Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Putu Veny Kartika Yantie
"Latar Belakang: Saat ini masih terdapat perdebatan mengenai usia terbaik untuk dilakukan koreksi total pada tetralogi Fallot (TF). Koreksi lebih dini mempunyai keuntungan serta kerugian. Koreksi total TF saat usia yang terlambat dapat mengakibatkan disfungsi ventrikel kanan dan terkadang disfungsi ventrikel kiri. Parameter disfungsi ventrikel yaitu TAPSE, MPI, franksi ejeksi.
Tujuan: Untuk mengevaluasi durasi QRS, TAPSE, dan lama rawat ICU pasien TF yang dilakukan koreksi total ≤ 3 tahun lebih panjang dibandingkan koreksi total pada usia > 3 tahun.
Metode: Studi kohort retrospektif pada subjek pasien anak dan dewasa yang menjalani koreksi total, minimum pemantauan 6 bulan pasca-koreksi total. Analisis data menggunakan Mann Whitney U Test serta uji Chi square.
Hasil: Sebanyak 358 pasien TF telah menjalani koreksi total sejak 1 januari 2007 sampai 31 Juni 2013 dan sebanyak 52 subjek (18 subjek pada usia koreksi < 3 tahun dan 34 subjek dengan usia koreksi > 3 tahun) dengan median rentang lama pemantauan 24,5 dan 30 bulan. Rentang usia pada kelompok koreksi ≤ 3 tahun 1,8 (0,7-3) tahun dan kelompok koreksi > 3 tahun 5,2 (3,1-25,5) tahun. Rerata waktu PJP 79,1 (27,5) menit dibanding 78,8 (28,7) menit dan rerata aortic cross clamp 35,6 (13,2) dibanding 34,7 (19,1) menit tidak bermakna pada kedua kelompok. Penggunaan ventilator dengan median 1 hari, penggunaan chest tube dengan median 3 hari, lama penggunaan inotropik dengan median 2 hari tidak berbeda pada kedua kelompok. Terdapat abnormalistas rerata pengukuran RVMPI dan LVMPI pada kedua kelompok. Sebagian besar terdapat gangguan irama berupa complete RBBB, dan sekitar 50% didapatkan regurgitasi tricuspid. Residual stenosis pulmonal didapatkan pada 3/34 dan residual DSV pada 2/34 subjek pada koreksi > 3 tahun. Median lama rawat ICU [2 (1-9) hari dibanding 1,5 (1-46) hari, p=0,016] serta median durasi QRS [118 (78-140) ms dibanding 136 (80-190) ms, p=0,039] berbeda bermakna pada kedua kelompok, sedangkan tidak terdapat hubungan antara TAPSE dengan usia koreksi dengan RR 0,85; IK 95% 0,26-2,79 p=0,798.
Simpulan: Pasien TF yang dilakukan koreksi total ≤ 3 tahun memiliki durasi QRS lebih pendek, TAPSE yang tidak lebih baik dibandingkan dengan koreksi > 3 tahun, dan waktu rawat ICU lebih panjang.

Background: Timing for correction in patients with tetralogy of Fallot (TF) is controversial. Repair at < 3 years old shows good myocardial performance. Late repair can shows prolonged QRS duration, ventricular dysfunction with parameters myocardial performance index (MPI) and TAPSE, but longer intensive care unit (ICU) stays.
Aims: To evaluate QRS duration, right ventricle function measured by TAPSE, ICU length of stays (LOS) of patients after correction TF which is repaired in age ≤ 3 versus > 3 years old.
Methods: Cohort retrospective study was performed in children and adults who were underwent correction with minimal follow up was 6 months. The TAPSE and QRS duration was evaluated during follow up. We compared using Mann Whitney U test and Chi square test analyses.
Results: Among 358 children recruited, there were 52 subject completed the study, 18 in correction age ≤ 3 years old group and 34 at age > 3 years old group who underwent total correction since January 2007 – June 2013. Age when underwent total correction ranging from 7 months – 25 years old, with follow up data was took at 24-30 months after discharge. There were abnormalities at right ventricle and left ventricle MPI, but weren’t different between groups. There were a significant difference between ICU LOS [2 (1-9) days vs. 1.5 (1-46) days p=0.016] and QRS durations [118 (78-140) ms vs 136 (80-190) ms, p=0.039]. Aged repaired didn’t increase risk of having abnormality TAPSE (RR 0.85; 95% CI 0.26-2.79; p = 0.798).
Conclusion: TF total correction at ≤ 3 years old has shorter QRSdurations at follow up and longer ICU LOS. Correction at > 3 years old didn’t proven as a risk to have abnormality TAPSE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Veny Kartika Yantie
"Latar belakang: Morbiditas akibat duktus arteriosus paten (DAP) pada neonatus cukup bulan (NCB) cukup tinggi. Peran prostaglandin E2 (PGE2), trombosit (immature platelet fraction, IPF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) pada penutupan DA secara fungsional dan anatomis pada NCB belum banyak diteliti. Patofisiologi terjadinya DAP dapat memengaruhi tata laksana farmakologi dini yang belum terstandardisasi pada NCB. Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen dimungkinkan dapat menghambat jalur sintesis prostaglandin dengan efek samping minimal.
Tujuan: Mengkaji peran prostaglandin E2, VEGF, IPF, dan efek pemberian ibuprofen oral dalam proses penutupan DA pada NCB.
Metode: Penelitian dilakukan di rumah sakit (RS) Sanglah Denpasar, RS Prima Medika Denpasar, dan RS Umum Daerah Wangaya Denpasar, dalam periode Maret sampai Agustus 2015. Penelitian terdiri dari 2 desain, pertama desain potong lintang pada pasien dengan DAP dan tanpa DAP secara consecutive sampling dan desain kedua uji klinis acak terkontrol ganda pada pasien DAP usia ≥ 48 jam. Pasien dengan DAP kemudian dimasukkan dalam uji klinis, dilakukan randomisasi untuk diberikan perlakuan ibuprofen oral dosis hari pertama 10 mg/kg, hari kedua dan ketiga 5 mg/kg atau plasebo. Pemantauan hemodinamik dan efek samping obat dilakukan selama pemberian perlakuan. Pemeriksaan ekokardiografi, PGE2, VEGF, IPF, dan kreatinin dilakukan pada hari pertama dan keempat pascapemberian perlakuan.
Hasil: Terdapat 64 subjek yang diteliti pada desain pertama dan 32 subjek pada desain kedua. Rerata kadar PGE2 lebih tinggi pada kelompok dengan DAP dibanding tanpa DAP, sedangkan rerata kadar VEGF dan IPF tidak berbeda. Ibuprofen oral tidak terbukti menurunkan diameter DA pascaperlakuan, tidak terdapat perbedaan rerata diameter pada kedua kelompok. Terdapat hubungan positif sedang terhadap perubahan kadar PGE2 dengan perubahan diameter DAP pascaperlakuan. Tidak terdapat perubahan hemodinamik atau efek samping akibat pemberian ibuprofen oral atau plasebo pada NCB dengan DAP.
Simpulan: Tingginya kadar PGE2 terbukti berperan dalam patensi DA pada NCB. Ibuprofen oral dosis 10 - 5 - 5 mg/kgBB tidak mengecilkan diameter DAP.

Background: Serious morbidity impact due to patent ductus arteriosus (PDA) in full-term neonates remains high. The functional role of prostaglandin E2 (PGE2), platelet (immature platelet fraction, IPF), and vascular endothelial growth factor (VEGF) has not been studied in the closure mechanism of ductus arteriosus (DA). Understanding of pathophysiology of PDA may influence early pharmacological treatments, which have not been standardized in full-term neonates. The use of non-steroidal anti-inflammatory drugs such as ibuprofen can be beneficial as a pharmacological agent in enhancing the closure of PDA with minimal adverse effects.
Objectives: To evaluate the role of prostaglandin E2, VEGF, IPF, and the effect of oral ibuprofen in the process of DA closure in full-term neonates.
Methods: This study was conducted in Sanglah General Hospital, Prima Medika Hospital, and Wangaya Hospital Denpasar. The study consisted of two designs, the first was cross-sectional design in subjects with and without PDA using consecutive sampling and the second was double blind randomized controlled trial in full-term infant aged ≥ 48 hours. Subjects with PDA were randomized to oral ibuprofen and placebo administration, in which ibuprofen was given consecutively 10 - 5 - 5 mg/kg. All subjects underwent echocardiography, PGE2, VEGF, and IPF assays. Hemodynamics monitoring was evaluated during trial and adverse effect due to ibuprofen was recorded by measuring urine volume and plasma creatinine level.
Results: From March to August 2015, there were 64 subjects recruited for the first design and 32 subjects in the second design. The mean level of PGE2 was higher significantly in the group with PDA than non PDA group, while the mean levels of VEGF and IPF showed no difference. In the second design, oral ibuprofen showed no effect in reducing DA diameter after treatment. There were no differences in mean diameter of DA in both groups before and after treatments. There was moderate positive relationship between levels of PGE2 and the change of PDA diameter. There were neither hemodynamic changes nor adverse effect due to the administration of oral ibuprofen or placebo.
Conclusions: A high level of PGE2 appears to play a pivotal role in DA patency of full-term neonates. Administration of oral ibuprofen in 10 - 5 - 5 mg/kg schedule could not induce PDA closure in full-term neonates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library