerintah China. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana interaksi budaya Indonesia-China di dalam dunia bisnis, konflik budaya yang terjadi, serta cara mengatasinya. Selain itu, penelitian ini bermaksud mengetahui seberapa jauh para pekerja di perusahaan multinasional China di Indonesia mengenal program One Belt One Road, khususnya dalam hubungan China dan Indonesia sebagai dasar pemahaman mereka atas kerja sama bisnis kedua
pihak tersebut. Melalui metode deskriptif-kualitatif, penulis melakukan penelitian
lapangan dan mewawancarai langsung para pelaku bisnis etnis Tionghoa di Indonesia dan beberapa pelaku bisnis China yang bekerja di Indonesia untuk menemukan jawabannya. Konsep yang digunakan untuk menganalisis adalah konsep konflik budaya. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman tentang OBOR tidak mempengaruhi interaksi bisnis antara etnis Tionghoa dengan China, serta menemukan bahwa perbedaan budaya kerja di Indonesia dan di China memungkinkan terjadinya konflik budaya.

The history of trade and cultural exchanges has been going on for a long time
between China and Indonesia, since the time of the Silk Road in the 13th century BC. The two nations have begun to communicate through trade. One of the well-known events related to this trade contact is the story of the voyage of Zheng He, or better known as Chengho, a navigator and Admiral of the naval fleet in the Ming Dynasty/1368-1644 AD) to Indonesia.
Chinese-Indonesian trade contacts through the Silk Road in the past have revived in the present in the form of business cooperation, following with the One Belt One Road program initiated by the Chinese government. This study intends to find out theextent of Indonesian-Chinese cultural interaction in the business world, cultural conflicts that occur, and how to overcome them. In addition, this study aims to figure out how far the workers in Chinese multinational companies in Indonesia are familiar with the One Belt One Road program, especially in China and Indonesia relations as
the basis for their understanding of the business cooperation of the two parties.
Through descriptive-qualitative methods, the author conducted field research and interviewed Chinese ethnic business people in Indonesia and several Chinese business people working in Indonesia to find answers. The concept used to analyze is the concept of cultural conflict. This study found that understanding of OBOR did not affect business interaction between ethnic Chinese and Chinese, also, the differences
in work culture between Indonesia and China made cultural conflicts possible.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huang Shasha
"Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) merupakan organisasi terpenting di kawasan Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok dan negara-negara ASEAN merupakan mitra yang akrab. ASEAN dan Tiongkok menjalankan Hubungan Dialog sejak 30 tahun yang lalu sampai masa ini. Interaksi negara anggota ASEAN dan Tiongkok dalam media juga semakin banyak. Penelitian ini menggunakan teori representasi dan teori analisis wacana sebagai kerangka teoritis. Melalui metode kualitatif-analisis, penelitian ini melakukan observasi berita-berita di media “Antara” Indonesia dan “Xinhua” Tiongkok, memilih topik tentang ASEAN, dan menganalisisnya. Pendekatan yang dipakai adalah melalui analisis wacana dan representasi. Temuan pada penelitian ini dapat dirumuskan bahwa kedua media sama-sama paling mementingkan interaksi dalam bidang politik, dan juga bersikap optimis terhadap interaksi ASEAN-Tiongkok. Perbedaannya, Media “Antara” membahas tentang konflik ASEAN-Tiongkok, sedangkan “Xinhua” tidak.  Selain itu, “Antara” lebih cenderung menggunakan kutipan langsung, media “Xinhua” lebih sering menggunakan kutipan tidak langsung. Selain membahas persoalan ekonomi, politik, dan budaya, unsur budaya dan politik kedua negara ditemukan bahwa telah mempengaruhi pemberitaan hubungan ASEAN-Tiongkok, khususnya sepanjang pemberitaan ini diteliti, selama bulan Juni sampai Agustus 2022.

The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) is the most important organization in the Southeast Asian region. ASEAN countries and The People's Republic of China have a close friendship, the Dialogue Relations between China and ASEAN has been established for 30 years. The interaction between ASEAN countries and China in the media is also increasing. In this research, the researcher will use representation theory and discourse analysis theory as the theoretical framework. Through a qualitative-analytic method, this research observes the news in the media “Antara”in Indonesia and “Xinhua” in China, chooses topics about ASEAN, then analyzes them. The approach used is discourse analysis and representation. This study finds that two media both lay emphasis on interaction in the political field, and are both optimistic about ASEAN-China interaction. The difference is, the Indonesian media “Antara” also discusses the ASEAN-China conflicts, however “Xinhua” doesn’t. Besides, “Antara” tends to use direct quotes, “Xinhua” often uses indirect quotes. In addition to discussing economic, political and cultural issues, the culture and politic of the two countries influenced reporting on ASEAN-China interaction, especially as long as this news was observed, during June to August 2022."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Long Meilin
"Penelitian ini membahas konstruksi gender non-normatif dalam film Indonesia Kucumbu Tubuh Indahku (2018), dengan menggunakan teori performativity gender Judith Butler, sementara menganalisis hubungan sistem patriarki dan norma heteroseksual terhadap konstruksi gender di Indonesia. Hasil penelitian ini adalah: film ini membangunkan tiga jenis gender, yaitu lelaki heteroseksual yang maskulin, perempuan heteroseksual yang feminin (dengan sedikit petunjuk yang tidak langsung tentang homoseksual/lesbian), lelaki homoseksual yang ekspresi gendernya cair. Perempuan dalam film Kucumbu Tubuh Indahku utamanya ada dua macam. Semacam adalah perempuan rumah tangga yang sesuai persyaratan patriarkal, yang lain adalah yang aktif dalam politik, ambisius dan penuh perhitungan, melihat meningkatkan posisi keluarga sebagai tugasnya, dan memiliki orientasi seksual yang berubah-ubah. Konstruksi gender untuk lelaki heteroseksual dalam film ini utamanya hanya satu macam, yaitu lelaki sebagai pemimpin keluarga yang sesuai persyaratan patriarkal, mengelola istri dan laki-laki muda. Konstruksi gender untuk lelaki homoseksual adalah identitas gendernya di luar biner gender, dan tidak memenuhi persyaratan norma heteroseksual, sebagai objek seksual melayani laki-laki heteroseksual yang sebagai subjek seksual, dan menginternalisasi logika budaya patriarki dan norma heteroseksual sebagai nilai- nilainya sendiri.

This article examines the construction of non-normative gender in the Indonesian film Memories of My Body (2018), using Judith Butler's theory of gender performativity, while analyzing the relationship of the patriarchal system and heterosexual norms to gender construction in Indonesia. The results of this study are: this film awakens three types of gender, namely masculine heterosexual men, feminine heterosexual women (with a few indirect hints of lesbianism), homosexual men whose gender expression is fluid. There are mainly two kinds of women in the film, some are household women who conform to patriarchal requirements, others are politically active, ambitious and calculating, see improving the family's position as their duty, and have variable sexual orientations. The gender construction for heterosexual men in this film is mainly of only one kind, namely men as family leaders who comply with patriarchal requirements, managing wives and young men. Gender construction for homosexual men is his gender identity outside of the gender binary, and not meeting the requirements of heterosexual norms, as sexual objects serving heterosexual men, and internalizing the logic of patriarchal culture and heterosexual norms as his own values. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>