Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memajukan perekonomian Indonesia serta mewujudkan rakyat Indonesia yang lebih makmur serta mampu bersaing dalam perekonomian global. Guna memaksimalkan kegiatan usahanya, BUMN dapat membentuk suatu anak perusahaan. Adanya hubungan antara induk perusahaan BUMN dengan anak perusahaan BUMN tersebut dalam konteks holding, memunculkan beberapa pendapat yang berbeda mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan dari anak perusahaan BUMN. Penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai status hukum kelembagaan dan keuangan anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain serta tata hubungan antara negara dengan BUMN yang didirikan oleh BUMN itu sendiri dan perusahaan BUMN yang dialihkan sebagian besar modalnya kepada BUMN lain berdasarkan perspektif hukum keuangan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dengan tipe deskriptif-analitis. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa (1) secara kelembagaan, anak perusahaan BUMN tidak berstatus sebagai BUMN karena modal Anak perusahaan BUMN tidak berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui penyertaan oleh negara secara langsung seperti halnya BUMN, dan status hukum keuangan anak perusahaan BUMN adalah tetap keuangan perusahaan yang bersangkutan bukan keuangan negara, karena anak perusahaan BUMN merupakan subyek hukum; (2) kedudukan hukum kelembagaan dari anak perusahaan yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah bukan BUMN karena penyertaan modal negara meski secara langsung sifatnya akan tetapi secara jumlah kurang dari 51% sebagaimana BUMN seperti yang disyaratkan dalam UU BUMN, dan status hukum keuangannya bukan keuangan negara; (3) anak perusahaan BUMN yang didirikan oleh BUMN sama sekali tidak mempunyai hubungan baik secara kelembagaan maupun keuangan dengan negara, sedangkan tata hubungan antara negara dengan anak perusahaan BUMN yang berasal dari pengalihan saham BUMN lainnya adalah sebatas sebagai pemegang saham dengan hak istimewa.

As one that supports the economy in the financial system in Indonesia, a State-Owned Enterprise (SOE) can advance the Indonesian economy and realizing a more prosperous Indonesian people and able to compete in the global economy. In order to maximize its business activities, SOE can establish a subsidiary company. The relationship between the holding company and the SOE subsidiary in the context of holding, gives rise to several different opinions regarding the legal and financial status of the subsidiary SOE. This study specifically discussed about the institutional legal status and financial legal status of the subsidiary SOE founded by the SOE itself and the SOE company which most of its capital transferred to other SOE and the relationship between the state and SOEs established by SOEs themselves and SOE companies partially transferred large capital to other SOEs from the perspective of a public financial law whose analysis is carried out according to the regulations, experts, as well as related decisions of the Constitutional Court to find out the legal status of subsidiary SOE. This research is in the form of normative- juridical, with descriptive-analytical type. (1) institutionally, Subsidiary SOE do not have the status of SOEs because Subsidiary SOE's capital does not originate from state assets that are separated through direct participation by the state such as SOEs, and the financial legal status of Subsidiary SOE is still the financial company concerned is not state finance, because SOE subsidiaries are legal subjects, (2) The institutional legal status of a subsidiary  SOE originating from the transfer of other SOE shares is not a SOE due to state capital participation even though it is directly in nature but in the amount of less than 51% as SOEs as required in the SOE Act, and the financial legal legal status is not state finance; (3) Subsidiary SOE established by SOEs have no institutional or financial relationship with the state at all, while the relationship between the state and Subsidiary SOE originating from the transfer of other SOE shares is limited to as shareholders with special rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli “pura-pura” (AJB “Pura-Pura”). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. AJB “Pura-Pura” dinyatakan batal demi hukum dan PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang disaksikan oleh perangkat desa; akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT secara “pura-pura”; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali merupakan surat dibawah tangan yang melanggar ketentuan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Akta Jual Beli Tanah antara Penjual dan Pembeli yang dibuat secara pura-pura atau bersifat pura-pura terbukti merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar syarat suatu sebab yang halal. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta “Pura-Pura” dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa masyarakat dilarang membuat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali karena hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum Adat; Pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” termasuk pelanggaran berat yang merusak citra profesi yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah; serta bagi PPAT dalam melakukan kewenangannya harus tunduk pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik serta selalu menjunjung tinggi kejujuran dan kebijaksanaan dalam membuat akta.

This research discusses the responsibilities of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) regarding the "Pretended" Sale and Purchase Deed ("Pretended" Purchase Deed (AJB)). In Karanganyar District Court Decision Number 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. “Pretended” Purchase Deed was declared null and void and the PPAT was declared to have committed an unlawful act. The issues raised in this research are regarding land sale and purchase agreements with the right to repurchase witnessed by village officials; sale and purchase deed made by a PPAT "pretendly"; as well as PPAT's responsibility towards “Pretended” Purchase Deed. To answer this problem, doctrinal legal research methods are used with data analysis carried out descriptively analytically. In this research, it was concluded that the Land Sale and Purchase Agreement with the Right to Repurchase is a private letter which violates the provisions of National Land Law and Adat Law. A Deed of Sale and Purchase of Land between a Seller and a Buyer that was made under pretense or on a pretentious basis is proven to be an unlawful act because it violates the requirements of a lawful cause. Then, PPATs who make “Pretended” Purchase Deed can be dishonorably dismissed and can be sued based on Article 1365 of the Civil Code. Based on the research results, the author advises that people are prohibited from making land sale and purchase agreements with the right to repurchase because this is not recognized in customary law; Making a "Pretended" Sale and Purchase Deed is a serious violation that damages the image of the profession and can reduce trust in the profession of PPAT; and for PPAT, in exercising its authority, it must comply with the Position Regulations for Land Deed Making Officials and the Code of Ethics and always uphold honesty and wisdom in making deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library