Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emalia
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T42633
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Emalia
"Awal abad ke-20 adalah masa yang penuh dengan gejolak perjuangan rakyat. Semua penderitaan yang dialami masyarakat Indonesia memunculkan berbagai protes sosial hampir di setiap pelosok Nusantara. Di Keresidenan Cirebon akibat adanya Landreform 1918 ternyata lebih banyak merugikan masyarakat petani dibandingkan dengan keuntungannya yang diambil pihak perkebunan swasta. Bencana kelaparan terjadi hampir di setiap daerah Keresidenan Cirebon. Banyak penduduk yang mengalami perpindahan ke daerah-daerah pegunungan untuk sekedar sekedar mencari makanan sebagai penyambung kehidupan.
Hal semacam ini yang memicu masyarakat untuk mendukung berbagai gerakan politik, termasuk gerakan politik keagamaan islam yang marak saat itu. Melalui para ulama yang pulang dari berhaji dan membawa budaya baru yang dipengaruhi gerakan Wahabbiyah di sana, mereka terorganisasikan dalam menuntut hak dan kebebasan. Seperti kemunculan Sarekat Islam (SI) di Surakarta dan Muhammadiyah di Yogyakarta yang dipelopori kaum santri dan pedagang yang datang dari berhaji, adalah awal dari kebangkitan Islam di Indonesia.
Di Keresidenan Cirebon ini pengaruh kraton juga sangat kuat di hati masyarakat. Campur tangan pemerintah kolonial dalam kraton sangat dirasakan sebagai momok dalam kehidupan. Akan tetapi kenyataan itu selalu mewarnai kehidupan. Akibat hal itu para penghulu kraton menjauhkan diri dari kehidupannya di kraton Kasepuhan dan Kanoman. Pendirian tarekat merupakan cara untuk menggalang umat dalam membela hak dan kebebasannya menjalankan peribadatan dan membebaskan dari keterkungkungan penderitaan yang dialaminya. Dukungan gerakan tarekat terhadap SI dan PO di Keresidenan Cirebon semakin memperkuat perjuangan masyarakat Keresidenan cirebon.
Bahkan pusat kegiatan tarekat ini selain di pesantren-pesantren juga di kraton. Konsep gerakan tarekat ini adalah selain menjalankan ajaran Islam yang sebenar-benarnya juga adalah nonkooperatif dengan kolonialisme. Dukungan kraton terhadap gerakan tarekat ini juga menunjukkan kraton bersifat antikolonialisme. Kraton juga mendukung terhadap berbagai kegiatan SI dan PO dalam memprotes dan mengkritik sistem sewa tanah dan perpajakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda, Kraton juga mendukung berlakunya sistem pendidikan yang berdasarkan al Qur'an yang diterapkan oleh SI dan PO.
Keberhasilan organisasi ini adalah merupakan suatu cara untuk menyuarakan persatuan di antara organisasi-organisasi Islam. Selain itu juga dalam rangka membebaskan umat Islam dari keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan ketertindasan dari kolonialisme. Usahausaha ini ditempuh juga dengan diselenggarakannya kongres Al Islam I yang mula pertama diprakarsai oleh Central Sarekat Islam (CSI) dan disambut baik oleh seluruh organisasi Islam Indonesia, dan SI Cirebon yang akhirnya menerima kepercayaan sebagai tuan rumah penyelenggara. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika pergerakan di Keresidenan Cirebon sangat berarti dalam jajaran sejarah pergeran."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Emalia
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh konflik lahan terhadap legitimasi dan pembangunan berkelanjutan PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu dan mengevaluasi bagaimana bentuk krisis legitimasi yang dihadapi serta bagaimana strategi keberlanjutan yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu dalam menyikapi dan menanggapi krisis legitimasi akibat konflik lahan yang terjadi. Masalah penelitian ini muncul karena adanya fenomena isu lingkungan yaitu konflik lahan yang berlangsung cukup lama dan rentan terjadi antara PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu dengan masyarakat. Penelitian ini menggunakan strategi penelitian berupa studi kasus dengan pendekatan penelitian kualitatif dan metode pengumpulan data sequential triangulation. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara yang dilakukan dengan pihak perusahaan yang hasilnya dinarasikan dengan metode deskriptif kualitatif kemudian diolah dengan menggunakan NVivo 12 Pro untuk mempertajam dalam melakukan analisis konten, analisis tematik, dan analisis konstan komparatif. Penelitian ini menggunakan teori legitimasi yang diusung oleh Suchman (1995) dan O’Dwyer, Owen, & Unerman (2011) khususnya yang menyangkut mengenai tipologi legitimasi dan strategi-strategi legitimasi dalam memperbaiki krisis legitimasi yang dihadapi oleh perusahaan. Temuan dalam penelitian ini adalah konflik lahan yang terjadi berpengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu sebagai akibat dari krisis legitimasi yang dihadapi perusahaan, di mana tipologi yang dihadapi berupa repairing legitimacy, sehingga PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu melakukan beberapa strategi untuk memperbaiki legitimasinya yang merupakan bentuk strategi umum legitimasi (normalize, restructure, dan avoid overreaction/don’t panic) dan dikondisikan dengan strategi legitimasi pragmatis, yaitu strategi normalize dalam bentuk “deny”, strategi restructure dalam bentuk “create monitors”, dan strategi “avoid overreaction/don’t panic” Adapun strategi lainnya seperti moral legitimacy dan cognitive legitimacy belum ditemukan dalam strategi yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu saat konflik lahan berlangsung, dan kemungkinan akan dilakukan perusahaan kedepannya tergantung kebutuhan organisasional nantinya.

This study aims to analyze how the influence of land conflicts on the legitimacy and sustainable development of PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu and evaluate what form the legitimacy crisis is faced and how the sustainability strategy carried out by PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu in addressing and responding to the legitimacy crisis due to land conflicts that occur. This research problem arose because of the phenomenon of environmental issues, namely land conflicts that lasted quite a long time and were prone to occur between PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu and the community. This study used a research strategy in the form of a case study with a qualitative research approach and sequential triangulation data collection method. The research data were obtained from observations, documentation, and interviews conducted with the company whose results were narrated using a qualitative descriptive method and then processed using NVivo 12 Pro to sharpen content analysis, thematic analysis, and constant comparative analysis. This study uses the legitimacy theory promoted by Suchman (1995) and O'Dwyer, Owen, & Unerman (2011), especially concerning the typology of legitimacy and legitimacy strategies in improving the legitimacy crisis faced by companies.

The findings in this study are that land conflicts that occur affect the sustainable development of PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu as a result of the legitimacy crisis faced by the company, where the typology faced is in the form of repairing legitimacy, so that PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu carries out several strategies to improve legitimacy which is in the form of a general strategy of legitimacy (normalize, restructure, and avoid overreaction/don't panic) and is conditioned by pragmatic legitimacy strategies, namely the normalize strategy in the form of "deny", the strategy of restructuring in the form of "create monitors", and the strategy of "avoid overreaction/don't panic” Other strategies such as moral legitimacy and cognitive legitimacy have not been found in the strategy undertaken by PT Pelabuhan Indonesia Regional 2 Bengkulu during the land conflict, and it is likely that this will be carried out by the company in the future depending on organizational needs."

Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiqa Himma Emalia
"Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk ketidaksetaraan gender yang paling tragis dan menjadi masalah global yang signifikan bagi perempuan di dunia. Eksplorasi mendalam terkait kisah kehidupan penyintas KDRT menjadi penting untuk dilakukan untuk memahami kebutuhan, faktor yang mendukung/menghambat perempuan untuk meninggalkan pasangannya, pola koping, faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan, dan tindakan yang dilakukan oleh perempuan dalam setiap siklus kekerasan. Penelitian ini merupakan studi naratif yang bertujuan untuk mengeksplorasi kisah perempuan penyintas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang divariasikan berdasarkan status kerja dan tingkat pendidikan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis naratif struktural dan tematik. Hasil penelitian ini menghasilkan empat kisah perempuan penyintas KDRT dan enam tema utama yaitu kepribadian yang terbentuk dari pengasuhan orang tua; riwayat terjadinya kekerasan oleh pasangan; siklus kekerasan fisik; dampak kekerasan terhadap perilaku, pola koping, dan kesehatan partisipan; usaha penyintas untuk keluar dari siklus kekerasan; dan pengambilan keputusan akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perempuan yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter dan otoritatif memiliki kemampuan pemberdayaan diri sehingga mereka dapat lebih mudah ulet (resillient) dan bangkit dari keterpurukan akibat kekerasan domestik. Penelitian ini merekomendasikan intervensi pencegahan primer KDRT dimulai dari edukasi pengasuhan orang tua sejak kecil. Pengasuhan orang tua yang dimaksud adalah pengasuhan otoritatif, menanamkan prinsip egaliter, dan mengarahkan pemberdayaan diri.

Domestic Violence (DV) is the most lamentable form of gender inequality and a significant global issue for women worldwide. It is essential to conduct an in-depth analysis of the life histories of domestic violence survivors to comprehend their necessities, the factors that encourage or discourage women from fleeing their partners, their coping patterns, the factors that affect their decision-making, and the actions they take during each cycle of violence. This narrative research aimed to examine domestic violence (KDRT) survivors' stories. The study comprised four selected participants based on their employment status and educational background. This study employed structural and thematic narrative analysis. This study’s findings yielded four stories of women survivors of domestic violence and six primary themes, including personality shaped by parental upbringing; history of partner violence; the cycle of physical violence; the effect of violence on participants' behaviour, coping patterns, and health; survivors' endeavour to escape the cycle of violence; and final decision-making. This study concludes that women raised by authoritative and authoritarian parents can empower themselves to be more resilient and rise above the domestic violence-induced downturn. This research recommends that primary domestic violence prevention interventions commence in childhood with parenting. The parenting in question is authoritative, imparting egalitarian principles and directing self-empowerment."
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Emalia
"Artikel ini menjelaskan tentang derajat kesehatan masyarakat pribumi di Kota Cirebon pada masa kolonialisme Belanda antara 1906-1940. Fokus kajiannya adalah menganalisis derajat kesehatan pada masa modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Kota Cirebon yang semula sebagai kota tradisional/kota kesultanan diubah fungsinya menjadi kota kolonial (modern) oleh pemerintah Hindia Belanda bersamaan dengan pembentukan kota-kota lainnya di Jawa dan Madura pada 1906. Selama paruh pertama di awal abad ke-20, masyarakat pribumi di Kota Cirebon menghadapi proses modernisasi yang berbasis industrialisasi ekonomi. Namun karena seringkali proyek pembangunan tidak tuntas akibatnya lingkungan kota menjadi tidak sehat. Sisa material bangunan, genangan air, galian-galian tanah yang kotor, dan kurangnya jatah air bersih bagi masyarakat pribumi menjadi pangkal kemunculan berbagai bibit penyakit yang menyerang para pekerja dan menular secara luas. Kondisi ini yang menjadi derajat kesehatan masyarakat pribumi buruk dan tidak pernah meningkat. Dalam menangani wabah penyakit pun terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat pribumi dengan pemerintah kolonial. Bagi masyarakat pribumi praktik pengobatan didasari oleh pengetahuan agamanya yang kemudian diekspresikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karenanya mereka seringkali menolak tawaran sistem pengobatan dan propaganda kesehatan modern yang ditawarkan oleh pemerintah karena khawatir aqidahnya terganggu. Sementara bagi pemerintah kolonial praktik pengobatan didasari oleh ilmu pengetahuan yang berkembang di Eropa. Hanya saja dalam praktiknya, aspek kesehatan modern ini dikaitkan dengan pengembangan perekonomian untuk mengumpulkan sebanyak-banyak keuntungan. Komersialisasi dan diskriminasi pelayanan kesehatan pada akhirnya membuat masyarakat pribumi tetap mempraktikkan pengobatan tradisional yang dipahaminya.

This dissertation aims to describe the health level of the native people in Cirebon during the Dutch colonial era (1906-1940), focusing on the health level when the Dutch colonial government carried out modernization. The City of Cirebon which was originally a traditional city/sultanate city led by the sultans was changed into a colonial (modern) city by the Dutch East Indies government concurrently with the formation of other cities in Java and Madura in 1906. Through the first half of the 20th century, the native people of Cirebon overcame a process of modernization based on economic industrialization. Modernization was also carried out in the health sector which included policies and eradicating disease outbreaks. However, since there were many incomplete development projects, the city environment became unhealthy. They created leftover building materials, puddles, dirty soil excavations, and caused a lack of clean water for the native people. This condition then became the basis for the emergence of various germs that attack the workers and spread widely. There were different perception between the colonial government and the native people in dealing with the disease outbreaks. For the native people, the health knowledge was referred on their religious knowledge which was then expressed in their daily lives. While for the colonial government, the understanding of health referred to science development in Europe. In reality, this aspect of modern health is associated with economic development to collect as many benefits. The construction of hospitals, procurement of medical devices, and health services are also commercial in nature. The health perceptions of the native people also did not reduce the value of beliefs in their religious practices. Therefore the native people often rejected the offer of medical systems and other health propaganda from the government for they fear that their faith will be corrupted.  So in that condition, the spread of the epidemic of dissidents became widespread in Cirebon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2605
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Emalia
2011
S45697
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library