Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supardi
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Ekspor mebel rotan mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama pada tahun 1986. Perkembangan tersebut disebabkan adanya larangan ekspor rotan asalan dan permintaan yang makin meningkat di luar negeri.
Berlimpahnya bahan baku rotan di Indonesia dan permintaan mebel-mebel rotan dari luar negeri yang semakin meningkat, telah mendorong PT BRIP untuk berpartisipasi dalam industri mebel rotan. Mebel rotan selain laku di luar negeri juga mempunyai nilai tambah yang sangat tinggi. Nilai tambah rotan yang dalam bentuk barang jadi mencapai 1900 % dari nilai rotan asalan.
Seiring dengan makin meningkatnya ekspor mebel rotan Indonesia, pabrik rotan juga mengalami perkembangan yang pesat dan telah mencapai ± 200 perusahaan pada saat ini.
Mebel rotan dianggap mempunyai potensi yang sangat besar di luar negeri karena meningkatnya konsumen yang menghendaki mebel yang terbuat dari bahan alamiah seperti kayu dan rotan. Permintaan barang rotan diproyeksi akan terus meningkat pada tahun-tahun yang akan datang dan diperkirakan mencapai US$ 645 juta pada tahun 1994.
Pasar utama mebel rotan Indonesia adalah Amerika, Jepang dan Eropa Barat. Pada tahun 1987 Jepang dan Amerika menyerap 67,8 % dari seluruh mebel rotan yang diekspor Indonesia.
Target Market PT BRIP adalah penduduk berumur setengah baya dan diatas 65 tahun di Jepang, Amerika dan Eropa. Mebel rotan yang dipasarkan ke negara tersebut diposisikan sebagai mebel rotan bermutu tinggi dengan harga relatif murah.
Perusahaan ini mendisain produknya menurut standar yang telah ditentukan atau menurut spesifikasi dari pembeli. Perubahan disain dapat dilakukan dengan cepat karena sifat industri mebel rotan yang padat karya. Perusahaan ini menerapkan strategi product adaptation.
Sasaran penentuan harga perusahaan ini ialah untuk mencapai pangsa pasar sebesar mungkin melalui harga yang bersaing. Metode penetapan harga yang diterapkan adalah Estimated Accounting Cost Method, sedangkan strateginya ialah Penetration pricing. Strategi ini dianggap tepat karena industri mebel rotan merupakan industri yang telah mature dan permintaannya bersifat inelastis.
Penawaran mebel rotan yang mampu menarik perhatian calon pembeli; penentuan saat dan target market yang tepat, sehingga mebel rotan dapat tersalurkan secara baik, cepat dan ekonomis, merupakan sasaran penyaluran/distribusi yang ingin dicapai.
Struktur distrbusi dari satu negara ke negara lainnya berbeda. Jepang mempunyai saluran distribusi yang sangat rumit. Struktur distribusi di Amerika, selain rumit juga fragmented. Oleh karena itu diperlukan saluran distribusi yang berbeda untuk kedua negara tersebut.
Hasil analisa menunjukkan bahwa strategi communication extension yang diterapkan sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan karena pasar berbeda dalam sifat sosial-budaya dan ekonomi. Masalah ini dapat diatasi dengan strategi communication adaptation. Konsekuensinya ialah diperlukannya pengetahuan pasar yang lebih mendalam dan koordinasi pasar yang lebih baik.
SWOT analisis menunjukkan perusahaan ini mempunyai peluang yang mampu mengatasi segala ancaman yang dihadapi. Selain itu segi-segi kekuatan yang dimiliki juga relatif lebih besar dibandingkan dengan segi-segi kelemahannya. Oleh karena itu, perusahaan dapat dibenarkan untuk menerapkan suatu strategi yang lebih agresif.
Strategi Marketing Mix yang diterapkan telah tepat dan telah mempertimbangkan target market serta product positioning. Keterkaitan antara variable marketing mix seperti produk, harga, saluran distribusi dan promosi sudah baik. Walaupun demikian upaya masih dapat ditingkatkan dengan lebih agresif degan menggunakan promosi secara selektif dan saluran distribusi yang lebih bervariasi dan disesuaikan dengan kondi.si setempat.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supardi
"Studi tentang interseksi antara budaya dan kejahatan merupakan minat yang terus mendapat perhatian di dalam Kriminologi. Budaya dan kejahatan, dalam konteks tertentu, merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Dalam pandangan mainstream hal ini kerap diletakkan dalam kerangka sub-budaya dan cendrrung dipertentangkan dengan budaya mainstream. Kriminologi budaya justru memberi ruang pemahaman yang melihat dan memperlakukan sub budaya semacam ini sebagai budaya yang otonom. Paradigma ini digunakan penulis untuk mencermati fenomena duta Kayuagung sebagai bentuk budaya kejahatan. Duta Kayuagung merupakan budaya kejahatan yang muncul sebagai tanggapan orang Kayuagung atas ketimpangan antara keinginan mencapai tujuan-tujuan budaya dengan keterbatasan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Proses kemunculan duta berkaitan dengan transformasi cara orang Kayuagung mencari penghidupan dengan merantau melalui berdagang dengan perahu kajang. Transformasi ini berlangsung seiring proses internalisasi terhadap kondisi eksternal yang dihadapi orang Kayuagung yang berkaitan dengan dinamika perubahan di sekelilingnya. Duta Kayuagung mengalami kesinambungan karena bersifat dinamis dan adaptif terhadap kondisi eksternal yang dihadapi masyarakat Kayuagung. Proses transmisi nilai-nilai duta juga berlangsung dalam bergam aktifitas budaya masyarakat Kayuagung. Duta memiliki peranan sebagai sarana kontestasi bagi masyarakat Kayuagung terutama untuk bersanding dan bertanding dengan masyarakat di luar Kayuagung. Teori yang dijadikan landasan dalam disertasi ini adalah Teori Anomi dari Merton, Teori Transmisi Budaya dari Shaw dan McKay, Teori Demonisasi dari Stanley Cohen dan Teori Practice dari Pierre Boudieu. Metode yang digunakan adalah metode Ginealogi dari Michel Foucault. Kesimpulan disertasi ini adalah praktik duta merupakan bentuk adaptasi atas ketimpangan struktural yang mengalami pelembagaan sehingga menjadi budaya, kesinambungan terjadi karena adanya transmisi nilai-nilai antar generasi dengan menggunakan lahan sosial budaya. Duta merupakan sarana bagi orang Kayuagung untuk mendapatkan posisiposisi sosial dalam konteks kontestasi sesama orang Kayuagung dan bahkan dengan masyarakat di luar Kayuagung.

Studies on the intersection between culture and crimes are interests that continue to get attention in Criminology. Culture and crimes, in certain contexts, are two things that affect each other. It is, in the context of mainstream, often placed in the framework of sub-cultural and tends to be contrasted with the cultural mainstream. Cultural criminology, in fact, gives an understanding space which sees and treats such sub-culture as an autonomous culture. Such paradigm is used by the author to examine the phenomenon of Kayuagung Duta as a form of a criminal culture. Kayuagung Duta constitutes a criminal culture emerging as responses of Kayuagung community to the imbalances between the desire of achieving cultural objectives and the limitations of ways to achieve the objectives. The process of the emergence of duta deals with the transformation of the ways of Kayuagung community making lives by sailing using Kajang boats. Such transformation takes place as the process of internalization of the external conditions faced by Kayuagung community related to the dynamics of change around them. Kayuagung duta runs continuously due to its good dynamics and adaptation to the external conditions faced by Kayuagung community. The transmission processes of duta values also occur in various cultural activities of Kayuagung community. Duta functions as a tool of contestation for Kayuagung community, especially for being equal and competing with outsiders. The author employs various theories, such as Anomie theory of Merton, theory of Cultural Transmission of Shaw and McKay, Demonization theory of Stanley Cohen and Practice theory of Pierre Boudieu. The author also employs the method of Gynealogi of Michel Foucault. The results of the research reveal that the practice of duta is a form of an adaptation on the structural imbalances that experiences an institutional process to become a culture. The continuity happens because of the transmission of values from one generation to the next generation in the social and cultural fields. Duta constitutes a means for Kayuagung community for achieving social positions in the context of contestation with other Kayuagung people and even with outsiders."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1913
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supardi
"Usaha untuk menunjang keberhasilan penelitian di IPB terus dilakukan antara lain dengan penyediaan berbagai sumher informasi bahan pustaka dalam suatu sistem perpustakaan yang terpusat. Namun karena pesatnya pertumbuhan literatur, terbatasnya dana serta meningkatnya harga bahan pustaka, sering terjadi hambatan dalam usaha penyediaan bahan informasi tersebut. Di lain pihak sumber informasi yang ada di Perpustakaan Pusat IPR belum sepenuhnya dimanfaatkan secara berdaya guna oleh pemakai, walaupun volume pendidikan di IPB cenderung meningkat. Pertanyaan yang sering muncul ialah literatur manakah yang sering digunakan pemakai atau, bagaimana menilai literatur yang relevan dengan kebutuhan pemakai? Ada berbagai cara yang dikemukakan oleh para peneliti bidang informasi tentang cara menghimpun, menganalisia dan menentukan keperluan pemakai Pertama berupa pertanyaan langsung seperti cara penyebaran kuesioner, wawancara. Kedua, dengan menganalisis data yang ada di perpustakaan, misalnya analisis pertanyaan referens pada meja informasi, pencatatan sirkulasi bahan pustaka dan sebagainya. Ketiga, dengan penghitungan referene (analiais sitiran) yang tercantum dalam artikel majalah , dengan asumsi bahwa penunjukkan terhadap majalah merupakan ukuran langsung terhadap penggunaanya. Ketiga cara tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bias, namun keuntungan penghitungan referens atau sitiran lebih sederhana dan dapat menilai sumber informasi bahan pustaka yang telah digunakan dengan relatif bebas. Penerapan analisia sitiran telah berlangsung enam dasawarsa sejak pertama kali diperkenalkan oleh Gross dan Gross pada tahun 1927. Mereka mengusulkan penggunaan kajian sitiran sebagai dasar untuk menyusun peringkat majalah yang dikaitkan dengan pengadaan dan pengembangan koleksi perpustakaan. Sejak itu dengan prosedur yang sama telah dilakukan berbagai kajian sitiran, antara lain oleh para pustakawan untuk mengkaji kebutuhan pemakai. Kajian tersebut bersifat deskriftif mempunyai implikasi terhadap pengembangan koleksi dan perencanaan layanan jasa perpustakaan. Suatu pendekatan yang dilakukan pustakawan ialah menganalisis daftar referens yang tercantum dalam pelbagai karya ilmiah, di antaranya dalam tesis, disertasi, laporan penelitian dangan tujuan untuk memolakan literatur yang digunakan oleh pemakai perpustakaan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supardi
Yogyakarta: BP FE, 1982
001.42 SUP e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Supardi
Yogyakarta: Bagian penerbitan fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 1982
658.8 SUP e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lulut Azmi Supardi
"Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian tertinggi di dunia yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Vaksin BCG sebagai satu-satunya vaksin TB, memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tingkat proteksi yang tidak merata di populasi orang dewasa dan kekhawatiran aplikasinya pada populasi imunokompromais, hal ini mendorong dikembangkannya vaksin TB alternatif. PE11 merupakan protein yang bertanggung jawab dalam rekonstruksi komponen lipid dinding sel M. tuberculosis dan berdasarkan analisis in-siliko diketahui memiliki domain pengenalan terhadap antibodi dan MHC-II. Dalam studi ini, gen pe11 dari M. tuberculosis strain Beijing diinsersikan ke dalam plasmid pcDNA3.1, pcDNA3.1-pe11, yang kemudian diuji kemampuannya dalam menginduksi respon imun humoral dan mediator seluler pada mencit Balb/c sebagai bentuk DNA vaksin. Berdasarkan uji western blot, respon imun humoral berupa IgG spesifik terhadap protein rekombinan PE11-His berhasil dikonfirmasi. Selain itu, mediator imun seluler dari splenosit mencit pasca vaksinasi dan pajanan antigen secara in-vitro menunjukkan adanya peningkatan produksi IL-12, IFN-γ dan IL-4 dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun tidak terhadap sitokin IL-10.

Tuberculosis (TB) caused by infection bacteria Mycobacterium tuberculosis, one of ten causes of death in the world that can be prevented through vaccination. The BCG vaccine, as the only TB vaccine, has several drawbacks, including an uneven level of protection in adult population and risk application in immunocompromised population, this has led to the development of an alternative TB vaccine. PE11 is a protein that is responsible for the reconstruction of the lipid component of the cell wall of M. tuberculosis and based on in-silico analysis is known to have the recognition domain for antibodies and MHC-II. In this study, the pe11 gene from the Beijing strain of M. tuberculosis was inserted into the plasmid pcDNA3.1, pcDNA3.1-pe11, then tested for its ability to induce humoral immune responses and cellular mediators in Balb/c mice as a form of vaccine DNA. Based on the western blot test, the specific IgG humoral immune response to the recombinant protein PE11-His was confirmed. In addition, cellular immune mediators from post-vaccination mice splenocytes and in-vitro antigen exposure showed increased production of IL-12, IFN-γ and IL-4 compared to the control group, but not to the IL-10 cytokine."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudibyo Supardi
"WHO me1alui resolusi tahun 1977 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak dapat merata sampai tahun 2000 tanpa mengikut sertakan sistem pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional antara lain menggunakan obat tradisional, yang terdiri dari simplizia, jamu gendong, jamu berbungkus dan obat fitoterapi. Dalam upaya pembinaan dan pemanfaatan obat tradisional agar dapat digunakan oleh masyarakat desa, diperlukan intormasi tentang penggunaan obat tradisional dan faktor?faktor yang berhubungan dengannya. Untuk mendapakan informasi tersebut dilakukan survai secara cross sectional terhadap 27 ibu rumah tangga di desa Tapos, Bogor yang dipilih secara multistage random sampling. Data dikumpulkan deagan cara mewawancarai responden di rumahnya menggunakan kuesioner. Untuk analisis data dilakukan uji Chi-square dan uji Phi atau Cramer -s V. Dari hasil dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari karakteristik ibu rumah tangga yang berupa umur, jumlah anak, pendidikan dan pekerjaan, hanya hubungan pendidikan dan pekerjaan ibu rumah tangga dengan pengetahuan tentang obat tradisional yang bermakna.
2. Hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang obat tradisional, sikap terhadap obat tradisional, kepercayaan terhadap khasiat obat tradisional dan ketersediaan obat tradisional dengan penggunaan obat tradisional secara statistik bermakna. Keeratan hubungan utama pada ketersediaan, lalu kepercayaan terhadap khasiat. pengetahuan dan terakhir sikap.
3. Ibu rumah tangga di desa Tapos yang menggunakan obat tradisional selama satu bulan sebesar 37,6%.
4. Penggunaan obat tradisional oleh ibu rumah tangga di desa Tapos kebanyakan : berupa simplisia nabati, digunakan untuk pengobatan sariawan pegel linu dan menjaga kesehatan beralasan karena manjur/cocok 1-4 kali sebulan, mendapat secara gratis/tidak membayar dan mengetahui manfaatnya dari orang tua.
5. Ibu rumah tangga di desa Tapos kebanyakan lebih mengenal simplisia nabati darapada jamu berbungkus maupun jamu gendong."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Kalsum Supardi
"Pendahuluan : Tuberkulosis merupakan permasalahan kesehatan global yang telah menjadi perhatian dunia selama 2 dekade terakhir (WHO, 2015). Indonesia merupakan penyumbang TB nomor dua sedunia dengan estimasi insiden 1.020.000 dan estimasi kematian 110.000 (WHO, 2017). Penyakit menular ini menginfeksi hampir seluruh dunia dan menyerang seluruh kelompok umur baik anak-anak, dewasa, maupun lansia. Proporsi kasus pada kelompok umur ≥15 tahun sebesar 90% selebihnyanya 10% kasusnya pada anak-anak (Kemenkes RI 2013). Determinan penyakit TB paru adalah kependudukan dan faktor lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban (Achmadi UF, 2008). Berdasarkan data secara nasional menunjukkan sebesar 24,9% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat (RISKESDAS 2010). Tingginya beban penyakit TB paru masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama Indonesia. Namun faktor risiko penularan dari segi lingkungan belum banyak diperhatikan. Hal ini di indikasi dengan kurangnya keberadaan rumah sehat (Mahmuda, 2010). Prevalensi TB ditemukan menjadi yang tertinggi di antara orang tua, tidak ada pendidikan dan anggota keluarga yang secara teratur terpapar asap rokok di dalam rumah lebih rentan terkena TB dibandingkan dengan rumah tangga di mana orang tidak merokok di dalam rumah. Ada beberapa faktor risiko yang sangat terkait dengan TB : asap di dalam rumah, jenis memasak bahan bakar, dapur terpisah, lantai, atap dan bahan dinding, jumlah orang yang tidur di kamar, berbagi toilet dan minum air dengan rumah tangga lain; dan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, pencapaian pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal dan indeks kekayaan. Inilah mengapa lingkungan yang bersih harus dipromosikan untuk menghilangkan TB (Singh, Kashyap, and Puri 2018). maka peneliti merasa perlu mengkaji hubungan lingkungan rumah terhadap kejadian TB paru pada individu usia ≥15 tahun dengan mempertimbangkan peranan faktor risiko lain yang tidak dapat dikesampingkan yang juga berhubungan terhadap kejadian TB paru. Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sebanyak 56.198 individu usia ≥15 tahun menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh dari Mandat Litbangkes RI dan dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik. Hasil : Risiko lingkungan rumah tidak sehat 1,3 kali lebih besar terhadap kejadian TB paru pada individu Usia ≥15 tahun dibandingkan dengan individu yang memiliki lingkungan rumah sehat (POR=1,3 : 95% CI 1,010-1,560). Kesimpulan : Kolaborasi jangka panjang (Subdit TB dengan Dinas PUPNR) mengenai kebijakan dan pemberian (IMB) diperlukan untuk mengurangi pembangunan tanpa didahului studi kelayakan berwawasan lingkungan rumah sehat seperti penerapan (AMDAL), rancangan Plan Of Action/framework dan Kolaborasi layanan di tingkat kader TB yang selanjutnya ke tingkat FKTP semakin diperkuat, serta perlu dipertimbangkan kembali untuk melaksanakan program penemuan active case finding khususnya pada individu yang memiliki lingkungan rumah tidak sehat.

Introduction : Tuberculosis is a global health problem that has become a worldwide concern for the past 2 decades (WHO, 2015). Indonesia is the number two contributor to TB worldwide with an estimated incidence of 1,020,000 and estimated deaths of 110,000 (WHO, 2017). This infectious disease infects almost the entire world and attacks all age groups both children, adults, and the elderly. The proportion of cases in the ≥15 year age group is 90%, the remaining 10% of cases are in children (Ministry of Health RI, 2013). Determinants of pulmonary TB disease are population and environmental factors. Population includes gender, age, nutritional status, socio-economic conditions. While environmental factors include occupancy density, house floors, ventilation, lighting, humidity (Achmadi UF, 2008). Based on national data, 24.9% of the houses in Indonesia are classified as healthy houses (RISKESDAS 2010). The high burden of pulmonary TB disease is still a global health problem, especially in Indonesia. However, the risk factors for transmission in the environment have not been much noticed. This is indicated by the lack of a healthy home (Mahmuda, 2010). The prevalence of TB is found to be the highest among parents, there is no education and family members who are regularly exposed to cigarette smoke in homes are more susceptible to TB than households where people do not smoke inside the house. There are several risk factors that are strongly associated with TB: smoke in the house, type of cooking fuel, separate kitchens, floors, roofs and wall
materials, the number of people sleeping in rooms, sharing toilets and drinking water with other households; and individual characteristics such as age, gender, educational attainment, marital status, place of residence and wealth index. This is why a clean environment must be promoted to eliminate TB (Singh, Kashyap, and Puri 2018). the researchers felt that it was necessary to examine the relationship of the home environment to the incidence of pulmonary TB in individuals aged ≥15 years taking into account the role of other risk factors that cannot be excluded which also relate to the incidence of pulmonary tuberculosis. Method : This study used cross-sectional design. Sample were 56,198 Individuals ≥15 Years Old. Data was obtained from the Indonesian Litbangkes and analyzed using the Logistic Regression. Result : The risk of unhealthy home environment is 1.3 times greater for the incidence of pulmonary tuberculosis in individuals ≥15 years of age compared to individuals who have a Long-term collaboration (TB Sub district with Public Works Agency) on policies and grants (IMB) is needed to reduce development without preceding healthy environment-oriented feasibility studies such as implementation (AMDAL), Plan Of Action/framework and collaborative services at TB cadre Levels. FKTP levels are increasingly strengthened, and need to be reconsidered to implement a program to find active case finding especially for individuals who have an unhealthy home environment.healthy home environment (POR=1,3 : 95% CI 1,010-1,560). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Supardi
"Salah satu upaya untuk meningkatkan investasi daerah pada tiap provinsi berupa peningkatan kenerja investasi daerah. Hal ini dapat di lakukan diantaranya melalui peningkatan tingkat keterbukaan perdagangan serta peningkatan kualitas maupun kapasitas infrastruktur. Oleh karena itu penelitian ini dirancang untuk : (1) menganalisa besarnya pengaruh faktor penentu kencrja investasi daerah; (2) menentukan jenis-jenis faktor penentu kenerja investasi da rah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pemben tu kan investasi daerah; (3) memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rangka menangkap peluang masuknya investasi, mengopti malkan faktor-faktor penentu daya tarik yang dimiliki serta melakukan evaluasi kebijakan terhadap peningkatan kinerja investasi secara keseluruhan. Metode estimasi yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Metode dan analisis dalam penelitian ini didasarkan pada hastl­ hasil penelitian sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan data 26' Propinsi di seluruh Indonesia (diasumsikan bahwa Propinsi Timor-Ti mur telah memisahkan diri dari Indonesia (NK.RI) dan beberapa propinsi belum melakukan pemekaran untuk memudahkan pengolahan data) periode tahun 2001-2006 yang berasal dari Badan Pusat statistik (BPS) Pusat. Hasil analisis menunjukkan model yang paling sesuai untuk estimasi ini adalah Fixed Effect Models dengan struktur varian covarian dari residual heterokedastik. Nilai koefisien regresi merupakan elastisitas masing-masing input yaitu keterbukaan perdagangan (0.060), panjang jalan (0.245), listrik (0.052), telepon (0.126) serta air bersih (0.014). Total dari elastisitas merupakan skala ekonomi. Tingkat keterbukaan perdagangan serta ketersediaan infrastruktur.

A Regional investment performance improvement has become an effort to increasing regional investment on each province. It Shall be conducted through trade exposure level enhancement and infrastructure capacity or quality improvement. Therefore this research is designed to : (1) analyzi ng determinant factor influence of regional investment performance(2) defining varies determinant factor of regional investment performance that provide major contri bution to regional investment plan;(3) providing any input to regional government regarding to drag any investment en try, by optimizing determinant factors of attraction and conducti ng a policy evaluation towards investment performance improvement thoroughly. Data panel regression analysis are used with estimation method. Analysis and Method on this research is based on prior observation results.
Research is applying 26 province data th roughout Indonesia territory ( it is assumed that East Timor province has separated themselves from Indonesia (NKRI) and several province that has not performing an expansion to enable data process) year period 2001 2006 analysis demonstrate that most congruous model for estimation is Fixed Effect Models with covariant variant structure of beterochedastic resid ual. Regression co efficient value of an elasticity on each input is trade exposure (0.060), length of road (0,245), electricity (0.052), telephone (0.126) and mineral water (0.014)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T27345
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Melani Supardi
"Skripsi ini bertujuan untuk membedakan maksud kegiatan predikat verba modus indikatif dan predikat verba modus impe_ratif dalam kalimat tunggal bahasa Rusia. Dalam bahasa Rusia modus predikat memiliki maksud dan makna modalitas yang berbe_da. Untuk mencari bata5an yang jelas antara modus indikatif dan imperatif predikat verba dari kaidah-kaidah yang berlaku, pemulis menggunakan data tertulis bahasa Rusia dari karya sastra Puskin berbentuk Cerpen, yang berjudul 'Putri Kapten' dan 'Permaisuri Skop' sebagai bahan penelitian. Dalam pembaha_sannya, penulis menggunakan metode analisis yang bersifat des_kriptif untuk meneliti korpus. Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa modus indikatif predikat verba dijumpai dalam kalimat deklaratif se_dangkan modus imperatif predikat verba dijumpai dalam kalimat imperatif bahasa_Rusia. Modus predikat verba bahasa Rusia sangat dipengaruhi oleh makna modalitasnya. Modus indikatif predikat verba memiliki makna modalitas obyektif dan nyata. Dan, Modus imperatif predikat verba morniliki makna modalitas suruhan, perintah dan dorongan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>