Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edison Hulu
"ABSTRAK
Ada beberapa masalah dalam mengaplikasikan model I-O sebagai model perencanaan perekonomian negara, antara lain yaitu (i) kurang akurat penggunaannya dalam jangka panjang karena koefisien I-O diasumsikan tetap (ii) tidak terpakai untuk kebutuhan yang mendesak karena laporan penelitian untuk memperoleh data I-O sering terlambat dan penelitian dilakukan hanya sekali dalam beberapa tahun karena biayanya sangat mahal, (iv) kurang relevan dalam menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi karena data yang ada biasanya menurut harga berlaku.
Dari beberapa studi yang ada diketahui bahwa metode non-survey dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah tersebut di atas. Oleh karena itu, penuots tertarik mempelajari beberapa metode non-survey yang ada, dengan harapan, setelah diuji validitas hasil estimasi masing-masing metode, akan ditemukan sebuah metode yang memiliki daya estimasi mendekati data I-O survey.
Sehubungan dengan terbatasnya fasilitas kepustakaan, waktu, dan dana, maka dalam studi ini dibatasi kepada empat buah metode, tepatnya yaitu metode RAS, RAS-Lagrangian, RECRAS, dan RECRAS-Lagrangian. Metode-metode tersebut diteliti daya estimasinya menggunakan data I-O Indonesia menurut harga produsen klasifikasi 66 sektor dari hasil survey Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1971, 1975, 1980, dan 1985.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa metode RAS-Lagrangian dan RECRAS-Lagrangian tidak terpakai karena koefisien I-O hasil estimasinya memungkinkan negatif, kasus seperti ini tidak memenuhi persyaratan yang berlaku dalam tabel I-O dan yang metode terpakai ialah metode RAS den RECRAS, Tetapi, daya estimasi metode RECRAS mendekati data I-O survey dibandingkan dengan metode RAS karena hasil estimasinya memiliki koefisien U Thell dan penyimpangan rata-rata terkecil. Di samping itu, metode RECRAS mampu menaksir transaksi masukan antara dan masukan primer secara serentak, sedangkan metode RAS hanya mampu menaksir transaksi masukan antara di dalam tabel I-O.
Metode RECRAS adalah metode yang memiliki daya estimasi terbaik. Oleh karena itu metode ini yang diaplikasikan untuk merubah data I-O Indonesia dari harga berlaku menjadi harga konstan tahun 1980 klasifikasi 66 sektor periode 1971-1985 dan menaksir transaksi I-O tahun 1990 dengan bantuan beberapa metode ekonometri, Berhubung dengan data I-O tahun 1971 kelihatannya kurang akurat karena diperkirakan data tersebut tidak sepenuhnya diperoleh dari survey, maka gambaran perekonomian Indonesia yang akan dipaparkan pada uraian berikut yaitu dimulai tahun 1975 dan proyeksi tahun 1990 atas dasar harga konstan tahun 1980.
Komposisi produk domestik bruto PDB di Indonesia berdasarkan data estimasi non-suvey dalam periode 1975-1990, terdiri dari (i) sektor pertanian tahun 1975 sebesar 29,7 persen dan tahun 1990 23,9 sebesar persen, (ii) sektor pertambangan tahun 1975 sebesar 28,3 persen dan tahun 1990 sebesar 19,73 persen, (iii) sektor industri tahun 1975 sebesar 7,6 persen dan tahun 1990 sebesar 9,62 persen, (iv) sektor Industri ringan tahun 1975 sebesar 3,8 persen dan tahun 1990 sebesar 5,4 persen, (v) sektor Industri berat tahun 1975 sebesar 3,80 persen dan tahun 1990 sebesar 4,2 persen, (vi) sektor bengunan tahun 1975 sebesar 5,3 persen dan tahun 1990 menjadi 5,7 persen, (vii) sektor jasa perhubungan dan komunikasi tahun 1975 sebesar 4,5 persen dan tahun 1990 sebesar 5,1 persen, (viii) sektor jasa lainnya tahun 1975 sebesar 24,6 persen dan tahun 1990 sebesar 35,9 persen. Struktur sektor industri manufaktur terdiri dari (i) industri ringan sebesar 50,4 persen, 57,1 persen, 56,1 persen, dan 56,2 persen, dan (ii) sektor Industri berat yaitu 49,6 persen, 42,9 persen, 43,9 persen, dan 43,87 persen, masing-masing menunjukkan keadaan tahun 1975, 1980, dan 1990.
Perubahan komposisi PDB menurut estimasi non-surrey dan studi Kuznets terdapat beberapa perbedaan, antara lain, (i) dalam perlode 1975-1980 peranan sektor Industri ringan cenderung naik terhadap nilai tambah sektor industri yaitu dart 50,4 persen menjadl 57,1 persen, data ini tidak sesuai dengan studi Kuznets seharusnya menurun, dan pada periode berikutnya sesuai dengan studi Kuznets, (2) dalam perlode 1975-1980 peranan sektor industri berat menurun terhadap nilai tambah sektor industri yaitu dari 49,6 persen menjadi 42,9 persen, menurut studi Kuznets seharusnya naik, tetapi pada periode berikutnya sesuai dengan studi Kuznets. Terlambatnya penurunan peranan Industri ringan dalam nilai tambah sektor industri di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang mendorong peningkatan produksi sektor tersebut dalam periode 1975-1985, antara lain yaitu (i) bergesernya cara pengolahan padi menjadi beras dari proses pertumbuhan ke arah pengolahan padi dengan penggilingan menggunakan "hailer" dan didorong juga oleh cepatnya pertumbuhan padi (ii) bergesernya dari Impor tepung terigu ke arah Impor gandum yang kemudian diproses di dalam negeri menjadi tepung terigu, (iii) sangat meningkatnya pengolahan minyak kelapa menjadi minyak goreng, (iv) meningkatnya cukai rokok, pada gilirannya nilai tambah Industri rokok semakin besar, (v) adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri dalam eskpor kayu gelondongan guna meningkatkan pengolahan kayu di dalam negeri. Sejalan dengan itu terlambatnya peningkatan sumbangan sektor Industri berat terhadap nilai tambah sektor Industri, sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya Industri pengolahan minyak dan gas bumi yang diperkirakan pertumbuhan produksinya mulai pada tahun 1977. Oleh karena itu, mulai periode 1980-1990 menunjukkan kecenderungan peningkatan peranan sektor Industri berat terhadap terhadap nilai tambah sektor industri yaitu dari 42,9 persen menjadi 43,8 persen.
Komposisi permintaan dalam negeri di Indonesia berdasarkan data estimasi non-survey dalam periode 1975-1990 terdiri dari (1) sektor pertanian 11,10 persen pada tahun 1975 dan 10,43 persen pada tahun 1990, (2) sektor pertambangan pada tahun 1975 sebesar 0,02 persen, tahun 1980 sebesar 0,03 persen, tahun 1985 tetap sebesar 0,03 persen, dan tahun 1990 sebesar 0,05 persen, (3) sektor Industri sebesar 22,4 persen pada tahun 1975 dan 28,2 persen pada tahun 1990, (4) sektor Industri ringan sebesar 8,9 persen pada tahun 1975 dan 15,5 persen pada tahun 1990, (5) sektor industri berat sebesar 13,5 persen pada tahun 1975 dan 12,77 persen pada tahun 1990, (8) sektor jasa sebesar 88,4 persen pada tahun 1975 dan 61,4 persen pada tahun 1990.
Perubahan komposisi permintaan dalam negeri menurut studi Chenery den menurut data estimasi terdapat beberapa perbedaan, antara lain (1) peranan sektor Industri ringan terhadap permintaan dalam negeri cenderung naik menurut data estimasi non-suvey, dan menurut studi Chenery cenderung menurun, (2) peranan sektor jasa terhadap permintaan dalam negeri cenderung menurun menurut data estimasi non-survey dan menurut studi Chenery cenderung naik.
Komposisi konsumsi rumah tangga di Indonesia berdasarkan data estimasi non-survey dalam periode 1975-1990 terdiri dari (1) sektor pertanian sebesar 32,9 persen pada tahun 1975 dan 25,15 persen pada tahun 1990, (2) sektor pertambangan sebesar 0,07 persen pada tahun 1975 dan 0,10 persen tahun 1980, dan 0,08 persen tahun 1985 dan 0,08 persen pada tahun 1990, (3) sektor Industri sebesar 30,66 persen pada tahun 1975 dan 36,33 persen pada tahun 1980, dan 29,97 persen pada tahun 1985, dan 23,30 persen pada tahun 1990, (4) sektor lndustri ringan sebesar 23,91 persen pada tahun 1975, menjadi 28,38 persen pada tahun 1980, dan 23,50 persen tahun 1985, dan 23,30 persen pada tahun 1990, (5) sektor Industri sebesar 6,75 person pada tahun 1975 dan menjadi 7,92 persen pada tahun 1980 dan 6,47 persen pada tahun 1985, dan monied 6,42 persen pada tahun 1990, (6) sektor Jasa sebesar 36,3 persen pada tahun 1975 dan menjadi 45,1 person pada tahun 1990.
Perubahan komposisi konsumsi rumah tangga menurut data estimasi non-survey dan data SUSENAS, terdapat beberapa perbedaan antara lain, (1) menurut data SUSENAS peranan Industri manufaktur dalam konsumsi rumah tangga cenderung menaik, sedangkan menurut data estimasi non-survey cenderung menurun, (2) menurut data SUSENAS, peranan sektor Industri ringan dalam konsumsi rumah tangga cenderung menaik, sedangkan menurut data estimasi non-survey cenderung menurun, (iv) menurut data SUSENAS peranan sektor Industri berat cenderung menaik, sedangkan menurut data estimasi non-survey cenderung menurun.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa ada perbedaan perubahan komposisi beberapa variabel ekonomi antara data estimasi non-survey dan beberapa studi empiris. Dengan adanya perbedaan tersebut, tidak berarti bahwa metode non-survey tidak terpakai karena kurang akurat dibandingkan dengan studi empiris, tetapi ada beberapa faktor yang memungkinkan studi empiris tersebut tidak selalu relevan sebagai pedoman dalam menunjukkan pola normal perubahan struktur ekonomi tiap-tiap negara, antara lain (i) perubahan struktur ekonomi tiap-tiap negara dimungkinkan menyimpang dari studi Kuznets dan Chenery karena pengaruh jumlah penduduk, pendayagunaan sumber kekayaan alam dan kebijaksanaan pemerintah, (ii) data konsumsi rumah tangga dari SUSENAS masih belum mencakup yang sebenarnya karena diperkirakan bahwa pengeluaran konsumsi yang terjangkau hanya kebutuhan rutin, (iii) pengelompokkan sektor dalam tabel I-0 di Indonesia kelihatannya kurang akurat, terutama untuk sektor Industri manufaktur, (iv) data indeks harga yang digunakan kelihatannya kurang akurat.
Perkiraan pertumbuhan beberapa variabel ekonomi di Indonesia berdasarkan data estimasi metode non-survey dalam periode 1985-1990, yaitu (i) PDB sebesar 5,48 persen, (ii) konsumsi rumah tangga 4,23 persen (iii) konsumsi pemerintah 6,88 persen, (v) investasi 4,81 persen, (vi) ekspor 8, 7 persen, (vii) Impor 7,42 persen. Kemudian, pertumbuhan ekonomi menurut sektoral yaitu (i) sektor pertanian 5,53 persen, (ii) sektor pertambangan 5,24 persen, (iii) pertumbuhan sektor Industri 5,52 persen, (iv) pertumbuhan sektor Industri ringan 5,55 persen, (v) pertumbuhan sektor Industri berat 5,48 persen, (vi) pertumbuhan sektor bangunan 5,49 persen, dan (vii) ppertumbuhan sektor Jasa 5,57 persen. Angka perkiraan pertumbuhan beberapa variabel ekonomi tersebut di atas kelihatannya tidak jauh menyimpang dibandingkan dengan angka target pertumbuhan ekonomi yang telah disusun pemerintah dalam REPELITA V, dengan demikian metode non-survey dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk keperluan menyusun target rencana pembangunan,
Metode non-survey dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan untuk mengatasi beberapa masalah dalam mengaplikasikan model I-0 untuk kepentingan perencanaan pembangunan. Tetapi, metode non-survey tidak mampu untuk menaksir perubahan kuantitas transaksi I-0 dalam periode tertentu. Dalam kenyataan, kasus seperti ini sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, disarankan mencari sebuah pendekatan yang mampu menaksir perubahan kuantitas transaksi I-0 menurut tiap-tiap sektor dalam jangka waktu tertentu. Jika metode tersebut telah ditemukan, maka aplikasi model I-0 untuk kepentingan perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan pembangunan dapat dilakukan dengan makin akurat."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison Hulu
"ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah menganalisis dampak kebijakan ekonomi makro terhadap inflasi dan distribusi pendapatan di Indonesia dengan menggunakan model komputasi keseimbangan umum sebagai alat analisis. Laju inflasi diukur dan perbedaan indeks harga umum dalam dua periode yang berbeda. Sedangkan distribusi pendapatan diukur dari rasio antara pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah dan pendapatan rumahtangga berpenghasilan tinggi. Dalam studi ini dilakukan analisis dampak perubahan dari tujuh buah instrumen kebijakan ekonomi makro, yaitu tarif, suku bunga deposito, rasio cadangan wajib, penawaran uang, pajak tak langsung, pajak penghasilan rumahtangga, dan upah. Model dalam studi ini memiliki beberapa ciri, antara lain: mempunyai konsistensi sektoral; mengandung persamaan tingkah laku; memberlakukan variabel harga secara endogen; mampu menjelaskan proses alokasi kegiatan ekonomi menurut institusi; mencakup beberapa keseimbangan parsial yang dikenal dalam model ekonomi makro, seperti: keseimbangan pasar barang, pasar tenagakerja, pasar uang, dan keseimbangan perdagangan luar negeri, sehingga berbagai kebijakan ekonomi makro pemerintah, seperti: kebijakan fiskal, moneter, dan upah dimungkinkan dianalisis dalam model; dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam model memungkinkan harga untuk bervariasi secara babas. Model ini adalah hasil modifikasi dari studi Feltenstein (1984), Werin (1990), dan Lewis (1994). Untuk kasus Indonesia, studi ini cukup relevan dilihat dan beberapa aspek, antara lain, untuk menganalisis kebijaksanaan: (a) yang ditujukan untuk menekan laju inflasi; dengan rendahnya laju inflasi dalam negeri maka daya saing barang ekspor nonmigas di pasar dunia cenderung semakin meningkat; (b) yang berorientasi pada peningkatan perturnbuhan ekonomi; (c) penghapusan atau pengurangan tarif terhadap komoditi impor menurut sektoral yang pada umumnya ditujukan untuk mendorong agar industri-industri dalam negeri lebih kompetitif, melalui studi ini dapat diketahui manfaatnya dilihat dari aspek lain, khususnya terhadap inflasi dan distribusi pendapatan; (d) yang relevan memperbaiki kinerja pemerataan yang sedang digalakkan pemerintah saat ini; (e) pemberdayaan fungsi pajak untuk tidak hanya sebagai sumber penerimaan pernerintah semata tetapi untuk tujuan penstabilan dan perbaikan kinerja distribusi pendapatan; (f) pemberdayaan instrumen kebijakan moneter dalam menunjang peningkatan efisiensi kegiatan sektor keuangan; dan (g) yang mendukung penentuan harga yang diarahkan semakin besar kepada mekanisme pasar. Dari hasil studi ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan:
1.Beberapa kebijakan yang dianalisis dalam studi ini selain dapat menekan laju inflasi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: penurunan tarif, pengurangan pajak tak langsung, dan progresifitas pajak penghasilan.
2.Kebijakan kedua adalah yang memberikan dampak menekan laju inflasi dan yang berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib.
3.Sedangkan kebijakan lainnya memberikan dampak bervariasi terhadap inflasi dan distribusi pendapatan. Kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu: a) peningkatan penawaran uang dapat memacu inflasi dan berdampak negatif terhadap distribusi pendapatan; b) peningkatan upah secara serentak pada semua status tenaga kerja dapat meningkatkan laju inflasi tetapi tanpa perbaikan terhadap distribusi pendapatan; c) peningkatan upah yang terfokus pada tenaga kerja kasar tidak berpengaruh pada laju inflasi tetapi berdarnpak positif terhadap perbaikan distribusi pendapatan; dan (d) menghapus pajak penghasilan pada semua kelompok rumahtangga tidak memberi dampak pada laju inflasi dan distribusi pendapatan.
Dalam menghubungkan berbagai hasil studi di atas dengan upaya dalarn perumusan kebijaksanaan perlu diperhatikan beberapa keterbatasan studi, antara lain: (i) fenomena ekonorni saat ini (tahun 1997) sangat jauh berbeda dengan fenomena ekonomi pada tahun 1993 yang digunakan sebagai basis data dalam model, khususnya dengan adanya krisis moneter yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia; (ii) konstruksi model masih sangat sederhana dan masih belum menjangkau faktor-faktor non-ekonomi yang seyogianya dipertimbangkan dalam merumuskan kebijaksanaan ekonomi; (iii) karena data tidak tersedia, maka beberapa parameter dalam model diestimasi menggunakan metode non-survey, yang dapat mempengaruhi akurasi hasil studi; (iv) cakupan kegiatan ekonomi dalam model masih terbatas pada sektor formal, dan belum mencakup sektor informal; serta (v) hasil kalkukasi model masih mengandung bias sebesar 2% dibandingkan dengan data aktual.
Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa saran kebijakan ekononu, antara lain:
(1) Upaya untuk menurunkan tarif secara umum mungkin perlu didorong lebih cepat dari jadual yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini didulcung oleh hasil studi yang menunjukkan bahwa penurunan tarif dapat menekan laju inflasi dan pada saat bersamaan memperbaiki distribusi pendapatan;
(2) Studi ini menunjukkan bahwa ada kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang tujuannya, antara lain, untuk mengendalikan laju inflasi, tetapi ternyata berdarnpak negatif terhadap distribusi pendapatan, seperti peningkatan suku bunga dan rasio cadangan wajib. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang lebih hati-hati pada kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut agar tidak memberi kesan bahwa kebijakan-kebijakan ekonorni makro kita mengabaikan pemerataan.
(3) Kebijakan upah menunjukkan bahwa harus ada pembedaan perlakuan terhadap berbagai status tenagakerja, dan tidak dilakukan secara umum. Hal ini dapat menjadi masukan dalam penetapan gaji buruh untuk lebih memperhatikan pada status tenagakerja. Masukan ini didukung oleh hasil studi ini yang secara khusus menunjukkan bahwa peningkatan upah yang terfokus kepada tenagakerja kasar juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan tanpa mempengaruhi inflasi.
(4) Dalam reformasi sistim perpajakan lebih lanjut mungkin perlu dipertimbangkan untuk mengurangi pajak tak langsung dan peningkatan progresifitas perpajakan. Karena studi ini menunjukkan bahwa hal-hal tersebut tidak hanya memperbaiki distribusi pendapatan tetapi dapat menekan laju inflasi.
Sekalipun model dalam studi ini teiah memenuhi syarat yang dipandang relevan untuk analisis inflasi dan distribusi pendapatan, tetapi tidak berarti bahwa tanpa kelemahan. Kelemahan-kelehaman tersebut yang dapat dijadikan bahan pernikiran mengenai studi sejenis di masa depan, antara lain, yaitu: (a) studi Mahi (1996) menunjukkan bahwa dalam model komputasi keseimbangan umum, variabel penawaran tenagakerja dapat diperlakukan sebagai variabel endogen, sehingga interaksi penawaran tenagakerja dapat tertangkap dalam model, ini tidak dilakukan dalam model ini; (b) dalam studi ini analisis portfolio harta uang rumahtangga masih terbatas pada dua bentuk, yaitu dalam tabungan deposito dan dalam uang tunai. Dalam situasi saat ini, pilihan portfolio rumahtangga cukup banyak, seperti: asuransi, saham, reksa dana, obligasi pemerintah, obligasi luar negeri, valuta asing, dan berbagai surat berharga lainnya. Jika unsur-unsur tersebut tercakup dalam model, maka dalam struktur model perlu disisipkan pasar bursa, pasar valuta asing dan pasar surat-surat berharga, baik yang diterbitkan di dalam negeri maupun di luar negeri. Integrasi pasar bursa, valas, asuransi, dan berbagai pasar surat berharga lainnya dalam model, dapat dijadikan sebagai salah satu topik studi lanjutan; Dan (c) model komputasi keseimbangan umum dalam studi ini adalah model statis. Jika struktur model disusun menjadi model dinamis dengan memperlakukan waktu sebagai salah satu variabel, maka penggunannya untuk analisis kebijakan ekonomi akan lebih baik lagi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
D94
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library