Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Kegiatan penyimpanan merupakan salah satu kegiatan pengeloalan sediaan farmasi dan BMHP yang bertujuan untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan, serta memudahkan pencarian dan pengawasan. Dalam proses penyimpanan, rentan sekali terjadi kesalahan dalam pengambilan obat terutama pada obat-obatan yang memiliki rupa-mirip (Look Alike), dan ucapan-mirip (Sound Alike) (Kemenkes RI, 2019). Puskesmas Kecamatan Ciracas (PKC Ciracas) belum menerapkan metode Tallman Lettering dalam penyusunan produk LASA dan melakukan beberapa pembelian produk obat baru yang belum tersusun sesuai dengan abjad, sehingga perlu dilakukan evaluasi penyusunan kembali produk farmasi yang terdapat di gudang dan menerapkan metode Tallman Lettering sesuai dengan ketentuan penyimpanan produk LASA. Menurut ISMP, Institute for Safe Medication Practices (2008), beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Tallman Lettering dapat membuat nama obat dengan ucapan mirip lebih mudah dibedakan (Filk, 2006), dan lebih sedikit menimbulkan kesalahan (Filk. R, 2006). Dari 451 tanggapan, survey yang diterima ISMP, hampir semua (87%) merasa bahwa Tallman Lettering membantu mengurangi kesalahan pemilihan obat, dan dua pertiga melaporkan bahwa Tallman Letter mampu mencegah pengeluaran atau pemberian obat yang salah. Penyimpanan obat-obatan dan alat kesehatan dilakukan mulai dari pendataan produk, penyusunan ulang tempat penyimpanan berdasarkan kategorinya (bentuk sediaan dan alat kesehatan), pemilihan produk yang termasuk LASA dan menggunakan Tallman Lettering, pembuatan tag nama masing-masing obat dan alat kesehatan, hingga penyusunan obat dan alat kesehatan sesuai dengan namanya di tempat penyimpanan yang telah dibuat.

Storage activity is one of the management activities of pharmaceutical preparations and BMHP which aims to maintain the quality of pharmaceutical preparations, avoid irresponsible use, maintain availability, and facilitate search and control. In the storage process, errors are very prone to occur in taking drugs, especially for drugs that have a Look-Alike and Sound-Alike appearance (Ministry of Health RI, 2019). The Ciracas District Health Center (PKC Ciracas) has not implemented the Tallman Lettering method in preparing LASA products and has purchased several new drug products that have not been arranged alphabetically, so it is necessary to evaluate the rearrangement of pharmaceutical products in warehouses and apply the Tallman Lettering method in accordance with the provisions storage of LASA products. According to ISMP, Institute for Safe Medication Practices (2008), several studies have shown that the use of Tallman Lettering can make drug names with similar pronunciations easier to distinguish (Filk, 2006), and cause fewer errors (Filk. R, 2006). Of the 451 survey responses received by ISMP, almost all (87%) felt that Tallman Lettering helped reduce medication selection errors, and two-thirds reported that Tallman Lettering was able to prevent dispensing or administering the wrong drug. Medicines and medical devices storage is carried out starting from product data collection, rearranging storage places based on category (dosage forms and medical devices), selecting products that are included in LASA and using Tallman Lettering, making name tags for each drug and medical device, to compiling drugs and medical devices according to their names in the storage area that has been made.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Narkotik, Psikotropik, dan Prekursor (NPP) adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang mampu menghilangkan rasa nyeri, besifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada saraf pusat hingga terjadi perubahan aktivitas mental dan perilaku. hilangnya kesadaran, dan ketergantungan berlebihan (Presiden RI, 1997; Presiden RI, 2009; Presiden RI, 2010). Obat-obatan tersebut diawasi secara ketat oleh negara karena sifatnya yang memiliki efek aditif atau ketergantungan jika dikonsumsi dengan dosis berlebih serta sering kali disalahgunakan oleh masyarakat yang kurang memahami akan risiko penggunaannya. Menurut Peraturan BPOM No. 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik, apoteker memiliki tanggung jawab yang besar atas penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP) Farmasi di suatu Pedagang Besar Farmasi. Pada sub-bab kualifikasi pelanggan, salah satu peran apoteker di PBF wajib melakukan pemeriksaan surat izin pelanggan dan pemantauan setiap transaksi yang dilakukan outlet secara berkala serta melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi yang mengarah pada penyalahgunaan. Proses analisis dilakukan dari setiap sudut pandang yang memiliki kemungkinan besar menjadi penyebab jika suatu outlet memiliki beberapa transaksi yang mencurigakan. Beberapa cara untuk mengkualifikasi pelanggan KFTD Tangerang yakni dengan memantau setiap transaksi NPP menggunakan formulir identifikasi kewajaran pemesanan NPP (lampiran 1), sehingga jika terdapat penyimpangan dapat diselidiki penyebab penyimpangan mulai dari posisi geografis outlet seperti outlet memiliki klinik, atau terjadi permasalahan tertentu di daerah tersebut secara tiba-tiba sehingga menyebabkan penduduk sekitar menderita penyakit yang mengharuskan konsumsi obat tersebut secara signifikan, atau penyimpangan yang mengarah pada penyalahgunaan NPP, dll. Serta melakukan pemeriksaan surat izin outlet secara berkala melalui formulir specimen pelanggan KFTD Tangerang (lampiran 2), apabila terdapat perubahan apoteker penanggung jawab atau perpanjangan surat izin di suatu outlet, sehingga perlu dilakukan pembaruan pendataan terkait hal tersebut pada dokumentasi distributor.

Narcotics, Psychotropics and Precursors (NPP) are drugs derived from plants or non-plants, both synthetic and semi-synthetic which are capable of relieving pain, are psychoactive through selective influences on the central nervous system so that changes in mental activity and behavior occur. loss of consciousness, and excessive dependence (President of the Republic of Indonesia, 1997; President of the Republic of Indonesia, 2009; President of the Republic of Indonesia, 2010). These drugs are closely monitored by the state because of their additive or addictive effects if consumed in excess doses and are often misused by people who do not understand the risks of their use. According to BPOM Regulation No. 6 of 2020 concerning Good Drug Distribution Methods, pharmacists have great responsibility for storing, distributing and reporting Narcotics, Psychotropics and Pharmacy Precursors (NPP) at a Pharmaceutical Wholesaler. In the customer qualifications sub-chapter, one of the roles of the pharmacist in PBF is to check customer licenses and monitor every transaction made by outlets on a regular basis and conduct investigations if irregularities in transaction patterns are found that lead to abuse. The analysis process is carried out from every point of view that has a high probability of being the cause if an outlet has several suspicious transactions. Several ways to qualify KFTD Tangerang customers are by monitoring each NPP transaction using the NPP order fairness identification form (attachment 1), so that if there is a deviation the cause of the deviation can be investigated starting from the geographical position of the outlet such as the outlet having a clinic, or certain problems occur in the area individually. suddenly causing local residents to suffer from illnesses that require significant consumption of these drugs, or deviations that lead to NPP abuse, etc. As well as checking outlet licenses periodically through the Tangerang KFTD customer specimen form (attachment 2), if there is a change in the pharmacist in charge or an extension of the license at an outlet, so it is necessary to update the data collection related to this in the distributor's documentation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Apoteker bekerja sama secara kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain untuk memaksimalkan pemberian terapi obat kepada pasien. Meskipun demikian, kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respon pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya permasalahan terkait obat/drug related problems (DRPs). Permasalahan terkait obat (Drug-Related Problems/DRPs) oleh Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap kejadian yang melibatkan terapi obat dan secara nyata atau potensial terjadi akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan (PCNE, 2020). Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Andriani, et. al (2019) di salah satu RS di Indonesia, ditemukan terdapat DRPs yang dilaporkan meliputi kategori pemilihan obat (54%), durasi pemberian (22%), interaksi (10%), dosis (4%), dan efek samping obat (2%). Pada penelitian lain, pengkajian interaksi obat pada pasien gagal ginjal kronis pada tahun 2020 didapatkan bahwa dari 957 resep pada 112 pasien gagal ginjal kronik didapatkan potensi interaksi obat pada 928 resep dengan 717 resep memiliki tingkat potensi moderate (Hidayati, et. al., 2020). Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilakukan PTO untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan pemantauan terapi obat pada pasien dengan kondisi khusus dan polifarmasi yaitu pasien dengan gagal ginjal kronis dengan hemodialisa, gagal jantung kronis, komorbid hipertensi stage II, hiperkalemia, dan pneumonia di RSUP Fatmawati dengan harapan adanya PTO dapat mengoptimalkan efek terapi, dan meminimalkan reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Pharmacists work collaboratively with other health workers to maximize the delivery of drug therapy to patients. Nonetheless, the complexity of the disease and drug use, as well as the very individual response of the patient, increases the emergence of drug-related problems (DRPs). Drug-Related Problems (DRPs) by Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) are defined as any event involving drug therapy and that actually or potentially will affect the desired therapeutic outcome (PCNE, 2020). Based on research data conducted by Andriani, et. al (2019) in a hospital in Indonesia, it was found that there were reported DRPs covering the category of drug selection (54%), duration of administration (22%), interactions (10%), dosage (4%), and drug side effects (2 %). In another study, a study of drug interactions in chronic kidney failure patients in 2020 found that out of 957 prescriptions in 112 chronic kidney failure patients, the potential for drug interactions was found in 928 prescriptions with 717 prescriptions having a moderate level of potential (Hidayati, et. al., 2020) . This is what causes the need for PTO to optimize the therapeutic effect and minimize unwanted effects (Kemenkes RI, 2009).
 
Based on the description above, monitoring of drug therapy is carried out in patients with special conditions and polypharmacy, namely patients with chronic kidney failure with hemodialysis, chronic heart failure, comorbid hypertension stage II, hyperkalemia, and pneumonia at Fatmawati General Hospital in the hope that PTO can optimize the effect of therapy, and Minimize unwanted drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan memiliki peran penting dalam PTO. Peran tersebut yakni mencegah munculnya permasalahan terkait dengan obat. Pengetahuan penunjang yang harus dimiliki seorang apoteker dalam PTO adalah terkait farmakoterapi, patofisiologi penyakit, serta interpretasi hasil pemeriksaan fisik, diagnostic dan laboratorium. Selain itu, diperlukan keterampilan berkomunikasi, membina hubungan interpersonal, serta menganalisis suatu permasalahan (Kemenkes RI, 2009). Apotek Kimia Farma merupakan perusahaan farmasi dengan jaringan apotek terbesar dan penyedia layanan kesehatan yang terintegrasi melalui layanan obat dan alat kesehatan lengkap, konsultasi apoteker dan dokter, layanan laboratorium, dan optik serta menyediakan aplikasi kesehatan untuk mempermudah akses layanan. Aplikasi Kesehatan yang dimaksud yaitu aplikasi Kimia Farma Mobile yang memiliki beberapa fitur antara lain fitur layanan klinik, layanan laboratorium, dan layanan apotek. Ketiga fitur tersebut dikembangkan untuk mempermudah pengguna dalam memperoleh pelayanan kefarmasian dari Apotek Kimia Farma. Meninjau dari adanya beberapa kekurangan seperti miss communication antara pasien dan tenaga kefarmasian terkait terapi yang digunakan, sehingga pengembangan inovasi terbaru berbasis digital melalui aplikasi Kimia Farma Mobile yakni fitur PTO (Pemantauan Terapi Obat) diharapkan mampu meminimalisir terjadinya kesalahan tersebut.

Pharmacists as part of the health care team have an important role in the PTO. This role is to prevent the emergence of problems related to drugs. The supporting knowledge that a pharmacist must have in PTO is related to pharmacotherapy, disease pathophysiology, and interpretation of physical, diagnostic and laboratory examination results. In addition, communication skills are needed, fostering interpersonal relationships, and analyzing a problem (Kemenkes RI, 2009).Kimia Farma Apotek is a pharmaceutical company with the largest pharmacy network and integrated health service provider through complete drug and medical device services, pharmacist and doctor consultation, laboratory services, and optics as well as providing health applications to facilitate access to services. The Health application in question is the Kimia Farma Mobile application which has several features including clinical service features, laboratory services, and pharmacy services. These three features were developed to make it easier for users to obtain pharmaceutical services from the Kimia Farma Pharmacy. In view of the existence of several deficiencies such as miss communication between patients and pharmacy staff regarding the therapy used, it is hoped that the development of the latest digital-based innovations through the Kimia Farma Mobile application, namely the PTO (Drug Therapy Monitoring) feature, is expected to be able to minimize the occurrence of these errors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviani Pravitasari
"Suhu dalam area penyimpanan baik produk obat maupun bahan obat harus selalu dipantau (dikualifikasi) untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas obat. Kegiatan pemantauan yang dapat dilakukan berdasarkan CPOB 2018 yaitu dengan melakukan pemetaan suhu (mapping suhu) ruang penyimpanan obat/ bahan obat tersebut. Mapping suhu adalah kegiatan memantau perubahan atau fluktuasi suhu yang terjadi di area penyimpanan dengan memonitor suhu pada beberapa titik ruangan. Mapping suhu dilakukan karena perubahan suhu akan selalu terjadi di dalam Gudang area penyimpanan dan berpotensi melewati rentang suhu penyimpanan obat/bahan obat. Gudang penyimpanan PT. Indofarma yang akan dipetakan suhunya adalah Gudang Logistik Bahan Awal (LBA) ‘Non-AC’ yang menyimpan semua bahan awal dengan spesifikasi penyimpanan pada suhu ruang (≤ 30C) (BPOM RI, 2013, hal. 178; Kemenkes RI, 2020). Pemantauan suhu dilakukan dengan menggunakan EDLMs (Electronic Data Logging Monitors) yang mampu mengukur suhu pada waktu yang telah ditentukan. Pemantauan suhu di Gudang LBA dilakukan dengan meletakkan EDLM pada beberapa titik yang dianggap kritis dan mewakili suhu dari ruangan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahan awal yang disimpan tidak mengalami degradasi akibat adanya fluktuasi suhu, sehingga kualitas, keamanan, dan khasiat dari bahan awal tersebut mampu dipertahankan.

The temperature in the storage area for both drug products and medicinal ingredients must always be monitored (qualified) to prevent a decrease in drug quality. Monitoring activities that can be carried out based on the 2018 GMP are by mapping the temperature (temperature mapping) of the drug/medicine storage room. Temperature mapping is an activity to monitor temperature changes or fluctuations that occur in the storage area by monitoring the temperature at several points in the room. Temperature mapping is carried out because temperature changes will always occur in the warehouse storage area and have the potential to cross the temperature range for storing drugs/drugs. PT. Indofarma whose temperature will be mapped is the 'Non-AC' Initial Material Logistics Warehouse (LBA), which stores all starting materials with specifications for storage at room temperature (≤ 30oC) (BPOM RI, 2013, p. 178; Ministry of Health RI, 2020). Temperature monitoring is carried out using EDLMs (Electronic Data Logging Monitors) which are capable of measuring temperature at predetermined times. Temperature monitoring in the LBA Warehouse is carried out by placing the EDLM at several points that are considered critical and represent the temperature of the room. This aims to ensure that the stored starting materials do not degrade due to temperature fluctuations, so that the quality, safety and efficacy of these starting materials can be maintained."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library