Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Uyun Mufaza
"Latar Belakang: Residen anestesiologi memiliki tangung jawab dan tekanan yang besar di tempat kerja. Berbagai faktor seperti jam kerja yang tinggi, tekanan mental, dan tekanan fisik dapat menimbulkan kelelahan yang dikenal sebagai sindrom burnout. Burnout dapat berdampak terhadap performa kerja dokter dan keselamatan pasien.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah melihat kejadian burnout, performa klinis, dan hubungan keduanya pada residen Anestesiologi dan terapi intensif FKUI-RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan sebuah penelitian cross-sectional yang dilakukan pada peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di FKUI-RSCM selama bulan Februari 2019. Peserta program yang sedang dalam masa cuti atau setelah melakukan jaga selama 24 jam sebelumnya dieksklusi dari penelitian. Tingkat burnout diukur menggunakan Maslach Burnout Inventory (MBI-HSS) versi Bahasa Indonesia, sedangkan performa klinis diukur menggunakan form Best Practice Anesthesiologist Questionaire untuk performa klinis positif dan Anesthesiology Residents Self-Reported Errors and Quality of Care untuk performa klinis negatif dalm Bahasa Inggris.
Hasil: Sebanyak 55 subyek penelitian berhasil didapatkan dalam penelitian ini. 36 subyek (65,5%) mengalami burnout dengan tingkat sedang-tinggi dan 19 subyek (34,5%) mengalami burnout dengan tingkat rendah. Tidak ada hubungan antara karakteristik demografis dan tingkat burnout. Terdapat hubungan bermakna antara tingkat burnout dan performa klinis negatif pada residen Anestesi dan Terapi Intensif FKUI-RSCM (p = 0,045). Akan tetapi, tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat burnout dan performa klinis positif (p = 0,321) maupun performa klinis total (p = 0,075) secara statistik.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara tingkat burnout dan performa klinis negatif pada residen Anestesi dan Terapi Intensif FKUI-RSCM (p = 0,045). Akan tetapi, tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat burnout dan performa klinis positif (p = 0,321) maupun performa klinis total (p = 0,075) secara statistik.

Background: Anesthesiology residents have enormous responsibility and pressure on workplace. Various factors such as higher working hours, mental and physical pressure could exert fatigue known as burnout syndrome. Burnout can affect both clinical performace of doctors and patients safety.
Objective: The aim of this study is knowing burnout prevalence, clinical performance, and relationship between both variables on Anesthesiology and Intensive Therapy residents in Faculty of Medicine, Universitas Indonesia.
Method: This is a cross-sectional study done on Anesthesiology and Intensive Therapy residents at February 2019. Residents in leave period or after doing night shifts in the last 24 hours were excluded. Burnout score was determined using Maslach Burnout Inventory (MBI-HSS) Bahasa version, while clinical performance was determined using Best Practice Anesthesiologist Questionaire for positive clinical performance and Anesthesiology Residents Self-Reported Errors and Quality of Care for negative clinical performance.
Result: Fifty five subjects were included in this study. 36 (65,5%) subjects experienced moderate-high burnout syndrome and 19 (34,5%) experienced none-low burnout syndorome. There were no correlation between demographic characteristics and burnout level. There was a significant relationship between burnout score and negative clinical performance (p = 0,045). Meanwhile, there were no significant relationship between burnout score and positive clinical performance (p = 0,321) and total clinical performance (p = 0,075) statistically.
Conclusion: There was a significant relationship between burnout score and negative clinical performance (p = 0,045). Meanwhile, there were no significant relationship between burnout score and positive clinical performance (p = 0,321) and total clinical performance (p = 0,075) statistically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyun Mufaza
"Pengetahuan dan Perilaku orangtua dalam pemberian antipiretik pada anak sangat mencerminkan bagaimana dalam tatalaksana sehari-hari Pemberian antipiretik pada anak dengan demam, sering dilakukan sendiri oleh orang tuanya. Walaupun masih ada yang memberikannya dengan indikasi dan cara yang kurang tepat. Semua jenis antipiretik mempunyai efek samping oleh sebab itu, perlu diberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaannya pada merekaTujuan: penelituan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku orangtua dalam pemberian antipiretik pada anak sebelum berobat berdasarkan tingkat sosio-ekonomi, yang dapat dipakai sebagai masukan untuk upaya rasionalisasi penggunaan antipiretik pada anak. Metode: Penelitian deskriptif ini dengan desain cross sectional yang dilakukan pada orangtua pasien yang datang ke Poliklinik Umum Ilmu Kesehatan Anak, RS.Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Mei 2009. Hasil: Pada penelitian ini ditemukan masih banyak juga indikasi pemberian antipiretik cenderung berlebihan bahkan diberikan pada suhu tubuh yang masih normal. Responden dengan tingkat sosio-ekonomi rendah menengah dan tinggi juga memperlihatkan persentase yang sama dalam penggunaan antipiritek dalam kehidupan sehari-hari. Antipiritek yang sering digunakan adalah asetaminofen. Sumber informasi penggunaan antipiretik terbanyak dari dokter. Kesimpulan: Frekuensi penggunaan antipiretik sudah benar dan dosis yangdiberikan juga sudah mengikuti dosis takar obat. Antipiretik yang sering digunakan adalah asetaminofen karena mudah didapat dan harga murah. Penggunaan antipiritek terutama didapat dari informasi tenaga medis maka diharapkan tenaga medis yang memberikan pelayanan primer memberikan informasi dengan tepat.

Fever has been a problem since long time age. It often causes a phobia to parents so that they often give antipyretic to febrile children without knowing the cause of the fever. Parents knowledge behavior also tape part in the giving of antipyretic to febrile children. There are still many parents who give antipyretics without knowing proper indication. Therefore, information about antipyretics needs to be given to them. Objective : This study is aimed to give the description about parents knowledge and behaviour in giving antipyretics to febrile children based on parents socio-economy level in order to rasionalize the giving of antipyretics to febrile children. Method : This study is a descriptive study whose design is cross sectional done by giving questionaire to parents whose children are patients at general polyclinic in pediatric health care department cipto mangunkusumo hospital in june 2009. Results : This study reveals that there aise still many parents who give antipyretic improperly. Responden who is in middle and high socio-economy level shows the same percentage in the use of antipyretics. The most common antipyretics used by parents is asetaminophen and most parents get the information about antipyretics from their doctors. Conclusion : The most common antipyretics used by parents is asetaminophen because it’s cheap and available everywhere most parents get the information about antipyretics from their doctors so the doctor expected to give the right information about antipyretics to the parents."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library