Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Steven Jonathan
"Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Jakarta, termasuk di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Pemberantasan penyakit ini terutama dilakukan melalui pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektornya. Dalam upaya pemberantasan vektornya tersebut dilakukan juga penyuluhan pada masyarakat tentang bagaimana menjaga kebersihan lingkungan rumah demi mencegah berkembangnya vektor DBD.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan keberadaan vektor DBD di dalam rumah sebelum dan sesudah penyuluhan sehingga dapat diketahui pengaruh penyuluhan dalam memberantas vektor DBD. Survei vektor DBD dilakukan dua kali, yakni pada tanggal 3 Mei 2009 (sebelum penyuluhan) dan tanggal 4 Juni 2009 (setelah penyuluhan) di Paseban Timur yang merupakan daerah dengan kasus DBD yang tinggi di Jakarta Pusat. Pengambilan data dilakukan di 100 rumah menggunakan metode larva tunggal (mengambil satu larva di tiap container yang ada di dalam rumah dan diidentifikasi menggunakan mikroskop). Data yang terkumpul lalu dianalisis menggunakan uji McNemar untuk memperoleh hubungan penyuluhan terhadap keberadaan vektor.
Dari 100 rumah yang diteliti sebelum penyuluhan, didapatkan angka keberadaan larva dalam rumah sebesar 11,40 %. Setelah dilakukan penyuluhan, didapatkan angka keberadaan larva dalam rumah sebesar 5,70 %. Dari analisis menggukan uji McNemar, terdapat hubungan antara penyuluhan dengan keberadaan larva, dengan nilai p sebesar 0,041. Disimpulkan bahwa keberadaan vektor DBD di dalam rumah sesudah penyuluhan lebih rendah daripada sebelum penyuluhan.

Dengue haemorrhagic fever (DHF) has become a problem in public health especially in Paseban District, Central Jakarta. Controling the disease is mainly done by controling Aedes aegypti as the vector of the disease. In order to control the vector, informations are given to people about keeping their house environment clean to prevent the development of the DHF vector.
The objective of this study is to determine the presence of DHF vector, inside the house, before and after the briefing given, so it could be known whether the briefing is helpful or not. The surveys of DHF vector presence were conducted in twice, first was at 3rd of May 2009 (before the briefing given), and second was at 4th of June 2009 (after the briefing given) in East Paseban, which is considered as an area with high cases of DHF in Central Jakarta. Data collecting was conducted in 100 houses with single-larvae method (taking one larvae from each container in a house then identified them by using microscope). The data collected will be analyzed by McNemar test to know the correlation between the briefing and the vector presence.
From 100 houses surveyed before the briefing, the percentage of vector presence was 11,40 %. After the briefing, the percentage was reduced to 5,70 %. From McNemar test analysis, it was found that there is a correlation between the briefing and the vector presence, p = 0.041. Concluded then, that the vector presence inside the house after the briefing was reduced, compared with the vector presence before the briefing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Jonathan
"Latar Belakang: Kanker paru dapat memiliki gejala dan tanda yang salah satunya disebabkan sindrom paraneoplastik. Salah satu sindrom paraneoplastik melibatkan sistem hematologi yang terdiri dari anemia, leukositosis, netrofilia, hipereosinofilia, trombositosis dan hiperkoagulabilitas. Belum ada data/penelitian di Indonesia mengenai sindrom paraneoplastik hematologi pada kanker paru.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang analitik yang dilakukan di poliklinik onkologi toraks RSRRN Persahabatan dalam periode September 2018 hingga Februari 2019 terhadap semua pasien kanker paru kasus baru yang sudah tegak diagnosis serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang diambil secara total sampling.
Hasil: Subjek memiliki rerata usia 56,7+11,4 tahun. Sebagian besar laki-laki, berstatus gizi normal (42,6%), memiliki riwayat merokok (75%) dan IB sedang (52%). Jenis histologi tersering KSS (39,7%) dengan stage lanjut (83,8%) dan PS <2 (94,1%). Proporsi anemia paraneoplastik adalah 40,4% yang berhubungan dengan status gizi kurang dan tersering berjenis normositik normokromik. Proporsi leukositosis paraneoplastik adalah 39% yang berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki dan riwayat merokok. Proporsi netrofilia paraneoplastik 51,5% yang berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki, riwayat merokok dan jenis histologi KSS. Proporsi hipereosinofilia dan trombositosis paraneoplastik masing-masing adalah 2,9% dan 18,4%. Proporsi hiperkoagulabilitas paraneoplastik adalah 91,2% yang didominasi peningkatan kadar D-dimer.
Kesimpulan: Sindrom paraneoplastik hematologi yang paling sering ditemukan pada pasien kanker paru adalah hiperkoagulabilitas, netrofilia dan anemia. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menilai hubungan sindrom paraneoplastik hematologi dengan prognosis pasien.

Background: Lung cancer could have signs and symptoms which was caused by paraneoplastic syndromes. One of those paraneoplastic syndromes involves hematologic system consisting of anemia, leukocytosis, neutrophilia, hypereosinophilia, thrombocytosis and hypercoagulability. There has been no data/research in Indonesia regarding hematologic paraneoplastic syndrome in lung cancer.
Methods: This study was a cross-sectional analytic study conducted at the thoracic oncology clinic in Persahabatan Hospital during September 2018 to February 2019 for all patients with new case of lung cancer whose diagnosis established and fulfilled the inclusion and exclusion criteria taken in total sampling.
Results: Subjects had a mean age of 56.7+11.4 years. Most of them were male, had normal nutritional status (42.6%), had a smoking history (75%) and moderate IB (52%). The most common type of histology was SCC/squamous cell carcinoma (39.7%) with advanced stage (83.8%) and PS <2 (94.1%). The proportion of paraneoplastic anemia was 40.4% which was associated with poor nutritional status and commonly normocytic normochromic. The proportion of paraneoplastic leukocytosis was 39%, associated with male sex and smoking history. The proportion of paraneoplastic neutrophilia was 51.5%, related to male sex, smoking history and SCC histology type. The proportions of paraneoplastic hypereosinophilia and thrombocytosis were 2.9% and 18.4%, respectively. The proportion of paraneoplastic hypercoagulability was 91.2% and dominated by the increase of D-dimer level.
Conclusion: The most common hematologic paraneoplastic syndrome found in lung cancer patients were hypercoagulability, netrophilia and anemia. Further research is needed to assess the correlation of hematologic paraneoplastic syndrome and the prognosis of the patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library