Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mundardjito
"Penelitian ini termasuk ke dalam kajian khusus yang dalam ilmu arkeologi dikenal sebagai arkeologi-permukiman (settlement archaeology) yang dewasa ini masih langka dikaji di Indonesia sebagai akibat ketiadaan data konkret berupa sisa bangunan rumah tinggal karena pengaruh lingkungan alam dan kegiatan manusia yang destruktif. Fokus penelitian ini adalah pola dan sistem permukiman yang terutama mengkaji: (1) bentuk konfigurasi sebaran ruang dan benda temuan; dan (2) hubungan antar ruang dan antar benda-benda arkeologi. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah memberikan sumbangan baru bagi pengetahuan kita mengenai kebudayaan dan masyarakat masa lalu, khususnya dalam bidang arkeologi-permukiman masa Hindu-Budha di Jawa Timur, ditinjau dari sistem teknologi, sistem sosial dan sistem ideologi.
Sasaran khusus yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah: (1) rekonstruksi bentuk rumah tinggal masa lalu di kota Majapahit di Trowulan yang belum pernah diketahui, (2) struktur permukiman dan fungsi masing-masing bagian dari pemukiman itu, serta (3) perkiraan demografi dan organisasi sosial yang belum pernah diketahui secara jelas.
Selanjutnya kearifan teknologi dan lingkungan dari masyarakat Majapahit masa lalu misalnya, dapat dijadikan contoh dari kejatidirian khas bangsa kita yang dapat memperkokoh kebanggaan nasional dan rasa percaya diri dari setiap insan pembangunan dalam menyongsong hari depan bangsa. Selain itu, program-program pelestarian dan kepariwisataan di situs kota Majapahit dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi penduduk setempat dan pemasukan devisa negara non-minyak. Demikianlah penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan teori dan pengetahuan (akademik), pembangunan spiritual bangsa (ideologik), dan peningkatan ekonomi melalui kepariwisataan (ekonomik)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu-Budha terbesar yang pernah berperan dalam abad 13-15 di wilayah Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Namun kebesaran tersebut umumnya dikaitkan dengan aspek sejarah, geo-politik, agama maupun kesenian, sedangkan gambaran tentang permukimannya masih sedikit sekali diketahui. Padahal sebagaimana dikemukakan Gordon R. Willey:
"....settlement patterns are, to a large extent, directly shaped by widely
held cultural needs, they offer a strategic starting point for the functional interpretation of archaeological cultures.... " (Willey 1953)
Dengan ungkapan tokoh arkeologi permukiman tersebut jelaslah bahwa pola permukiman merupakan awal yang strategis untuk memahami berbagai aspek budaya dari masyarakat pendukungnya, meliputi sistem teknologi, sistem sosial, dan sistem ideologi. Pala permukiman merupakan wilayah kajian yang diteliti oleh berbagai disiplin selain arkeologi, seperti: antropologi, sejarah, sosiologi, dan arsitektur. Dengan kata lain kajian permukiman merupakan tempat bertemunya berbagai peniikiran dari sejumlah disiplin. Sifat multidisipliner inilah yang mengharuskan arkeologi menggali dan menjajikan data dari kebudayaan mesa lalu untuk selanjutnya dimanfaatkan oleh berbagai disiplin lain.
Sumber-sumber sejarah seperti karya sastra, prasasti, berita asing dan relief relief pada candi memang telah membantu kita mengetahui sebagian kecil atau beberapa hal mengenai permukiman di Majapahit, tetapi gambaran tersebut hanyalah bersifat umum dan belum tentu terkait dengan pemukiman di situs Trowulan. Oleh sebab itu untuk memperoleh bukti konkret yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable) mengenai permukiman Majapahit di situs Trowulan diperlukan tipe penelitian arkeologi dengan cara ekskavasi (digging research).
Situs Trowulan yang letaknya lebih kurang 10 km di sebelah tenggara Mojokerto adalah sebuah situs yang berdasarkan penelitian regional terakhir (Mundardjito dkk. 1995) memiliki luas lebih kurang 9 x 11 km. Sedemikian luasnya sehingga dapat difahami jika sites ini dikategorikan oleh para peneliti sebagai situskota. Kitab Nagarakertagama memberikan gambaran umum tentang pola perkotaan ibukota Majapahit, tetapi struktur setiap satuan bangunannya atau gugusannya tidak dapat diketahui secara pasti. Relief-relief candi memberi bantuan untuk memahami bentuk umum suatu satuan bangunan, tetapi sifatnya yang terbatas tidak memungkinkannya untuk memberikan rincian dari unsur-unsur bangunan itu.
Selain data sejarah (historical record) kita masih dapat memanfaatkan data lain, yaitu artefak-artefak, untuk memahami secara lebih faktual dan jelas mengenai pola permukiman masyarakat Majapahit. Sebagaimana diketahui Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buda terakhir yang berkuasa sekitar 200 tahun (1293-1478), dan sites Trowulan adalah satu-satunya contoh situs-kota dari masa Hindu-Buda yang sisa-sisa pemukimannya masih dapat kita lihat sekarang (Bandingkan dengan lokasi sejumlah situs-kota yang sampai kinibelum diketahui seperti dari: kerajaan Mulawarman abad 5 di Kalimantan Timur, Tarumanagara abad 6 di Jawa Barat, Sriwijaya abad 7 di Sumatera, Mataram abad 7--10 di Jawa Tengah, Kediri abad I I dan Singhasari abad 12 di Jawa Timur). Di situs Trowulan, yang merupakan wakil utama dari sisa kegiatan manusia Majapahit, ditemukan sejumlah indikator penting yang dapat membantu kita memahami aspek-aspek permukiman dalam skala mikro secara lebih jelas. Indikator tersebut antara lain berupa sisa-sisa struktur, bailk dari sebuah unit bangunan (household) maupun dari gugusan bangunan (household cluster). Sebagai suatu himpunan temuan data tersebut sesungguhnya mencerminkan satu bagian dari suatu sistem yang kompleks, yaitu sistem kehidupan masyarakat kota Majapahit yang lebih menyeluruh. ltulah sebabnya usaha penelitian yang diawali dari data arkeologi yang paling dasar dalam skala mikro, dapat memberikan sumbangan yang sangat penting untuk memberi isi kepada gambaran dari satuan pemukiman yang lebih besar.
Usaha untuk merekonstruksi pola permukiman ibukota Majapahit telah dilakukan. Namun usaha-usaha tersebut dihadapkan pada banyak masalah. Bukti-bukti fisik yang hingga kini diyakini sebagai sisa ibukota Majapahit tidak menunjukkan kesesuaian dengan uraian sumber-sumber tertulis mengenai tempat tersebut. Usaha untuk menjawab masalah-masalah tersebut tentu tidak dapat dilaksanakan seketika, melainkan memerlukan perencanaan penelitian bertahap dan perlu melibatkan sejumlah disiplin. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"Kegiatan survei dan penelitian arkeologi di Indonesia sudah berlangsung lama sejak masa penjajahan Belanda. Namun demikian sampai saat ini tidak seorang pun dapat mengatakan secara pasti berapa jumlah sites arkeologi masa Hindu-Buda yang sudah pernah ditemukan, baik di daerah Jawa Tengah pada umumnya maupun di daerah Yogyakarta pada khususnya. Selain dari itu tidak seorang pun yang dapat menyatakan secara tepat di mana saja semua situs itu terletak, pada bentuk permukaan bumi seperti apa, bagaimana sebarannya, serta seberapa jauh kaitannya dengan lingkungan alam. Padahal keterangan mengenai lokasi sites, frekuensi, luas sebaran, kepadatan, bentuk konligurasi sebaran, dan korelasinya dengan sumberdaya alam merupakan data dasar yang biasa digunakan dalam studi arkeologi-ruang untuk mengetahui dan memahami berbagai hal mengenai perilaku dan gagasan keruangan masyarakat masa lalu.
Di berbagai bagian dunia penelitian arkeologi-ruang sudah lama dimulai (Parsons 1972.127-50; Clarke 1977:2-5), dan sudah lama pula diselenggarakan dengan strategi serta metode penelitian yang cukup memadai untuk mernungkinkan tercapainya tujuan penelitian sebagaimana dicontohkan oleh Gordon R. Willey dalam penelitian pionirnya di lembah Viru, Peru (Willey 1953). Demikian pula sudah hampir dua dasawarsa lamanya konsep arkeologi-ruang telah diperjelas serta dipertegas paradigmanya oleh David L. Clarke (1977), dan segala bentuk kajian yang sejenis dipersatukannya dalam satu wadah studi yang diberi nama spatial archaeology (arkeologi-ruang).
Di Indonesia paradigma arkeologi-ruang belum dijadikan landasan pokok dalam kebanyakan penelitian semacam ini, bahkan dengan berat hati dapat ditegaskan bahwa pelaksanaan penelitian arkeologi-ruang di negara kita masih dalam taraf uji coba, dan sebagian besar masih merujuk pada kajian keruangan yang kurang luas rentangan wawasannya. Relatif terlalu sedikit ahli arkeologi kita yang berhasrat terjun menekuni bidang kajian arkeologi-ruang, dan oleh karena itu belum banyak hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan acuan atau bahan banding yang memadai. Oleh sebab itu pula masuk akal kiranya jikalau di negara kita data dasar yang biasa diperlukan dalam kajian arkeologiruang belum tersedia, atau kalau pun ada belum cukup siap untuk dapat digunakan secara Iangsung dalam penelitian khusus semacam ini. Pada dewasa ini Para peneliti arkeologiruang di Indonesia harus berupaya keras, dan menggunakan sebagian besar waktunya untuk melacak lebih dahulu informasi keruangan dari benda-benda dan situs-situs arkeologi yang pernah diketahui atau disebut dalam laporan-laporan inventarisasi kepurbakalaan, kernudian mendaur ulang dan menambahnya dengan data yang lebih lengkap dan lebih khusus, serta melengkapinya dengan data baru sebelum dapat diolah dalam tahap analisis untuk memungkinkan tercapainva tujuan penelitian dengan hasil yang memadai.
Kajian ini tidak lain merupakan satu upaya kecil untuk mengembangkan penelitian arkeologi-ruang di negara kita, khususnva dalam skala regional (makro) serta yang dilaksanakan dengan strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan hakikat data arkeologi-ruang yang ada di lndonesia. Disadari sepenuhnya bahwa tanpa melakukan kajian semacam ini, perkembangan studi arkeologi-ruang di Indonesia niscaya akan menjadi amat lambat, sehingga akan makin jauh tertinggal dari penelitian serupa di negara lain. Arkeologi-ruang.
Pokok Kajian. Arkeologi-ruang, yang merupakan salah satu studi khusus dalam bidang arkeologi, pada pokoknya lebih menitikberatkan perhatian pada pengkajian dimensi ruang (spatial) dari benda dan situs arkeologi daripada pengkajian atas dimensi bentuk (formal) dan dimensi waktu (temporal). Dalam sejarah perkembangan arkeologi di berbagai bagian dunia, pengkajian khusus keruangan terhadap benda-benda arkeologi maupun situs-situs memang datang lebih kemudian daripada pengkajian atas dimensi bentuk dan waktu. Begin.) pula dalam empat dasawarsa terakhir ini di dunia arkeologi terdapat semacam pergeseran tekanan perhatian, yaitu dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs yang pada hakikatnya merupakan satuan ruang tertentu tempat terletaknva sekumpulan artefak, Kemudian dalam tahap perkembangan berikutnya tekanan itu diberikan kepada pengkajian atas wilayah (region) sebagai satuan ruang yang lebih luas, tempat terletaknya situs-situs. Pemberian tekanan perhatian kepada dimensi ruang inilah yang mengakibatkan bergesernya kesibukan sebagian ahli arkeologi dari kajian morfologi, tipologi dan klasifikasi benda arkeologi kepada upaya untuk rnemperoleh kembali informasi keruangan sebagai babas untuk dikaii lebih cermat, baik dari benda-benda arkeologi yang berada dalam satuan ruang berupa sites maupun dari situs-situs yang berada dalam satuan ruang yang lebih luas berupa wilayah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mundardjito
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0473
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Masalah perpindahan pusat kerajaan Mataram Kuno pada abad I0 dari daerah Jawa Tengah ke Jawa Timur pernah menjadi salah satu isu penting dalam kajian arkeologi dan sejarah kuno Indonesia dalam tahun 1930-an. Namun demikian belum mendapat tanggapan yang memadai. Dalam buku monumentalnya berjudul Hindu-Javaansche Geschiedenis, Dr. N.J. Krom mengajukan pendapat bahwa Ietusan Gunung Merapi, yang dalarn kenyataannya
merupakan gunung api paling aktif di Indonesia, dianggapnya mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya perpindahan tersebut, selain faktor-faktor lain yang dikemukakannya pula yaitu: pemberontakan oleh vazal yang ada di Jawa Timur, wabah penyakit epidemik, dan pertimbangan politik (Krom 19311206--9).
Seiain Dr. J.G. de Casparis (1958), yang menanggapi masalah itu dari sudut ancaman kerajaan Sriwijaya dan adanya kesadaran akan pentingnya perdagangan interinsuler, dan Dr. B. Schrieke (1957) yang melihatnya dari segi beratnya beban masyarakat dalam pembangunan sejumlah besar candi di Jawa Tengah, Boechari memandangnya dari segi letusan Gunung Merapi. Menurut Bocchari (1976) perpindahan pusat kerajaan Matararn Kuno ke Jawa Timur itn disebabkan oleh gejala alam yang hebat yaitu letusan gunung api yang dahsyat di Jawa Tengah yang tidak Iain ialah Gunung Merapi.
Sebagai hipotesis sudah tentu pemyataan hubungan sebab-akibat antara letusan gunung api dan pindalmya pusat kerajaan itu harus dibuktikan atau didukung oleh data yang memadai. Berkenaan dengan hal itulah penelitian ini bertujuan untuk lebih dahulu memberikan dan memahami perilaku alam Gunung Merapi beserta kegiatan-kegiatan dan pengaruhnya pada bentang lahan daerah Merapi Selatan, sebagai tempat di mana masyarakat Jawa Kuno masa itu bermukim dan memanfaatkan potensi lingkungan alamnya untuk keperluan hidupnya. Dengan menggunakan prlnsip uniformitarianism, informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan interpretasi arkeologi yang berguna sehingga akan lebih terbuka kesempatan bagi kita untuk menilai Iebih jauh apakah hipotesis tersebut dapat didukung atau tidak."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan langkah awal dari suatu upaya untuk memahami hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu
di seluruh wilayah provinsi Jambi.
Keterangan mengenai lokasi situs-situs arkeologi dan keadaan sumber daya lingkungan alam di seluruh wilayah itu dikumpulkan terutama melalui data sekunder dan kemudian dipetakan dalam 2 jenis peta persebaran (situs dan lingkungan) untuk selanjutnya dikaji hubungannya melalui teknik tumpang(sumperimposed) antara kedua jenis peta
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa situs-situs arkeologi berlokasi di daerah-daerah yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: Kelerengannya 0-2%, bentuk lahan berupa dataran aluvial, jenis batuannya tergolong batuan endapan aluvial,
jenis tanah aluvial, dan jaraknya ke sumber air kurang dari 500 meter. "
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"This paper is based on a maritime archeological research that grounds itself on the preservation of archeological artefacts and maritime culture. Research on a number of drowned ships at the bottom of the sea and their cargo reveals the relationship between maritime culture and living regional communities. As a new paradigm in maritime archeology, its aim needs to be commensurate with the aim of the conservation efforts which is the empowerment of the communities themselves, and the communities outside of them, and needs to be oriented toward the interests of identity nurturance, development, and economy."
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
Jakarta: UI-Press, 2003
PGB Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
Jakarta: UI Publishing, 2024
930.1 MUN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>