Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harlina
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji aspek bioekologi dan potensi pemanfaatan berkelanjutan kupu-kupu G. androcles di Kawasan Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung TN Babul dan Taman Wisata Alam Nanggala III TWA Nanggala III , Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 ndash; Maret 2015. Untuk mengetahui ciri habitat pakan digunakan metode analisis vegetasi. Aspek biologi G. androcles dipelajari dengan penangkaran semi alami. Data potensi pemanfaatan G. androcles secara berkelanjutan diperoleh dengan metode kuesioner dan dianalisis secara deskriptif - kualitatif dalam metode analisis SWOT. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan G. androcles tertinggi di area wisata Pattunuang 45 ekor , dan terendah di area wisata Bantimurung 16 ekor . Habitat pakan G. androcles didominasi oleh pohon Canangium odoratum INP 50,88 di Pattunuang, Cinnamomum sp. INP 33,8 di Bantimurung, Ficus racemosa INP 54,4 di Salu Tandung, dan Ardisia purpurea INP 50,4 di Puncak. Kupu-kupu G. androcles dijumpai pada bulan Juni - Nopember 2014 dengan curah hujan bulanan rendah 0 ndash; 160 mm , suhu udara 29 - 300C, kelembapan 54 - 65 , dan intensitas cahaya 33 ndash; 1180 lux. Kelimpahan G. androcles berkaitan dengan kondisi habitat dan ketersediaan tumbuhan pakannya. Graphium androcles meletakkan telur pada pucuk daun Uvaria rufa. Tumbuhan penghasil nektar adalah Hibiscus rosasinensis, Ixora sp., Lantana camara, Dendrobium phalaenopsis, Clorodendrum thomsonae, Cromolaena odorata, dan Eupatorium inufolia. Siklus hidup G. androcles dalam upaya penangkaran hingga mencapai tahap dewasa berkisar 46 ndash; 65 hari. Kegagalan tahap telur diakibatkan oleh serangan Camponotus sp. di alam, dan jamur saat di penangkaran. Serangan parasitoid Aloeides indiscritus dijumpai pada larva instar ketiga. Kegagalan pupa disebabkan oleh pembentukan yang tidak sempurna, dan serangan patogen sehingga pupa menghitam. Tingkat keberhasilan G. androcles dalam upaya penangkaran belum bisa termati hingga tahap kopulasi. Alur perdagangan G. androcles di kawasan TN Babul terdiri dari penangkap, pengrajin, pedagang, pengumpul, dan pembeli. Di kawasan TWA Nanggala III tidak ditemukan pengrajin. Kehadiran G. androcles berpotensi sebagai ajang promosi di area wisata Bantimurung. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan G. androcles di TN Babul berbeda dengan di TWA Nanggala III. Di kawasan TN Babul, faktor kekuatan-peluang lebih tinggi 4,78 dibandingkan dengan kelemahan-ancaman 2,15 , sehingga pengelolaannya dapat terlaksana. Di kawasan TWA Nanggala III, faktor kelemahan - ancaman mempunyai bobot yang lebih besar 3,48 dibandingkan dengan kekuatan - peluang 1,59 , sehingga dibutuhkan strategi khusus dalam pengelolaan secara berkelanjutan.Kata kunci: Bioekologi, habitat, kupu-kupu, tumbuhan inang, penangkaran, Graphium androcles.

ABSTRACT
This study examines the bioecological aspects and potential of sustainable ultilization of G. androcles in Bantimurung Bulusaraung National Park area Babul NP and Nanggala III Nature Park Nanggala III NP in South Sulawesi. The study was conducted on April 2014 March 2015. Vegetation analysis were performed to determine the characteristics habitat and food plants of G. androcles. Biological aspects of G. androcles were obtained through captive breeding. Data of the utilization potential of G. androcles were obtained by questionnaire method and analyzed in descriptive qualitative using SWOT analysis method. The results showed that the highest of G. androcles abundance was found at Pattunuang recreation area 45 individuals , and the lowest was at Bantimurung recreation area 16 individuals . The habitat and food plants of G. androcles was dominated by Canangium odoratum trees INP 50.88 in Pattunuang, Cinnamomum sp. INP 33.8 in Bantimurung, Ficus racemosa INP 54.4 in Salu Tandung and Ardisia purpurea INP 50.4 in Puncak area. Graphium androcles was found during at the dry season June November 2014 with low monthly rainfall 0 160 mm , air temperature 29 300C, humidity 54 65 , and light intensity 33 1180 lux. Graphium androcles lays its eggs on the leaves of Uvaria rufa Annonaceae . The nectar plants are Hibiscus rosasinensis, Ixora sp., Lantana camara, Dendrobium phalaenopsis, Clorodendrum thomsonae, Cromolaena odorata, and Eupatorium inufolia. The Life cycle of G. androcles in rearing experiment to reach adult stage ranges from 46 to 65 days. The failures of egg stages were caused by attacked by Camponotus sp. at nature and was fungi in captive breeding. The parasitoid attack of Aloeides indiscritus is found in third instar larvae. The failure of pupa is caused by imperfect formation, and pathogen attack so black pupa. The success rate of G. androcles at rearing experiment is still low and can not be reached until it copulates. The trading flow of G. androcles at Babul NP consists of catchers, craftsmen, merchants, and buyers. In the area of Nanggala III NP, no craftsmen were found. The presence of G. androcles has potential as a promotional and iconic event in Bantimurung recreation area. The results of SWOT analysis for the sustainable use of G. androcles at Babul NP differ with at Nanggala III NP. At the Babul NP area represents a higher probability strength factor 4,78 compared with threat weakness 2,15 , so that management can be accomplished. In the Nanggala III NP area, the weakness threat factor were greater weight 3,48 than the opportunity strength 1,59 , so different strategy will be needed for sustainable management. Keywords Bioecology, habitats, butterflies, hostplant, breeding experiment, Graphium androcles. "
2017
D2330
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"ABSTRAK
Pada tahun-tahun terakhir ini, angka partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat. Peningkatan partisipasi perempuan tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan peran perempuan dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan. Peran perempuan dalam bidang ketenagakerjaan telah ditetapkan pila dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1998.
Seiring dengan meningkatnya angkatan kerja perempuan, ada hal penting yang memerlukan perhatian, yaitu masalah perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, terutama buruh perempuan pabrik. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tidak hanya menyangkut perlindungan fisik (penciptaan kondisi kerja yang baik, lingkungan, jaminan kesehatan), tetapi juga termasuk perlindungan atas hak-hak perempuan untuk memperoleh perlakuan yang lama dengan pekerja laki-laki seperti kesempatan kerja, memilih profesi, pemberian gaji, dan tunjangan. Perlindungan tersebut diarahkan kepada peningkatan harkat dan martabat pekerja. Perlindungan terhadap pekerja dirasakan masih kurang, hal tersebut terlihat dari banyaknya aksi mogok para pekerja dan pelanggaran hak-hak dasar perempuan serta lemahnya pengawasan terhadap perusahaan. Perlindungan terhadap buruh perempuan bukan persoalan jenis kelamin, tetapi menyangkut hak asasi, maka hak dasar perempuan harus dilindungi. Akan tetapi, kenyataannya peraturan yang seharusnya menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan justru memberi peluang bagi terjadinya pelanggaran hak.
Pengingkaran dan pelanggaran perlindungan terhadap hak-hak buruh perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian, perlindungan kepada buruh perempuan belum sesuai dengan hak asasi manusia. Sehubungan dengan hal itu terlihat bahwa pelaksanaan peraturan-peraturan pun belum terlaksana dengan baik karena peraturan yang ada belum dapat dilaksanakan secara efektif bagi perlindungan terhadap buruh perempuan."
1999
T 2481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
TA3744
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
"Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan yang lama yang sangat pelik. Di Indonesia korupsi sudah ada sejak dulu. Korupsi bertentangan dengan konsep negara hukum, Menurut Sri Soemantri unsur negara hukum salah satunya adalah jaminan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu negara harus mengatasi korupsi karena korupsi tidak hanya meruugikan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak ekonomi dan hak sosial masyarakat luas. Untuk mengatasi korupsi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan membentuk lembaga untuk membantu mengatasi korupsi. Lembaga yang sampai saat ini masih melakukan pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi ini dibentuk karena pemberantasan korupsi oleh lembaga konvensional (kepolisian dan kejaksaan) belum dapat mengatasi permasalahan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan merupakan lembaga negara independen dan mempunyai kewenangan yang sangat luas. Oleh karena itu masyarakat berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat memberantas korupsi.
Kewenangan yang luas meliputi Koordinasi dangan instansi lain, supervisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pencegahan dan monitoring. Sebagaimana diketahui secara umum para ahli membagi dua lembaga negara yaitu Lembaga negara utama (main State?s organ) dan Lembaga negara pembantu (auxiliary State?s organ). Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara pembantu yang bersifat independen, hal ini akan menimbulkan masalah yaitu tentang kedudukan dalam struktur ketatanegaraan. Ada sebagian besar yang beranggapan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga ekstra konstitusional. Masalah lain yang muncul adalah apakah Komisi Pemberantasan Korupsi harus ada terus atau hanya sebagai Problem solving saja. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian normatif didukung dengan metode penelitian empiris. Di samping itu juga didukung dengan pendekatan sejarah dan komperatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara independen, namun bukan lembaga negara utama tetapi lembaga negara pembantu. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dijelaskan berada diranah kekuasaan manapun baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dimasukkan kedalam kekuasaan ke empat. Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya terus ada, karena korupsi tidak mungkin dapat hilangkan, hanya dapat diminimalkan. Namun Kewenangannya tidak lagi luas, hanya mencakup penindakan, pencegahan dan monitoring, sedangkan untuk penuntutan dikembalikan kepada kejaksaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1084
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library