Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Faisal Adam
"Berbagai penyakit yang disebabkan radikal bebas semakin meningkat khususnya di Indonesia mengingat paparan sinar ultraviolet yang cukup banyak di daerah tropis, pembangunan yang pesat, serta adanya perubahan gaya hidup. Oleh karena itu peran antioksidan eksogen diperlukan untukomembantu antioksidan endogen, seperti enzim katalase, agar terhindar dari stres oksidatif yang ditimbulkan radikal bebas. Jengkol (Archidendron pauciflorum), salah satu tanaman tropis Indonesia, memiliki potensi antikosidan kuat karena memiliki asam jengkolat,oyang tersusun dari dua molekul sisteinlyangodikenal sebagai antioksidan. Selain itu jengkol juga memiliki kandungan antioksidan lain seperti vitamin C dan flavonoid, terutama pada bijinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji jengkol pada aktivitas spesifik katalase jaringan hati tikus. Sebanyak 32 ekor tikuslSprague Dawley dibagi dalam empat kelompok secara acak, yaitu kelompok perlakuan standar, kelompok dengan pemberian ekstrak biji jengkol, kelompok dengan pemberian CCl4 sebagai indikator kerusakan hati, serta kelompok dengan pemberian ekstrak biji jengkol disertailCCl4. Homogenatkhati tikus masing-masing kelompok diukur aktivitas spesifik katalasenyaldengan metode Mates. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak biji jengkol dapat menurunkan aktivitaslspesifik katalase, baik pada hati tikus normal (p=0.000) maupun pada hati yang dirusak CCl4, walaupun tidak bermakna (p=0.832).lHal tersebut diperkirakan karena gugus sulfhidiril (SH) dari sistein yang dibebaskan dari asam jengkolat, yang dapat menginaktivasi kerja enzim katalase.

Free radical-related disease are more increasing especially in Indonesia because of tropical situation there such as ultraviolet and life style changes. Exogen antioxidants are increasingly needed to help endogen antioxidants activity, such as catalase, to avoid oxidative stress induced by free radical exposure. One of indonesian tropical plant, Jengkol (Archidendron pauciflorum) is believed have strong potential antioxidant source, jengkolic acid, a compund consisting of two cysteine molecules which has been known as antioxidants, besides, their other known sources of antioxidant: vitamin C, and flavonoid. Research is conducted to find the effect of Jengkol seeds extract towards specific catalase activity of rat?s liver. Thirty two Spraguedawley strain rats are divided into four groups: control group, a group given jengkol seeds extract, a negative control group given CCl4 to show hepatocytes toxicity, and a group given both CCl4 and jengkol seeds extract. Homogenate of rat liver from each groups are measured for their spesific catalase activity using Mates methods. The result shows jengkol seeds extract reduced specific catalase activity in normal rat liver significantly (p=0,000), also in injuried liver by CCl4, although no significant correlation found (p=0,832). This finding shows a possible inactivation of catalase enzyme due to sulfhydril (SH) groups from cysteine after being released by jengkolic acid. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Adam
"Pendahuluan : Radioterapi pada kanker kepala dan leher menggunakan teknik Three-dimensional Conformal Radiotherapy (3DCRT) atau Intensity-modulated Radiotherapy (IMRT) membutuhkan akurasi yang tinggi dalam pelaksanaannya. Upaya ini dilakukan dengan mengetahui kesalahan set-up melalui proses verifikasi yang disesuaikan dengan beban kerja setiap unit radioterapi. Dengan demikian dapat diterapkan margin CTV-ke-PTV yang ideal untuk mendapatkan dosis yang adekuat pada area target radiasi.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang mengambil data verifikasi menggunakan Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dari 9 pasien kanker kepala dan leher yang mendapatkan radioterapi dengan teknik 3DCRT/IMRT di Departemen Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) antara bulan Oktober 2013 hingga Desember 2013. Pergeseran pada lapangan radiasi yang didapatkan dari hasil verifikasi dalam lima fraksi awal dianalisis untuk memperoleh kesalahan sistematik dan kesalahan acak, yang selanjutnya dihitung untuk mendapatkan margin CTV-ke-PTV.
Hasil : Sebanyak 135 data verifikasi CBCT dianalisa. Besar kesalahan sistematik dan kesalahan acak yang didapatkan berturut-turut sebesar 1.5 mm dan 2.7 mm pada sumbu laterolateral, 2.2 mm dan 3.1 mm pada sumbu kraniokaudal, serta 2.2 mm dan 1.9 mm untuk sumbu anteroposterior. Margin CTV-ke-PTV yang diperoleh sebesar 4.9 mm, 6.6 mm dan 5.8 mm untuk masing-masing sumbu laterolateral, kraniokaudal dan anteroposterior.
Kesimpulan : Verifikasi menggunakan CBCT dalam lima fraksi awal merupakan metode yang efektif untuk deteksi dan koreksi kesalahan set-up. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi pemberian margin CTV-ke-PTV dan menunjukkan pemberian margin sebesar 5 mm sudah cukup adekuat dalam pelaksanaan radioterapi kanker kepala dan leher dengan teknik 3DCRT/IMRT di Departemen Radioterapi RSCM. Diperlukan upaya tambahan untuk meningkatkan koreksi kesalahan set-up dengan memperhitungkan beban kerja unit radioterapi.

Introduction : Three-dimensional Conformal Radiotherapy (3DCRT) or Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) for head and neck cancer is a highly accurate procedure. Verification is needed to detect and correct set-up errors, adjusted according to workload of each radiotherapy center. Therefore, an ideal CTV-to-PTV margin can be applied to ensure adequate target volume coverage.
Methods : This is a cross-sectional study using Cone Beam Computed Tomography (CBCT) verification data of 9 head and neck cancer patients treated with 3DCRT/IMRT in Department of Radiotherapy, Cipto Mangunkusumo Hospital between October 2013 and December 2013. Translation errors from the first five fractions were analyzed to count for systematic and random errors. These errors were then calculated to acquire CTV-to-PTV margin.
Results : A total of 135 CBCT data were analyzed. Systematic and random errors were respectively 1.5 mm and 2.7 mm in laterolateral direction, 2.2 mm and 3.1 mm in craniocaudal direction, and 2.2 mm and 1.9 mm in anteroposterior direction. CTV-to-PTV margin were 4.9 mm, 6.6 mm and 5.8 mm in laterolateral, craniocaudal and anteroposterior direction, respectively.
Conclusions : CBCT verification in first five fractions was effective in detecting and correcting set-up errors. The calculated CTV-to-PTV margin can be used as recommended margin and showed that 5 mm margin was adequate in planning 3DCRT/IMRT technique for head and neck cancer in Department of Radiotherapy, Cipto Mangunkusumo Hospital. An extra effort might be done to improve the correction of set-up errors adjusted to workload.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Faisal Adam
"Latar belakang: EuroSCORE II (European System for Cardiac Operative Risk Evaluation) banyak digunakan sebagai model prediksi resiko mortalitas intrahospital dan juga mulai diteliti sebagai prediktor kesintasan jangka panjang untuk operasi jantung. Namun penggunaannya pada pembedahan katup jantung memilki nilai uji validasi yang buruk. TAPSE (Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion), sebagai salah satu parameter fungsi ventrikel kanan diketahui menjadi salah satu prediktor pasien yang menjalani pembedahan jantung.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kemampuan prediksi mortalitas intrahospital dan kesintasan jangka panjang antara EuroSCORE II dengan kombinasi EuroSCORE II dan TAPSE (EuroSCOREII+TAPSE) dan kombinasi modifikasi variabel EuroSCORE II+TAPSE (Modified Euro-TAPSE-Score) pasien yang menjalani pembedahan katup jantung.
Metode: Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap 1842 pasien yang menjalani pembedahan katup jantung pada periode 2018-2021. Analisis bivariat dan multivariat antara nilai EuroSCORE II, variabel EuroSCORE II, dan TAPSE untuk mortalitas intrahospital dan kesintasan 4,5 tahun. Uji validasi dilakukan terhadap semua model prediksi resiko.
Hasil: Mortalitas intrahospital yang diobservasi adalah 9,0 % dan untuk mortalitas jangka panjang adalah 18,8%. Sebagai prediktor mortalitas intrahospital, Modified Euro-TAPSE Score dan EuroSCOREII+TAPSE memilki nilai uji validasi yang lebih baik [(AUC 0,730; uji H-L p:0,988) vs (AUC 0,681; uji H-L p:0,065)] dibandingkan EuroSCORE II saja (AUC 0,686; uji H-L p:0,028). EuroSCORE II secara signifikan berhubungan dengan kesintasan jangka panjang (p<0,0001), namun TAPSE tidak dapat digunakan sebagai prediktor (p: 0,643) sehingga modifikasi EuroSCORE II dengan TAPSE tidak dapat dilakukan.
Kesimpulan: Modified Euro-TAPSE-Score dan EuroSCOREII+TAPSE memiliki nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan EuroSCORE II untuk mortalitas intrahospital pasien yang menjalani pembedahan katup jantung.

Background: EuroSCORE II (European System for Cardiac Operative Risk Evaluation) is widely used as a risk predictive model for intrahospital mortality and has been studied as a predictor of long-term survival for cardiac surgery. However, its use in valvular heart surgery (VHS) has poor validation test values. TAPSE (Tricuspid Annular Plane Systolic Excursion), as a parameter of right ventricular function is known to be one of the predictors of patients undergoing cardiac surgery
Objective: To compare the predictive ability of intrahospital mortality and long-term survival between EuroSCORE II with EuroSCORE II and TAPSE combination (EuroSCOREII+TAPSE) and EuroSCORE II variable modification with TAPSE (Modified Euro-TAPSE-Score) in patients undergoing VHS.
Metds: A retrospective cohort study was conducted on 1842 patients undergoing VHS in 2018-2021 period. Bivariate and multivariate analyzes of EuroSCORE II, EuroSCORE II variables, and TAPSE for intrahospital mortality and 4,5 year survival. Validation tests were carried out on all risk prediction models.
Results: The observed intrahospital mortality was 9,0% and long-term mortality was 18,8%. As predictors of intrahospital mortality, Modified Euro-TAPSE Score and EuroSCOREII+TAPSE have better validation test values [(AUC 0,,730; H-L test p:0,988) vs (AUC 0,681; H-L test p:0,065)] compared to EuroSCORE II (AUC 0,686; H-L test p:0,028). EuroSCORE II was significantly associated with long-term survival (p<0.0001), but TAPSE could not be used as a predictor (p:0,643) so EuroSCORE II modification with TAPSE could not be performed.
Conclusion: Modified Euro-TAPSE-Score and EuroSCOREII+TAPSE have a better prognostic value than EuroSCORE II for intrahospital mortality in patients undergoing VHS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library