Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Timotius
"Metode penjumlahan rekursif biasa (Original) umumnya dipakai untuk menjumlahkan n bilangan floating-point. Metode ini memiliki variasi: Increasing dan Decreasing. Pada tugas akhir ini akan dibahas cara memperbaiki ketelitian penjumlahan rekursif floating-point dengan metode compensated. Untuk membandingkan ketelitian metode-metode tersebut digunakan analisa kesalahan pembulatan dan percobaan-percobaan numerik. Metode Compensated sangat efektif untuk memperbaiki ketelitian penjumlahan rekursif floating-point, dengan batas atas kesalahan
|En| < (2u + 0(nu2)) Σ|Xi|
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timotius
"Pertumbuhan yang cepat pada sektor konstruksi berakibat pada dibutuhkannya suatu proses konstruksi yang cepat dengan tetap memperhatikan kualitas, waktu, dan biaya. Sebagai suatu inovasi pengembangan dari penggunaan precast concrete structure dilakukan penambahan profile baja dan penggunaan sambungan kering bolted end plate. Inovasi ini disebut sebagai hybrid composite precast systems. Hybrid composite precast system terdiri dari 2 komponen utama yaitu composite precast concrete column dan composite precast concrete beam. Desain elemen komposit mengacu kepada AISC 360-16 dengan memperhatikan compressive strength, shear strength, flexural strength dan kontrol persamaan interaksi. Fluxural strength dicari menggunakan 2 metode yaitu plastic stress distribution dan strain compatibility method. Hasil modifikasi menunjukkan kedua metode memberikan hasil serupa dengan persentase perbedaan 14%. Desain sambungan dilakukan dengan memahami letak garis netral menggunakan diagram interaksi kolom dan strain compatibility method untuk balok. Dari hasil modifikasi berdasarkan hasil analisis manajemen konstruksi ditunjukkan bahwa hybrid composite precast system dapat memberikan waktu ereksi serupa dengan struktur baja eksisting, memberikan penghematan biaya material 23.07% dan biaya akibat fire proofing Rp 43.771.250, serta mengurangi tingkat emisi 25.28%.

The rapid growth in the construction sector has resulted in the need for a fast construction process with due regard to quality, time, and cost. As an innovation in the development of the use of precast concrete structures, the addition of a steel profile and the use of dry bolted end plate connections were made. This innovation known as hybrid composite precast systems. The hybrid composite precast system consists of 2 main components, the composite precast concrete column and the composite precast concrete beam. Composite element design refers to AISC 360-16 by taking into account compressive strength, shear strength, flexural strength and control of interaction equations. Fluxural strength was searched using 2 methods, plastic stress distribution and strain compatibility method. The modified results show that both methods give similar results with a percentage difference of 14%. Connection design is done by understanding the location of the neutral line using column interaction diagrams and strain compatibility methods for beam. From the modification results based on the results of the construction management analysis, it is shown that the hybrid composite precast system can provide an erection time similar to the existing steel structure, provides 23.07% material cost savings and costs due to fire proofing of IDR 43,771,250, and reduces emission levels of 25.28%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvianita Timotius
"Pulau Rambut adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sejak tahun 1937 telah berfungsi sebagai area konservasi yaitu cagar alam. Terhitung Mei 1999 statusnya diubah menjadi suaka marga pulau Rambut melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/Kpts-II/1999.
Baik sebagai cagar alam maupun suaka margasatwa, fungsi perlindungan dijalankan dengan pertimbangan utama adalah melindungi burung-burung yang tinggal di pulau tersebut. Pulau ini mendukung lebih dari 50 jenis burung, baik burung merandai maupun burung-burung lain. Beberapa jenis burung di antaranya masuk dalam kategori satwa yang dilindungi serta ada pula yang masuk dalam satwa yang terancam punah.
Salah satu pertimbangan penurunan status adalah pengembangan P. Rambut untuk wisata. Untuk mengelola pulau dari status cagar alam (sangat ketat) ke suaka margasatwa (menjadi lebih terbuka) berarti dibutuhkan pengelolaan yang tepat. Dengan fungsi yang besar namun berbagai kendala yang dihadapi dibutuhkan keterlibatan banyak pihak serta pengelolaan yang mempertimbangkan berbagai kendala tersebut. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta sebagai pihak yang berkewajiban membuat rencana pengelolaan, belum menetapkan rencana pengelolaan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pihak (pelaku) yang terkait dengan P. Rambut, menganalisis skenario masa depan pulau yang diinginkan para pelaku, mengidentifikasi permasalahan dalam pencapaian masa depan, serta menetapkan prioritas kebijakan yang harus dibuat dan dijalankan untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya mengajukan secara garis besar usulan pengelolaan P. Rambut.
Penelitian ini menggunakan proses hirarki analisis sejak tahap awal berupa identifikasi pelaku hingga tahap penentuan prioritas kebijakan. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner terbagi dalam dua tahapan (proses depan dan proses balik) yang disebar kepada lima kelompok responden yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, masyarakat, dan swasta.
Skenario atau masa depan P. Rambut diajukan dalam tiga alternatif, yaitu:
1. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata dengan pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan dengan melibatkan masyarakat di sekitar pulau sehingga diharapkan masyarakat juga ikut terlibat dalam pengelolaan P. Rambut. Masyarakat yang dimaksud adalah yang ada di P. Untung Jawa, Jakarta serta di Tanjung Pasir, Tangerang.
2. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata tanpa pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan tanpa pengelolaan dengan pertimbangan meningkatkan pendapatan pemerintah secara maksimal. Selain itu, pengunjung yang datang ke pulau selama ini relatif tidak banyak sehingga dianggap tidak mengganggu kehidupan burung.
3. Perlindungan burung merandai tanpa menjalankan wisata. Dengan status suaka margasatwa maka campur tangan dalam pembinaan habitat diperkenankan. Dengan tujuan hanya melindungi burung, serta menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan maka wisata sama sekali ditiadakan.
Analisis menghasilkan prioritas pertama pada skenario 1 yaitu perlindungan burung serta menjalankan wisata. Dalam skala 0-1, skenario ini mempunyai skor 0,621, hampir tiga kali lebih besar dari skenario 3 yang menempati prioritas kedua dengan skor 0,261. Skenario perlindungan tanpa pengelolaan pengunjung hanya memiliki skor 0,118. Skenario 1 menempati prioritas pertama kali di masa yang akan datang akan lebih baik bila masyarakat terlibat langsung. Keterlibatan masyarakat dapat terjadi bila masyarakat mendapatkan nilai lebih dari konservasi itu. Salah satu upaya untuk memberi nilai lebih itu adalah dengan wisata.
Dalam pengelolaan P. Rambut, pihak dengan kepentingan paling besar adalah pemerintah (0,278), diikuti oleh masyarakat P. Untung Jawa dan Tanjung Pasir (0,229). Sesuai dengan alasan yang dikemukakan dalam penentuan skenario, para pelaku menilai di masa depan masyarakat di sekitar Pulau Rambut yang sebaiknya memiliki peran paling besar dalam pengelolaan selain pemerintah. Pelaku berikutnya berturut-turut adalah perguruan tinggi, LSM, pengunjung, dan terakhir swasta.
Kendala yang harus diselesaikan dalam mencapai skenario pilihan meliputi kendala dari luar pulau, kendala dari dalam pulau, dan kendala pengelolaan. Kendala dari luar berupa (1) pencemaran, (2) berkurangnya area pakan, serta (3) gangguan dari pengunjung. Kendala dari dalam pulau adalah kerusakan hutan serta predator-kompetitor. Kendala pengelolaan terdiri dari (1) minimnya sarana, (2) kesadaran/kepedulian masyarakat yang rendah tentang pentingnya P. Rambut, serta (3) pengelola.
Para pelaku menilai permasalahan utama adalah kerusakan hutan (0,192). Pulau Rambut, tepatnya hutan mangrove dan hutan campuran, adalah habitat serta tempat berbiak burung-burung merandai. Kerusakan hutan (yang kini makin meluas) berarti kehilangan tempat tinggal terutama breeding site maka dikhawatirkan mengancam burung-burung di pulau tersebut. Permasalahan berikutnya adalah pencemaran (0,181), penurunan luas area pakan (0,175), rendahnya kepedulian masyarakat (0,143), pengelola (0,110), gangguan oleh pengunjung (0,094), minimnya sarana (0,063), dan terakhir predator kompetitor (0,043).
Dalam mengatasi berbagai kendala tersebut di atas, terdapat delapan kebijakan yang perlu dibuat dan diterapkan. Analisis menghasilkan dua kebijakan sebagai prioritas pertama dalam melakukan pengelolaan pulau adalah peningkatan kesadaran masyarakat (0,180) dan rehabilitasi hutan (0,176). Keduanya berkaitan dengan upaya mencegah pencemaran serta upaya rehabilitasi hutan. Kebijakan berikutnya adalah pemberdayaan masyarakat (0,149), penyediaan area pakan (0,117), pembentukan forum kerja sama (0,111), monitoring (0,097), peraturan pengunjung (0,085), dan pembuatan sarana (0,085).
Sesuai dengan skenario masa depan P. Rambut yang diharapkan, maka diajukan pengelolaan berupa melindungi burung merandai dengan wisata pengamatan burung. Untuk menjalankan perlindungan bagi burung serta menjalankan wisata maka diperlukan rencana pengelolaan (RP) yang mencakup aspek-aspek teknis. Rencana pengelolaan sebaiknya dibuat secara bersama oleh pihak-pihak terkait. Berarti pemerintah selaku institusi yang bertugas menyusun RP, harus melibatkan pihak-pihak tersebut sejak tahap awal hingga RP selesai. Pelibatan pihak terkait juga harus dilakukan ada dalam keseluruhan rangkaian pengelolaan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Terdapat lima kelompok pelaku yang terkait dengan P. Rambut yaitu (1) pemerintah, (2) masyarakat [Tanjung Pasir, Tangerang dan P. Untung Jawa, Jakarta], (3) perguruan tinggi, (4) LSM, dan (5) swasta, secara berurutan menurut prioritas.
2. Para pelaku kebijakan mengharapkan di masa akan datang Pulau Rambut dapat dikelola dengan mempertahankan populasi burung merandai agar relatif stabil dengan kondisi saat ini serta menjalankan wisata dengan menerapkan peraturan kunjungan dan pengunjung.
3. Terdapat delapan kendala yang harus diatasi untuk mencapai masa depan P. Rambut yang diharapkan. Kedelapan kendala tersebut secara berurutan dari prioritas tinggi ke rendah adalah menurunnya luasan hutan habitat burung merandai, pencemaran dari teluk Jakarta, menurunnya area pakan burung merandai, rendahnya kepedulian masyarakat, pihak yang sebaiknya menjadi pengelola, gangguan pengunjung, minimnya sarana, serta predator kompetitor.
4. Kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah meliputi 8 kebijakan. Skala prioritas adalah (1) peningkatan kesadaran masyarakat, (2) rehabilitasi hutan, (3) pemberdayaan masyarakat, (4) mempertahankan/menyediakan area pakan burung, (5) pembentukan forum kerjasama antar pihak terkait, (6) monitoring flora dan fauna, (7) Pengaturan kunjungan dan pengunjung, dan (8) penyediaan sarana.
5. Dalam upaya mempertahankan fungsi dan keberadaan Suaka Margasatwa P. Rambut, serta diperkenankannya wisata alam terbatas, maka pengelolaan yang sesuai adalah menjalankan kebijakan berdasar prioritas pilihan pelaku kebijakan serta wisata pengamatan burung.
Dari penelitian ini, saran yang diajukan adalah:
1. Pemerintah perlu melibatkan pihak-pihak terkait sejak tahap perencanaan, implementasi pengelolaan, dan evaluasi pengelolaan.
2. Membuat Rencana Pengelolaan P. Rambut, kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar memiliki kekuatan hukum.
3. Untuk menjalankan pengelolaan secara umum serta secara khusus pengembangan wisata pengamatan burung diperlukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan hal-hal teknis penerapan wisata.
4. Karena lingkup penelitian yang luas, maka studi dengan penerapan proses hirarki analisis perlu dibuat lebih lanjut hingga ke hal-hal teknis.

Rambut Island is one of Thousand islands, North Jakarta. It had been a Strict Nature Reserve since 1937. In May 1999 it has been changed to a Wildlife Sanctury based on Forestry and Aesthetic Crop Ministry Decree No 275/Kpts-II/1999.
Both as nature reserve or wildlife sanctuary, the main role of this island is to protect birds that live in. The island supports more than 50 species of birds, encompasses water bird and others. Some of them are categorized as protected animals based on Indonesian law and others as endangered species.
One consideration for the changing status was the idea to develop Rambut Island for tourism as well as conservation. it needs good management to manage the island from nature reserve (which is very strict in rule) to wildlife sanctuary that is more open. Rambut Island plays a big function; as a nesting site and a breeding site for birds, but also faces numerous problems. In order to manage the island along with those problems, many stakeholders are needed to take a part. Furthermore those problems become the main focus of the management plan. BKSDA Jakarta is the government's institution in charge and has a role to make the management plan. There is no management plan established so far.
The aims of this research are as follows
1. Identifying stakeholders/actors who are related to Rambut Island,
2. Analyzing future scenarios that are chosen by actors,
3. Identifying the problems in order to achieve the scenario,
4. Determining the policy priorities needed then carrying them out to solve problems
5. Proposing the outline of Rambut island wildlife sanctuary management plan.
This research uses analytical hierarchy process from first step (identification of the actors) until determination the policy priorities. Data were collected using questionnaire. The questionnaires were divided into two steps (forward scenario and backward scenario) and distributed into five groups of respondents. They were government, non government organization (NGO), university, community and private sector.
The following are the forward scenarios of Rambut Island:
1. Protecting water bird, carrying out the tourism and applying regulations for visiting. The tourism is carried out by involving community near the island, so that it becomes a part of the management for protecting the birds. The community encompasses people live in Untung Jawa Island, Jakarta and Tanjung Pasir, Tangerang.
2. Protecting water bird, carrying out the tourism without applying regulations for visiting. The scenario is offered in order to maximize the local income from tourism. The other reason is the number of visitors still low and has not disturbed bird activities.
3. Protecting water bird with no tourism activity. The opportunity for habitat management in wildlife sanctuary gives a better circumstance to full protection for birds and its habitat. Without tourism activity, any disturbance or damage could also be minimized.
Result of analysis shows the first priority is on scenario 1 i.e. protecting water bird and running the tourism activity. In scale of one, the score is 0,621. The second priority is scenario 3 with 0,261 and the last with score 0,118 is scenario 2. The first scenario has the highest score because the conservation also has to consider giving value for community, and one way to do that is the tourism activity.
The actor who has the biggest part for management of Rambut Island is the government (score 0,278), followed by Untung Jawa and Tanjung Pasir communities (0,229). In the future, the communities as well as the government should act as the main actors in management of Rambut Island. The subsequent actors are university, NGO, tourist and private sector, in respectively.
The problems which have to be solved cover the ones come from out of the island, inside the island, and management problem. The problems from out of the island are (1) pollution from Jakarta Bay, (2) decreasing size of feeding ground and (3) disturbance from visitors. The inside problems are (1) forest degradation and (2) predator-competitor. The management problems are (1) poor facilities, (2) lack of community awareness on important values of Rambut Island and (3) institutional problem.
The actors define that the main problem is forest degradation (0,192). It is due to the fact that the forest supports birds with nesting site and breeding site. The degradation threatens the life of birds which use the forest. The next problems priorities are pollution from Jakarta (0,181), followed by decreasing size of feeding ground (0,175), lack of community awareness (0,143), institutional problem (0,110), disturbance from visitors (0,094), poor facilities (0,063), and the last is predator-competitor (0,043).
The implementation of eight policies is needed as part of management of Rambut Island. The following are the priority given respectively, increasing public awareness (0,180), rehabilitating the forest (0,176), developing capacity of community (0,149), preserving or adding the feeding ground (0,117), making cooperation forum between stakeholders (0,111), monitoring biota (0,097), Appling rules for visitation (0,085) and developing facilities (0,085).
According to future scenario for Rambut Island, the ideal management is to protect birds and also to run bird watching activity as tourism part. A management plan should be made and applied, in order to synchronize both activities. The management plan itself, is better made together by stakeholders. This means the government as institution who has the authority to carry out the plan, ideally involves stakeholders from the beginning until the final process of management planning. All related stakeholders are involved in all of the management process.
The following are the conclusions of this study:
1. Five groups of stakeholders are involved in Rambut Island. They are government, local community, university, NGOs and private sector, respectively based on priority.
2. Future scenario chosen by all actors is protecting water bird and keeping the population stable with nowadays condition, also running tourism activity by applying visiting rules.
3. There are eight problems have to be solved in order to achieve the future scenario. In priority order are firstly: forest degradation, pollution from Jakarta, decreasing size of feeding area, lack of community awareness, institutional problem, disturbance from visitors, poor facilities, and lastly: predator - competitor.
4. There are eight policies needed to be implemented as part of management of Rambut Island. The priority given respectively to: increase public awareness, rehabilitate the forest, built capacity of community, preserve or add the feeding ground area, make cooperation forum between stakeholders, monitor biota, apply rules for the visiting and develop the facilities.
5. To keep the function and availability of Rambut island wildlife sanctuary, and also allow limited tourism, the appropriate management is to do policies based on actors choices and run bird watching activity.
The suggestions of this study are as follows:
1. Government should involve related stakeholders from the first step of planning, implementation and evaluation of the management process.
2. Government together with stakeholders makes the Management Planning for Rambut Island and bring it as a law.
3. Specific study on technical aspects of tourism is needed for implementing the overall management, especially bird watching activity.
4. This study is a big issue; there for a deep analytical hierarchy process study is needed, i.e. looking into technical aspects.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T9395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvianita Timotius
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang komunitas Suku Ampharetidae (Polychaeta, Annelida) di perairan pantai Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Teluk Jakarta pada bulan September--Oktober 1993. Penelitian bersifat deskriptif dan bertujuan mengetahui jenis-jenis suku Ampharetidae serta pola sebarannya di dasar perairan dalam jarak 100 in dari pantai. Penelitian dilakukan dengan metode transek garis di 5 stasiun, yaitu: (1) Pantai Marina; (2) Pantai Indah; (3) Pantai Danau; (4) Pantai Binaria; dan (5) Pantai - Bagus. Tiap stasiun dibagi menjadi 10 substasiun, berjarak antara 10 in. Pengambilan sampel dilakukan dua kali di tiap substasiun dengan Ekinan grab sampler (15 x 15 cm). Dari penelitian ini diperoleh 3 jenis Ampharetidae, yang mewakili 2 marga, yaitu Isolda MUller dan Samythella Verrill. Indeks keanekaragaman jenis tertinggi di Stasiun I (H'= 0,19), terendah di Stasiun IV dan V (H'= 0); sebaran berpola merumpun. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa (1) Daerah pasang-surut perairan pantai TIJA dengan tipe dasaran lumpuran lebih cocok untuk jenis suku Ampharetidae yang memiliki insang menyirip ganda; (2) nilai kecerahan dan kedalainan, serta gangguan fisik dan biologi inempengaruhi kehadiran suku Ainpharetidae."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Timotius
"Pelat berongga adalah pelat yang memiliki rongga didalamnya untuk mengurangi berat sendirinya. Saat ini belum ada pemodelan sederhana pelat berongga yang benar-benar dapat mewakili perilaku pelat berongga. Penelitian dilakukan melalui dua pendekatan yaitu simulasi numerik dan eksperimen di laboratorium. Eksperimen di laboratorium dilakukan terlebih dahulu dan datanya dibandingkan dengan simulasi numerik. Simulasi numerik dilakukan dengan melakukan beberapa jenis pemodelan yaitu balok grid, balok sederhana dan pelat. Melalui simulasi numerik didapatkan bahwa pemodelan yang paling mendekati menggunakan pemodelan sebagai pelat dengan menggunakan pendekatan equivalent area.

Voided slab is a slab that has a hollow cavity therein to reduce the weight of its own. Currently there is no simple modeling of the hollow slab that can truly represents the behavior of hollow plate. The study was conducted through two approaches which are numerical simulation and laboratory experiment. Experiments in the laboratory was conducted first and the result experimental data was compared with numerical simulations. Numerical simulations were carried out by doing several modeling which are simple girder structure, grid structure, and slab structure. Through numerical simulations it was found that modeling using the slab with equivalent area give the closest displacements comparing with those of the experiment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42613
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emmanuel Timotius
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1992
001.642 EMM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ruben Timotius
"Nikel dan kobalt adalah salah satu logam yang sangat penting seiring dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Nikel dan kobalt merupakan logam yang sangat berkaitan erat dengan baja nirkarat atau stainless steel dan juga baterai generasi terbaru yaitu baterai berbasis Ni/Co. Hal ini mendorong penelitian dibidang ekstraksi kedua logam tersebut untuk dilakukan lebih dalam lagi.
Pada penelitian ini akan dilakukan studi elektrokimia dari bijih nikel laterit dengan metode reduction roasting yang akan diikuti dengan pelindian pada larutan asam sulfat (hidrometalurgi). Metode ini memiliki beberapa keuntungan yang lebih baik daripada proses ekstraksi konvensional dari bijih nikel yaitu dengan pirometalurgi karena konsumsi energinya yang lebih kecil dan biaya operasi yang lebih murah. Sebelum dilakukan studi elektrokimia sampel terlebih dahulu melalui proses reduksi (sampai T = 1000°C dengan waktu penahanan selama 1 jam).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku dari bijih nikel laterit saat dilakukan pelindian pada larutan asam klorida (HCl) dengan konsentrasi yang divariasikan (1 M, 2 M, 4 M dan 6 M) pada temperatur ruang (±25°C) dengan metode studi elektrokimia, yaitu Open Circuit Potential, Electrochemical Impedance Spectroscopy, dan Linear Polarization. Nilai OCP mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan konsentrasi larutan. Dari grafik LP dapat dilihat bahwa terbentuk lapisan pasif pada setiap konsentrasi.
Hasil pengujian EIS menunjukkan kecenderungan penipisan lapisan pasif seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang dapat dilihat dari nilai CPE yang meningkat. Dari studi elektrokimia yang telah dilakukan menujukkan bahwa dengan adanya peningkatan konsentrasi larutan terjadi kenaikan laju pelarutan.

Nickel and cobalt are one of the most important metals as technology advances very rapidly. Nickel and cobalt are metals that are strongly associated with stainless steel and the latest generation batteries which is Ni/Co-based batteries. This encourages research in the field of extraction of these two metals to be done even deeper.
In this research, electrochemical studies of laterite nickel ore will be carried out by roasting reduction method which will be followed by leaching in sulfuric acid solution (hydrometallurgical). This method has several advantages over conventional extraction processes from nickel ore, such as pyrometallurgy because of its lower energy consumption and lower operating costs. Before the electrochemical studies are carried out, the sample first goes through the reduction process stage (up to T = 1000°C with holding time = 1 hour).
The purpose of this study was to determine how the behavior of laterite nickel ore when leach in hydrochloric acid (HCl) solution with varied concentrations (1 M, 2 M, 4 M and 6 M) at room temperature (± 25°C) with electrochemical study method (Open Circuit Potential, Electrochemical Impedance Spectroscopy and Linear Polarization). OCP values increase with increasing concentration of solution. From the LP chart it can be seen that a passive layer is formed at each concentration.
The EIS test results show the tendency of thinning of the passive layer along with increasing concentration which can be seen from the increasing CPE value. From the electrochemical studies that have been carried out shows that the increase in solution concentration causes an increase in the dissolution rate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Timotius
"Abstrak
Di masa Orde Baru desa diatur tersendiri dalam UU Nomor 5 Tahun 1979 yang menganut penyeragaman seperti desa di Jawa, justru menyebabkan eksistensi masyarakat hukum adat di luar Jawa mengalami reduksi luar biasa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 akhirnya mengakomodir eksistensi desa dan desa adat. Menggunakan penelitian yuridis normatif tulisan ini memberikan temuan bahwa keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan bentuk revitalisasi peraturan sebelumnya. Revitalisasi dimaksud meliputi penataan kewenangan desa, penataan keuangan desa, manajemen pemerintahan desa dan pembangunan perdesaan dan partisipasi masyarakat."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Obed Timotius
"Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi konsumsi buah-buahan dan juga mengurangi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
Latar belakang: Stres merupakan suatu gangguan mental dan emosional yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. Stres kronis dapat mengakibatkan burnout. Stres dan burnout yang terjadi tidak hanya dapat memengaruhi kondisi mental, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan fisik, seperti asma, gangguan kardiovaskuler, dan psikodermatologi. Stres juga dapat berdampak pada nafsu dan pola makan seseorang karena berkaitan dengan gangguan hormonal. Berbagai penelitian mengenai stres, burnout, dan pola makan terhadap mahasiswa pascasarjana kedokteran gigi telah dilakukan di berbagai negara. Akan tetapi, penelitian terkait topik ini masih sangat terbatas di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui stres, burnout, dan pola makan pada mahasiswa pascasarjana FKGUI. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang dengan menggunakan kuesioner GDES (Graduate Dental Environment Stress), MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey), dan Kebiasaan Makan terhadap total populasi mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor berstatus aktif pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Hasil: Kuesioner didistribusikan kepada 177 responden dengan response rate sebesar 95%. Sebagian besar responden adalah perempuan, dengan rentang usia dari 25 hingga 59 tahun. Secara umum, program studi spesialis menunjukkan nilai median stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan magister dan doktor, terutama program studi Prostodontik dan Konservasi Gigi. Terdapat 7 stresor tertinggi untuk komponen GDES-A (akademis) yaitu banyaknya jumlah bacaan yang ditugaskan untuk dipelajari, ujian dan berbagai asesmen, syarat program untuk menyelesaikan penelitian, menyelesaikan requirements yang dibutuhkan untuk lulus, umpan balik antar supervisor yang tidak konsisten, melakukan presentasi dalam seminar, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan. Sementara itu, 3 stresor tertinggi untuk komponen GDES-C (klinis) diantaranya jika pasien tidak tepat waktu atau membatalkan janji secara sepihak, rasa takut gagal dalam menatalaksanakan kasus yang kompleks, serta kondisi sarana/prasarana dalam menunjang kegiatan perkuliahan klinis. Untuk komponen burnout, personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi yang paling terganggu jika dibandingkan dengan emotional exhaustion dan depersonalization, yaitu 40,5% dari total responden, dengan proporsi terbesar pada program studi Konservasi gigi sebanyak 60%. Sebanyak 60,7% responden memiliki pola makan yang teratur. Namun, 49,4% dari total responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang digoreng paling sedikit 4 kali dalam seminggu. Kurang dari separuh responden berkeinginan untuk makan dalam kondisi psikologis tertentu, tetapi 69% responden memiliki kecenderungan untuk makan saat merasa senang. Kesimpulan: Stresor pada mahasiswa pascasarjana FKGUI program magister, spesialis, dan doktor bervariasi. Stres relatif lebih tinggi pada program studi klinis. Personal accomplishment yang rendah menjadi dimensi burnout yang paling terganggu. Namun, sebagian besar mahasiswa pascasarjana FKGUI masih memiliki pola ix Universitas Indonesia makan dan kebiasaan sarapan yang teratur. Akan tetapi, asupan makanan masih dapat diperbaiki dengan meningkatkan frekuensi kebiasaan makan makanan yang digoreng.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library