Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Puspitorini
"ABSTRAK
Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran struktur BJK dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP.
Penelitian yang masih dalam tahap awal ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a) bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verbs dalam teks Cantakaparwa: dan (b) bagaimana struktur kalimat berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa?
Metade yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik, yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK dan BJ di dalam teks CP. Afiks pembentuk verba sebagian besar soma dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk yang hanya dimiliki aleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas, sedikit sekali ditemukan dalam teks CP. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
499.221 DWI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"Telaah linguistis terhadap Bahasa Jawa Kuna masih belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu, tesis ini mengambil partikel pwa dalam bahasa Jawa Kuna sebagai topik penelitian. Partikel pwa disorot melalui tiga hal berikut ini. (a) Fungsi gramatikal partikel pwa. Telaah ini meliputi analisis intrakalimat dan analisis ekstrakalimat; (b) Hubungan semantis antarklausa dalam kalimat pwa; dan (c) Partikel pwa dalam kaitannya dengan partikel sejenis. Secara umum, penelitian ini dilaksanakan untuk mendapat deskripsi tentang partikel pwa dalam bahasa Jawa Kuna melalui analisis sintaktis dan semantis. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (a) mengungkapkan fungsi gramatikal partikel pwa; (b) mengungkapkan jenis-jenis hubungan makna antarklausa dalam kalimat pwa; (c) membandingkan antara partikel pwa dan to dan mengungkapkan fungsi gramatikal partikel majemuk to pwa, pwa ya, dan pwa ya ta. Secara struktural, partikel pwa hadir pada satu konstruksi berupa sebuah klausa. Jangkauan partikel ini hanya satu klausa. Dengan menggunakan pola A pwa-R untuk menggambarkan struktur klausa pwa, partikel pwa merupakan pewatas dari dua konstituen yang berbeda secara fungsional. Partikel pwa menandai elemen kalimat yang dianggap penting atau yang menjadi fokus. Elemen ini terletak di awal kalimat dan biasanya merupakan informasi baru. Jadi pwa mewatasi informasi lama dari informasi barn. Dengan menggunakan pola A-pwa-B, maka A merupakan informasi barn, sedangkan B merupakan informasi lama. Hubungan makna antarklausa dalam kalimat pwa bisa berupa hubungan waktu berurutan dan bersamaan, dan hubungan sebab-akibat. Secara intrakalimat, persamaan antara partikel pwa dan ta (5.2.1) terletak pada jangkauannya yang berupa satu klausa. Keduanya mewatasi dua konstituen yang berbeda secara fungsional. Dilihat dari segi fungsi komunikatifnya, keduanya merupakan penanda Fokus. Fokus biasanya berupa informasi baru. Perbedaan antara pwa dan ta tampak pada urutan dua klausa yang menyatakan hubungan makna. Partikel majemuk ta pwa hadir dalam klausa berpola A-ta pwa-B yang didominasi dengan posisi A berupa P verba berafiks arealis, terutama yang membawa amanat perintah. Partikel pwa ya memiliki fungsi yang sama dengan partikel pwa jika hadir dalam klausa berpola A-pwa-B. Partikel majemuk ini dapat mengikuti konstituen yang menyatakan keterangan waktu. Konstituen ini mengawali klausa ta. Partikel pwa ya ta mempunyai fungsi gramatikal yang sama jika hadir dalam klausa berpola A-pwa ya ta-B."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T37425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"Preposisi yang dalam bahasa Jawa disebut tembung ancer-ancer, tembung panggandheng atau tembung lantaran adalah jenis kata yang berfungsi sebagai panghubung atau perangkai yang merangkaikan seluruh struktur sumbu dengan struktur gramatikal lain yang merupakan bagiannya. Preposisi biasanya terletak di depan nomina dan menghubungkannya dengan kata lain dalam ikatan eksosentris berupa frase preposisional. Dalam bahasa Jawa temyata preposisi juga dapat diikuti oleh sumbu berupa verba, ajektiva dan lain-lain.
Preposisi mengandung makna gramatikal yaitu hanya mempunyai fungsi dan makna dalam struktur sintaksis. Dalam kalimat, preposisi selalu hadir bersama-sama sumbunya membentuk frase preposisional sehingga dalam bahasa Jawa preposisi tidak pernah berada pada akhir kalimat.
Secara sintaksis, preposisi berfungsi sebagai pemeri frase nominal pada tataran frase dan berfungsi sebagai pengungkap predikat, penanda fungsi obyek dan fungsi keterangan dalam tataran klausa.
Secara semantis, preposisi dalam bahasa Jawa berfungsi manandai peran-peran tertentu sebagai hasil hubungan antara argumen pengisi sumbu dan predikator pengisi predikat dalam suatu proposisi. Peran-peran yang dapat ditandai oleh preposisi bahasa Jawa adalah : peran pelaku, tempat, arah, tujuan, sebab, waktu, cara, alat, penderita, pemeroleh, batas, sumber, asal, pemisah, peserta, dasar, perihal, perantara, akibat, kemiripan, kesesuaian, persamaan, perbandingan, perkecualian dan pemeran.
Pembicaraan mengenai preposisi tidak bisa dilepaskan dari hubungannya dengan kata yang mendahuluinya yaitu verba pengisi predikat. Verba tertentu bisa menentukan kehadiran preposisi dalam kalimat. Dalam bahasa Jawa verba-verba yang bisa menentukan kehadiran preposisi adalah verba aksi-lokatif, verba keadaan-lokatif, verba proses-lokatif serta verba yang mengandung makna perbuatan yang melibatkan 2 pihak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S11701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"ABSTRAK
Penelitian ini mengeksplorasi fungsi afiks verbal ma-, -um-, mang-, -in-,
ka- dalam struktur internal kata dan klausa. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan fungsional dan metode analisis morfologi sintaksis.
Data diambil dari teks prosa Jawa Kuno  diparwa yang diperkirakan disusun
pada akhir abad 10. Data dari dua sumber lain, yaitu, Wirāṭaparwa dan
Bhīsmaparwa digunakan sebagai pelengkap. Analisis data dilakukan dengan
melihat fungsi afiks ma-, -um-, mang-, -in-, ka- dalam struktur internal kata dan
korelasinya dengan ciri valensi sintaktis dalam struktur internal klausa.
Temuan yang diperoleh dari analisis struktur internal kata adalah (i) afiks
ma-,-um-, mang-, -in-, ka- bersifat derivatif karena mengubah makna leksikal dan
kelas kata morfem dasar menjadi verba berargumen satu atau dua; (ii) afiks ma-,-
um-, mang- membentuk verba berargumen satu, sedangkan afiks -um-, mang-, -in-
, ka- membentuk verba berargumen dua. Sebagai pembentuk verba berargumen
dua, afiks -um-, mang- juga memiliki fungsi sebagai pemarkah diatesis aktif,
sedangkan afiks ?in-, ka- sebagai pemarkah diatesis pasif.
Verba berargumen satu dikaji berdasarkan makna aspektual inheren verba.
Temuan yang dihasilkan adalah ada dua kelompok verba berafiks, yaitu (i) verba
berafiks ma- yang keberlangsungan situasinya bersifat nondinamis (nondynamic
situation), (ii) verba berafiks ?um- dan mang- yang keberlangsungan situasinya
bersifat dinamis (dynamic situation). Verba yang menyatakan situasi nondinamis
dibedakan menjadi dua, yaitu verba statif (keberlangsungannya bersifat tetap) dan
verba statis (keberlangsungannya bersifat sementara).
Perbedaan verba statif dari verba statis terkait dengan analisis afiks verbal
dalam struktur internal klausa yang menghasilkan temuan sebagai berikut. Klausa
dengan predikat berupa verba statif tidak dapat diperluas dengan unsur sintaktis lainnya, sedangkan predikat berupa verba statis dan dinamis dapat diikuti unsur
sintaktis lain.
Verba berargumen dua dikaji berdasarkan ciri ketransitifannya. Afiks
ma- cenderung membentuk verba transitif yang tidak mendasar (non-prototypical
transitive verbs) dibandingkan afiks ?um- dan mang-. Secara semantis verba macenderung
memiliki kadar ketransitifan yang rendah. Sebaliknya, afiks mangcenderung
membentuk verba berciri transitif yang prototipikal, yaitu (i) memiliki
agen yang melakukan tindakan dengan sengaja dan aktif, (ii) memiliki pasien
yang konkret dan terkena tindakan, (iii) verba menyatakan peristiwa berubah
dengan cepat, terbatas, tuntas. Oleh karena itu, subjek klausa berpredikat verba
mang- cenderung merupakan agent active. Ciri semantis tersebut menjadi
pembeda yang paling menonjol antara verba mang- dan verba ?um-. Subjek
klausa berpredikat verba ?um- cenderung merupakan a conscious dative.
Analisis verba berafiks pada struktur internal klausa menghasilkan temuan
dua tipe klausa, yaitu (i) klausa yang urutan predikat dan subjeknya tersela
konstituen sintaktis lain, dan (ii) klausa yang urutan predikat dan subjeknya tidak
tersela konstituen sintaktis lain. Perbedaan tersebut berkaitan dengan jenis klausa
ditinjau berdasarkan ada tidaknya partikel topikal dalam klausa. Klausa berpola
predikat subjek yang tidak tersela konstituen lain dapat menjadi klausa topikal,
sedangkan klausa berpola predikat subjek yang tersela konstituen lain tidak dapat
menjadi klausa topikal. Temuan tersebut memperlihatkan perbedaan jenis klausa
yang dipicu oleh kebutuhan pada tingkat sintaktis dan pragmatik wacana.
Temuan penelitian ini berimplikasi pada kajian linguistik bahasa Jawa
Kuno dalam hal dua aspek tinjauan afiks verbal, yaitu kata dan klausa. Afiks
verbal bahasa Jawa Kuno tidak hanya merupakan kesatuan bentuk dan makna
dengan morfem dasar yang diimbuhinya, tetapi juga merupakan kesatuan bentuk
dan makna yang berkorelasi dengan ciri sintaktis verba berafiks yang
dibentuknya

ABSTRACT
This research investigates the functions of Old Javanese verbal affixes ma-
-um-, mang-, -in-, and ka- in the internal structure of words and clauses. This
qualitative research utilizes functional approach and morphological-syntactical
method for analysis. Data were taken from an Old Javanese prose text  diparwa
which was composed approximately in the 10th century. Supplementary data were
taken from two other textual sources: Wirāṭaparwa and Bhīsmaparwa. Data were
analyzed by examining the functions of affixes ma-, -um-, mang-, -in-, and ka- in
the internal structure of words and their correlation with syntactical valency in the
internal structure of clauses.
Analysis of the internal structure of words yields these following results:
(i) affixes ma-,-um-, mang-, -in-, and ka- are derivative in character because they
can transform lexical meanings and the part of speech of a basic morpheme into a
verb with one or two arguments; and (ii) affixes ma-,-um-, and mang- creates
verbs with one argument, while affixes -um-, mang-, -in-, and ka- creates verbs
with two arguments. As markers of verbs with two arguments, affixes -um- and
mang- also function as active diathesis markers, while affixes -in- and kafunction
as passive diathesis markers.
Verbs with one argument are analyzed according to their inherent
aspectual meanings. This analysis found two groups of verbs with affixes: (i)
verbs with affix ma- which signify non-dynamic situations and (ii) verbs with
affixes -um- and mang- which signify dynamic situations. Verbs which convey
non-dynamic situations are further divided into two groups which consist of
stative verbs (which indicate permanent situations) and static verbs (which
indicate temporary situations).
The difference between those two groups of verbs is then linked to the
results of an analysis of verbal affixes in the internal structure of clauses, which
found that clauses with stative verbal predicates cannot be expanded using other syntactical elements, while clauses with static and dynamic verbal predicates can
be expanded using other syntactical elements.
Verbs with two arguments are analyzed according to their transitivity.
Affix ma- is more likely to create non-prototypical transitive verbs than affixes -
um- and mang-. Semantically speaking, verbs with affix ma- tends to show low
degree of transitivity, whereas the affix mang- tends to create prototypical
transitive verbs with these characteristics: (i) having agents who do intentional
and active actions, (ii) having concrete patients who become the objects of those
actions, and (iii) signifying events which are rapidly changing, limited, and
complete. Because of this, the subjects of clauses with verbal predicate mangtend
to be active agents. This semantic characteristic is the most distinguishing
feature between verbs with affix mang- and verbs with affix -um-. The subjects of
clauses with verbal predicate -um- tend to be conscious datives.
The analysis of verbs with affixes in the internal structure of clauses
results in two types of clauses which consist of (i) clauses whose predicate and
subject are separated by other syntactical constituents, and (ii) clauses whose
predicate and subject are not separated by other syntactical constituents. This
difference is related to the categorization of clauses which is based on the
presence or absence of topical particles in the clauses. Clauses with predicatesubject
pattern which are not separated by other syntactical constituents can be
considered as topical clauses, whereas clauses with predicate-subject pattern
which are separated by other syntactical constituents cannot be considered as
topical clauses. These findings demonstrate that clauses can be categorized
according to various linguistic needs at syntactical level and pragmatic-discourse
level.
The research findings can contribute to expanding the linguistic studies of
Old Javanese in two aspects related to the study of verbal affixes: words and
clauses. Old Javanese verbal affixes are not simply fusions of form and meaning
combined with the base morphemes to which they are attached, but also the fusion
of form and meaning which correlates with the syntactical characteristics of the
affixed verbs they create."
2016
D2233
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik
dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran
struktur Bahasa Jawa Kuno (BJK) dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut
menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP. Penelitian yang masih dalam tahap awal
ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi
predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a)
bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verba dalam teks Cantakaparwa; dan (b) bagaimana struktur kalimat
berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik,
yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang
hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK
dan BJ di dalam teks CP. Afi ks pembentuk verba sebagian besar sama dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk
yang hanya dimiliki oleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas,
sedikit sekali ditemukan dalam teks CP.
Cantakaparwa Manuscripts (CP) written on palm-leaves are prose texts in old Javanese. These texts considered unique and
interesting because they contain the famous story of Sutasoma and the language used in it is the combination of old and
modern Javanese. These are the main reason why the grammatical aspects of CP texts become the focus of this research.
This research, which is still in its early stage, chose verbs as the focus of the analysis. The reason is that verbs dominantly
function as predicate, and predicate is the most important part of a sentence. There are two topics that will be focused on, i.e.
(a) what are the forms of polymorpheme verbs in CP texts?, (b) what are the structure of sentences with verbal predicates in
CP texts? The method used in this research is a synchronic language method, which is also known as a descriptive method.
This method is considered in accordance with the objective of this research because it tries to fi nd out a language that exists
at a certain time. The results of the research show that there are some combinations of old and modern Javanese grammatical
aspects in CP texts. Most affi xes that function as verb formers in modern Javanese are the same as those in old Javanese.
However, the forms that can only be found in modern Javanese began to appear. The sentence patterns with Predicate +
Subject in old Javanese are usually marked by particles of emphasis, but they are rarely found in CP texts."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library