Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seda, Joanessa Maria Josefa Sipi
"Masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina merupakan masalah yang sangat pelik, bagi pemerintah Cina dan pemerintah di negara-negara Asia Tenggara. Masalah ini muncul sebagai akibat dari adanya upaya pemerintah Cina, dari jaman dinasti Qing sampai jaman pemerintah RRC, untuk mengklaim potensi ekonomi dan sumber daya manusia yang dimiliki etnis Cina di luar Cina, bagi kepentingan dalam negerinya. Maksudnya ini diwujudkan pemerintah Cina dalam bentuk peraturan dan hukum kewarganegaraan, yang berpegang pada asas ius sanguinis. Sedangkan pada saat yang bersamaan, etnis Cina tersebut, yang sudah menetap di Iuar Cina, terutama di negara-negara Asia Tenggara, juga sudah diklaim sebagai warganegara dari negara-negara di mana mereka menetap, melalui peraturan dan hukum kewarganegaraan di negara mereka masing-masing, yang juga berpedoman pada asas ius sanguinis. Akibat dari adanya peraturan-peraturan dan hukum kewarganegaraan ini ialah munculnya masalah dwi kewarganegaran bagi etnis Cina di luar Cina, yang kemudian menimbulkan benturan kepentingan antara pemerintah Cina dengan negara-negara Asia Tenggara. Masalah ini akan semakin berlarut-Iarut, seandainya pemerintah RRC tidak terdesak oleh kepentingan luar negerinya, untuk membiarkan etnis Cina di luar Cina, memilih kewarganegaraan mereka, atas kemauan sendiri, melalui Perjanjian Dwi Kewarganegaraan 1955, yang kemudian lebih ditegaskan dalam bentuk Undang-Undang yakni Undang-Undang Kewarganegaraan RRC. Karena dengan adanya Undang-Undang ini, berarti pemerintah RRC tidak dapat Iagi secara legal, memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki etnis Cina di luar Cina, demi kepentingan dalam negerinya, sehingga masalah dwi kewarganegaraan dari etnis Cina di luar Cina, dapat dikatakan sudah teratasi.
Namun, dilancarkannya gerakan modemisasi di RRC, yang merupakan dampak dari berkembangnya globalisasi ekonomi di dunia internasional, menyebabkan meningkatnya kebutuhan pemerintah RRC akan modal finansial serta sumber daya manusia yang potensial pula, bagi pembangunan dalam negerinya. Oleh karena itu, pemerintah RRC memutuskan untuk menjalankan dua kebijakan yang, saling bertentangan tetapi juga saling menguntungkan, pada saat bersamaan. Di satu pihak, pemerintah RRC tetap mempertahankan isi dari Undang-Undang Kewarganegaraannya. Namun di lain pihak, ia tetap mendorong etnis Cina di luar Cina, hingga scat ini, untuk terus mengkontribusikan potensi mereka bagi kepentingan dalam negeri RRC, melalui kcbijakan-kebijakan yang bersifat memupuk patriotisme yang tinggi di kalangan mcreka. Nampaknya, masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina ini, tidak akan pernah tuntas, selama pemerintah RRC, tidak dapat melepaskan anggapan mereka bahwa etnis Cina di luar Cina bukan lagi merupakan bagian integral dari bangsa Cina. Dengan kata lain, masalah kewarganegaraan etnis Cina di luar Cina, tidak akan berhenti menjadi masalah bagi hubungan RRC dengan negara-negara Asia Tenggara, selama pemerintah RRC tidak dapat melepaskan anggapannya bahwa etnis Cina di luar Cina adalah nationals-nya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T19837
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seda, Joanessa Maria Josefa Sipi
"Skripsi ini membahas mengenai peranserta Yuan Shikai dalam proses jatuhnya dinasti Qing, yang sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan monarki di Cina dan berdirinya republik. Dengan kekuatan militer yang dimilikinya serta dengan adanya dukungan kuat dari pihak asing dan para pejabat pemerintahan, maka Yuan Shikai tampil sebagai satu-satunya tokoh penyelamat bagi pemerintah Manau, pada saat meletusnya Revolusi 1911. Yuan Shikai meman_aatkan kesempatan ini untuk mendapatkan kekuasaan di tangannya dan berkat adanya perpecahan diantara kaum revolusioner sendiri serta kurang gigihnya kaum revolusioner dalam mempertahankan perjuangan mereka, maka akhirnya Yuan Shikai dapat mewujudkan ambisinya. Ia berhasil meruntuhkan kekuasaan monarki di Cina dan mendapatkan kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan republik. Namun ternyata jabatan presiden Republik Cina bukanlah merupakan tujuan akhir cita-citanya. Dalam menjalankan pemerintahannya, terlihat bahwa Yuan Shikai berusaha menghidupkan kembali kekuasaan monarki dengan dirinya sendiri sebagai kaisar. Tindakan Yuan Shikai ini justru menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak yang mengakibatkan menurunnya kekuasaan Yuan Shikai dalam pemerintahan. Pemerintahan Republik Cina di bawah pimpinan Yuan Shikai berakhir dengan kematian tokoh tersebut pada tahun 1916. Berdasarkan data-data dari berbagai sumber pustaka yang berhasil dihimpun, dapat dikatakan bahwa perubahan sistim pemerintahan di Cina pada awal abad-20 bukan merupakan hasil perjuangan kaum revolusioner sepenuhnya, melainkan juga karena adanya peranserta seorang tokoh politik dan militer yaitu Yuan Shikai. Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang mendalam guna membuktikan hal ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library