Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwardo Warman Putra
"ABSTRACT
Ketentuan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengatur bagi badan hukum yang bidang usahanya perumahsakitan dilarang memiliki bidang usaha lain yang berada di bawah satu naungan badan hukum. Sedangkan PP Muhammadiyah merupakan badan hukum yang memiliki tiga bidang usaha, yaitu rumah sakit, pendidikan, dan keagamaan. Dengan ketentuan yang ada tersebut PP Muhammadiyah mengalami kerugian materiil maupun imateriil. Oleh karena itu PP Muhammadiyah mengajukan Pengujian Undang-Undang (judicial review). Permohonan tersebut kemudian diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 38/PUU-XI/2013, yang pada intinya menambahkan frasa Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Berdasarkan peninjauan hukum yang telah dilakukan terhadap peraturan perumahsakitan, putusan mahkamah konstitusi, serta melakukan wawancara dengan para pemohon pengujian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa benar dalam penerbitan ketentuan Pasal 7 ayat (4) tidak didasari dengan alasan yang jelas, selain itu juga mengakibatkan kerugian bagi para penyelenggara rumah sakit. Oleh karena itu pengaturan Pasal 7 ayat (4) diperjelas dengan adanya PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Walaupun sudah adanya peraturan pelaksana, lebih baik jika Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengalami perubahan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, agar terdapat keselarasan antara peraturan pelaksana dengan peraturan dasar.

ABSTRACT
Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital prohibits a legal entity in the hospital sector to engage in any other sectors. Muhammadiyah is a legal entity that engages in 3 different sectors, which are Hospital, Education, and Religious Activities. With the regulation in hand, it has brought both material and immaterial damages for Muhammadiyah. Muhammadiyah filed a Judicial Review. Based on the Constitutional Court Decision Number 38/PUU-XI/2013, to Article 7(4), there has been made an exception to the rule for hospitals that is run by legal entities for profit.  This study is a normative juridical research. Based on legal researches and interviews conducted, the findings of this analysis shows that the enactment of Article 7(4) was not based on clear underlying reasons, and has caused disadvantages to the legal entities engaged in the respective sector. Therefore, the rules of Article 7(4) has been clarified by the enactment of Regulation of the Minister of Health Number 56 Year 2014 on Classification and Hospital Licensing. Nevertheless, the revision of Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital is necessary to conform with its implementing regulations."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwardo Warman Putra
"Pengaturan khusus Go Private diundangkan melalui POJK No. 3/2021. Selama ini pelaksanaan Go Private telah kerap dilakukan, dalam pelaksanaannya Go Private kerap terhambat dengan Pemegang Saham Tidak Hadir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketentuan Go Private berdasarkan POJK No. 3/2021, beserta mekanisme yang dapat dilakukan untuk menangani Pemegang Saham Tidak Hadir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif serta penelitian ini didukung dengan pelaksanaan wawancara bersama praktisi harta peninggalan. Berdasarkan hasil penelitian, Perseroan Terbuka melakukan Go Private secara sukarela maupun akibat perintah dari OJK. Pengaturan Go Private pasca diundangkannya POJK No. 3/2021, lebih memberikan kepastian hukum terhadap pemegang saham independen serta terhadap kelancaran Perseroan Terbuka dalam melakukan Go Private. Mekanisme penyelesaian masalah Pemegang Saham Tidak Hadir dapat diselesaikan dengan memohon jumlah maksimal pemegang saham lain kepada OJK atau melalui mekanisme lain yaitu dengan melakukan pengajuan permohonan penetapan Pengadilan agar Pemegang Saham Tidak Hadir dapat diwakilkan oleh BHP. Berdasarkan penetapan tersebut BHP akan melakukan pengurusan dengan menjual saham yang diurusnya dan menatausahakan uang hasil penjualan selama 30 (tiga puluh) tahun. Apabila jangka waktu penatausahaan tersebut sudah lewat, maka uang penjualan tersebut akan dimasukan ke dalam kas negara.

Go Private special regulation was promulgated through POJK No. 3/2021. During the time of implementation, Go Private is often hampered by the Absence of Shareholders. This study aims to analyze Go Private provisions based on POJK No. 3/2021, in conjunction with the implementation relevant mechanism for Absence Shareholder. The method used in this research is normative juridical and this research is supported by conducting interviews with practitioners of inheritance. Based on the research results, Public Companies transition to Go Private voluntarily or because of orders from the OJK. Go Private regulation after the promulgation of POJK No. 3/2021, provides more legal certainty for independent shareholders and make the transition of going private for publicly listed companies easy. The mechanism for resolving the Absence of Shareholders problem can be resolved by requesting the maximum number of other shareholders to the OJK or through another mechanism, mainly by submitting a request for a court order so that the Absent Shareholders can be represented by Property and Heritage Agency (BHP). Based on this stipulation, BHP will manage it by selling the shares and administering the proceeds from the sale for 30 (thirty) years. If the administration period has passed, the sales money will be included in the state treasury."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library