Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nurmala
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S41919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Nurmala
"Terbitnya ketetapan pajak telah memunculkan masalah, yaitu beberapa Wajib Pajak yang bergerak di bidang migas (khususnya dalam rangka kerjasama Kontrak Production Sharing, KPS) menolak untuk menerima atau tidak menyetujui hasil ketetapan pajak yang diterbitkan KPP. Dengan penolakan tersebut, maka para Wajib Pajak mengajukan keberatan, bahkan atas keputusan yang dikeluarkan DIP jika tidak sesuai dengan permohonannya (keberatan WP ditolak), Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), yang kini bernama Pengadilan Pajak. Bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak) sebagai lembaga peradilan yang menangani terjadinya sengketa pajak antara fiskus dengan Wajib Pajak, merupakan lembaga independen. Hal ini berarti bahwa baik fiskus maupun Wajib Pajak mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama di hadapan Majelis Sidang Pengadilan Pajak.
Tipe penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis dengan menguraikan terlebih dahulu mengenai data dan informasi yang diperoleh sebagai hasil penelitian. Pengumpulan data melalui dokumen dalam bentuk buku-buku karya ilmiah, peraturan-peraturan di bidang perpajakan atas migas dan dokumen lainnya seperti putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa pajak (kini Pengadilan Pajak), laporan keuangan Wajib Pajak, maupun booklet perusahaan Pengumpulan data juga dilakukan di lapangan melalui wawancara.
Perlakuan pajak atas penghasilan dari usaha di bidang migas didasarkan atas ring fence policy dan uniformity principle. Ring fence policy adalah kebijakan yang membatasi kerugian yang diderita oleh satu BUT di satu ladang minyak tidak bisa ditarik ke BUT lainnya yang mempunyai keuntungan walaupun BUT itu milik dari perusahaan yang sama. Jadi yang dipagari adalah kerugiannya. Sebagai akibat dilaksanakannya ring fence policy, untuk setiap wilayah kerja harus dibentuk satu perusahaan, sehingga apabila satu perusahaan induk hendak beroperasi dibeberapa wilayah kerja maka untuk setiap wilayah kerja harus didirikan satu perusahaan tersendiri, dan masing-masing harus mempunyai NPWP sendiri-sendiri. Dengan kata lain apabila perusahaan induk luar negeri beroperasi di beberapa wilayah kerja, maka akan ada beberapa BUT yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan uniformity principle adalah kebijakan yang mengatur bahwa perhitungan PPh yang terhutang oleh KPS adalah sama dengan yang diatur oleh Undang-undang PPh sendiri, sehingga ada keseragaman dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk Wajib Pajak KPS dan untuk Wajib Pajak-Wajib Pajak lainnya.
Analisis akan difokuskan pada kesesuaian ketentuan perpajakan di lapangan dengan hukum positip yang berlaku, kesesuaian pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas dengan azas-azas perpajakan, perbedaan penafsiran antara fiskus dengan Wajib Pajak dan permasalahan putusan banding yang telah dikeluarkan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak).
Dari hasil penelitian dan wawancara diperoleh bahwa pada dasarnya pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha di bidang migas yang terjadi di lapangan sudah sesuai dengan hukum positif yang berlaku. Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku" adalah undangundang pajak yang berlaku pads scat kontrak kerja sama ditandatangani dan berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak tersebut. Dan pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas pada hakikatnya telah sesuai dengan azas-azas perpajakan yang ada, baik dari asas equality, certainty, confinience of payment, maupun efisiensi. Meskipun terjadi perbedaan antara fiskus dan kontraktor namun perbedaan ini lebih diakibatkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan pospos pengeluaran dari pembukuan Wajib Pajak.
Apabila keputusan yang dihasilkan dari upaya banding tetap belum memuaskan para pihak yang bersengketa, maka ditempuh upaya luar biasa berupa pengajuan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Disarankan agar semua pihak yang bersengketa mentaati keputusan pengadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Nurmala
"ABSTRACT
Every health program that involves obtaining the cooperation of clientele needs to know how people behave, why they behave as they do and how that behavior might be modified. In developing countries the objective of implementing Primary health care Is to ensure that an adequate amount of medical care is available to the entire population. The provision of Health centres is one of the many programs that have been carried out to bring dental care especially to the rural people. Comparing to the utilization of other types of medical services, dental service utilization is relatively low. This condition will affect dental health status of the population. In Indonesia studies of the dental care in utilization found that dental care in health centres is underutilized.
There are numbers of factors related to utilization of dental care services but the focused in this study was to asses the relation between Perception of seriousness of dental disease and Perception of barriers to action to seeking professional dental care, controlled by several variables such as Education, Occupation, Monthly expenditure per kapita, Self-rated health, Disability days, and DMF-T of mothers in Tanjung Morawa, North Sumatera.
Sampling was conducted with EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO), which was a Two-stage cluster of 210 mothers with dental symptoms one month before the study was conducted. Respondents were interviewed using an interview guide carried out by 6 dental students. The analyses were performed with Simple and Multivariate Logistic Regression.
In the episode of dental symptoms, mother?s response in various ways, 56.7 % seeking non-Professional care such as self-medication, 6.7 % Professional care, and 28.5 % Combination of Professional and non-Professional, and 8.1 % taking no care. Using Simple and Multivariate Logistic Regression it was found that there is association between Perception of barriers to action (time spent in the waiting room and low satisfaction with dentist services) and seeking Professional dental care. The strength of association (ODDS RATIO) - 4.98, Attributable risk percent = 79.91 Z, while Perception-of seriousness of dental disease has no significant association.
The intervention should be focused on increasing the coverage of services of population target through enhancing the quality of Dental Services in Puskesmas and Dental Health Education Program through Integrated Health Post (Posyandu).

ABSTRAK
Setiap upaya pelayanan kesehatan yang membutuhkan kerjasama dari pengguna pelayanan kesehatan harus mengetahui bagaimana dan mengapa seseorang berperilaku tertentu dan bagaimana kemungkinan kita melakukan modifikasi terhadap perilaku tersebut. Dinegara-negara sedang berkembang Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar ditujukan agar seluruh masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang adekuat. Penyediaan sarana Puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Gigi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memenuhi pelayanan kesehatan gigi yang dibutuhkan. Bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan lainnya pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi relatif masih rendah. Kondisi ini akan mempengaruhi status kesehatan gigi penduduk. Di Indonesia, dari beberapa studi yang dilakukan ditemukan bahwa pelayanan kesehatan gigi masih kurang di manfaatkan, terutama pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan namun dalam penelitian ini yang terutama dilihat adalah bagaimana hubungan persepsi terhadap pencarian pengobatan profesional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi keseriusan penyakit, dan persepsi hambatan bertindak terhadap perilaku pencarian pengobatan profesional dengan dikontrol oleh variabel pendidikan, pekerjaan, pengeluaran/kapita/ bulan, persepsi status kesehatan gigi, jumlah hari sakit, dan DMP-T dari ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode EPI/WHO (Expanded Program on Immunization/WHO) yaitu dengan Two-stage cluster dari 210 ibu-ibu rumah tangga. Data diperoleh melalui wawancara oleh 6 orang mahasiswa FKG dengan menggunakan kuesioner.
Dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat ada gejala sakit gigi, respons ibu-ibu bervariasi dalam mengatasi gejala yaitu mulai dari mencari pengobatan non-Profesional 56.7 % antara lain dengan mengobati sendiri, Profesional 6.7 %, Kombinasi Profesional dan non-Profesional 28.5 %, dan Tidak mengobati 8.1 %. Analisa data dengan Regresi Logistik Sederhana dan Regresi Logistik Ganda menunjukkan adanya hubungan persepsi hambatan bertindak (waktu menunggu yang lama,dan perawatan tidak memuaskan) dengan perilaku pencarian pengobatan Profesional dengan ODDS RATIO = 4.98, dan juga diperoleh nilai Attributable Risk percent. = 79.91%. Studi ini tidak menemukan hubungan bermakna antara persepsi keseriusan penyakit dengan pencarian pengobatan Profesional.
Dari hasil penelitian disarankan agar dalam meningkatkan pemanfaatan pelayanan Profesional intervensi yang dilakukan adalah pada variabel yang mempunyai hubungan kuat dengan pencarian pengobatan Profesional yaitu persepsi hambatan bertindak dengan melakukan berbagai usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas untuk meningkatkan angka cakupan Puskesmas dan kegiatan Penyuluhan Kesehatan Gigi terutama melalui kegiatan di Posyandu untuk intervensi terhadap adanya persepsi yang merugikan kesehatan yang ditemukan pada penelitian ini."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ince Siti Nurmala
"Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia memiliki tahap-tahap perkembangan yang akan dijalani. Ketika sudah memasuki rentang usia dewasa muda (20-40 tahun), individu akan dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan manusia, seperti memilih pasangan hidup, mulai membina keluarga, dan mengasuh anak. Dalam kultur tradisional, yang menganggap pernikahan sebagai bagian penting dalam masyarakat (Schwartzberg et al., dalam Darrington, 2005), menjadi perempuan lajang tentunya alma menimbulkan efek yang dapat bersifat positif ataupun negatif bagi individu yang bersangkutan. Apalagi jika kita berbicara tentang peran gender dalam masyarakat, di mana perempuan umumnya dipandang sebagai individu yang identik dengan ruang lingkup domestik, yaitu menjadi ibu dan mengurus rumah tangga (Levinson, dalam Papalia & Olds, 1998) maka munculnya fenomena perempuan lajang yang berpendidikan tinggi dan memiliki karir yang baik, akan menjadi suatu topik yang menarik untuk dibahas.
Berkaitan dengan itu, penelitian ini membahas tentang gambaran hubungan perempuan lajang dengan figur ibu. Mengenai keunikan hubungan ibu dan anak perempuannya, sejumlah ahli mengatakan bahwa hubungan ibu dan anak perempuan cenderung memiliki suatu kedekatan khusus, suatu hubungan yang paling dekat dan paling penting dalam interaksi dengan keluarga, dan anak perempuan lebih sering mengunjungi ibunya daripada anak laki-laki (Chodorow; Wilmott & Young, dalam Fischer, 1987). Menurut Bowen (dalam Rastogi & Wampler, 1999), hubungan ibu dan anak perempuan merupakan hubungan yang signifikan karena menyajikan suatu mode transmisi mengenai pola kedekatan (closeness), kecocokan (enmeshment), jarak (distance), dan konflik antara satu generasi dengan generasi lainnya dalam keluarga.
Rastogi dan Wampler (1999) mengajukan tiga dimensi utama dalam meneliti hubungan ibu dan anak perempuan dewasa, yaitu: (1) Closeness, yaitu suatu perasaan keterikatan (sense of connection) dan keakraban (intimacy) dalam hubungan, tetapi tidak terbatas pada jarak geografis antara ibu-anak; (2) reliability, yaitu mengetahui bahwa ibu atau anak akan selalu ada ketika dibutuhkan. Dengan perkataan lain, ibu dan anak dapat saling mengandalkan diri masing-masing sebagai tempat bergantung; (3) Collectivism, yaitu keseimbangan antrra individualitas seseorang dan kebutuhan akan kelompok. Dalam penelitian berikut, peneliti merujuk pada teori ini dalam menentukan panduan wawancara dan analisis hasil wawancara.
Peneliti menyadari bahwa setiap individu tentunya memiliki keunikan sendiri dalam hal menghayati pengalaman dalam hidupnya. Oleh karena itu, pendekatan yang menurut peneliti paling tepat untuk membahas topik ini adalah desain penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan terhadap tiga orang perempuan dewasa muda (25-35 tahun), belum pernah menikah, pendidikan D3 atau S1, dan sudah bekerja. Perempuan lajang dipilih sebagai salah satu karakteristik sampel karena menurut penelitian Fischer (1987), dibandingkan dengan perempuan yang sudah menikah, perempuan lajang cenderung memiliki hubungan yang dependent dengan ibu, mereka merasa kesulitan menjawab pertanyaan : mengenai gambaran diri mereka sebagai ibu di masa yang akan datang (apakah kelak mereka akan menjadi ibu seperti ibu mereka aiau tidak?), dan cenderung rnenganggap masa depan sebagai suatu hal yang berada di luar kendali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga responden tidak menggambarkan hubungan yang dependent dengan ibu. Pada dimensi closeness, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia merasa dekat dengan figur ibu, sementara dua orang lainnya tidak menggambarkan adanya hubungan yang dekat. Pada dimensi reliability, hanya satu responden yang melaporkan bahwa ia dan ibu dapat saling mengandalkan satu sama lain, terutama sebagai tempat untuk berbagi cerita. Dua responden lainnya melaporkan bahwa ibu lebih sering meminta bantuan atau menceritakan masalah kepada orang lain (kakak) daripada kepada responden. Pada dimensi collectivism, ketiga responden menggambarkan tingkat trust in hierarchy yang tinggi. Sementara mengenai tingkat diferensiasi, dua responden menggambarkan tingkat diferensiasi yang rendah dan yang lainnya pada tingkat menengah. Pada aspek life structure, yaitu suatu pengertian subyektif tentang diri pada saat ini dan di masa yang akan datang, ketiga responden nampak relatif kesulitan memberikan gambaran tentang diri masing masing sebagai ibu di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti Vidya Nurmala
"Tesis ini mencoba menganalisa mengenai Kebijakan Yerizinan Impor Beras di Indonesia dihubungkan dengan ILA yang merupakan bagian dari Multilateral Agreement on Trade in Goods yang diatur di dalam Annex- IA GATI 1994 ang mengatur mengenai prosedur_administratif perizinan impor yang barus dipenuhi oleh importir. Sebagai anggota WTO, Indonesia berkewajiban untuk menyesuaikan berbagai peraturan atau kebijakan y&ng mengatur mengenai segala hal yang berkaitan dengan kebijakan impor dengan ILA. termasuk kebijakan impor terhadap komoditi beras. Kebijakan impor Indonesia merupakan bagian dari kebijakan perdagangan yang memagari kepentingan nasional dari berbagai pengaruh masuknya barang i.mpor dari negara lain. Globalisasi perdagangan yang melembaga di dalam WTO diragukan keefektifitasannya terutama menyangkut suatu keadaaan yang dilematis antara liberalisasi dengan kepentingan nasional. Penyesuaian aturan­ aturan yang terdapat di dalam WTO terhadap setiap kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah Jndonesia hams benar-benar memperhatikan kepentingao nasional Indonesia. Sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dengan amanat kehendak rakyat yang tertuaog dalam dasar negsra PEJtcasila dan UUD 1945, maka norma­ norma yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 tetap menjadi unsur dominan dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan perdagangan Indonesia, tidak terkecuali kebijakan dalam tata niaga impor beras di Indonesia. Terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, haruslah benar-benar menjadi perhatian yang penting dan tujuan akhir yang harus dicapai ketika pemerintah membuat kebijakan impor beras. dengan demikian harus adanya keharmonisan antara kepentingan dalam negeri di satu sisi dan keharmonisan di dalam melaksanakan kewajiban dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO.

This thesis attempts to analyze on Import Licensing Policy for Rice in Indonesia associated with the which is part of the Multilateral Agreement on Trade in Goods as stipulated in the GAIT 1994 in Annex IA which governs the import licensing administrative procedures that must be met by the importer. As a member of WTO, Indonesia is obliged to adjust the various regulations or policies that govern on all matters relating to the import policy with the ILA, including the commodity riimport policy. Indonesia's impcrt policy was part of trade policy bordering the national interests ofthe various influences the entry of goods imported from other countries. Globalization of1rade is institutionalized within the WTO and its effectiveness is questionable circurnstanC\!s which primarilY' involves a dilemma between liberalization with national interests. Adjustment rules contained in the WTO against any policy of rice imported by the Indonesian government should really pay attention to Indonesia's national interests. As a sovereign nation with the will of the people's mandate as stipulated in the 1945 Constitution and Pancasila state basis, the norms contained in Pancasila and the I945 Constitution remains the dominant element in the decision to Indonesia's trade policies, including policies in the rice import trade regulations in Indonesia. Achieving justice for all Indonesian people, should really become an important concern and ultimate goal to be achie:ved when the government makes thri(:e "import policy. Thus there must be harmony between the interests of the country on one side and harmony in carrying out obligations of Indonesia's part:cipalion as a member of the WTO."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28536
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Nurmala
"Penelitian mengenai Situasi Diglosia ini telah dilakukan pada penduduk Surusunda. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran mengenai Situasi Diglosia di Surusunda yang berdasarkan ranah-ranah tertentu dan variabel-variabel luar bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Pengumpulan data dilakukan pengamatan berpartisipasi dan wawancara terstruktur. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Mereka ada yang sebagai pelajar SMP, guru, pegawai pemerintah desa, pedagang, sebagai tukang, dan ibu rumah tangga. Pengambilan percontoh (sampel) dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana.
Hasilnya menunjukkan bahwa di desa Surusunda ini terdapat tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa. Ketiga bahasa tersebut dipakai berdasarkan ranah-ranah tertentu. Bahasa Indonesia dipakai dalam ranah sekolah, pemerintahan (masalah kedinasan), pasar kecamatan, dan ragam tulis. Bahasa Sunda dipakai sebagian besar dalam ranah rumah tangga, ketetanggaan, tempat ibadah, dan administrasi pemerintahan (masalah pelayanan jasa).
Bahasa Jawa dipakai hanya untuk berkomunikasi dengan orang-orang Jawa dan keluarga Jawa (penutur bahasa Jawa). Variabel-variabel luar bahasa ini yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, dan pekerjaan. Responden yang berusia di atas 20 tahun lebih banyak memakai bahasa Sunda atau bahasa Jawa; sedangkan responden yang berusia di bawah 20 tahun lebih banyak memakai bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut dikarenakan responden yang berusia di bawah 20 tahun adalah murid-murid SMP. Faktor pendidikan orang tua murid, seperti lulusan SMP dan SMA kemampuan berbahasa Indonesia lebih bagus dibandingkan dengan orang tua murid yang hanya lulusan sekolah dasar. Faktor pekerjaan, seperti guru, pegawai pemerintah desa merupakan orang-orang yang dianggap dapat memberikan contoh berbahasa Indonesia dan berbahasa Sunda dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Nora Nurmala
"Kotamadya Yogyakarta mengalami pertumbuhan penduduk yang
cukup pesat. Pada akhir tahun 1983 jumlah penduduk Kotamadya
Yogyakarta tercatat 408.500 jiwa (Dinas Statistik Kodya
Yogyakarta, 1987) dan pada akhir tahun 1994 jumlah penduduk
Kotamadya Yogyakarta tercatat 459.417 jiwa. Dengan luas 32,5
km , kepadatan penduduk rata-rata 14.136 jiwa per kilometer
persegi dan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun sebesar
1,7 11 , maka kebutuhan untuk kehidupan semakin meningkat
diantaranya kebutuhan air. Berdasarkan data PDAM Tirtamarta
Kotamadya Yogyakarta, 42,5% dari jumlah penduduk yang dapat
dilayani kebutuhan air minumnya melalui jasa pelayanan,
sedangkan sisanya didapat dari air tanah.
Dari data tersebut dapat dipastikan bahwa air yang dikonsumsi
berasal dari air tanah. Adanya air dalam tanah suatu daerah
tidak tenlepas dari kondisi geohidrologi, curah hujan, penggunaan
tanah, dan pemanfaatan air tanah oleh daerah tersebut.
Kotamadya Yogyakarta dengan tingkat pertunthuhan yang cukup
pesat, berarti bertambahnya pemukiman penduduk dan saranasarana
lain yang turnbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan
penduduknya. Perkembangan Kotamadya Yogyakarta belum
diinthangi dengan penataan kota secara baik, sehingga banyak
menimbulkan akibat sampingan yang tidak diinginkan. Beberapa
daerah di kota mi ada yang tidak layak untuk dihuni, seperti
daerah dataran banjir dan daerah teras sungai, yang kadangkadang
dilanda banjir. Akibat lainnya adalah pada sistim
pernbuangan linthah, sistim sanitasi yang masih belum baik di
beberapa tempat di Kotamadya Yogyakarta. Berbagai macam
industri juga tumbuh di Kotamadya Yogyakarta, mulai dan
industri besar (aneka industri) dan industri kecil yang
tercatat pada Dinas Perindustrian. Industri tersebut baik
besar maupun kecil sangat potensial untuk menghasilkan limbah
yang dapat mencemari air. Efek samping penataan kota yang
kurang baik dan pertumbuhan yang cepat dengan segala dampaknya,
mengakibatkan penurunan mutu air di daerah kota, termasuk
air tanah.
Penelitian kualitas air tanah secara spatial dan menyeluruh
di wilayah mi belum pernah dilakukan, yang ada adalah data
pengujian sumur-sumur bar dalam dan data pengujian untuk
kasus-kasus tertentu. Semua penelitian tersebut belum dapat meniberikan informasi tentang seberapa jauh peñurunan mutu air
tanah di Kotarnadya Yogyakarta telah terjadi, dan khususnya
hubungannya dengan penggunaan tanah yang ada kaitannya dengan
pertumbuhan penduduk Kotamadya Yogyakarta.
Berdasarkan hal tersebut maka, masalah dalam penelitian mi
adalah : Bagaimana sebaran kualitas air tanah dangkai di
Kotamadya Yogyakarta ? Apakah variabei penggunaan tanah dan
variabel kepadatan penduduk Kotamadya Yogyakarta berpengaruh
terhadap sebaran kualitas air tanah dangkai Kotamadya Yogyakarta
?
Berdasarkan hasil analisis 170 sampel air tanah, maka konsentrash
Daya Hantar Listrik maksimum 895 .umhos/cm dan minimum
236 .umhos/cm, konsentrasi kesadahan total maksimum 338 mg/i
dan minimum 77,3 mg/l, konsentrasi suifat maksimum 250 mg/i
dan minimum 6 mg/i. Atas dasar konsentrasi ketiga unsur yang
diteliti serta mengacu pada baku mutu kualitas air jninum yang
ditetapkan MENKLH, maka di wiiayah penelitian dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu : Kuaiitas air tanah sangat baik (konsentrasi
DHL < 350 £ltnhos/cm, konsentrasi kesadahan total < 15
mg/l, konsentrasi sulfat < 145 mg/1), kuaiitas air tanah baik
(konsentrasi DHIJ 350 - 475 umhos/cm, konsentrasj kesadahan
total 15 - 25 mg/l, konsentrasi suifat 145 - 175 mg/i)
kualitas air tanah sedang (konsentrasi DHL1 47€ - .600
Almhos/cm, konsentrasi kesadahan total 26 - 60 mg/l, konsentrasi
sulfat 176 - 210 mg/i), kualitas air tanah buruk
(konsentrasj DHL > 600 Almhos/cm, konsentrasj kesadahan total
60 mg/l, konsentrasi suifat > 210 mg/i)
Kualitas air tanah sangat baik tersebar cukup ivas di sebelah
timur Kotamadya Yogyakarta dan sebagian kecil tersebar di
sebelah utara dan tengah dari wiiayah peneiitian. Kualitas
air tanah baik tersebar di sebagian wiiayah bagian utara,
tengah dan selatan wiiayah peneiitian. Kualitas air tanah
sedang tersebar merata di seiuruh wiiayah peneiitian, begitu
.pula dengan kuaiitas air tanah buruk.
Dari hasil pembahasan didapatkan bahwa baik atau tidaknya
kualitas air minum di Kotamadya Yogyakarta tidak tenlepas
dari pengaruh penggunaan tanah di suatu tempat, dan mi
berarti kepadatan penduduk juga turut mempengaruhi.
Berdasarkan anaiisis peta dapat dikatakan bahwa wilayahwiiayah
dengan kepadatan pemukiman tinggi berkepadatan
penduduk tinggi dan di wilayah hilirnya, mempunyai kualitas
air tanah dengan konsentrasi unsur kimia yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah lain. Wiiayah-wiiayah pemukiman
dan wiiayah yang berpenduduk padat ditanibah wilayah iridustri meniberikan volume limbah yang besar. Di samping itu, wilayah
pemukiman relatif lebih kedap air dibanding wilayah
sekitarnya sehingga air hujan yang menjadi limpasan di
wilayah pemukiman lebih besar mengakibatkan tingkat
pengenceran air tanah oleh air hujan berkurang"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Nurmala
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S34176
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Nurmala
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>