Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muchlis
"Tesis ini dibuat berdasarkan ketertarikan penulis akan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas di Kepulauan Seribu dengan segala keterbatasannya. Kepulauan Seribu sebagai satu-satunya wilayah kepulauan di DKI Jakarta memiliki keterbatasan transportasi antar pulau maupun transportasi menuju ?daratan? Jakarta. Sebagai wilayah muda di DKI Jakarta, Kepulauan Seribu memiliki puskesmas sebagai satu-satunya tempat bagi masyarakatnya untuk mendapatkan layanan kesehatan. Fasilitas layanan kesehatannya lainnya seperti rumah sakit, dokter umum, klinik dan sebagainya belum tersedia di Kepulauan Seribu. Berdasarkan studi yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM-UI) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 1994, sebanyak 92% masyarakat memilih puskesmas sebagai alternative pertama untuk mendapatkan layanan Kesehatan. Seluruh puskesmas di DKI Jakarta sejak tahun 2001 termasuk Puskesmas Kecamatan Kepulauan Seribu Utara telah menjadi unit swadana. Peningkatan status puskesmas menjadi unit swadana ini diharapkan dapat lebih meningkatkan layanan Kesehatan sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. Penulis mencoba melihat kinerja Puskesmas Kecamatan Kepulauan Seribu Utara melalui persepsi masyarakat yang pernah mendapatkan layanan Kesehatan. Melalui serangkaian penelitian langsung lapangan dan data sekunder dari instansi terkait, penulis mencoba menganalisis kinerja Puskesmas Kepulauan Seribu Utara.serta merumuskan berbagai program kegiatan yang mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan layanan Kesehatan yang prima bagi kepentingan masyarakatnya. Lokasi dan objek penelitian ditentukan dengan sengaja yaitu di Kepulauan Seribu Utara dengan objek peneliltian Puskesmas Kelurahan Pulau Kelapa, Pulau Harapan dan Rawat Inap. Adanya jalan penghubung antara Pulau Kelapa dan Pulau Harapan menjadi alasan pemilihan ketiga objek penelitian tersebut. Untuk melihat kinerja layanan Kesehatan di puskesmas,penulis membagi dalam enam indicator yaitu layanan informasi, layanan pendaftaran, layanan ruang tunggu, layanan ruang periksa, layanan obat dan layanan fasilitas puskesmas. Persepsi masyarakat yang digunakan sebagai dasar penentuan kinerja menggunakan skala likert 5 tingkat. Tingkatan persepsi masyarakat dilihat dari rata-rata persepsi responden dengan melakukan uji t. Hasil penghitungan rata-rata persepsi responden menunjukkan bahwa masyarakat menilai seluruh layaan dalm puskesmas tergolong baik pada skal 4, tetapi ini masih di bawah target yang ditetapkan kepala puskesmas. Kepala Puskesmas Kecamatan Kepulauan Seribu Utara menginginkan mtu pelayanan puskesmas dengan ukuran tidak ada keluhan (0% complain) dari pasien yaitu pada skala 5 Sebagai pedoman bagi puskesmas unutk mencapai tujuan lyanan prima, enulis mencoba merumuskan alternatif program kegiatan yang mungkin dilakukan melalui metode Analtic Hierarchy Process (AHP). Empat responden yang dianggap ahli dalam masalah pelayanan Kesehatan di Kepulauan Seribu Utara dipilih secara sengaja. Tiga alternatif program ditempatkan pada hirarki pertama yaitu peningkatan kuantitas SDM, peningkatan kualitas SDM dan peningkatan sarana dan pra sarana kesehatan. Progam peningkatan kuantitas SDM pecahmenjadi penambahan jumlah dokter, pennambahan jumlah perawat dan penambahan jumlah bidan. Program peningkatan kualitas SDM dipecah menjadi pendidikan formal, pelatihan dan rekruitment. Porgram peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di pecah menjadi penambahan jumlah obat, perlengkapan medis dan sarana pendukung. Perhitungan dengan metode AHP dengan input persepsi empat orang yang dianggap ahli di bidang layanan Kesehatan di Kepulauan Seribu Utara menghasilkan program prioritas yang baik dan dapat dilaksanakan adalah peningkatan kualitas SDM dengan mengizinkan petugas puskesmas mengikuti pelatihan. Pendanaan ketiga alternative program tersebut mengandalkan sumber dana dari pemerintah daerah (APBD) "
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T29567
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchlis
"ABSTRAK
Penelitian ini mengungkapkan adanya indikasi manajemen Iaba dalam laporan
keuangan bank-bank di Indonesia. lndikasi itu terlihat pada bank-bank yang diduga
termotivasi untuk melakukan manamen Iaba, dan tidak terlihat pada bank-bank
yang diduga tidak termotivasi untuk melakukannya. Bank-bank yang terindikasi
melakukan manajemen laba temyata memiliki diskresi Iaba aktual yang positif
signifikan dan diskresi beban akrual yang negatif signifikan. Diskresi laba dan beban
akrual seperti itu tidak tampak pada bank yang diduga tidak termotivasi untuk
melakukan manajemen laba.
Penelitian ini juga menemukan bahwa pasar saham memberikan penilaian
positif kepada komponen-komponen Iaba, yaitu aliran kas operasi, nondiscretionary
accrual yang merupakan hasil penerapan prinsip akuntansi, maupun discretionary
accrual yang merupakan hasil diskresi manajemen. Keclua komponen laba accrual,
baik yang bersifat nondiscrerionary maupun discretionary, temyata memang
meningkatkan informativeness Iaba yang dilaporkan oleh industri perbankan.

Abstract
This study shows some indications of earnings managements in financial
reports of banks in Indonesia. Those indications appear in financial reports of banks
presumed to be motivated to manage their earnings, and do not appear in those who
do not presumed to do so. The presumably motivated banks also show significantly
positive discretionary accrual profit and negative discretionary accrual expense. The
discretionary accruals are not shown by banks presumably have no motivations to
manage their earnings.
This study also iinds positive values awarded by Indonesian stock market to
the three earnings components: cashflow from operations which is the cash profit
component, nondiscretionary accruals that come from accrual accounting and
discretionary accruals that come from management discretions. The two accrual
profit, both the discretionary and nondiscretionary, tum to be enhancing the
informativeness of profit reported by banking industry."
2006
D872
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariati S. Muchlis
"ABSTRAK
Sayatan pada operasi katarak biasanya menyebabkan beberapa tingkat pendataran meridian kornea pada "right angle" ke arah sayatan tersebut. Dengan sayatan di bagian superior berarti adanya pendataran pada meridian vertikal.
Perjalanan yang lambat dan progresif dari penyembuhan luka operasi menyebabkan regangan jaringan parut sehingga terjadi pendataran dari bagian atas kornea yang menghasilkan astigmatisme "Againts the rule".
Dikatakan bahwa astigmatisme yang terjadi segera setelah operasi disebabkan oleh karena jahitan yang terlalu kencang dan akan berkurang selama periode pasca bedah ( 9 ).
Sing (7) berpendapat bahwa astigmatisme yang terjadi segera setelah operasi lebih tinggi dibandingkan pasca pembedahan setelah 6 minggu di mana akan menurun hampir separuhnya.
Yaffe (10) menganjurkan pemberian kaca mata afakia segera setelah hasil keratometer dan refraksi stabil, biasanya pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 pasca bedah.
Dia malah memberikan kaca mata afakia setelah 4 minggu dan kadang-kadang setelah 8 minggu, hal ini tergantung dari tehnik pembedahan.
Menetapnya hasil keratometer atau refraksi selain tergantung dari teknik pembedahan, juga dipengaruhi oleh proses penyembuhan luka yang bervariasi secara individual, di samping itu berbagai faktor lain seperti operator, benang yang dipakai, pengobatan pasca bedah dan lain-lain mempunyai peranan penting, sehingga pemberian kaca mata afakia sebaiknya ditinjau kasus perkasus.
Selama ini di RS Cipto Mangunkusumo pemberian kaca mata afakia setelah 2 bulan pasca bedah di mana dianggap luka operasi sudah tenang dan hasil refraksi objektif dan subjektif sudah optimal.
Timbul masaalah pada penderita-penderita yang masih aktif bekerja agar dapat menjalankan fungsinya sedini mungkin sehingga mereka sangat mengharapkan kaca mata afakia secepatnya.
Kapan sebaiknya kaca mata afakia dapat diberikan merupakan hal yang perlu dikemukakan mengingat faktor-faktor tersebut diatas. Dalam hal ini penulis ingin mencoba untuk menentukan suatu kriteria, kapan sebaiknya diberikan kaca mata afakia pada penderita pasca bedah katarak yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang tersedia.
Pada penelitian ini penulis membatasi diri dengan hanya melakukan penelitian pada penderita yang dilakukan operasi katarak intrakapsuler dengan tehnik operasi yang sesuai protokol yang telah dianjurkan pada resider tingkat terakhir di Bagian Ilmu Penyakit mata RSCM.
"
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mecky Muchlis
"Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman masyarakat di daerah tropis dan sub tropis terutarna pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan. Sejak krisis ekonomi 1997 daerah endemis malaria bertambah luas bahkan menimbulkan kejadian luar biasa pada daerah yang telah berhasil menanggulangi malaria. Kejadian penyakit malaria di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan Propinsi barn di Indonesia masih menunjukkan angka kesakitan malaria cukup tinggi. Dari data Departemen Kesehatan tahun 2005 untuk Iuar Jawa dan Bali, data 2001 - 2003, Propinsi Kepulauan Bangka-Belitung masih masuk dalam kategori Medium Incidence Area dengan AMI 45,85.
Total anggaran bidang kesehatan selama orde baru hanya 2,5%-3% dan setelah krisis ekonami sangat tergantung kebijakan pemerintah daerah. Kabupaten Bangka Tengah di tahun 2006, anggaran biaya obatnya 1 milyar, untuk obat malaria 45 jutaan, Adanya obat baru Artesunate Combination Therapy (ACT) yang harganya lebih mahal dengan anggaran obat malaria masih kccil maka perlu melakukan studi efektititas-biaya dengan obat yang sudah lama dipakai.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi kuantitatif bersifat deskriptif dengan melakukan studi perbandingan (comparative study) obat CO + PQ dan obat ACT + PQ secara prospektif di Puskesmas Koba. Diharapkan mendapatkan variasi biaya pengobatan malaria vivax dengan analisis efektifitas-biaya serta perhitungan biaya dilakukan dengan metode activity based costing (ABC).
Tujuan penelitian untuk memilih biaya pengobatan malaria vivax yang lebih efektif antara obat CQ + PQ dan obat ACT + PQ di Puskesmas Koba.
Dari basil penelitian di Puskesmas Koba selama bulan Pebruari sampai dengan April 2006 didapatkan aktifitas biaya investasi terbesar adalah pembacaan sediaan DDR dengan jenis investasi terbesar ruang laboratoriurn, mikroskop. Aktifitas biaya operasional langsung terbesar obat CQ + PQ adalah anarnnesis dan pemeriksaan fisik dan komponen operasional terbesar gaji dan kartu medical record. Obat ACT + PQ biaya operasional langsung terbesar adalah aktifitas menulis cara makan obat di etiket dengan komponen operasional terbesar obat dan gaji. Biaya operasional tidak langsung terbesar kedua alternatif obat adalah aktifitas anarnnesis dan pemeriksaan fisik dengan komponen gaji tak langsung. Biaya pemeliharaan terbesar adalah aktifitas anamnesis dan pemeriksaan fisik di ruang periksa. Dari biaya total yang terbesar adalah biaya operasional. Efektifitas cakupan makan obat CQ + PQ 27 orang dan ACT + PQ 26 orang, selesai makan obat CQ + PQ 25 orang dan obat ACT + PQ 24 orang, turun panas hari pertama obat CQ + PQ 16 orang dan obat ACT + PQ 10 orang dan respon klinis memadai obat CQ + PQ 24 orang dan obat ACT + PQ 22 orang.
Hasil analisis rasio obat CQ + PQ lebih kecil daripada obat ACT + PQ, simulasi analisis sensitifitas rasio obat CQ + PQ lebih kecil dari pada obat ACT + PQ dan dari analisis cost recovery rate obat CQ + PQ Iebih sedikit yang disubsidi pernerintah dibandingkan obat ACT + PQ. Obat CQ + PQ lebih cost effective daripada obat ACT + PQ untuk semua analisis dengan semua efektifitas yang didapat. Obat CQ + PQ tetap pilihan utama pengobatan malaria vivax sedangkan obat ACT + PQ untuk malaria falsiparum. Perlunya penyuluhan cara makan obat dengan dosis yang tepat untuk pengobatan malaria vivax dan perlu melakukan penelitian dengan sampel yang lebih banyak sesuai standar.

Malaria was one of disease which becoming a public risk in tropical and sub tropical area. especially for baby, child under five years and child birth's mother. Since economic crisis in 1997, endemic area of malaria increased, even became extraordinary occurrence in the area which has succeeded to overcome of malaria Occurrence of malaria in Province of Archipelago of Bangka Befitting representing new Province in Indonesia still show the malaria index enough was high. In 2005 health data to outside Java and Bali, data 2001 - 2003, Province of Archipelago Bangka-Belitung still enter in category of Medium Incidence Area by AMI 45,85.
Totally budget of health service during Orde Baru regime was only 2,5 - 3% and after economic crisis was most depend on locals government : policy. Drug budget of Bangka Tengah district was I billion rupiahs and drug. therapy of malaria was over 45 million rupiahs in 2006. The existence of new drug of Artesunate Combined Therapy (ACT) where its price was more expensive and in the other hand drug budget of malaria was not enough, so it need to cost-effectiveness study with drug which have been used before.
This research was a descriptive quantitative economic evaluation with a comparative study of CQ + PQ and ACT + PQ prospectively. Expected to be got a variation of drug therapy of malaria vivax with cost-effectiveness analysis and calculating has been done with Activity Based Costing (ABC) method.
These research was to calculated which one more effective in Koba community health center between Cloroquine + Primakuin (CQ + PQ) or Artesunate + Amodiaquine + primakuin (ACT + PQ).
The resulth of research in Koba Community Health Center from February until April 2006 was got that the biggest activity investment cost is read of available DDR, with biggest investment component is laboratory room and microscope. The biggest of direct operational cost of CQ + PQ drug were anamnesis and physical examination and the biggest component of operational cost was salary and medical record card. The biggest activity cost of direct operational ACT + PQ was write etiquette of dosage and the biggest operational component was medicine and salary. The biggest cost of indirect operational both drug alternative were anamnesis and physical examination activity and indirect salary component The biggest maintenance cost were anamnesis and physical examination activity and polyclinic. The biggest total, cost was cost of operational. Effectiveness of respondence CQ + PQ were 27 people and ACT + PQ were 26 people; complete treatment CQ + PQ were 25 people and ACT + PQ were 24 people; afebris in the first day CQ + PQ were 16 people and ACT + PQ were 10 people; and the adequate clinical and parasitological response (ACPR) of CQ + PQ were 24 people and ACT + PQ were 22 people.
Result analysis drug ratio of CQ + PQ was smaller than ACT + PQ ; analysis simulation of ratio sensitivity drug of CQ + PQ were smaller than ACT + PQ and analysis cost recovery rate drug of CQ + PQ was smaller subsidized by government compared with ACT + PQ.
Drug of CQ + PQ was more cost effective than ACT + PQ for all analyses with all of their effectiveness. CQ + PQ was still remain to drug of choice a malaria vivax while ACT + PQ was drug of choice for malaria falcifarum. The importance was counseling of correct dosages for therapy malaria vivax and its importance to research with more minimal samples.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Muchlis
"Krisis ekonomi yang diperberat oleh berbagai bencana telah menyebabkan banyak orang tua mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja, menurunnya daya beli serta harga barang yang melambung, sehingga tidak dapat memenuhi hak dan kebutuhan anak. Akibat lebih jauh yaitu banyaknya anak yang terpaksa meninggalkan sekolah dan rumah guna mencari nafkah di jalanan, sehingga jurnlah anak di jalanan di kota besar menunjukkan peningkatan yang tajam.
Situasi kehidupan di jalanan memberikan akses bagi anak-anak tersebut untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat memberikan penghasilan atau sekedar bergaul dan bermain bersama teman sebayanya. Namun demikian kehidupan di jalanan juga membuat anak jalanan cenderung untuk melakukan kebiasaan yang buruk. Sebuah survey besar pada tahun 2001, dikatakan merokok merupakan kebiasaan buruk yang paling banyak dilakukan oleh anak jalanan, setelah itu kebiasaan rninuman keras, memakai napza dan kebiasaan lain termasuk sex bebas. Sementara itu situasi dan lingkungan sehari-hari di jalanan sangat membahayakan kehidupan anak karena ancaman kecelakaan dan kesehatannya. Salah sate ancaman kesehatan yang dapat timbul adalah terpaparnya anak-anak tersebut dengan bermacam polutan udara yang ada di sekitar lingkungan sehari-harinya beraktifitas. Di jalanan pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar polusi udara. Zat yang dihasilkan emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrokarbon, partikel, sulfur oksida, asam organik, aldehid dan timbal.
Jakarta merupakan kota ke 3 setelah Meksiko dan Bangkok sebagai kota dengan dengan polusi udara yang terparah. Sebagian besar polutan udara di Jakarta dan kota besar lainnya berasal dari kendaraan bermotor. Lebih dari 20% kendaraan di Jakarta diperkirakan melepas gas beracun tersebut melebihi ambang batas yang dinyatakan aman dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan terus meningkatkan pemakaian bahan bakar yang mengakibatkan polusi udara yang meningkat pula.
Pencemaran udara oleh polutan sisa pembakaran kendaraan bermotor di Indonesia dan tahun ke tahun cenderung meningkat. Kondisi pencernaran udara terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung tingkat polusi udaranya kini tengah mencapai ambang batas yang membahayakan kesehatan manusia selain juga merusak lingkungan seperti beberapa jenis tanaman yang mati akibat kadar gas buang yang mencemari udara semakin berat. Pencemaran tak dapat terelakkan lagi akibat terus membengkaknya jumlah kendaraan bermotor, di Jakarta sendiri jumlah kendaraan bermotor pada akhir tahun 2002 saja sudah mencapai 3,5 juta unit.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta melaporkan kondisi/kualitas pencemaran udara pada tahun 2001 : Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sebesar 72,15 % tergolong kategori sedang 19,1 % kategori bails, 8,49 % masuk kategori tidak sehat, dan sisanya 0,27 % termasuk kategori sangat tidak sehat. Angkutan darat berperan memberikan kontribusi pencemaran udara dengan komposisi 78,32 % (SO2), 29,18 % (NO2). 62,62 % (Hidrokarbon), 85,78 % (CO), serta debu (partikulat) 6,9 %."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abrar Muchlis
"Kualitas hidup merupakan ukuran standard hidup yang digunakan secara umum
untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat yang diukur menggunakan
variabel kesehatan, pendidikan, pendapatan, kemiskinan, kesempatan kerja,
lingkungan, dan perumahan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui
pola keruangan kualitas hidup masyarakat kecamatan Cikande berdasarkan jenis
penggunaan tanahnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif atas hasil kuesioner. Hasil dari penelitian
memperlihatkan desa dengan kualitas hidup yang tergolong tinggi terletak pada
penggunaan tanah untuk pertanian yang tidak begitu luas dengan kerapatan
jaringan jalan yang tergolong rapat, dan sebaliknya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34161
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marzita Pane Muchlis
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Muchlis
"Air siphon merupakan alat pemindah fluida yang memanfaatkan energi dari udara bertekanan sebagai tenaga penggerak untuk mengangkat fluida cair dari sebuah bak dan memindahkannya ke tempat lain. Kelebihan air siphon dibandingkan dengan alat pemindah fluida lain adalah tidak memiliki komponen yang bergerak atau berotasi dan tidak membutuhkan proses pelumasan.
Penelitian ini menggunakan air siphon berspacing nozzle (s) 0 mm dan 5 mm dengan memanfaatkan fluida air sebagai suction fluid. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menghitung nilai effisiensi air siphon dan menganalisis perbedaan nilai effisiensi akibat perbedaan spacing nozzle jet.
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan berbagai alat pendukung seperti kompresor sebagai penghasil udara bertekanan, orifis sebagai pengukur debit udara bertekanan, 3 buah manomeler U sebagai pengukur beda tekanan, stop watch sebagai pengukur waktu dan gelas ukur sebagai penentu volume suction fluid. Tekanan pada nozzle jet divariasikan 1/5 kg/cm2, dari 2/5 kg/cm2 hingga 3 kg/cm2. Jenis fluida isi di dalam manometer adalah kerosene dan raksa. Volume suction fluid pada gelas ukur adalah 2 liter.
Idealnya sebuah air siphon dapat mencapai nilai effsiensi maksimum mendekati 30%. Namun berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian dan kemudian diolah, make pada tekanan udara 3 kg/cm2, nilai effisiensi untuk air siphon berspacing nozzie 5 mm adalah 12,843% dan untuk air siphon berspacing nozzle 0 mm adalah 13,061%.

Air siphon is a fluid displacement device that utilizes energy of pressurized gas as driven power to move fluid from one place to another. The advantages of air siphon compared to other fluid displacement devices are have no moving or rotating part and need no lubrication.
This research uses 2 air siphons with nozzle jet spacing 5 mm and 0 mm, and utilizes water as suction fluid. The purpose of this research is to calculate the efficiency number of air siphon and to analyze the difference of efficiency number due to the difference of nozzle jet spacing.
Some supporting devices are needed to make this research operate properly, such as gas compressor to generate pressurized gas, orifice to measure flow rate of pressurized gas, manometer, stop watch and measuring glass. Gas pressure in nozzle jet varies from 2/5 kg/cm2 to 3 kg/cm2. Fluids that are used in manometer are kerosene and mercury. Volume of suction fluid in measuring glass is 2-liter water.
In reality, air siphon can achieve maximum efficiency number up to 30%. Based on data from research, at gas pressure 3 kg/cm2, the efficiency number is 12.843% for air siphon with nozzle jet spacing 5 mm and 13.061% for air siphon with nozzle jet spacing 0 mm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ali Muchlis
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Muchlis
"Industri minyak dan gas semakin lama berkembang dengan sangat baik dan untuk dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan, para kontraktor minyak dan gas harus mampu lebih efisien dan efektif dalam Supply Chain Management (SCM). Salah satu metode pengukuran kinerja SCM yang berkembang sangat pesat dan paling mewakili pengukuran dari segi financial maupun non-financial adalah Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton tahun 1992. Dalam penelitian ini digunakan metode Balanced Scorecard untuk merumuskan serangkaian indikator pengukuran kinerja bagian SCM pada KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama).
Setelah melakukan perumusan indikator pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard, dilakukan pemetaan hubungan (cause-effect relationship) terhadap perspektif dan indikator yang berada pada perspektif yang sama dengan menggunakan analisis DEMATEL (Decision Making Trial and Evaluation Laboratory). Pemetaan dilakukan untuk melihat hubungan pengaruh antar perspektif maupun indikator, sehingga dapat digambarkan peta strategi yang dapat diaplikasikan oleh KKKS untuk meningkatkan kinerja bagian SCM.

Oil and gas industry growing very well and to be able to optimize performance of company, oil and gas contractor should be able to be more efficient and effective in the Supply Chain Management (SCM). One of the methods of performance measurement that is growing very rapidly and most representative measurements in terms of financial and non-financial is Balanced Scorecard that introduced by Kaplan and Norton in 1992. This study used Balanced Scorecard method to formulate a set of indicators for measuring performance of SCM on PSC (Production Sharing Contract).
After making formulation of indicators measuring performance using Balanced Scorecard method, researchers mapped the relationships (cause-effect relationship) to perspectives and indicators that are located on the same perspective by using DEMATEL (Decision Making Trial and Evaluation Laboratory). Mapping conducted to see cause and effect relationship between perspectives and indicators, so it can be drawn strategic map that can be applied by PSC in order to improve performance of SCM.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>