Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasser Jayawinata
"Penggunaan senyawa antioksidan akhir-akhir ini semakin berkembang dengan bertambahnya paparan terhadap radikal bebas. Bahan alami yang banyak ditemukan di Indonesia dan diduga memiliki manfaat antioksidan adalah jengkol (Archidendron pauciflorum). Jengkol mengandung asam jengkolat (djenkolic acid, C7H14N2O4S2) yang memiliki struktur hampir serupa dengan asam amino sistin yang dapat berperan sebagai antioksidan. Kandungan lain yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah vitamin C dan flavonoid. Namun, sampai saat ini masih belum ada penelitian yang membuktikan efektivitas biji jengkol sebagai antioksidan.
Desain penelitian yang digunakan adalah studi eksperimental dengan sampel berjumlah 32 tikus Sprague Dawley yang dibagi menjadi 4 perlakuan, yaitu tikus kontrol, tikus yang diberikan ekstrak biji jengkol, tikus yang diberikan CCl4, dan tikus yang diberikan ekstrak biji jengkol dan CCl4. Parameter yang digunakan untuk melihat keadaan stres oksidatif adalah MDA plasma.
Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok percobaan (p=0,902). Namun, terjadi penurunan kadar MDA plasma pada tikus yang diberikan jengkol dan CCl4 (1,0328 nm/mL) terhadap tikus yang hanya diberikan CCl4 saja (1,1722 nm/mL). Oleh sebab itu, belum dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji jengkol memiliki sifat antioksidan.

Antioxidants have mainly used nowadays due to the increase exposure of free radicals. One of Indonesian traditional food that estimated has antioxidants effect is jengkol (Archidendron pauciflorum). Jengkol consists of djenkolic acid (C7H14N2O4S2), which has the similarity structure with cystine, that can act as antioxidants. The other compounds that can act as antioxidants are vitamin C and flavonoid. However, there is still no researches that prove effectivity of jengkol as antioxidants.
The design of this research was experimental with 32 samples of Sprague Dawley rats. There were 4 treatment groups, the control group, jengkol group, CCl4 group and jengkol along with CCl4 group. The parameter measured to see the oxidative stress condition in this research was MDA level of plasma.
The statistical test showed that there was no significantly difference between groups (p=0,902). However, the plasma level of MDA decreased in rats given jengkol and CCL4 (1,0328 nm/mL) than the rats only given CCl4 (1,1722 nm/mL). Therefore, we still cannot conclude that the extract of jengkol bean can act as antioxidants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasser Jayawinata
"Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia di mana sekitar 42,7% datang pada stadium lanjut lokal. Pemberian kemoterapi neoajuvan pada stadium lanjut lokal bertujuan mengecilkan ukuran tumor sehingga dapat dilakukan operasi dan menurunkan mortalitas. Salah satu prediktor untuk mengetahui keberhasilan kemoterapi neoajuvan adalah Ki-67, yaitu protein non-histone yang ekspresinya tinggi saat proliferasi sementara obat-obatan kemoterapi bekerja efektif pada fase proliferasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Ki-67 sebagai faktor prediktor terhadap respons kemoterapi neoajuvan pada pasien KPDLL. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan kriteria inklusi adalah pasien dengan diagnosis kanker payudara stadium lanjut lokal dan mendapatkan kemoterapi neoajuvan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak 1 Januari 2014- 31Desember 2019. Cut-off ekspresi Ki-67 adalah 20%. Respons klinis kemoterapi neoajuvan dinilai berdasarkan kriteria WHO yang diukur setelah pemberian kemoterapi ketiga. Respons kemoterapi ini dikelompokkan menjadi respons baik (complete response dan partial response) dan respons buruk (stable disease dan progresive response). Hasil: Pasien kanker payudara lanjut lokal rata-rata berusia 50 tahun, ukuran tumor terbanyak T4 (90,4%), keterlibatan kelenjar getah bening N1 (52,1%), jenis histopatologi NST (71,3%), grade 2 (54,4%), ER positif (78,7%), PR positif (70,2%), HER2negatif (58,5%), Ki67 tinggi (70,2%), dan luminal B (56,4%). Lima puluh dua koma satu persen subjek memiliki respons kemoterapi buruk. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dengan respons kemoterapi (p= 1). Bila dihitung presentase sisa tumor, pasien dengan ekspresi Ki-67 tinggi memiliki persentase sisa tumor 74,6%, pasien dengan ekspresi Ki-67 rendah rata-rata tidak mengalami penurunan ukuran tumor dengan sisa tumor 103,8% (p= 0,977). Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan respons kemoterapi neoajuvan pada kanker payudara stadium lanjut lokal di RSCM.

Breast cancer is one of the most common health problems in Indonesia where 42.7% of patients have been diagnosed with Locally Advanced Breast Cancer (LABC). Neoadjuvant chemotherapy (NAC) is aimed to decrease the tumor size to be operable and decrease mortality. Ki-67 is highly expressed in the cell proliferation phase, while chemotherapy agents work effectively by targeting this proliferation. This study evaluates the utility of Ki-67 in LABC patients of the Asian-Indonesian population. Methods: This is a retrospective cohort study. Ki-67 data was from the medical record based on the immunohistochemistry staining with >20% cut off point. Clinical response was measured based on the WHO criteria after the third chemotherapy cycle, classified as good response (complete response and partial response) and poor response (stable disease and progresive response). Result: The majority of subjects in this study were 50 years old, with T4 tumor size (90.4%), N1 lymph node involvement (52.1%), NST histopathological type (71.3%), grade 2 (54.4%), ER-positive (78.7%), PR-positive (70.2%), HER2-negative (58.5%), high Ki67 expression (70.2%), and luminal B subtype (56.4%). 52.1% of all subjects showed ‘poor’ clinical responses to NAC. There was no significant association between subjects’ characteristics and the NAC Clinical response. Moreover, there was no significant association between Ki-67 and chemotherapy clinical response (p=1). Residual tumor size was 74.6% in high Ki-67 group and 103.8% in low Ki-67 group (p= 0.977). Conclusion: There is no statistically significant association between Ki-67 expression and NAC clinical response of LABC patients in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library