Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutmainah
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Mutmainah
"Studi ini memfokuskan diri pada remaja. Dalam era ekonomi kapitalistik, remaja dengan status sosial ekonomi tinggi adalah segmen pasar penting. Di satu sisi, mereka akan menempati posisi strategis di masyarakat. Di sisi lain, remaja elite kota besar merupakan pasar potensial bagi banyak barang konsumen, sehingga cenderung dirangsang untuk konsumtif. Dalam hal ini, hendak dilihat bagaimana remaja mengalami sosialisasi nilai melalui media yang dekat dengan mereka, yakni majalah remaja. Peneliti mengambil majalah remaja terbesar, Gadis, sebagai objek penelitian. Gadis diperkirakan membangun gagasan konsumerisme karena sejumlah hal. Sebagai majalah yang tumbuh pesat secara bisnis, Gadis berhubungan erat dengan kapitalisme global yang membutuhkan konsumen untuk menyerap barang konsumen produksi mereka. Media ini akan turut memfasilitasi proses penerimaan terhadap produk produk tersebut serta gaya hidup yang mendukungnya melalui pembentukan gagasan "menjadi konsumen yang seharusnya" di mata kaum muda. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan: (1) bagaimana Gadis membangun gagasan tentang konsumerisme bagi khalayaknya? dan (2) landasan ideologis bagaimana yang melatarbelakangi Gadis dalam memproduksi gagasan tersebut? Penemuan tentang kandungan nilai-nilai konsumerisme serta konteks ideologis yang menyertainya dilakukan melalui analisis wacana kritis Fairdough. Untuk analisis teks digunakan analisis framing dengan konsep Gamson dan Modigliani. Penelitian dilakukan terhadap 16 nomor Gadis edisi 2000, tahun yang mewakili periode 1990-an, saat gagasan perdagangan bebas sudah lebih diterima. Diduga, pada era tersebut, promosi konsumerisme lebih meningkat dibanding waktu sebelumnya. Dari analisis teks terlihat bahwa Gadis mempromosikan gagasan konsumerisme. Majalah ini membangun bingkai-bingkai seperti "belanja", "idola", "materi sebagai ukuran", "instant", dan "koleksi barang", yang semuanya menggambarkan karakterislik budaya konsumer. Majalah Gadis lahir dari perusahaan media besar dan sejak kelahirannya selalu menjadi majalah remaja terbesar (dan segi brand, readership, dan serapan ikian). Gaya penyajiannya khas remaja masa kini, menampilkan keceriaan, banyak menggunakan bahasa Inggris serta menampilkan budaya populer Barat kesukaan remaja (khususnya film dan musik). Karena ditujukan bagi remaja putri, muatannya juga banyak mengulas masalah mode, kecantikan, dan perawatan tubuh. Watak Gadis yang telah menjadi industri bertemu dengan lingkungan tempat majalah ini dan pembacanya tumbuh. Gadis dan pembacanya hidup dalam konteks sosial-ekonomi yang makin kapitalistik dan liberal. Ideologi ini menjadikan tumbuhnya budaya konsumtif dalam masyarakat, budaya yang justru dikembangkan dan dipelihara oleb pemerintah, karena gaya hidup ini menyuburkan watak bisnis dalam sistem ekonomi yang makin liberal dan pragmatis sejak akhir tahun 1980-an. Dengan mempromosikan konsumerisme, Gadis menjadikan remaja pembacanya masuk dalam kondisi yang digambarkan Alan Wells sebagai `konsumerisme parasibk'. Kaum remaja ini "dididik" untuk berpartisipasi dalam `budaya konsumsi' ala negara maju. Dalam hal ini, Gadis mempromosikan gaya hidup elite yang hanya meniru gaya konsumsi negara maju, tanpa mengadopsi sistem nilai yang mendasari konsumerisme itu yang sebenarya mengagungkan nilai-nilai kewiraswastaan. Gadis menjalankan peran sebagai bridgehead (jembatan) yang menjalin semacam "kerja-sama" antara elite negara maju dan elite negara berkembang (yakni remaja pembacanya). Gadis menyajikan apa yang menjadi simbol budaya di Barat. "Kedekatan terhadap Barat" yang diciptakan Gadis, meminjam analisis Galtung, membuat elite Pinggiran (pembaca, remaja kelas menengah ke atas) merasa sejajar dengan kaum elite di negara maju dalam komunitas elite dunia.

This study focuses on teenagers. In the era of capitalist economy, teenagers with high socioeconomic status are an important market segment. On the one hand, they will occupy a strategic position in society. On the other hand, elite teenagers in big cities are a potential market for many consumer goods, so they tend to be stimulated to be consumptive. In this case, we want to see how teenagers experience value socialization through media that is close to them, namely teen magazines. The researcher took the largest teen magazine, Gadis, as the object of research. Gadis is estimated to build the idea of ​​consumerism for a number of reasons. As a magazine that is growing rapidly in business, Gadis is closely related to global capitalism that requires consumers to absorb the consumer goods they produce. This media will also facilitate the process of accepting these products and the lifestyle that supports them through the formation of the idea of ​​"being a proper consumer" in the eyes of young people. This study wants to answer the questions: (1) how does Gadis build the idea of ​​consumerism for its audience? and (2) what ideological basis underlies Gadis in producing this idea? The discovery of the content of consumerist values ​​and the accompanying ideological context was carried out through Fairdough's critical discourse analysis. For text analysis, framing analysis was used with the concept of Gamson and Modigliani. The study was conducted on 16 issues of Gadis, edition 2000, a year representing the 1990s, when the idea of ​​free trade was more accepted. It is suspected that in that era, the promotion of consumerism increased more than before. From the text analysis, it can be seen that Gadis promotes the idea of ​​consumerism. This magazine builds frames such as "shopping", "idols", "material as a measure", "instant", and "collection of goods", all of which describe the characteristics of consumer culture. Gadis magazine was born from a large media company and since its birth has always been the largest teen magazine (and in terms of brand, readership, and absorption of information). The presentation style is typical of today's teenagers, showing cheerfulness, using a lot of English and displaying popular Western culture that teenagers like (especially films and music). Because it is aimed at teenage girls, its content also discusses many issues of fashion, beauty, and body care. The character of Gadis, which has become an industry, meets the environment in which this magazine and its readers grow. Gadis and its readers live in a socio-economic context that is increasingly capitalistic and liberal. This ideology has led to the growth of a consumer culture in society, a culture that is actually developed and maintained by the government, because this lifestyle fosters a business character in an increasingly liberal and pragmatic economic system since the late 1980s. By promoting consumerism, Gadis makes its teenage readers enter a condition that Alan Wells describes as `parasibk consumerism'. These teenagers are "educated" to participate in the `consumption culture' of developed countries. In this case, Gadis promotes an elite lifestyle that only imitates the consumption style of developed countries, without adopting the value system underlying consumerism which actually glorifies entrepreneurial values. Gadis plays the role of a bridgehead who establishes a kind of "cooperation" between the elite of developed countries and the elite of developing countries (namely its teenage readers). Gadis presents what has become a symbol of culture in the West. The "closeness to the West" created by Gadis, borrowing Galtung's analysis, makes the elite of the Pinggiran (readers, upper middle class teenagers) feel on par with the elite in developed countries in the world's elite community.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezky Salma Mutmainah
"Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian memperlihatkan perlunya pembaruan secara berkala terhadap kompendia sebagai acuan dalam pengawasan mutu obat. Farmakope Indonesia, sebagai kompendia utama di Indonesia, secara terus-menerus diperbaharui untuk mengakomodasi jenis dan sediaan obat terbaru serta memastikan kesesuaian dengan standar internasional. Sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak-anak, pengawasan ketat terhadap sediaan farmasi, khususnya dalam bentuk likuid, diperketat oleh BPOM. Oleh karena itu, PT Ferron Par Pharmaceuticals perlu mengevaluasi dan menyesuaikan spesifikasi serta metode uji mereka dengan kompendia terkini guna memastikan kepatuhan dan keamanan produk. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam spesifikasi dan metode analisis serta menekankan pentingnya validasi metode analisis yang tepat guna memastikan produksi obat yang berkualitas dan aman bagi pasien. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam spesifikasi dan metode analisis antara produk yang digunakan oleh PT. Ferron Par Pharmaceuticals dengan kompendia yang berlaku. Ketika terdapat perbedaan detail spesifikasi, diprioritaskan yang lebih ketat, dan parameter yang belum diuji akan dianalisis tambahan. Validasi atau verifikasi protokol metode analisis menjadi krusial untuk menghasilkan prosedur yang eksplisit, tidak ambigu, dapat dieksperimentasikan, efektif, dan dapat direproduksi guna memastikan hasil uji yang akurat dan relevan bagi industri farmasi.

Advancements in pharmaceutical science and technology necessitate periodic updates to compendia as standards for drug quality control. The Indonesian Pharmacopoeia, a primary reference in Indonesia, is continually revised to accommodate new drug types and formulations and to ensure alignment with international standards. In response to the increasing cases of Atypical Progressive Acute Kidney Failure (GGAPA) in children, stringent monitoring of pharmaceuticals, particularly liquid formulations, has been enforced by the Indonesian FDA. Therefore, PT Ferron Par Pharmaceuticals needs to evaluate and align their specifications and testing methods with current compendia to ensure compliance and product safety. This study aims to identify gaps in specifications and analytical methods and underscores the importance of validating analytical methods to ensure the production of quality and safe drugs for patients. The conclusion of this study shows that there are gaps in specifications and analysis methods between the products used by PT Ferron Par Pharmaceuticals and the applicable compendia. When there are differences in specification details, the more stringent ones are prioritized, and parameters that have not been tested will be additionally analyzed. Validation or verification of analytical method protocols is crucial to produce procedures that are explicit, unambiguous, experimentable, effective, and reproducible to ensure accurate and relevant test results for the pharmaceutical industry.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lu`liyatul Mutmainah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prioritas masalah, solusi, dan strategi
dalam optimalisasi wakaf produktif untuk pengembangan pariwisata halal di DKI
Jakarta. Metode Analytic Network Process (ANP) digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian ini melibatkan para ahli wakaf dan pariwisata halal untuk merumuskan
prioritas tersebut baik dari aspek regulator, praktisi maupun masyarakat akademisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas masalah dari aspek regulator adalah
implementasi aturan, aspek masyarakat adalah dampak sosial, dan aspek praktisi
adalah lembaga wakaf. Sedangkan prioritas solusinya adalah standarisasi (regulator),
dampak ekonomi (masyarakat), dan pelatihan nazir (praktisi). Prioritas strategi yang
perlu dilakukan secara berturut-turut yaitu sertifikasi (sertifikasi nazir), sinergi
(kerjasama Badan Wakaf Indonesia dengan lembaga wakaf negara lain) dan promosi
(peningkatan literasi wakaf produktif untuk pariwisata halal). Penelitian
menunjukkan bahwa perlu regulasi yang secara spesifik mendorong optimalisasi
wakaf produktif, kerjasama lintas sektoral, standarisasi dan tata kelola lembaga
wakaf yang memadai serta peningkatan literasi wakaf produktif dan pariwisata halal
di semua lapisan masyarakat.

ABSTRACT
This study aims to analyze the priority problems, solutions, and strategies in
optimizing productive waqf for halal tourism development in DKI Jakarta. Analytic
Network Process (ANP) method is used in this research. This study involved waqf
and halal tourism experts to formulate these priorities in terms of regulators,
practitioners and academics. The results showed that the priority problem from the
regulator aspect is the implementation of the rules, the community aspect is the
social impact, and the practitioner aspect is the waqf institution. Whereas the priority
of the solution is standardization (regulator), economic impact (community), and
nazir training (practitioners). The priority strategies that need to be carried out in a
row are certification (nazir certification), synergy (cooperation between Indonesian
Waqf Board and waqf institutions in other countries) and promotion (increasing
literacy of productive waqf for halal tourism). Research shows that there is still a
need for regulations that specifically encourage the optimization of productive waqf,
cross-sectoral cooperation, adequate standardization and governance of waqf
institutions as well as increased literacy of productive waqf and halal tourism in all
walks of life.
"
2019
T54534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mutmainah
"Perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat menjadikan jarak ribuan kilometer tidak lagi menjadi halangan untuk menikah. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut ketika ada pasangan yang menikah melalui media teleconference antara Inggris dan Cirebon. Kedua mempelai yang masih berada di Inggris dinikahkan oleh wali dari pihak mempelai perempuan yang tetap berada di Cirebon. Dengan demikian, wali mengucapkan ijabnya dari Cirebon, kemudian mempelai laki-laki menjawab kabulnya dari Inggris melalui media teleconference.
Perkawinan melalui media teleconference ini adalah hal yang baru, hal yang perlu dikritisi apakah perkawinan yang dilakukan seperti itu telah memenuhi rukun dan syarat sah perkawinan menurut hukum Islam dan undang-undang perkawinan atau tidak. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan. Perkawinan dikatakan sah menurut hukum Islam apabila telah memenuhi rukun dan syarat sah perkawinan, sedangkan menurut undang-undang perkawinan selain harus sesuai dengan hukum agamanya, perkawinan harus dicatatkan.
Dilihat dari sudut hukum Islam perkawinan melalui teleconference adalah sah karena telah memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan. Fatwa MUI Kabupaten Cirebon juga telah menyatakan bahwa perkawinan melalui media teleconference adalah sah. Demikian juga apabila dilihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan yang dilakukan melalui media teleconference adalah sah karena selain telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan sesuai dengan agama Islam juga telah dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sehingga telah tercapai tertib administrasi. Dengan demikian, karya ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan wawasan akan permasalahan perkawinan melalui media teleconference ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, 2007
S21358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mutmainah
"Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran adalah suatu Undang-Undang yang mengatur tentang tindak pidana pelacuran, dimana dalam penerapannya masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran bertentangan atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan lain yang kedudukannya lebih tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang ada, mengenai penafsiran unsur “perilaku mencurigakan” pada pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran, dan implementasi proses penindakan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Tangerang No.8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran. Ketiga hal tersebut akan dianalisa dengan menggunakan UUD 1945, KUHP dan KUHAP, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penindakan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah tentang pelarangan pelacuran. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada peraturan perundang-undangan agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga membahas putusan Nomor Register 24/Pid/Tip/06 terdakwa Mega, dengan hasil keputusan terdakwa telah melanggar Perda tersebut dan dikenai sanksi denda subsider kurungan. Dalam implementasi penerapan Perda ini memang sudah sesuai dengan KUHAP, tetapi masih banyak kekurangan secara teknis yang seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam menjalankan Perda. Di dalam Perda ini juga terlihat adanya kekurang sinkronan antara ketentuan yang dilarang dengan penindakan atau pemberian sanksi bagi pelanggar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S22240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezky Salma Mutmainah
"Interaksi obat merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien, terutama pada mereka yang menjalani terapi polifarmasi untuk Penyakit Tidak Menular (PTM). Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi obat karena penggunaan simultan beberapa obat yang umumnya digunakan untuk mengelola kondisi kronis. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi dan tingkat signifikansi interaksi obat pada peresepan pasien poli PTM di Puskesmas Kecamatan Kalideres selama Januari 2023. Dari 1001 peresepan yang dianalisis, 45,0% menunjukkan potensi interaksi obat, dengan sebagian besar memiliki derajat 2 (30,2%) atau derajat 4 (25,1%), yang mencerminkan tingkat moderat hingga mayor. Temuan ini menyoroti pentingnya pemantauan dan manajemen interaksi obat dalam praktek klinis untuk mengoptimalkan efektivitas terapi dan mencegah risiko yang mungkin timbul bagi pasien.

Drug-drug interactions pose a serious issue that can influence clinical outcomes in patients, particularly those undergoing polypharmacy for Non-Communicable Diseases (NCDs). Polypharmacy increases the risk of drug interactions due to simultaneous use of multiple medications commonly prescribed for managing chronic conditions. This study aims to evaluate the prevalence and clinical significance of drug interactions in prescriptions for NCD patients at the Kalideres Sub-District Community Health Center during January 2023. Among 1001 prescriptions analyzed, 45.0% indicated potential drug interactions, with a majority classified as degree 2 (30.2%) or degree 4 (25.1%), reflecting moderate to major levels of severity. These findings underscore the importance of monitoring and managing drug interactions in clinical practice to optimize therapy effectiveness and mitigate potential risks to patients.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mutmainah
"Pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap putusan yang telah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap dalam hukum administrasi merupakan penentu keberhasilan sistem kontrol peradilan terhadap sikap tindak pemerintah dan sistem perlindungan masyarakat terhadap tindak pemerintah, berhasil atau tidak suatu penegakan hukum sangat tergantung pada dapat dilaksanakan atau tidaknya setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal inilah yang menjadi ukuran apakah hukum itu benar-benar ada dan diterapkan secara konsekuen dan murni pada suatu negara hukum. Namun pada kenyataannya, selama ini pelaksanaan putusan PTUN belum dapat dilaksanakan secara efektif karena pelaksanaan putusan ini didasarkan pada pertanggungjawaban moral (moral responsibility) dari Pejabat TUN selaku tergugat. Apabila Pejabat TUN enggan melaksanakan isi putusan maka tidak ada instrumen atau lembaga yang dapat memaksa Pejabat TUN tersebut untuk melaksanakan putusan. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 39 K/TUN/2012 Antara PT. Radio Pelangi Lintas Nusa Melawan Menteri Komunikasi Dan Informatika menunjukkan bahwa rendahnya kualitas kesadaran dan Kepatuhan Pejabat TUN untuk melaksanakan isi putusan.
Penelitian ini dilakukan secara normatif yaitu melalui analisis yuridis ketentuan tentang pelaksanaan putusan di PTUN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 (juridis historis), dengan menitik beratkan pada faktor-faktor atau permasalahan yang mempengaruhi pihak Tergugat (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau Pemerintah) tidak melaksanakan ketentuan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi) di PTUN serta upaya penyelesaiannya.

The implementation of verdict (execution) to the verdict that has been in Kracht Van Gewijsde or has permanent law enforcement in administration law is the determinant of the success of court control system to the attitude of government action and society protection system to the action of government. Whether or not law enforcement can be realized, it really depends on the realization of every verdict of court. This matter becomes a standard whether or not law really exists and is consequently and purely applied in the state of law. But, in reality, the implementation of verdict of state administration court has not been implemented effectively because the implementation of this verdict is based on moral responsibility of the officer of state administration as claimed. If the officer of state administration does not implement the contain of verdict, there is no instrument or institution which can force the officer of state administration to implement this verdict. Based on the research that has been done to the verdict of Supreme Court of Republic of Indonesia number 39 K/TUN/12 between PT Radio Pelangi Lintas Nusa versus the Minister of Communication and Information Technology, it shows the absence of consciousness and the obedience of the officer of state administration to implement the contain of verdict.
This research has be done formatively, through rule juridical analysis about the implementation of verdict in state administration court, as arranged in article 116 number 51 - 2009 historical juridical, by pointing out to the factors or the problems which can influence the party (board or officer of state administration or government) not to implement the rule about the implementation of verdict (execution) in state administration court, as wells the effects of settlement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murthy Mutmainah
"Wanita Indonesia yang memasuki masa menopause cenderung mengalami obesitas, Gejolak panas sebagai salah satu gejala menopause yang paling sering dikeluhkan oleh wanita yang memasuki masa menopause, berkaitan dengan obesitas. Obesitas diketahui berhubungan dengan leptin, suatu hormon polipeptida yang mempunyai peran dalam reproduksi dan pusat pengatur suhu. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah terdapat peningkatan kadar leptin pada wanita perimenopause-menopause dengan gejolak panas di RSCM. Penelitian deskriptif dengan desain kasus-kontrol. Subjek penelitian 50 wanita perimenopause-menopause, berusia 40-55 tahun. Kelompok kasus dan kontrol ditegakkan berdasarkan Kuesioner Menqol Menopause. Kelompok gejolak panas adalah wanita yang menjawab YA pada pertanyaan Kuesianer Menqol Menopause 1-3, dengan kelompok kontrol adalah wanita yang tidak ada keluhan gejolak panas, dan menjawab tidak atau satu saja jawaban ya pada poin 1-3.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar leptin pada kelompok yang mengalami gejolak panas dan kelompok tanpa gejolak panas dengan median leptin kasus vs control 21.86 (7.41-46.66) vs 16.53 (4.32-37.81) ng/ml , p=0.154. Meski demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan gejolak panas (p=0.047). Karakteristik gejolak panas yang didapatkan dikategorikan masih ringan karena frekuensi terjadinya gejolak panas yang jarang, dengan durasinya sangat cepat dan tidak mengganggu aktifitas. Gejolak panas cenderung dirasakan pada wanita berpendidikan menengah dibandingkan pendidikan tinggi (p=0.01), pada kelompok menengah ke atas (p 0.037),dan pada kelompok yang terbiasa tidur dengan air conditioner (p=0.057) dan berolahraga secara teratur (p 0.248). Kebiasaan mengkonsumsi tahu, tempe dan tidur cukup 6 jam sehari tidak memiliki hubungan terhadap terjadinya gejolak panas. Skor MENQOL Menopause kelompok dengan gejolak panas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa gejolak panas (p<0.001), serta gangguan kualitas hidup cenderung dirasakan lebih berat pada kelompok wanita dengan obesitas (p=0.061). Obesitas berhubungan bermakna dengan gejolak panas, tetapi leptin tidak berperan terhadap terjadinya gejolak panas. Gangguan kualitas hidup akibat gejolak panas cenderung dirasakan oleh kelompok yang obesitas.

Hot flashes as one of menopausal symptoms that manifested to quality of life. Obesity has been linked to increased risk of hot flashes in menopausal women. Leptin as anti obesity hormone, has play a role in thermoregulatory dysfunction in menopause women with hot flashes. This research want to explore effect of leptin serum level to hot flashes in perimenopausal and menopausal women in Ciptomangunkusumo General Hospital. A descriptive study with case control design. The subject is 50 perimenopause women aged 45-55 years. The case and control groups are based MENQOL Questionnaire. Hot flashes are a group of women who answered YES to the question number 1-3, and control group of women who are no complaints of hot flashes. We performed bivariate analysis, using statistic by SPSS 17.
There is no significant differences between Leptin serum level in hot flashes group and non hot flashes with median level of leptin serum 21.86 (7.41-46.66) ng/ml, vs16.53 (4.32-37.81) ng/ml with p = 0.154. Obesity is correlated with hotflashes (p=0.047). Characteristics of hot flashes categorized as mild. The frequency of occurrence is rare, with very fast duration, and not disturb activity. To strata education obtained a meaningful correlation, hot flashes tending perceived in women with middle educated compared higher education (p=0.01), on group upper middle class than middle class (p 0.037) and women sleep with the air conditioner (p0.057) and exercise regularly (p=0.248). The habit of eating soy product such as tofu and tempe and slept 6 hours a day, not correlated statistically with the the occurrence of hot flashes. There is a significant difference in score of MENQOL Menopause, whereas in the group with hot flashes compared to without hot flashes. (p<0.001), impaired quality of life tend to be felt more severely in the group of women with obesity (p0.061). Obesity is statistically correlated with hotflashes, and leptin. But elevated leptin serum didn?t statistically correlated with hotflashes. Quality of life disturbance is severe in obesity group. Obesity can causes hot flashes with other mechanism such as fat as heat insulator.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrawati Mutmainah
"Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Di Indonesia, tren HIV pada waria meningkat, dari 5.8% pada tahun 2009 menjadi 8.2% pada tahun 2013. Mernurut Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013, Kota Makassar memiliki prevalensi HIV pada waria tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya dalam survei tersebut, yakni 10.8%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada waria di Kota Makassar pada tahun 2013. Penelitian ini mernggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Hasil penelitian mendapatkan status HIV (+) sebesar 11.1%, diketahui sebanyak 62.2% respoden berusia <30 tahun, 99.2% belum menikah, 70.4% memiliki pendidikan tinggi, 85.6% bukan bekerja sebagai pekerja seks, 72.8% memiliki pengetahuan buruk mengenai HIV, 52.7% mulai berhubungan seks pada usia dini, 58.4% konsisten menggunakan kondom, 87.4% telah bekerja sebagai pekerja seks selama ≥2 tahun, 56.8% memiliki status IMS negatif, 56.8% mengkonsumsi alkohol, 81.5% tidak mengkonsumsi napza, 77% tidak pernah mengunjungi klinik IMS, 80.3% mudah mengakses pelayanan kesehatan, 92.6% mudah memperoleh kondom. Status IMS merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan status HIV (p=0.005, PR=3.1). Maka dari itu, pelayanan kesehatan perlu didekatkan kepada kelompok waria demi meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh waria.

Transgender is at high risk for HIV infection. In Indonesia, the trend of HIV prevalence has increased from 5.8% in 2009 to 8.2% in 2013. According to the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013, Makassar has the highest prevalence of HIV on transgender population (10.8%) among the cities on the survey. The objective of this study is to observe associated risk factors of HIV status among transgender in Makassar in 2013. This is a cross sectional study using the data from STBP 2013. The result indicates that proportion of HIV positive is 11.1%, most respondents (62.2%) are <30 years old, 99.2% are single, 70.4% are high educated, 85.6% aren?t sex workers, 72.8% having bad knowledge about HIV, 52.7% having an earlier sexual debut, 58.4% consistently using condom in every sexual intercourse, 87.4% had worked as sex worker more than 2 years, 56.8% not having STIs, 56.8% consuming alkohol, 81.5% aren?t drug users, 77% had not came to STI clinic before, 80.3% have easy access to health care, and 92.6% have easy access to condoms. Having STIs is significantly associated to HIV positive. Transgender with STI is 3.12 times more likely to have HIV positive than transgender with no STI (p<0.05). The results suggest that health care need to be brought closer to transgenders in order to improve utilization of health care by transgenders, so they can get immediate treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>