Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Firyal Arva Orvala
"Skripsi ini mengkaji pengaturan informed consent di Indonesia terhadap manusia yang menjadi subjek eksperimen medis, perlindungan hukum atas risiko dan dampak yang ditimbulkan pada manusia sebagai subjek eksperimen medis, dan aturan pelaksanaan eksperimen medis pada Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Menggunakan metode yuridis-normatif, dengan tipe penelitian deskriptif, data penelitian dikumpulkan melalui data sekunder yang terdiri dari bahan hukum, dan data primer melalui wawancara mendalam dengan IMERI FK UI. Simpulan penelitian ini adalah: pengaturan informed consent di Indonesia terhadap manusia yang menjadi subjek eksperimen medis terdapat pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerijntah Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/X/2002 tentang Persetujuan Penelitian Kesehatan terhadap Manusia, dan Peraturan Menteri Kesehatan No 657 tahun 2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasi. Bentuk perlindungan hukum atas risiko dan dampak yang ditimbulkan pada manusia yang menjadi subjek eksperimen medis adalah bentuk perlindungan hukum perdata, pidana, dan administrasi. Adapun aturan pelaksanaan eksperimen pada IMERI FK UI merujuk pada konvensi internasional, peraturan perundang-undangan nasional, etika penelitian kesehatan, prosedur good clinical practice, serta Joint Commission International, dan Human Research Subject Program. Penelitian ini menyarankan, gagasan general informed consent dapat ditindaklanjuti oleh para pihak terkait
This thesis examines the regulation of informed consent in Indonesia for humans who are subject to medical experiments, legal protection of risks and impacts caused to humans as subjects of medical experiments, and the rules of conducting medical experiments at the Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Faculty of Medicine, University of Indonesia (FK UI). Using juridical-normative methods, with descriptive research type, research data was collected through secondary data consisting of legal material, and primary data through in-depth interviews with IMERI FK UI. The conclusions of this study are: the regulation of informed consent in Indonesia for humans who are subjected to medical experiments is contained in Law Number 36 of 2009 concerning Health, Government Regulation Number 39 of 1995 concerning Health Research and Development, Minister of Health Decree Number 1333 / Menkes / SK / X / 2002 concerning the Approval of Health Research on Humans, and Minister of Health Regulation No. 657 of 2009 concerning the Delivery and Use of Clinical Specimens, Biological Materials and Information Contents. The form of legal protection for risks and impacts caused by humans who are the subject of medical experiments is a form of legal protection for civil, criminal and administrative matters. The rules of conducting experiments on the IMERI FK UI refer to international conventions, national legislation, health research ethics, good clinical practice procedures, as well as the International Joint Commission, and the Human Research Subject Program. This research suggests, the idea of general informed consent can be followed up by related parties"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Firyal Arva Orvala
"Persoalan dalam pewarisan yang masih menimbulkan pro dan kontra adalah mengenai Surat Penyerahan Mutlak (surat di bawah tangan bukan surat otentik) yang berisi penyerahan harta bersama dari istri Pewaris yang dibuat kepada salah satu ahli waris tanpa melibatkan seluruh ahli waris, masalah daluarsa suatu gugatan terhadap suatu sertipikat yang cacat hukum, dan masalah kedudukan pemegang hak tanggungan dibandingkan dengan ahli waris. Dilatarbelakangi persoalan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kesahan Surat Keterangan Hak Waris yang didasarkan oleh surat penyerahan mutlak yang dibuat oleh salah seorang ahli waris kepada salah satu ahli waris tanpa melibatkan seluruh ahli waris; serta mengkaji dan menganalisis pertimbangan hakim pada Putusan No 266 PK/Pdt/2022 yang mendahulukan kepentingan pemegang hak tanggungan dibanding ahli waris. Metode penelitian kualitatif dengan tipe doktriner. Kasus yang dibahas adalah Putusan Nomor 266 PK/PDT/2022. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder dengan diperkuat data primer berupa teknik wawancara. Pada tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, gugatan para Penggugat/ahli waris tersebut dikabulkan oleh hakim; namun pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali, hakim tidak mengabulkan gugatan ahli waris serta mencabut Putusan Pengadilan Tinggi tersebut dengan pertimbangan bahwa sertipikat hak milik yang berstatus sebagai jaminan yang sedang dibebani Hak Tanggungan tersebut telah melewati waktu 5 (lima) tahun . Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Keterangan Hak Waris yang dibuat tidak didahului dengan Akta Pernyataan Waris (APW), Akta Pembagian Hak Bersama (APHB), dengan dokumen palsu, dan tidak melibatkan semua ahli waris, dinyatakan tidak sah. Kemudian terkait pertimbangan hakim yang memprioritaskan pemegang hak tanggungan dibandingkan ahli waris yang memiliki hak mutlak (legitieme portie), hasil penelitian ini menunjukkan hak mutlak dapat diprioritaskan mengingat pertimbangan daluarsa dalam PP No 24 1997 yang telah diperbaiki dan dicabut dengan PP No 18 Tahun 2021 yang tetap memberlakukan daluarsa tetapi dengan itikad baik.
Issues in inheritance that still raise pros and cons are regarding the Absolute Surrender Letter (a private letter not an authentic letter) which contains the delivery of joint assets from the Heir's wife made to one of the heirs without involving all heirs, the issue of the expiration of a lawsuit against a certificates that are legally flawed, and problems with the position of the holder of the mortgage rights compared to the heirs. Against this background, this study aims to examine and analyze the validity of a certificate of inheritance rights based on a letter of absolute surrender made by one of the heirs to one of the heirs without involving all the heirs; as well as reviewing and analyzing the judge's considerations in Decision Number 266 PK/Pdt/2022 which prioritizes the interests of the mortgage holder over the heirs. Qualitative research methods with a doctrinal type. The case discussed is Decision Number 266 PK/PDT/2022. Data collection techniques use secondary data with primary data reinforced in the form of interview techniques. At the District Court and High Court levels, the lawsuit of the Plaintiffs/heirs was granted by the judge; however, at the cassation and review levels, the judge did not grant the heirs' claim and revoked the High Court Decision on the basis that the title certificate with the status of collateral being burdened with the Mortgage had passed 5 (five) years. The results showed that a certificate of inheritance rights which was made without being preceded by a deed of inheritance (APW), a deed of sharing rights together (APHB), with fake documents, and did not involve all heirs, was declared invalid. Then regarding the judge's considerations that prioritize mortgage holders over heirs who have absolute rights (legitieme portie), the results of this study show absolute rights can be prioritized considering the expired considerations in PP No. 24 1997 which has been corrected and revoked with PP No. 18 of 2021 which remains enforce expiration but in good faith."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library