Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hesti Nurhayati
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya kasus-kasus perusahaan investasi agribisnis yang bangkrut dan tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan dengan para investornya, diantaranya kasus PT QSAR dan PT ASHD yang sampai saat ini belum ada putusan penyelesaiannya. Adapun pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian ini adalah mengenai bagaimana hubungan hokum antara investor dengan pengelola usaha agribisnis dilihat dari hokum perikatan, tindakan atau hal apa saja dari pengelola agribisnis yang dikategorikan sebagai wanprestasi, mengapa pengelola agribisnis seringkali lalai dan sejauh mana direksi dapat diminta pertanggungjawabannya. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif dan analitis, dan data yang diperoleh diolah secara kualitatif. Pada akhirnya penelitian ini berkesimpulan bahwa hubungan hukum antara pengelola perusahaan agribisnis dengan investornya adalah hubungan antara debitur dengan kreditur pada perjanjian pinjam-meminjam uang, dimana tidak ada kepemilikan saham perusahaan oleh investor. Sehingga apabila perusahaan tidak mengembalikan modal investor berikut keuntungan bagi hasil yang dijanjikan sesuai dengan waktu yang telah disepakati, maka perusahaan agribisnis tersebut dapat dituntut dengan gugatan wanprestasi baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Direksi perusahaan dapat dituntut pertangungjawabannya bahkan sampai harta pribadinya asalkan sesuai dengan ketentuan UUPT Nomor 1 tahun 1995 karena adanya indikasi prinsip semifiduciary duty dalam undangundang ini, dimana tanggung jawab direksi lebih dari hanya sekedar tugas kepedulian biasa dan dapat dilihat dalam hal pengambilan resiko bisnis."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2004
S21106
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hesti Nurhayati
"Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan metode kajian kepustakaan dan observasi lapangan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebuah budaya costume role-p1ay bernama kosupure (cosplay) tumbuh di kalangan anak muda urban Jepang (sejak tahun 1980-an) dan berkembang sebagai budaya populer Jepang yang menyebar ke berbagai negara hingga saat ini (2010). Analisis dilakukan dengan menggunakan teori budaya populer John Storey dan dibantu oleh teori tiga kategori budaya popular Jepang Yoshio Sugimoto.
Dari analisis data, disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong kepopuleran budaya cosploy ini, yaitu: 1) faktor anak muda urban Jepang yang pada dasarnya senang mengeksplorasi hobi melalui street fashion dan street performance; 2) faktor media massa yang mendukung aktifitas street fashion dan street performance tersebut; 3) faktor keseriusan pemerintah Jepang dalam mendukung industri kreatif termasuk manga, anime, video game dan fashion; 4) karakteristik cosplay yang tidak menunjukkan adanya unsur pemberontakan terhadap nilai-nilai umum yang ada di masyarakat, dan dukungan kekuatan produk-produk industri budaya massa seperti manga, anime, video game dan fashion/trend, khususnya Harajuku style juga menjadikan cosplay dapat bertahan lama dan berkembang luas hingga saat ini.
This research included a qualitative research by using literature review method and field observations in order to find out how kosupure (cosplay), a costume role-play culture that grew among young people in urban Japan (since 19805) and developed as Japanese popular culture that has spread to many countries recently (2010). The analysis was done by using John Storey?s theory of popular culture and assisted by Yoshio Sugimoto?s theory about the three categories of Japanese popular culture). By analyzing the data, concluded that there are several factors that driving the popularity of this cosplay culture, there are: 1) the Japanese urban youth factor that basically like to explore their hobby through street fashion and street performance, 2) the mass media factor that supports the activities of street fashion and street performance, 3) the Japanese government?s seriousness factor in supporting the creative industries including manga, anime, video games and fashion; 4) characteristics of cosplay which showed no element of rebellion against the common values that exist in society, and the support of industrial mass culture products such as manga, anime, video games and fashion/trend, especially Harajuku style, that also make cosplay being long-lasting and widespread until today."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33274
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library