Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"ABSTRAK
Pemeriksaan mikroskopik rutin digunakan dalam program malaria. Namun keterbatasan pemeriksaan tersebut menyebabkan kurangnya informasi yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data molekular parasit malaria yang berkaitan dengan upaya eliminasi. Subjek penelitian adalah 585 anak sekolah dasar peserta kohort selama enam bulan di Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada sediaan darah malaria semua peserta kohort. Pada 301 blot darah dilakukan deteksi real time PCR dengan 18S rRNA. Pada sebelas blot darah yang diperoleh dari subjek yang positif P falciparum secara mikroskopik dilakukan studi genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2. Deteksi real time PCR menunjukkan sensitivitas empat kali lebih tinggi daripada pemeriksaan mikroskopik ( PCR: 1,3% vs. mikroskopik: 0,3%, OR:4 IK 95%: 0,396-196,990, p=0,18, tes McNemar). Genotyping dengan MSP-1 dan MSP-2 masing-masing mendapatkan lima dan tiga jenis alel berbeda. Berdasarkan MSP-1 didapatkan pengandung infeksi multiklonal sebesar 66,7% dengan rerata jumlah alel 2,1 per individu, sedangkan dengan MSP-2 hanya ditemukan infeksi monoklonal. Analisis sekuens menunjukkan kekerabatan dengan isolat dari Thailand dan Papua Nugini. PCR penting dilakukan dalam eliminasi malaria karena dapat mendeteksi infeksi sub-mikroskopik dan menentukan diversitas genetik parasit.

ABSTRACT
Microscopic examination has been being used in malaria program on regular basis. However, its limitations prevent it from obtaining information needed sufficiently. This study aims to obtain molecular data on malaria parasites in relation with elimination effort. Study subjects are 585 school children enrolled in the cohort study conducted for six month in Kabupaten Pesawaran, Lampung province. Microscopic examination has been performed to all cohort participants. Total of 301 blood spots underwent real time PCR detection using 18S rRNA. Genotyping study using MSP-1 and MSP-2 was performed to 11 blood spots taken from subjects positive for P falciparum by microscopy. Real time PCR detected malaria four times higher than microscopy (PCR: 1.3% vs. microscopy: 0.3%, OR:4, 95% CI: 0.396-196.990, p=0,18, McNemar test). Genotyping with MSP-1 and MSP-2 identified five and three distinct allele, respectively. A proportion of 66.7% was found to have multiclonal infection with average allele number of 2.1 based on MSP-1. To the contrary, MSP-2 found no infection containing more than one allele. Sequence analysis found relatedness between Lampung isolates with those from Thailand and Papua New Guinea. PCR is an important tool in malaria elimination as it can detect submicroscopic infection and determine genetic diversity of the parasites."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"Latar belakang: Intervensi epidemiologi malaria bertujuan mendeteksi dan mengobati reservoir parasit di daerah endemik untuk mengurangi penularan lokal. Gametosit merupakan satu-satunya stadium penular sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan gametosit sebelum dan sesudah intervensi skrining dan pengobatan massal (mass screening and treatment/MST) yang dilakukan selama tahun 2013 di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Metode: RT-qPCR pada transkrip pfs25 dan pvs25 - penanda molekuler gametosit untuk Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur gametosit dalam sampel darah subjek yang terinfeksi P. falciparum dan P. vivax selama studi MST. Keberadaan parasit aseksual dan seksual secara mikroskopis dan submikroskopik pada awal dan akhir MST dibandingkan dengan menggunakan uji proporsi serta uji parametrik dan non-parametrik.
Hasil: Prevalensi parasitemia pada P. falciparum tidak menunjukkan perubahan (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0,838), namun sedikit menurun untuk P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0,035) antara awal dan akhir MST. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada prevalensi gametosit baik untuk P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0,353; OR=1,34; 95%CI=0,69-2,63), atau P. vivax ( 7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0,442; OR=0,83; 95%CI=0.52-1.31). Meskipun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sebagian besar subjek positif parasit pada akhir MST memiliki hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134) . Hal ini juga ditunjukkan untuk stadium infektif - dimana mayoritas subjek positif gametosit pada akhir MST menunjukkan hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). Hasil ini tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan selama kegiatan MST. Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan dalam kepadatan parasit dan gametosit antara awal dan akhir MST baik di P. falciparum atau P. vivax.
Kesimpulan: Di daerah penelitian ini, tingkat prevalensi parasit dan gametosit P. falciparum dan P. vivax yang sama sebelum dan sesudah MST, meskipun pada individu yang berbeda, menunjukkan tidak adanya dampak pada reservoir parasit. Pemberian pengobatan berdasarkan parasitemia positif yang diterapkan di MST perlu dievaluasi kembali untuk strategi eliminasi di masyarakat.

Background
A goal of malaria epidemiological interventions is the detection and treatment of parasite reservoirs in endemic areas – an activity that is expected to reduce local transmission. Since the gametocyte is the only transmissible stage from human host to mosquito vector, this study evaluated the pre and post presence of gametocytes during a mass screening and treatment (MST) intervention conducted during 2013 in East Nusa Tenggara, Indonesia.
Methods
RT-qPCR targeting pfs25 and pvs25 transcripts - gametocyte molecular markers for Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax, respectively, was performed to detect and quantify gametocytes in blood samples of P. falciparum and P. vivax-infected subjects over the course of the MST study. The presence of both asexual and sexual parasites in microscopic and submicroscopic infections was compared from the start and end of the MST, using proportion tests as well as parametric and non-parametric tests.
Results
Parasite prevalence remained unchanged for P. falciparum (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0.838), and decreased slightly for P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0.035) between the MST baseline and endpoint. No significant difference was observed in gametocyte prevalence for either P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0.353, OR=1.34, 95%CI=0.69-2.63), or P. vivax (7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0.442, OR=0.83, 95%CI=0.52-1.31). Even though there was an insignificant difference between the two time points, the majority of parasite positive subjects at the endpoint had been negative at baseline (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134). This was similarly demonstrated for the transmissible stage - where the majority of gametocyte positive subjects at the endpoint were negative at baseline (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). These results were independent of treatment provided during MST activities. No difference was demonstrated in parasite and gametocyte density between both time points either in P. falciparum or P. vivax.
Conclusion
In this study area, similar prevalence rates of P. falciparum and P. vivax parasites and gametocytes before and after MST, although in different individuals, points to a negligible impact on the parasite reservoir. Treatment administration based on parasite positivity as implemented in the MST should be reevaluated for the elimination strategy in the community.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library