Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiah Amini
"ABSTRACT
This paper discusses gender bias within the Indonesian historiography tradition. Various historical literature records that all major events in Indonesian history as a nation are masculine and strongly dominated by male narratives.There is no space for women to be present in the narratives of the past. As if the history of Indonesia is a history of men, whereas if critical research is done then women such as men have a past narrative that is also important. Women are present and give meaning to the development of the nations history. This matter is absent in Indonesian historiography. The strength of gender bias in the historiography of Indonesia can not be separated from the strong patriarchal culture in the life of society. Thus the gender bias ultimately forms a canon, so this is then reproduced from generation to generation. This article argues that critical research by revealing a new fact is a power to change gender bias in Indonesian historiography."
Jakarta: Yayasan Jurnal Prempuan, 2018
305 JP 23:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiah Amini
"Di dalam sejarah gerakan perempuan, SSiti Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito (yang selanjutnya disebut Sukaptinah, 1907-1991) dan Siti Hajinah Mwardi (yang selanjutnya disebut Hajinah, 1906-1995) dikenal sebagai aktivis organisasi perempuan pada masa kolonial. Sukaptinah adalah anggota kelompok nasionalis Islma (JIBDA Jong Islmainten Bond Dames Afdeling) dengan latar belakang pendidikan nasionalis, Taman Siswa. Sukaptinah Juga aktif di dalam Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada 1928. Sementara itu, Hajinah merupakan anggota Aisjiah (sayap perempuan dari salah satu organisasi modernis Islam, Muhammadiyah) serta dikenal sebagai salah seorang anggota Kongres Perempuan. Selain aktivitasnya di dalam gerakan perempuan Indonesia dan gerakan Islma, mereka juga berperan penting di dalam gerakan nasional, yang selama ini jarang diperbincangkan. Hajinah tidak hanya menjadi salah seorang pimpinan aisjiah, tetapi juga sebagai pemikir penting atas terbitnya majalah Soeara 'Aisjiah (majalah terbitan rutin Aisjiah) dan Isteri (majalah yang memiliki keterkaitan erat dengan Kongres Perempuan Pertama). Sebagai aktivis Aisjiah, Hajinah berperan dalam pemberian arti kebebasan berpendapat melalui ruang keluarga (sosial). Selain itu, Sukaptinah, merupakan aktivis Jong Islamen Bond, yang juga berpartispasi aktif dalam Kongres Perempuan Pertama, kedua, Ketiga, Keempat, dengan memberikan arti yang penting melalui ranah politik. Sukaptinah juga pernah duduk di parlemen di Semarang sebagai wakil perempuan, dengan pemikiran politiknya tetntang pentingnya perempuan secara tegas memperjuangkan hak pilih dan keterwakilan perempuan di parlemen."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
959 PATRA 18: 3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library