Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
L. Meily Kurniawidjaja
"Latar Belakang. Industri semen di Indonesia telah berkembang dengan pesat, terutama dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal ini disebabkan antara lain karena permintaan yang meningkat baik dari dalam maupun luar negeri. Peningkatan industri semen di dalam negeri sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemakaian semen meningkat sesuai dengan peningkatan pembangunan di sektor pemerintah maupun swasta, seperti pembangunan prasarana jalan dan jembatan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, bendungan dan irigasi. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsumsi semen di dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1990 <1). Peningkatan permintaan dari luar negeri dimulai sejak awal 1988. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena Jepang mengurangi produksi semennya secara drastis. Sebelumnya Jepang adalah pemasok semen terbesar di dunia dengan kapasitas lebih dari 70 juta ton pertahun (2). Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mengalami surplus semen, dengan kapasitas terpasang nasional sebesar 17,41 juta ton per tahun pada akhir Pelita 2 lalu. Semen Indonesia yang diproduksi oleh 10 grup pabrik semen, berpeluang besar untuk meningkatkan produksi pada tahun-tahun mendatang.
Gambar 1. Konsumsi Semen di Indonesia, 1978 ? 1990 (Untuk melihat gambar silahkan link ke file pdf.)
Meningkatnya produksi semen sangat berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses produksi semen harus selalu mendapat perhatian. Termasuk dampak negatif debu semen yang beterbangan di udara. Paparan debu semen dengan kadar tertentu di udara dapat menimbulkan penyakit, seperti penyakit saluran napas, penyakit kulit serta penyakit saluran cerna (3 - 9).
Penelitian mengenai pengaruh debu semen terhadap saluran napas telah banyak dilakukan. Di Indonesia penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Hariadi dan Hargono di Surabaya (1979), Harsono dan Musauaris {1983). Soedirman (1987) dan Hariana di Citeureup {I98E3) (10-14). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan keragaman hasil sesuai dengan latar belakang penelitian masing-masing, namun pada umumnya menyimpulkan bahwa upaya perlindungan khusus terhadap bahaya debu semen belum sepenuhnya dilakukan secara memadai dan menyeluruh. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, untuk mencegah timbulnya penyakit saluran napas perlu dilakukan upaya pemantauan secara berkelanjutan. Dengan pemantauan ini diharapkan bahwa apabila sewaktu-waktu terjadi penyimpangan dapat segera diketahui dan segera dilaksanakan tindakan koreksi yang diperlukan (3,15).
Pemantauan ini secara khusus dilaksanakan terhadap para pekerja, untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit sedini mungkin melalui pemeriksaan kesehatan berkala serta pemantauan terhadap lingkungan kerja. Cara ini dapat dipandang sebagai diagnosis dini yang mempunyai peran amat penting, sebagai salah satu indikator paparan debu di lingkungan kerja, untuk kemudian dilakukan tindakan-tindakan pencegahan dan bila perlu pengobatannya (3,15)?"
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
"Pendahuluan: Silikosis adalah penyakit paru interstitial yang diakibatkan oleh proses inflamasi kronik dan fibrosis jaringan paru. Terjadinya perubahan struktur patologik dan timbulnya gangguan fungsi para. TNF-α merupakan salah satu faktor yang berperanan dalam proses inflamasi. Kepekaan tubuh terhadap produksi TNF-α yang dipicu oleh inflamasi kronik, salah satunya, ditentukan oleh variasi genetik gen TNF-α pada posisi -308. Faktor lain yang ikut menentukan respons inflamasi sebagai akibat dan pajanan debu adalah kadar IL-10 yang merupakan sitokin anti-inflamasi, yang dikeluarkan setelah terjadi proses inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian imunogenetik terhadap terjadinya silikosis pada pekerja pabrik semen, dengan mengkaji variasi genetik gen TNF-α pada posisi -308, dan dinamika interaksi sitokin proinflamasi TNF-α dengan sitokin anti-inflamasi IL-10.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan mengikutsertakan 6.069 orang yang merupakan pekerja yang sudah bekerja dan terdaftar di bagian personalia pada tanggal 31 Desember 1990, ditambah pekerja yang diterima pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan 31 Desember 2003, di salah satu pabrik semen di Jawa Barat. Kontribusi variasi genetik terhadap kerentanan silikosis dilakukan melalui studi prospektif dengan desain tested case control pada 336 pekerja. Diagnosis silikosis menggunakan standar ILO kategori 0/1 atau lebih. Studi laboratoris pemeriksaan gen DNA dilakukan dengan teknik PCR-RFLP, dengan menggunakan enzim Ncol untuk melihat variasi genetik pada posisi -308. Kadar TNF-α dan IL-10 diperiksa dengan menggunakan teknik ELISA. Analisis statistik dengan komputer menggunakan perangkat Stata 7.0. Penilaian peranan faktor-faktor risiko terhadap terjadinya silikosis dan pembuatan model penskoran, dilakukan dengan analisis kesintasan dan analisis multivariat dengan regresi cox.
Telitian: Temuan penting dari penelitian ini adalah berikut: (1) di pabrik semen ditemukan silikosis/pneumokoniosis. Insiden kumulatif selama 13 tahun, jika digunakan kriteria ILO kategori >0/1, yaitu 2,899%; jika >1/1, yaitu 2,043%; tidak ditemukan kasus kategori >1/1; dengan densitas insiden, setiap tahun dan 10.000 orang pekerja sekitar 16 orang akan terkena silikosis/pneumokoniosis; (2) foto serial meningkatkan ketelitian diagnosis silikosis/pneumokoniosis; (3) bentuk klinis silikosis/ pneumokoniosis yang ditemukan adalah bentuk simpleks, yang menimbulkan bronkitis kronik simpleks, tanpa disertai sesak napas, tidak berhubungan dengan penyakit tuberkulosis paru, berhubungan dengan penurunan VEP, dan KVP yang lebih cepat; (4) penurunan VEP, (38,38±25,31 ml/thn.) dan KVP (36,76±26,37 ml/thn.) pekerja pabrik semen lebih cepat daripada orang Indonesia normal; (5) proporsi variasi genetik gen TNF-α pada posisi -308 di Indonesia lebih besar pada kasus silikosis (13,45%); (6) rasio TNF-αIL-10 temyata memegang peranan paling penting dalam terjadinya silikosis; TNF-α:IL-10>1 merupakan faktor risiko terhadap terjadinya silikosis di pabrik semen; pekerja dengan rasio >1 berisiko tiga kali lebih sering terjadi silikosis jika dibandingkan dengan yang <1; (7) umur pertama kali masuk kerja merupakan faktor yang ikut berperanan dalam terjadinya silikosis: umur >31 tahun mempunyai risiko dua kali lebih sering terkena silikosis jika dibandingkan dengan umur <31 tahun; (8) rasio TNF-αIL -I0 >I mengakibatkan penurunan fungsi paru KVP lebih cepat jika dibandingkan dengan nilai rasio <1; (9) dari temuan di atas dapat dibuat sistem penskoran untuk melakukan prediksi terjadinya silikosis pada pekerja semen.
Simpulan: Mekanisme terjadinya silikosis pada pabrik semen temyata sangat kompleks; terjadi interaksi antara variasi genetik, sistem imun, dan faktor lingkungan. Variasi genetik gen TNF-α pads posisi -308 menyebabkan risiko seseorang mendapatkan silikosis/pneumokoniosis lebih besar daripada orang yang tidak mempunyai variasi genetik tersebut. Rasio TNF-αIL-10 >1 mengakibatkan reaksi inflamasi yang berlebihan dan berakhir dengan fibrosis, kemudian ini akan mempengaruhi terjadinya penurunan fungsi paru yang lebih cepat. Diperlukan penelitian lebih lanjut, terutama analisis cost-benefit, untuk melihat bagaimana temuan ini dapat diterapkan di dalam pengambilan kebijakan di bidang kesehatan kerja. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gen, sitokin, dan debu fibrogenik lain yang diduga turut berperanan dalam terjadinya silikosis/pneumokoniosis pada pekerja semen.

Introduction: Silicosis is an interstitial lung disease caused by a chronic inflammation and fibrosis, causing a pathological structural alteration and lung function disorder. TNF-α is one of the factors responsible in inflammation. One factor determining body susceptibility toward TNF-α production stimulated by chronic inflammation is the genetic variation on TNF-α locus -308. The other factor that determines the response toward inflammation caused by mineral dust exposure is the IL-10 level that is the anti-inflammation cytokine secreted after the inflammation. The aim of this study is to analyze the immunogenetic factor on silicosis occurrence among cement factory workers, by examining the genetic variation on TNF-α locus -308, and the dynamic interaction of TNF-α as a pro-inflammation cytokine with the IL-10 as an anti-inflammation cytokine.
Method: This study is conducted with 6,069 workers who were registered in the cement factory during the period of 31 December 1990 to 31 December 2003; the factory is located in West Java province. A prospective study with Nested Case Control design is conducted on 336 workers to test the genetic variation contributed to silicosis susceptibility. Silicosis, is diagnosed by using the criteria 0/1 or higher of ILO standard. To examine the DNA, we use the PCR-RFLP technique using the NcoI enzyme to look at the genetic variation on locus -308. The TNFα and IL-10 levels are measured using the ELISA technique. Statistic analytical computation is using Stata 7.0 software. Silicosis's risk factors assessment and scoring model development are conducted by survival analysis and Cox regression multivariate analysis.
Result: The important findings from this study are: (1) the cumulative pneumoconiosis incidence in cement factory for the thirteen years duration, based on ILO criteria >0/1 is 2.899%; if based on > 1/1 the incidence is 2.043%; case of >1/1 was not found. The Incidence density is 16 silicosis cases per 10,000 workers per year; (2) serial photos taken using the ILO standard, improve the diagnosis; (3) the cases found are simple silicosis, causing simple chronic bronchitis, with no shortness of breath, not related to lung tuberculosis, but related to rapid decline of FEV1 and FVC; (4) FEV1 declining (38.38 ± 25.31 ml/year) and FVC declining (36.76 ± 26.37 ml/year) are faster than the Indonesia normal population; (5) the proportion of the genetic variation on TNF-a on locus -308 in Indonesia is higher on silicosis cases (13.45%), lower than the cases among coal-mining workers in South Africa or underground gold-mining workers in North America; (7) TNF-α IL-10 ratio observably plays a significant role in silicosis; the TNF-α IL-10 ratio >1 is a risk factor in silicosis in cement factory. Workers with the ratio of more than 1 have three times probability of silicosis incidence compared to those with less than 1 ratio; (8) the age when first entering the work force is a factor that plays a role in silicosis: the age of >31 years old has twice the risk to be affected by silicosis compared to those who are less than 31 years old. (7) The ratio of TNF-α IL-10> 1 causes a rapid decline of lung function compare to ratio <1. (8) From the above findings, the scoring system for predicting the silicosis among cement factory workers could be made.
Conclusion: The findings of this study prove that silicosis or pneumoconiosis occurs in cement factories in Indonesia with relatively low incidence, previously the data is not available. The mechanism of silicosis in cement factory is evidently very complex; there is the interaction among genetic variation, immune system, and environmental factors. The genetic variation of TNF-α locus -308 causes the risk factor of an individual is higher compared to others without that genetic variation. This happens due to individuals with the genetic variation on TNF-α locus -308 produces more TNF-αcytokine compared to individuals without that genetic variation, when exposed to mineral dust continuously. Thus, more TNF-α cytokine causes the ratio of TNF-α IL-10 (inflammation and anti-inflammation cytokines) is greater than 1, causing an inflammation over reaction and eventually causing fibrosis, and then this will affect a more rapid decline of lung function. A further study is required to consider how the findings from this study can be applied to the policy making in occupational health area by doing the cost-benefit analysis. Besides that, further study on other genes, cytokines and fibrogenic dust, which might play role in cement workers silicosis/pneumoconiosis, are needed to conduct.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
D582
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
Jakarta: UI-Press, 2015
PGB 0265
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
Jakarta: UI-Press, 2010
331.255 4 MEL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
L. Meily Kurniawidjaja
"Pendirian grup senam masyarakat perkotaan sering dipicu oleh ancaman penyakit jantung koroner dan stroke (penyakit kardiovaskular). Banyak di antara mereka masih berisiko tinggi penyakit kardiovaskular antara lain berat badan lebih dan kadar kolesterol tinggi serta faktor umur dan genetik, tetapi faktor risiko penyakit kardiovaskular dapat diturunkan dengan pola hidup sehat. Tujuan penelitian ini adalah menilai pengaruh metode promosi kesehatan dengan pendekatan siklus rekognisi, analisis, perencanaan, komunikasi, persiapan, implementasi, evaluasi, dan kelanjutan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik ibu-ibu pesenam tentang pola hidup sehat. Penelitian ini menggunakan pretest and posttest design untuk menilai hasil intervensi pada 60 orang berusia rata-rata 58,26 tahun dan hampir semua (93,33%) adalah perempuan pada dua kelompok senam di Kelurahan Pulogadung selama 10 bulan. Hasil penelitian memperlihatkan peningkatan nilai posttest (58%) pengetahuan peserta, peningkatan sikap dengan mau berbagi menu sehat dan mengisi alat pantau diri, serta peningkatan keterampilan berpola hidup sehat berupa menyusun menu sehat, bersenam minimal empat kali seminggu, tidur 7 _ 8 jam perhari dan cukup istirahat. Selain itu, kelompok ini berhasil menyusun buku Masak Makanan Sehat. Disarankan kegiatan ini dapat diterusan dengan penyajian dan diskusi makanan bijak secara berkala sekali dalam dua bulan dengan menggunakan dana yang terkumpul dari iuran sukarela.

Urban exercise groups are often triggered by the perception of the severity and threat of coronary heart diseases and stroke (cardiovascular disease). But many of them are still high in cardiovascular disease risk i.e. overweight and high cholesterol. Cardiovascular disease risk factors can be reduced by healthy lifestyle. This study aimed to assess the effectiveness of recognition, analysis, planning, communication, preparation, implementation, evaluation and continuity health promotion strategy in enhancing the knowledge, attitude and practice of healthy lifestyle among the exercise group members. Pretest and posttest design was used to assess the effectiveness of 10 months intervention among 60 participants aged 58,26 (27-93) year-old, most of them (93,33%) were ladies from two exercise groups in Kelurahan Pulogadung. The intervention improved the score of pre-posttest (58%), the willingness to share the healthy menu and to fill the healthy lifestyle self-monitoring form, and to practice healthy lifestyle e.g. cooking the prudent food, minimum 4 times a week exercise, 7 _ 8 hours sleeping and enough leisure time. Additionally, this groups had successfully produced The Multiethnic Healthy Food Cooking book. It was concluded these health promotion model could enhance the healthy lifestyle of the exercise group members."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library