Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irzanti Sutanto
"in 1966 New Order regime imposed a regulation that demands Indonseian citizens of Chinese descendents to change their name with "Indonesian name" to accelerate the process of assimilating "foreign descendents" into Indonesian society. This article examines this practice of changing names by surveying the name of chinese in the obituary section of mass media. The writer argues that the regulation allows the Chinese descendants to change their name in any way they find appropriate. In doing so, it expands the anthrophoneme deixis function in Indonesia"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Verba-verba berkata dasar sama yang mendapat gabungan afiks meN-i atau meN--kan (contoh: menulari-menularkan, melandasi-melandaskan, memayungi-memayungkan, dll.) tidak selalu jelas perbedaan maknanya sehingga menimbulkan pertanyaan: Apakah pasangan verba semacam itu bermakna sama atau berbeda? Kriteria apa yang menentukan persamaan dan perbedaannya?
Tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi kriteria persamaan dan perbedaan antarverba berkata dasar sama dengan gabungan afkis meN-i atau meN-kan selain, menginventaris kata dasar yang dapat bergabung dengan kedua afiks tersebut serta mendata makna kedua afiks tersebut yang tersebar pada beberapa tulisan.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Objek penelitian adalah pasangan verba dengan afiks meN-i dan meN- kan; sedangan unit analisis adalah konteks (minimal kalimat) yang mengandung verba-verba tersebut. Karena sasaran penelitian adalah makna pasangan verba tersebut, analisis dilandaskan pada konsep-konsep semantis.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa ada verba berkata dasar sama dengan afiks meN-i dan meN--kan yang (1) bermakna sama, ada yang (2) bermakna berbeda dengan kriteria tertentu, ada pula yang (3) bermakna berbeda tanpa kriteria.
Pada kelompok (1) dan (3), seolah-olah afiks meN-i dan meN-kan kehilangan maknanya. Verba yang terbentuk membentuk makna tersendiri. Pada kelompok (3) pasangan verba terkait secara semantis hanya oleh makna kata dasarnya saja. Pada kelompok (2), perbedaan ditentukan oleh makna afiks, kolokasi (peran semantis: benefaktif, sasaran, lokatif, alat) atau aspek luar bahasa (bergerak atau tidak bergeraknya unsur yang berfungsi objek).
Pengelompokan verba objek penelitian ini diharapkan dapat menjawab sebagian kebingungan para penutur bahasa Indonesia, terutama para pengajar bahasa Indonesia.
Bagian lain yang belum terjawab adalah: mengapa terjadi persamaan atau perbedaan dengan kata dasar tertentu? Mengapa ada pasangan verba yang berbeda maknanya, tetapi tidak memperlihatkan ciri-ciri seperti kelompok (2). Hal ini perlu diteliti lebih lanjut."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Untuk mengatasi kesimpangsiuran dan ketidakseragaman penggunaan preposisi dalam bahasa Indonesia, perlu kiranya diteliti sistem sintaktis dan semantis bahasa yang berkaitan dengan penggunaan preposisi. Bilamanakah dan preposisi apakah yang wajib digunakan sesudah verba tertentu. Sebagai langkah awal, penelitian ini dibatasi pada verba asal dan verba berprefiks ber-.
Secara teoretis, hasil penelitian berupa kaidah penggunaan preposisi. Secara praktis, hasil penelitian berupa daftar verba dengan pasangan preposisinya.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan dilakukan dengan memetik kalimat yang mengandung verba asal berpreposisi atau verba berprefiks ber- berpreposisi. Setelah itu dilakukan analisis semantis dan sintaktis untuk membuktikan apakah suatu preposisi wajib hadir atau dapat dilesapkan (tidak wajib hadir) tanpa mengubah makna kalimat yang bersangkutan.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa preposisi yang wajib hadir dituntut oleh (a) makna verba, (b) ciri semantis nomina yang terdapat sesudah preposisi, (c) ciri semantis subjek, dan (d) tunggal atau jamaknya subjek. Bertolak dari hasil tersebut, disusunlah daftar verba asal dan verba berprefiks ber- bersama pasangan preposisinya yang wajib atau tidak wajib. Daftar tersebut diharapkan dapat membantu Para penutur bahasa Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Berdasarkan penelitiannya dalam berbagai bahasa, (termasuk bahasa Perancis), Cowrie (1976:51) berpendapat bahwa bila sebuah verba yang bercorak peristiwa telis mendapat keaspekan imperfektif maka makna keseluruhan verba tersebut tidak mengimplikasikan tercapainya titik akhir alamiah yang merupakan syarat corak peristiwa telis. Carl Bache (1982:68) sependapat dengan Comrie Maingueneau (1981:48) mempunyai pandangan yang lebih tegas daripada kedua linguis di atas: Dengan mengambil contoh dari bahasa Perancis, ia menyatakan bahwa sebuah verba hanya dapat dikatakan bercorak peristiwa telis apabila berkeaspekan Pfk. Pemikiran-pemikiran tersebut patut dikaji kembali kebenarannya secara empiris.
Dengan demikian dapat dipertanyakan, khususnya dalam bahasa Perancis, apa yang terjadi secara semantis pada sebuah verba dengan corak peristiwa telis bila verba itu berkeaspekan imperfektif. Apakah keaspekan imperfektif lebih dominan daripada corak peristiwa telis? Apa sebabnya?
Penelitian ini bertujuan memerikan ada tidaknya pengaruh imperfektif terhadap corak peristiwa telis dalam bahasa Perancis dan peranti pengungkap corak peristiwa telis dalam bahasa tersebut.
Penelitian dilakukan dengan mengubah keaspekan Pfk menjadi Ipf untuk menguji ketelisan yang dikandung verba (dan konstituen lain), serta menggunakan kuesioner mengenai 114 buah data tulis dan penutur asli sebagai informan yang menjawab kuesioner tersebut. Unit analisis adalah kalimat yang mengandung verba bercorak peristiwa telis dan berkeaspekan imperfektif dan perfektif. Pertanyaan didasarkan pada tes yang dibuat oleh Howard Garey (Brinton 198B: 26). Tes Garey adalah tes yang bertujuan menguji ketelisan peristiwa yang terkandung dalam makna sebuah verba. Caranya.secara garis besar adalah dengan mengajukan pertanyaan berikut: Apakah berlangsungnya suatu peristiwa dapat dikatakan telah selesai apabila terjadi penyelaan? Apabila jawaban adalah ya, verba yang bersangkutan bercorak peristiwa atelis; apabila jawaban adalah tidak, verba yang bersangkutan bercorak peristiwa telis.
Jawaban informan atas kuesioner memperlihatkan bahwa keaspekan imperfektif tidak mempengaruhi corak peristiwa telis. Peristiwa tetap dianggap bercorak telis oleh informan meskipun verba berkeaspekan imperfektif.
Corak peristiwa telis terdapat inheren di dalam verba-verba tertentu atau ditentukan oleh konstituen lain, yaitu artikula takrif untuk frasa nominal berfungsi objek, keterangan ukuran takrif, ciri semantic 'insan' atau acuan insan dari frasa nominal berfungsi subjek, dan ciri semantic 'konkret' dari nomina yang berfungsi objek. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebutan makna inheren verba yang mengenai corak peristiwa telis tidak tepat.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa dalam bahasa Perancis penggunaan keaspekan imperfektif ditentukan oleh konstituen lain, yaitu konstituen yang tidak mengandung makna 'besaran waktu skalar atau limitatif. Padahal, konstituen tersebut adalah salah satu unsur pembentuk corak peristiwa telis."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Dalam mempelajari bahasa asing, masalah kosakata yang sering dihadapi pemelajar antara lain adalah cara menggunakan kata dengan tepat dan tidak bervariasinya kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu , sebelum mempersiapkan bahan ajarnya, seyogjanya pengajar memahami terlebih dahulu perilaku kata dari berbagai segi."
2000
TMBU-2-2-2000-6
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
"Verba-verba berkata dasar sama yang mendapat gabungan afiks meN-i atau meN-kan tidak selalu memperlihatkan perbedaan makna yang jelas sehingga timbul pertanyaan: Apakah pasangan verba semacam itu bemakna sama atau berbeda? Kriteria apa yang menentukan persamaan atau perbedaannya? Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kriteria tersebut yang kemudian digunakan untuk mengelompokkan pasangan verba tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif. Objek penelitian adalah pasangan verba berafiks meN-i dan meN-kan, sedangkan unit analisis adalah kalimat. Analisis dilandaskan pada peran semantis (benefaktif, sasaran, lokatif, alat) dan struktur sintak-tis. Sumber data penelitian adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa verba berkata dasar sama yang berfiks meN-i atau meN-kan dapat diklasifikasi sebagai berikut: (A) bermakna sama, (B) bermakna berbeda karena sifat polisemis verba, (C) bermakna berbeda karena perbedaan makna afiks, (D) bermakna sama dengan perbedaan sintaktis dan peran semantis, (E) bermakna sama dengan perbedaan hal luar bahasa: bergerak atau tidak bergeraknya acuan yang menjadi objek, (F) bermakna berbeda karena terbentuknya makna spesifik, (G) bermakna berbeda karena perbedaan etimologi kata dasar. Pada kelompok (A) afiks meN-i atau meN-kan kehilangan maknanya.

The verbs with same basic word (stem) which are affixed with meN-i or meN-kan do not always show clear different meaning. This problem give rise to an important question: is that kind of pair of verbs have the same or different meaning? What are the criteria in defining the sam or the different meaning? The aim of this research is to identify these criteria that can be applied to classify the verbs with meN-i or meN-kan. This study is qualitative research. The objects of research are the pair of verbs with meN-i or meN-kan. Meanwhile, the units of analysis are sentences. This analysis is based on semantic role (beneficiary, objective, locative and instrument0 and syntactic structures. The corpus in this research is Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999).
The result shows that the pair of verbs can be divided to several categories. The first category consist of verbs with the sam meaning. The second includes the pair of verbs that have different meaning due to polysemi. The third category consist of the pair of verbs having the same meaning due to the different meaning of affixes. The fourth category shows the same meaning but different in syntactic structure and semantic role. The fifth category involves the pair of verbs having the same meaning, but different in extra-linguistic characteristic. The sixth category consist of pair of verbs with different specific meaning. The seventh category includes the pair of verbs with different meaning due to etimology characteristic of the stem. In the first category, meN-i or meN-kan looses its basic meaning."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irzanti Sutanto
Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
448 IRZ m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irzanti Sutanto
Depok: Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library