Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hanifa Widyas Sukma Ningrum
"Citra perempuan di tengah masyarakat menarik untuk dibahas. Citra tersebut kemudian dipaparkan secara implisit oleh para sastrawan melalui karya sastra. Penelitian ini membahas citra perempuan dalam tiga cerpen yang tergabung dalam Kumpulan Cerpen Kompas 2019: Mereka Mengeja Larangan Mengemis, yaitu “Semangkuk Perpisahan di Meja Makan” karya Miranda Seftiani, “Di Atas Tanah Retak” karya Indra Tranggono, dan “Kisah Perempuan Perias Mayat” karya Agus Noor. Ketiga cerpen tersebut dipilih menjadi korpus penelitian karena memiliki benang merah yang sama, yaitu pasifnya tokoh laki-laki yang menyebabkan tokoh perempuan harus terjun ke ranah publik. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan metode close reading. Hasil penelitian menemukan bahwa posisi perempuan di ranah publik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendidikan, peran gender, relasi kuasa, dan tuntutan ekonomi. Kedudukan perempuan di ranah publik yang disebabkan oleh beberapa faktor tersebut kemudian mengantarkan pada peristiwa-peristiwa, seperti stereotip, pemerkosaan, dan kekerasan yang kemudian berujung pada kematian. Hasil yang ditemukan diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk memahami posisi dan citra perempuan di ranah publik sebagaimana terlihat pada ketiga cerpen.
The image of women in society is very interesting to discuss. The image is then implicitly presented by the writers through literary works. This study discusses the image of women in three short stories that are part of the Kumpulan Cerpen Kompas 2019: Mereka Mengeja Larangan Mengemis, namely "Semangkuk Perpisahan di Meja Makan" by Miranda Seftiani, "Di Atas Tanah Retak" by Indra Tranggono, and "Kisah Cinta Perempuan Perias Mayat" by Agus Noor. The three short stories were chosen to be the research corpus because they have the same common thread, namely the passiveness of male characters which causes female characters to enter the public sphere. The method used in this research is a qualitative approach with a close reading method. The results from this research found that the position of women in the public sphere was influenced by several factors, including education, gender roles, power relations, and economic demands. The position of women in the public sphere caused by several of these factors then leads to incidents, such as stereotypes, rape, and violence which then lead to death. The results found are expected to be useful for readers to understand the position and image of women in the public sphere as seen in the three short stories."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Hanifa Widyas Sukma Ningrum
"Perkembangan teknologi yang masif dapat membuat kewaspadaan manusia mengendur. Oleh sebab itu, teknologi yang semakin canggih dapat menjadi kondisi yang menyeramkan bagi manusia apabila tidak dipahami secara kritis. Penelitian ini mengkaji teknoutopianisme yang terdapat dalam novel Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku (2019) karya Ruwi Meita. Novel ini menarik karena memiliki dua alur penceritaan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan konsep naratologi dan dehumanisasi sebagai landasan teori utama. Hasil penelitian menemukan bahwa teknoutopianisme adalah keyakinan yang menjerumuskan manusia pada kondisi dehumanisasi sebab adanya kepercayaan berlebih kepada produk teknologi. Dehumanisasi tidak hanya menimpa kelompok marjinal tetapi juga kelompok dominan. Ekses teknologi yang mendehumanisasi kelompok marjinal meliputi hilangnya kepercayaan diri; krisis identitas; dan terdiskriminasi. Sementara itu, ekses teknologi yang mendehumanisasi kelompok dominan meliputi alienasi dengan diri sendiri maupun orang lain. Kondisi dehumanisasi tersebut dipicu oleh beberapa faktor, yakni fungsi tubuh dan kepercayaan antar sesama manusia terdegradasi karena tergantikan oleh mesin yang canggih. Sementara itu, peneliti menemukan ideologi teks yang condong pada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan teknologi sebagai upaya untuk memperoleh kehidupan yang harmonis. Ideologi tersebut disesuaikan dengan keadaan Indonesia yang dikenal dengan keberagaman sehingga keharmonisan hubungan antarmasyarakat diperlukan untuk menjalani kehidupan.
Massive technological developments can lessen human awareness towards its consequences. Therefore, this rapid development of technology could be terrifying for human if it is not understood wisely. This research examines the technoutopianism contained in the novel Mereka Bilang Ada Toilet di Hidungku (2019) by Ruwi Meita. This novel is interesting because it has two storylines. The method used in the research is a qualitative approach with the concepts of narratology and dehumanization as the main theoretical basis. The results found that technoutopianism is a belief that plunges humans into a state of dehumanization due to excessive trust in technological products. Dehumanization not only affects marginalized groups but also dominant groups. Technological excesses that dehumanize marginalized groups include loss of confidence; identity crisis; and discrimination. Meanwhile, technological excesses that dehumanize dominant groups include alienation from oneself and others. The dehumanization condition is triggered by several factors, namely the function of the body and trust between fellow humans is degraded because it is replaced by sophisticated machines. Meanwhile, researchers found the ideology of the text that leans towards human values compared to technology as an effort to obtain a harmonious life. The ideology is adjusted to Indonesian people, who are known for their diversity so the harmonious relations between people are necessary to live their life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library