Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salam
"ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan: Tuberkulosis masih menjadi 10 besar penyebab kematian di seluruh dunia. Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus TB paru terbesar ketiga setelah India dan China. Prevalensi TB paru di Indonesia pada Tahun 2018 sebesar 193/100.000 penduduk dengan jumlah kasus mencapai 845.000 dan 24.000 diantaranya merupakan kasus kebal obat. Salah satu penyebab TB resisten obat adalah tidak teratur minum obat. Kepatuhan minum obat sangat mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru. Salah satu penyebab terjadinya kasus putus obat adalah pengawas menelan obat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukan bahwa 30,8% penderita TB paru tidak rutin/patuh minum obat sementara penderita TB paru yang tidak memiliki PMO mencapai 33,8%. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan PMO dengan kepatuhan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita TB paru sensitif obat di Indonesia Tahun 2018.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan kasus kontrol, populasi sumber merupakan penderita TB paru hasil riskesdas 2018, populasi studi berjumlah 933 orang diambil dari populasi eligible yang memenuhi kriteria inklusi: berumur >15 tahun, didiagnosis TB <6 bulan dan mengetahui fasyankes, kriteria
eksklusi:data tidak lengkap.
Hasil: Analisis bivariat menunjukan hubungan yang bermakana antara PMO dengan ketidakpatuhan minum obat POR=1,79 (95% CI:1,31-2,35) p=0,000, analisis multivariat menunjukan POR=1,43 (95% CI:1,03-1,99) p=0,0183.
Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan PMO dengan kepatuhan minum obat pada penderit TB paru.

ABSTRACT
Background and Purpose: Tuberculosis is still the top 10 causes of death worldwide. Indonesia became the country with the third largest number of pulmonary TB cases after India and China. The prevalence of pulmonary TB in Indonesia in 2018 is 193 / 100,000 population with the number of cases reaching 845,000 and 24,000 of them are cases of
drug resistance. One cause of drug resistant TB is not taking medication regularly. Adherence to take medication greatly affects the recovery of pulmonary TB patients. One of the causes of drug withdrawal cases is the supervisor of swallowing drugs. The results
of the Basic Health Research (Riskesdas) in 2018 showed that 30.8% of pulmonary TB sufferers did not routinely / adhere to medication while pulmonary TB sufferers who did not have PMO reached 33.8%. The purpose of this study was to determine the relationship of PMO with adherence to taking Anti Tuberculosis Medication (OAT) in patients with
drug-sensitive pulmonary TB in Indonesia in 2018.
Methods: This study used a cross sectional design with a case control approach, the source population was a pulmonary TB patient who was the result of the 2018 riskesdas, the study population numbered 933 people drawn from eligible populations who met the inclusion criteria: aged> 15 years, diagnosed with TB <6 months and knowing fasyankes,
criteria exclusion: incomplete data.
Results: Bivariate analysis showed a meaningful relationship between PMO and noncompliance taking POR medication = 1.79 (95% CI: 1.31-2.35) p = 0.000, multivariate analysis showed POR = 1.43 (95% CI: 1.03 -1.99) p = 0.0183.
Conclusion: There is a significant relationship between the presence of PMO with medication adherence in pulmonary TB sufferers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Salam
Malang: Universities Muhammadiyah Malang, 2015
297.4 ABD t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Solichin Salam
Jakarta: Kuning Mas , 1987
920 SOL r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Solichin Salam
Jakarta: Gema Salam , 1993
923.2 SOL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Solichin Salam
Jakarta: Pusat Studi dan Penelitian Islam , 1994
927 SOL a (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Burhanuddin Salam
Jakarta : Rineka Cipta , 2004
378.17 BUR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Salam
"Sebagai sebuah organisasi yang sudah mengalami perkembangan dan pertumbuhan dalam rentang waktu yang cukup panjang, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) telah melahirkan begitu banyak alumni yang ber-diaspora ke berbagai sektor kehidupan sosial kemasyarakatan, banyak di antara mereka yang memegang posisi kunci dan strategis di tempat-tempat pengabdiannya.
Ketika bangsa Indonesia mengalami masa transisi revolusi dari Orde Lama ke Orde Baru, beberapa organisasi kemasyarakatan Islam terdorong untuk membenahi diri setelah memenangkan pergulatan ideologis yang sangat menentukan dengan PKI. Salah satu organisasi itu adalah HMI. Dalam proses pembenahan itu, bermula dari keinginan alumninya, HMI ikut menyambut rencana pembentukan lembaga alumni dan bahkan menyediakan kongres HMI ke-8 di Solo pada bulan September 1966 sebagai forum penyusunan dan pedeklarasian lembaga yang kemudian diberi nama KAHMI tersebut.
Dalam perjalanannya kemudian, sebagai sebuah lembaga, KAHMI tentu ingin mengembangkan dan memaksimalkan peranannya di berbagai bidang. Namun keinginan itu susah untuk diwujudkan karena KAHMI hanyalah sebuah lembaga khusus yang menjadi sub-struktur dan kegiatannya tidak boleh melampaui garis yang ditetapkan oleh Anggaran Rumah Tangga HMI. Kondisi dilematis ini kemudian memunculkan hal-hal yang problematik dalam relasi KAHMI-HMI, ketegangan dan konflik mewarnai sepanjang hubungan keduanya.
Berbagai mekanisme digunakan untuk dijadikan solusi atas persoalan struktural yang pelik itu. Baik melalui negosiasi dalam forum kongres HMI maupun dalam Munas KAHMI itu sendiri. Namun ketegangan-ketegangan dalam hubungan keduanya tak juga dapat dicarikan penyelesaiannya. Kekukuhan HMI dalam berpegang pada konstitusi, di satu sisi, dengan keinginan KAHMI untuk mengembangkan dirinya, di sisi lain, menjadi fokus utama bagi munculnya penyebab ketegangan dan konflik tersebut.
Sebagai kelompok yang dekat dengan kekuasaan, KAHMI tentunya sangat berkepentingan agar HMI menjadi kekuatan pemuda yang maderat dan dapat diatur agar diperoleh keuntungan politik dan posisi tawar yang cukup kuat dalam ranah rezim yang tengah memerintah. Oleh karena itu ketika muncul keinginan pemerintah untuk melakukan unifikasi ideologi Parpol dan Ormas dengan Pancasila melalui UU Keormasan no.5/1985, KAHMI melakukan desakan dan tekanan yang sangat kuat agar HMI sesegera mungkin dapat mengakomodir keinginan tersebut. Alih-alih menundukkan HMI, desakan itu justru menjadi pemicu bagi terjadinya sebuah konflik dan perpecahan serta munculnya radikalisme yang sangat serius dalam tubuh Kelaurga Besar HMI.
Sekalipun medan konflik KAHMI - HMI akhirnya dapat diperkecil melalui sebuah solusi perubahan struktural dan konstitusi, namun implikasi yang ditimbulkan akibat masa ketegangan yang begitu panjang telah sangat banyak menguras tenaga kedua lembaga ini. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa persoalan yang terjadi antara keduanya ternyata tidak pula terlepas dari intervensi pihak eksternal, yaitu arogansi rezim penguasa yang selalu ingin menancapkan kuku-kukunya dimana saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Salam
"Penelitian ini berjudul "Dampak Industri Pertambangan terhadap Masyarakat Sekitar (Studi Kasus PT INCO, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan). Dalam penelitian ini, penulis mengungkapkan: Dampak sosial-kultural yang ditimbulkan oleh adanya perusahaan pertambangan nikel PT INCC terhadap masyarakat dan strategi-strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat berkenaan dengan kehadiran perusahaan tersebut.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nuha dengan memilih empat desa yang menjadi setting penelitian. Keempat desa tersebut adalah Desa Wasuponda, Nikel, Magani, dan Desa Sorowako. Secara metodologis, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif interpretative (Spradiey, 1980) dengan melakukan teknik wawancara dengan informan kunci (Pelto dan Pelto, 1984).
Berdasarkan hasil penelitian, kehadiran industri pertambangan di tengah-tengah masyarakat telah memberikan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dan penelitian yang dilakukan, dampak yang ditimbulkan oleh kehadiran pertambangan tersebut adalah pengaruh industri terhadap kehidupan masyarakat, pendidikan, perubahan dalam kehidupan keluarga, hubungan kekerabatan, kehidupan keagamaan dan sistem kepercayaan, adat istiadat, memudarnya suku penduduk asli, matapencaharian hidup, pendapatan dan pengeluaran keluarga, kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial, lingkungan alam, pertanahan, dan dampknya terhadap migrasi penduduk.
Berkenaan dengan Dampak yang ditimbulkan oleh kehadiran pertambangan tersebut, masyarakat melakukan strategi-strategi tertentu agar dapat melangsungkan hidupnya. Adapun strategi-strategi yang dilakukan masyarakat adalah dengan: melanjutkan pendidikan, membuka usaha baru, meningkatnya minat bekerja pada perusahaan, membentuk lembaga adat dan komite, dan terakhir adalah merantau.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, agar dalam setiap kegiatan pembangunan ada sinergitas diantara stakeholder (masyarakat, pemerintah, perusahaan dan LSM) dan untuk mengurangi kemungkinan adanya efek negatif dari pembangunan. Untuk mendukung hal tersebut, peran perusahaan dalam mengimplementasikan program community development hendaknya tepat sasaran dan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Salam
"Adanya internet dalam suatu jaringan rantai persediaan membuat perusahaan dapat lebih responsif dalam berhubungan, baik kepada pemasoknya maupun kepada pelanggannya Pada penelitian ini, penulis memetakan seberapa besar persentase maupun tingkat penggunaan internet pada beberapa bagian yang terdapat dalam manajemen rantai persediaan (scm) pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.
Untuk ini, penulis melakukan survey kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia melalui beberapa milis yang ada di internet. Hasil survey kemudian dianalisa menggunakan distribusi t, multiple response dan cross-tab analyses.
Dari hasil survey diperoleh persentase tertinggi penggunaan internet dalam jaringan rantai persediaan adalah pada kegiatan yang berhubungan dengan pembelian dengan tingkat penggunaan yang tinggi. Sementara itu, persentase terendah pada penjadwalan produksi. Ada hubungan yang linier penggunaan internet pada beberapa bagian dengan bagian lainnya di dalam suatu jaringan rantai persediaan.

Use of Internet in Supply Chain Networks Indonesian Manufacturing CompaniesThe advent of the Internet in a supply chain network makes companies be more responsive to its suppliers, and to its customers. In this research, the author map how rate of usage and percentage of usage of Internet at some part in supply chain management at a few companies in Indonesia
In order to determine to what extent Indonesian companies are using the Internet in supply chain management, I conduct a survey via email that sent to a few Indonesian mailing lists related to supply chain that appeared in yahoogroups.com. Survey results were analyzed using student t-test, multiple response, and cross-tab analyses.
From the results of survey obtained, the highest percentage of usage of Internet in supply chain network is at activity related to purchasing/procurement with high usage level. Meanwhile, the lowest is at scheduling of production. There is linear relation of usage of Internet at some parts with others part in supply chain networks.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Salam
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tuntutan pelayanan masyarakat yang lebih baik dalam otonomi daerah yang Iebih Iuas, sebagai tuntutan reformasi terhadap pelayanan birokrasi daerah kepada masyarakat dalam sepala bidang, termasuk pelayanan transportasi. Tentang pelayanan transportasi ini, hampir seluruh Pemda menghadapi berbagai permasalahan, begitu pula halnya Pemda Kabupaten dan Kota Bogor. Ketidakberdayaan birokrasi daerah tersebut terlihat dari lemahnya SDM, teknologi dan sarana prasarana transportasi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil dari transportasi, jelas memberkan penataan ulang dalam tubuh organisasi birokrasi daerah yang perlu melakukan reformasi administrasi negara secara komprehensif dalam meningkatkan kinerja birokrasi daerah di bidang transportasi tersebut.
Masalah penelitian ini dibatasi pada "Persoalan reformasi administrasi negara di daerah tentang ketidakmampuan birokrasi daerah meningkatkan kinerjanya dalarn pelayanan transportasi". Pembatasan penelitian ini ada pada bidang administrasi negara, dalam persoalan kinerja birokrasi daerah, sedangkan pelayanan transportasi dipilih hanya sebagai kasus di Kabupaten dan Kota Bogor. Adapun pertanyaan penelitian adalah: "Bagaimana kinerja birokrasi daerah (Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor serta Dinas Lalu Lintas dan Jalan Kota Bogor) dalam memberikan pelayanan transportasi kepada masyarakat, serta apa kebijakan birokrasi daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbaik dalam mengatasi masalah pelayanan transportasi".
Metode penelitian ini menerapkan pendekatan analisis sistem dinamik yang menggabungkan antara pendekatan kuantitatif dengan kualitatif. Desain penelitian sistem dinamik secara substantif akan mengukur kinerja birokrasi daerah di lingkungan Pemda meialui metode system dinamik dan permodelan. Untuk itu diperiukan pendekatan dan mekanisme penelitian dengan mempertimbangkan sifat dinamik yang berubah mengikuti perkembangan waktu. Penulis menganggap sesuai menggunakan metode sistem dinamik dan permodelan karena model sistem dinamik melihat pola kecendrungan sistem berdasarkan analisis sistem dinamik yang nyata dan sangat panting, melalui 8 (delapan) tahap yang ditempuh dalam metode sistem dinamik, yaitu: (1) merumuskan masalah penelitian; (2) permodelan sistem dinamik (Causal Loop Diagram dan Stock Flow Diagram = CLD dan SFD); (3) pengumpulan data dan entry data dalam model (4) simulasi model dinamik (5) validasi model dinamik; (6) analisis sensitivitas; (7) simulasi kebijakan (model sistem dinamik); dan (8) merumuskan kesimpulan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan data dan fakta tentang lemahnya kinerja birokrasi daerah di Kabupaten dan Kota Bogor, berupa kesemrawutan lalu lintas karena belum optimalnya pengelolaan transportasi. Analisis sistem dinamik menggambarkan kompleksitas permodelan yang tersedia dalam berbagai altematif pilihan Causal Loop Diagram (CLD), kemudian dan berbagai altematif pilihan CUD yang kompleks tersebut ditentukan pilihan dengan melewati proses trial and eror sampai mendekati titik yang paling sesuai tentang kinerja birokrasi daerah di lingkungan Pemda dalam pelayanan transportasi. Berdasarkan proses tersebut maka penelitian ini menerapkan 2 (due) archetype (model baku), yaitu model Fixes That Fail (Perbaikan Sesaat = Perbaikan yang Gagal) dan model Limits to Success (Batas Keberhasilan). Kedua archetype model tersebut, ditentukan dan dipilih dari 8 (delapan) model baku yang kompleks, yang ada dalam program sistem dinamik dan permodelan. Karena sifatnya yang kompleks, kedua model baku (archetype) yang dilipih tersebut mempunyai berbagai probabilitas yang dapat ditampilkan sesuai dengan kondisi dan fakta kinerja birokrasi daerah dalam mengelola transportasi di Kabupaten dan Kota Bogor. Berbagai probabilitas atau kemungkinan tersebut dapat diprediksikan untuk sekian tahun kedepan tanpa batas, boleh 5 (lima) tahun, 10 tahun, 100 tahun dan seterusnya. Karena itu, model Fixes That Fail (Perbaikan Sesaat Perbaikan yang Gaga') dan model Limits to Success (Batas Keberhasilan) dapat membuat model yang sesuai dengan apa yang dinginkan, berdasarkan kondisi dan fakta 5 (lima) tahun terakhir, maka akan dapat diprediksikan sekian tahun kedepan. Pilihan tersebut sesuai untuk penelitian ini, setelah menyesuaikannya dengan batasan masalah dan kondisi kinerja birokrasi daerah di lingkungan Pemda (dalam hal ini Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor serta Dinas Lalu Lintas dan Jalan Kota Bogor). Tergambar dalam CLD tersebut, karena badan jalan yang ada terpakai, maka akan menimbulkan inisiatif untuk melebarkan jalan, pada waktu sesaat ini memang dapat mengatasi persoalan untuk sementara, tetapi ketika moda transportasi semakin bertambah dengan berbagai tipe dan jenis kenderaan, pelebaran jalan tersebut menjadi tidak terlalu berarti, karena luas lahan terbatas akan sulit melakukan pelebaran jalan, kecuali dengan menyediakan biaya yang lebih besar. Kedua model tersebut Fixes that Fail dan Limit to Succes yang digambarkan dalam CLD dapat dijelaskan lebih lanjut dalam Stock Flow Diagram (SFD=Diagram Alir), yang lebih menggambarkan kompleksitas permodelan, yang dapat dikaji dan dibahas dari berbagai segi dan berbagai altematif yang mungkin dilakukan, begilu pula halnya kinerja birokrasi daerah dalam pelayanan transportasi di Kabupaten dan Kota Bogor. Kompleksitas permodelan dan subsistem pelayanan transportasi yang merupakan transformasi dari archetype model Fixes that Fail, mengambarkan kondisi koordinasi pelayanan transpotasi yang tidak memadai, tidak harmonisnya koordinasi antara birokrasi daerah di Kabupaten dan Kota Bogor, serta lemahnya koordinasi birokrasi daerah dengan jajaran terkait lainnya telah menciptakan koefisien kemacetan yang selanjutnya meningkatkan koefisien penumpang terlantar, hal ini kemudian memperlihatkan rasio kebutuhan transportasi yang tergambar semakin meningkat laju pertumbuhannya. SFD yang menjadi andalan pendekatan sistem dinamik telah membuktikan bahwa kompleksitas yang melingkupi kirierja birokrasi daerah dalam pelayanan transportasi meliputi banyak hal dan kondisi, yang semestinya harus dilihat dan dikaji serta diselesaikan secara sistemik dan holistik, artinya perlu memperhatikan segala aspek dalam segala dimensi, dengan tidak mengabaikan salah satu aspek dan hanya melebihkanlmengutamakan aspek yang lainnya, demikian halnya aspek dan dimensi peningkatan kinerja birokrasi daerah dalam pelayanan transportasi di Kabupaten dan Kota Bogor. Selanjutnya archetype model limit to success, memperlihatkan mengubah kinerja birokrasi daerah dalam pelayanan transportasi hanya untuk sementara, karena dibatasi oleh dimensi waktu, dimensi kerampuan biaya, dan dimensi keterbatasan lahan. Salah satu solusi yang ditawarkan model ini hanyalah memperpanjang sifat sementara tersebut dengan memasukkan dimensi prilaku atau aktivitas dari adanya koordinasi birokrasi daerah menjadi durasi waktu yang relatif lebih lama, yaitu dengan memeratakan pembangunan ke seluruh pelosok wilayah sehingga penduduk tidak perlu harus mencari penghidupan ke pusat kota karena hal tersebut juga sudah dapat diperoleh di wilayahnya tanpa harus melakukan perjalanan ke pusat kota di Kabupaten dan Kota Bogor. Konsep yang ditawarkan model ini pada intinya bagaimana mengurangi perjalanan masyarakat, dengan memasukkan dimensi upaya memperpanjang atau memperbesar limit to success yang sedang dihadapi. Bila hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan angkutan umum dan kendaraan pribadi akan sangat kontradiksi karena berbanding terbalik dengan tersedianya lahan yang sangat terbatas, sementara angkutan umum dan kenderaan pribadi terus mengalami peningkatan. Hasli simulasi model sistem dinamik memperlihatkan bahwa titik kemacetan sudah mencapai titik jenuh yang memprihatinkan, memerlukan pengelolaan transportasi dengan kinerja yang lebih baik, yang harus dipenuhi oleh birokrasi daerah Kabupaten dan Kota Bogor.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja birokrasi daerah dalam pelayanan transportasi dipengaruhi oleh hubungan dinamis dari tiga sub-sistem, yaitu demografi, urbanisasi, dan pelayanan transportasi. Unsur-unsur utama atau leverage poin dalam sistem tersebut adalah imigrasi, pemerataan pembangunan, pertumbuhan ods transportasi pribadi, dan perilaku sosial. Hasil penelitian menunjukkan kinerja birokrasi daerah masih bergerak positif, walaupun dengan kinerja yang lemah. Lemahnya kinerja birokrasi daerah tidak hanya ditentukan oleh faktor internal birokrasi daerah 1W sendiri, seperti antara lain lemahnya kemampuan SDM, lemahnya koordinasi antar dan antara birokrasi daerah dengan berbagai jajaran terkait di Kabupaten dan Kota Bogor, melainkan juga oleh faktor eksternal yang datang dari luar birokrasi daerah, antara lain karena populasi penduduk yang semakin besar, jumtah lahan yang terbatas untuk pembangunan jalan, serta faktor sosial dalam pelayanan transportasi seperti disiplin para sopir dan pengelola angkutan umum, budaya pedagang kaki lima dan pengelolaan pasar dan sebagainya. Hal ini menjawab pertanyaan penelitian yang pertama bahwa sistem dinamik hubungan faktor-faktor yang berpengaruh dalam membentuk kinerja birokrasi daerah saling terkait, saling berinteraksi, saling mempengaruhi secara positif atau negatif. Sedangkan jawaban pertanyaan penelitian kedua adalah bahwa kebijakan birokrasi daerah terbaik dalam mengatasi kemacetan lalu lintas, antara lain dengan mencegah urbanisasi, memeratakan pembangunan, termasuk mengubah desa menjadi kota, sehingga penduduk tidak lagi harus datang ke kota. Saran penelitian ini adalah menerapkan 15 langkah yang diusulkan dan dihasilkan simulasi sistem dinamik penelitian disertasi ini.

ABSTRACT
This study was formed by the background of better public services demand in the more extensive local autonomy as reformation demand from various public component about local bureaucracy services for public in every sector, including transportation services. Regarding this transportation services, almost all of local government (Pemda) with its local bureaucracy was facing various problems, and so as the local government of the Regency and City of Bogor. The disability of that local bureaucracy was seen from weak human resources, transportation technology and instrument. The Original Local Revenue / Pendapatan Asli Daerah (PAD) of transportation sector was very limited and clearly need reconsideration and rearrangement in the body of local bureaucracy organization, which was needed to perform state administration reformation comprehensively in improving the performance of local bureaucracy on that transportation sector.
The problem of this study was limited on "The Issue of state administration reformation at outlying district on the scope of inability of local bureaucracy to improve its performance in transportation services. The limitation of this study was on state administration sector about the issue of local bureaucracy performance, whereas the transportation services were selected only as the case of Regency and City of Bogor. As to the question of this study was : "How the performance of local bureaucracy (The Department of Transportation of Bogor Regency and The Department of Traffic and Lane of Bogor City in order to provide transportation services for society) and what is the best policy of local bureaucracy in Regency and City of Bogor to overcome the transportation services problem:
'The method of this study was implementing analysis of dynamic system approach, which was combining quantitative approach with qualitative. The design of dynamic system substantively will measure the performance of local bureaucracy in local government's environment (Pemda) through dynamic system and modeling method. Therefore, the study approach and mechanism was needed by considering the alternating dynamic in nature following the time development. The writer suppose that it was appropriate to use the dynamic system and modeling method to achieve the determined aim in this study; because dynamic system model has looked on the pattern of system tendency based on analysis of dynamic system, which was real and extremely important, through 8 (eight) phases that has been going through in dynamic system method, that were:
(1) formulating study problem; (2) the dynamic system modeling (Casual Loop Diagram and Stock Flow Diagram = CLD and STD); (3) The data collecting and data entry in model; (4) Simulation of dynamic model; (5) validation of dynamic model; (6) sensitivity analysis; (7) Policy simulation .(dynamic system model); and (8) formulating conclusion.
The result of this study has presented data and fact about the weak performance of local bureaucracy in Regency and City of Bogor, in the form of traffic mess, because of transportation management that was not optimal. Analysis of dynamic system, was describing the complexity of modeling and which was available in various alternative choice of Causal Loop Diagram (CLD), and then from those complex CLD alternative choices, the option was determined through trial and error process until it was closed to the most appropriate point regarding the performance of local bureaucracy in. local government's environment (Pemda) on transportation services. Based on that process, therefore this study was limited only by implementing 2 (two) archetype (standard model), i.e. the Fixes that fail Model (Temporary Revision = the Failed Revision) and the Limits to Success Model (Batas Keberhasilan). Both of that two archetype model was determined and selected from the complex 8 (eight) standard model, which was presented on dynamic system and modeling program. Because of their complexity in nature, both of those selected standard model (archetype) had various probability that can be held appropriate with the condition and fact of local-bureaucracy performance on managing the transportation in Regency and City of Bogor. Various of those probability of opportunity can be predicted for some years on future without any limitation, it can be 5 (five) years, 10 years, 100 years, and so on. Therefore, the model of Fixes that Fail (Temporary Revision = The Failed Revision) and the model of Limits to Success (Batas Keberhasilan) can make appropriate model with the expected model, based on the last 5 (five) years condition and fact, then it can be predicted some years on future. Those options were appropriate with this study, after adjusting it with problem limitation and performance condition of local bureaucracy in the local government's environment (in this context, The Department of Transportation of Bogor Regency and The Department of Traffic and lane of Bogor City). It was described on that CLD - because when part of street has been used then it would cause an initiative to widen the street, in the current temporary time, it obviously can overcome problem for time being, but when the transportation mode was more in its amount with various type and kind of vehicle, that street widen became less significant, because of the limited area, it was difficult to perform the street widening, unless providing larger cost. Both of those model, Fixes that Fail and Limit to Success, which have been described in CLD, it can be explained further in Stock Flow Diagram (SFD), which will describe further' complexity of modeling, which can be recite and discuss from various sector and alternative that can be done, so as about the performance of local bureaucracy on transportation services in Regency and City of Bogor. The modeling complexity of the Transportation Services sub-system, which was a transformation of archetype model of Fixed that Fail, was describing the inadequate condition of transportation services coordination, and the coordination between local bureaucracy in Regency and City of Bogor that was not harmonic, and the weak coordination of local bureaucracy with the other related staff has created the traffic coefficient, which increase the coefficient of neglected passenger further, and these things then will show the ratio of transportation need that has been described as increased of its growth rate. SFD which was the reliable dynamic system approach has been proven that the complexity which covering the performance of local bureaucracy on transportation services including many things and condition, which indeed should be seen and assess and solved systematically and holistically, it means that it should note every aspect in every dimension, and should not disregard any aspect and only favor l giving priority other aspect, and so as the aspect and dimension of the improvement of the performance of local bureaucracy on transportation services in the Regency and City of Bogor. Then, the archetype model limit to success has shown alteration of the performance of local bureaucracy on transportation services temporarily, because it was limited by dimension of time, dimension of ability 1 cost, and dimension of field limitation. One of the offered solution by this model was only lengthen that temporary in nature by including the dimension of behavior or activity form the presence coordination of local bureaucracy into the more relative longer of time duration, that was by equalize the development throughout nation, hence the citizen does not need to find any living support to the center of, city, because that thing can be gained in their region without traveling to the center of city in Regency or City of Bogor. It needs transportation management with better performance, which has to be fulfilled by the local bureaucracy of Regency and City of Bogor.
It can be concluded that the performance of local bureaucracy on transportation services is affected by the dynamical relationship of three sub systems, i.e. demography, urbanization, and transportation services. The main elements or leverage point in those system are immigration, development equalization, the growth of private transportation mode, and social behavior. The study result shows that the performance of local bureaucracy is still positively moved, although with a weak performance. The weak performance of local bureaucracy is not only determined by the internal factor of that local bureaucracy itself, such as the weak ability of human resources, the weak coordination with and within local bureaucracy with various staff in Regency and City of Bogor; but also by external factor, such as the growing population, the limited street for street development, and the social factor on transportation services, e.g. the discipline of drivers and manager of public transportation, the culture of sidewalk trader and market management and etc. These should answer the first study question that dynamic system of the relationship of affecting factor on forming the performance of local bureaucracy is related, interacted and affecting each other either positively or negatively. While the answer of the second question of this study is that the policy of local bureaucracy is the best way to overcome the traffic jam, i.e. by preventing urbanization, distributing development including changing the village into city, so that the citizen does not need to come to the city anymore. The suggestion for this study is implementing the 15 steps which have been proposed and simulation resulted of dynamic system of this dissertation study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D584
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>