Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Siahaan, Antonius Torang Parulian
"
ABSTRAKTrading mechanism used in every stock exchange will influence the price determination. The tick size policy is one of trading rule mechanism, which will shift market behavior toward price determination. Tick size is the minimum price change in regular market. Jakarta Stock Exchange is an exchange, which implements order - driven market environment. Management of Jakarta Stock Exchange has changed the tick size policy twice during year 2001. The first change was done in July, 2001, which is to reduce the tick size nominal from Rp 25 to Rp 5. The second change, started in October 2001, is to implement the multi tick size policy, and the tick size used are Rp 5, Rp 25 and Rp 50 applies to any stocks according to their category.When tick size was reduced in the first change, market react negatively to the implementation of Rp 5 tick size. In response to negative reaction, Management of Jakarta Stock Exchange implements the multi tick size policy, with the purpose of increasing market liquidity and reducing volatility.Market liquidity is quite difficult to be defined, however, to common investors, one stock is said to be liquid, if they could sell the stock easily at their convenient price and time. The research conducted in this thesis, observe the impact of multi tick size policy toward market liquidity. Indicators used in this research to observe market liquidity are market spread, market depth and trading volume.Result of this research shows that the policy of multi tick size is effective and efficient for low and medium price of stocks especially for indicators market depth and trading volume. However, for high price stock the policy is not effective, since tick size is not one of the factor, which influence any indicators for high price stocks."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siahaan, Antonius Torang Parulian
"Merosotnya Harga-harga Saham bagi banyak emiten di Pasar Sekunder, salah satunya disebabkan karena penetapan harga saham perdana yang sudah cukup tinggi. Kalau ditelusuri lebih lanjut Penetapan Harga Saham yang tinggi ini disebabkan karena penetapan Price Earning Ratio yang tinggi pula. Apabila Pasar Modal mengalami keadaan bullish hal ini tidak terlalu menjadi masalah karena investor akan terus memburu saham-saham yang 'dianggap' baik tanpa memperhatikan faktor-faktor fundamentalnya secara lebih kritis. Seiring dengan peningkatan Perkembangan Pasar Modal yang semakin kompleks baik dari jumlah emiten maupun jumlah dana yang mampu dimobilisasi, Pemerintah dalam hal ini Bapepam mengeluarkan suatu Kebijaksanaan yang membatasi penetapan PER Pasar Perdana suatu calon emiten sebesar 13X dan kemudian ditingkatkan menjadi 15X, adapun Kebijaksanaan ini bertujuan untuk menjaga agar harga saham emiten tersebut tidak merosot di Pasar Sekunder, sehingga para investor yang terutama terdiri dari pemodal-pemodal kecil tidak menderita kerugian akibat capital loss yang dideritanya, yang mana para investor ini justru 'capital gain oriented' dan bukan 'dividen orinted'. Skripsi ini meneliti 10 emiten yang dijadikan sample dari 180 emiten yang tercatat di Pasar Modal. Dari penelitian yang dilakukan penulis, dapat dilihat bahwa harga saham perdana dari emiten-emiten yang go public setelah Kebijaksanaan dimaksud mengalami penurunan relatif terhadap harga saham perdana bagi emiten-emiten yang go public sebelum kebijaksanaan PER Perdana. Namun demikian sebenarnya PER yang dipergunakan tidaklah menurun secara signifikan untuk PER actualnya, tetapi memang mengalami penurunan untuk PER proyeksi yang didalamnya terdapat kemungkinan rekayasa keuangan yang lebih besar. Sebagai kompensasi atas penurunan Harga saham tersebut, para calon emiten baru meningkatkan jumlah lembar saham yang ditawarkan kepada masyarakat. Untuk itu penulis menyarankan agar dalam penetapan harga saham perdana tidak dipergunakan PER proyeksi melainkan PER actual, dan keterbatasan PER 13X tidak diberlakukan secara kaku terhadap seluruh calon emiten akan tetapi turut mempertimbangkan faktor-faktor fundamental dari calon emiten tersebut, sehingga tidak menutup kemungkinan dipakainya PER yang lebih tinggi. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18718
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library